Anda di halaman 1dari 3

Upaya Peningkatan Pendidikan Berprestasi melalui Supervisi

Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan dalam Manajemen


Berbasis sekolah (MBS) di SMA Negeri 6 Yogyakarta

Oleh :
Wayan Wahyu Adnyana Suryawan

BAB I
A. Pendahuluan
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia
atau memanusiakan manusia. Peningkatan kualitas komponen sistem
pendidikan yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan adalah
komponen yang bersifat human resourse. Pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara
menyeluruh. Berdasarkan Depdiknas (2007:1), berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain
melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan
buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan
meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, indikator mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah,
terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang
cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih
memprihatinkan. Khusus dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
pemerintah telah melaksanakan berbagai program, antara lain:
pengembangan kurikulum, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan,
penataran dan pelatihan guru, dan sebagainya. Namun demikian belum
berhasil meningkatkan mutu pendidikan nasional. kadar kualitas guru
ternyata di pandang sebagai penyebab kadar kualitas output sekolah. Rendah
dan merosotnya mutu pendidikan sebagaimana yan sering disinyalir oleh
media masa selalu disertai dengan menuding guru. Lembaga Pendidikan
Keguruan (LPTK) yang berwenang mempersiapkan guru dipandang sebagai
lemabaga yang bertanggung jawab terhadap kemerosotan mutu pendidikan.
Secara terminologis, supervise pembelajaran sering diartikan sebagai
serangkaian usaha bantuan kepada guru, terutama bantuan yang berwujud
layanan professional yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawasan
serta supervison untuk meningkatkan proses dan hasil belajar.Sedikitnya ada
tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami
peningkatan secara merata (Depdiknas, 2007: 1): (1) kebijakan dan
penyelenggaraan pendidikan nasional yang menggunakan pendekatan
education production function atau input-output analysis tidak dilaksanakan
secara konsekuen, pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan
berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input
(masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga
akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap
bahwa apabila input pendidikan seperti guru, buku, media pembelajaran, dan
sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, mutu pendidikan secara
otomatis akan meningkat. Padahal pendekatan ini terlalu memusatkan pada
input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan; (2)
penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-
sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai
jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan
tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Karena hal tersebut sekolah kehilangan
kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas untuk mengembangkan dan
memajukan sekolah; (3) minimnya peran serta warga sekolah khususnya
guru dan peran serta masyarakat khususnya orangtua dalam
penyelenggaraan pendidikan. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan
sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan disekolah sangat
tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak
berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai