OLEH :
Abdul Aziz Qurays
Ardia Mufti
Fiqya
Taufiq Yudi
1. Latar Belakang
Rangkaian elektronika terdiri dari dua jenis komponen yaitu koponen aktif
dan komponen pasif. Untuk komponen aktif terdiri dari dioda, transistor,dll.
Sedangkan untuk komponen pasif terdiri dari hambatan ( R ) , kapasitor ( C ),
dan inductor ( L ). Pada kehidupan sehari – hari komponen pasif sangat sering
di gunakan untuk menunjang komponen aktif. Oleh karenanya sebelum kita
mempelajari komponen aktif kita sangat perlu untuk memahami komponen
pasif terlebih dahulu. Untuk kali ini kita akan mempelajari reaktansi kapasitif
yaitu hambatan listrik yang terdapat pada kapasitor serta rangkaian seri dari R
dan C.
2. Tujuan
a. Dapat mengetahui karakteristik reaktansi kapasitif
b. Dapat mengetahui factor yang mempengaruhi reaktansi kapasitif
c. Dapat memahami rangkaian RC seri
d. Dapat mengetahui karaktristik – karakteristik pada rangkaian R dan
C seri.
e. Dapat merangkai rangkaian dengan benar.
4. Dasar Teori
a. Generator fungsi
Generator fungsi adalah bagian dari peralatan uji coba elektronik yang
digunakan untuk menciptakan gelombang listrik. Sistem generator
fungsi ini dapat menghasilkan gelombang sinus, segitiga, persegi dan
pulsa dengan range frekuensi yang lebar.
Generator fungsi umumnya menghasilkan gelombang segitiga
sebagai dasar dari semua outputnya. Segitiga ini dihasilkan oleh
kapasitor yang dimuat dan dilepas secara berulang-ulang dari sumber
arus konstan. Hal ini menghasilkan ramp atau voltase menanjak dan
menurun secara linier. Ketika voltase output mencapai batas atas dan
batas bawah, proses pemuatan dan pelepasan dibalik menggunakan
komparator, menghasilkan gelombang segitiga linier. Dengan arus
yang bervariasi dan ukuran kapasitor, frekuensi yang berbeda dapat
dihasilkan. generator fungsi bekerja dalam daerah frekuensi mulai
dari kurang satu hertz sampai lebih dari 10 MHz.
Generator fungsi yang baik
1. Bentuk isyarat yang dihasilkan adalah gelombanag sinus, segitiga,
persegi dan pulsa.
2. Semakin besar nilai tahanan pengatur frekuensi dari komponen luar
menyebabkan frekuensi gelombang semakin tinggi dan semakin
nilai kapasitansi kapasitor dari komponen luar mengakibatkan
frekuensi semakin kecil
3. Tegangan keluaran gelombang berbanding lurus terhadap nilai
tahanan pengatur amplitudo.
4. Jika Ketelitian generator fungsi untuk setiap perubahan nilai tahanan
pengatur frekuensi dan perubahan nilai kapasitansi kapasitor
masing-masing adalah 99.99%, serta kestabilan generator fungsi
terhadap perubahan nilai fekuensi dan tegangan keluaran pada nilai
tertentu berturut-turut adalah 99.96% dan 100%, berarti kestabilan
generator fungsi ini sangat tinggi.
Fungsi umum generator fungsi
Jika Anda akan melakukan pengujian atau merancang rangkaian
elektronika, dari yang sederhana sampai yang paling rumit, generator
fungsi adalah instrumen yang akan sangat membantu. Gelombang
sinus yang dihasilkan oleh sebuah generator fungsi biasanya dipakai
untuk memeriksa tanggapan frekuensi dan keluaran daya dari
sebuah penguat balans, dan untuk menepatkan filter.
Hasil pengoperasian
Osiloskop Analog
Gambar 2
gambar blok ART secara prinsip dapat disederhanakan seperti terlihat pada
Gambar 2. Agar gambar pada layar dapat stabil, digunakan rangkaian picu
(trigger). Jika suatu gelombang listrik dihubungkan ke ART, rangkaian picu akan
memonitor gelombang masukan tersebut dan menunggu event - yakni saat
terjadinya peristiwa atau kondisi yang dapat dipakai untuk- pemicuan. Event picu
ini berupa suatu sisi atau tebing gelombang yang memenuhi persyaratan yang
telah didefinisikan atau ditentukan melalui suatu pilihan tombol pada panel depan
osiloskop. Sekali event picu ini terjadi, osiloskop akan menstart generator sapu
dan meragakan bentuk gelombang yang sedang diukur. Proses ini akan berulang
sepanjang osiloskop tersebut dapat mendeteksi event-event picu.
Skala kelabu ini juga menunjukkan frekuensi relatif dari event-event individual
(gejala khusus) yang terjadi dalam suatu gelombang yang sifatnya berulang
(repetitif). Pancaran elektron yang mengambarkan bagian gelombang yang
bentuknya sama secara berulang akan menyebabkan bagian yang dapat tergambar
dengan terang di layar, sedangkan event lekuk gelombang yang jarang terjadi
akan mendapat lebih sedikit waktu eksitasi. Akhirnya menjadi jelas bahwa daerah
dari lapisan fosfor yang dirangsang/dieksitasi secara berulang nampak lebih terang
daripada daerah yang kurang distimulasi.
Cahaya yang dihasilkan oleh fosfor mempunyai waktu hidup yang sangat pendek
setelah pancaran elektron berlalu. Untuk fosfor yang sering digunakan pada CRT
yakni P31, cahaya yang dihasilkan akan turun sampai ke suatu harga yang masih
dapat dilihat dengan nyaman dalam ruang yang bercahaya sedang, dalam waktu
38 mikrodetik. Jika laju kecepatan pancaran elektron untuk mengeksitasi ulang
terjadi di bawah 1/38 mikrodetik atau 26 kHz, maka akan terjadi penurunan
cahaya secara dramatis di layar.
Kedipan (flicker) merupakan suatu fenomena lain yang membatasi kinerja CRT.
Jika laju eksitasi ulang jatuh dibawah harga minimum tertentu, umumnya sekitar
15 sampai 20 Hz, maka akan terjadi kedipan, yakni peragaan di layar akan tampak
nyala dan padam bergantian.
Gambar 3
Seperti ART, DSO melakukan akuisisinya dalam satu event pemicuan. namun
demikian ia secara rutin memperoleh, mengukur dan menyimpan sinyal masukan,
mengalirkan nilainya melalui memori dalam suatu proses kerja dengan cara;
pertama yang disimpan, yang pertama pula yang akan dikeluarkan, sambil
menanti picu terjadi. Sekali osiloskop ini mengenali event picu yang didefinisikan
oleh penggunanya, osiloskop mengambil sejumlah cuplikan yang kemudian
mengirimkan informasi gelombangnya ke peraga (layar). Karena kerja pemicuan
yang demikian ini, ia dapat menyimpan dan meragakan informasi yang diperoleh
sebelum picu (pretrigger) sampai 100 persen dari lokasi memori yang disediakan.
DSO mempunyai dua cara untuk "menangkap" atau mencuplik gelombang, yakni
dengan teknik single shot atau real time sampling. Dengan kedua teknik ini,
osiloskop memperoleh semua cuplikan dengan satu event picu. Sayangnya laju
cuplik DSO membatasi lebar pita osiloskop ketika beroperasi dalam waktu nyata
(real time). Secara teori (sesuai dengan Nyquist sampling theorema), osiloskop
digital membutuhkan masukan dengan sekurang-kurangnya dua cuplikan per
periode gelombang untuk merekonstruksi suatu bentuk gelombang. Dalam
praktek, tiga atau lebih cuplikan per periode menjamin akurasi akuisisi. Jika
pencuplik tidak dapat sama cepat dengan sinyal masukannya, osiloskop tidak akan
dapat mengumpulkan suatu jumlah yang cukup yang berakibat menghasilkan
suatu peragaan yang lain dari bentuk gelombangnya aslinya. yakni osiloskop akan
menggambarkan struktur keseluruhan sinyal masukan pada suatu frekuensi yang
jauh lebih rendah dari frekuensi sinyal sesungguhnya.
Kebanyakan DSO, apakah ia menggunakan teknik real time atau equivalent time
akan mencuplik pada laju maksimum tanpa mengacu berapa dasar waktu (time
base) yang di pilih. Pada kecepatan sapuan yang lebih rendah osiloskop digital
menerima jauh lebih banyak cuplikan daripada yang dapat disimpannya.
Bergantung kepada mode akuisisi yang kita pilih, suatu DSO akan membuang
cuplikan ekstra atau menggunakannya untuk pemrosesan sinyal-sinyal tambahan
seperti deteksi puncak gelombang (peak detect), maupun sampul gelombang
(envelope)
c. Resistor
Resistor adalah komponen elektronik dua saluran yang didesain untuk menahan
arus listrik dengan memproduksi penurunan tegangan diantara kedua salurannya
sesuai dengan arus yang mengalirinya, berdasarkan hukum Ohm:
Resistor digunakan sebagai bagian dari jejaring elektronik dan sirkuit elektronik,
dan merupakan salah satu komponen yang paling sering digunakan. Resistor dapat
dibuat dari bermacam-macam kompon dan film, bahkan kawat resistansi (kawat
yang dibuat dari paduan resistivitas tinggi seperti nikel-kromium). Karakteristik
utama dari resistor adalah resistansinya dan daya listrik yang dapat diboroskan.
Karakteristik lain termasuk koefisien suhu, desah listrik, dan induktansi.
Resistor dapat diintegrasikan kedalam sirkuit hibrida dan papan sirkuit cetak,
bahkan sirkuit terpadu. Ukuran dan letak kaki bergantung pada desain sirkuit,
resistor harus cukup besar secara fisik agar tidak menjadi terlalu panas saat
memboroskan daya. Ohm (simbol: Ω) adalah satuan SI untuk resistansi listrik,
diambil dari nama George Simon Ohm. Biasanya digunakan prefix miliohm,
kiloohm dan megaohm.
Pita Pita
Pita Pita Pita kelima
Warna ketiga keempat
pertama kedua (koefisien suhu)
(pengali) (toleransi)
Hitam 0 0 × 100
Abu-
8 8 × 108 ± 0.05% (A)
abu
Putih 9 9 × 109
Emas × 10-1 ± 5% (J)
d. Kapaitor
Kapasitor adalah model yang cukup umum untuk medan listrik dalam rangkaian
listrik. Sebuah kapasitor ideal adalah sepenuhnya ditandai dengan kapasitansi C
konstan, yang didefinisikan sebagai rasio biaya ± Q pada setiap konduktor V
tegangan antara mereka: [8]
kapasitansi Oleh sebab itu terbesar dalam perangkat terbuat dari bahan dengan
permitivitas tinggi.
e. Reaktasi kapasitif
Sebuah kapasitor terdiri dari dua konduktor yang dipisahkan oleh isolator , juga
dikenal sebagai dielektrik .
Pada frekuensi rendah sebuah kapasitor rangkaian terbuka , karena tidak ada arus
mengalir dalam dielektrik. Sebuah DC tegangan diterapkan di sebuah kapasitor
positif menyebabkan biaya untuk mengumpulkan di satu sisi dan negatif muatan
menumpuk di sisi lain, dalam medan listrik karena muatan akumulasi sumber
oposisi dengan arus. Ketika potensi yang terkait dengan muatan persis
menyeimbangkan tegangan yang diberikan, arus pergi ke nol.
Didorong oleh suplai AC, kapasitor hanya akan mengumpulkan jumlah terbatas
biaya sebelum perubahan polaritas beda potensial dan mengisi menghilang.
Semakin tinggi frekuensi, biaya kurang akan terakumulasi dan semakin kecil
menentang arus.
R=
1kohm
Frekuensi
= 200 Hz
Skala :
Vab =
0,2
v/div
1 ms/div
Vac =
1
mv/div
1 ms/div
C=
0,1µF
R=
1kohm
Frekuensi
= 200 Hz
Skala :
Vab =
0,2
v/div
1 ms/div
Vac =
1
mv/div
1 ms/div
C=
1µF
R=
1kohm
Frekuensi
= 200 Hz
Skala :
Vab =
0,2
v/div
1 ms/div
Vac =
1
mv/div
1 ms/div
Ket Vab Vac
C=
10µF
R=
1kohm
Frekuensi
= 200 Hz
Skala :
Vab =
20mv/di
v
1 ms/div
Vac =
1 mv/div
1 ms/div
C=
100µF
R=
1kohm
Frekuensi
= 200 Hz
Skala :
Vab =
2 mv/div
1 ms/div
Vac =
1 mv/div
1 ms/div
C=
0,01µF
R=
100ohm
Frekuensi
= 200 Hz
Skala :
Vab =
0,2 v/div
1 ms/div
Vac =
1 mv/div
1 ms/div
Ket Vab Vac
C=
0,1µF
R=
100ohm
Frekuens
i = 200
Hz
Skala :
Vab =
0,2
v/div
1
ms/div
Vac =
1
mv/div
1
ms/div
C=
1µF
R=
100ohm
Frekuens
i = 200
Hz
Skala :
Vab =
0,2
v/div
1
ms/div
Vac =
1
mv/div
1
ms/div
C=
10µF
R=
100ohm
Frekuens
i = 200
Hz
Skala :
Vab =
0,2
v/div
1
ms/div
Vac =
1
mv/div
1
ms/div
Ket Vab Vac
C=
100µF
R=
100ohm
Frekuensi
= 200 Hz
Skala :
Vab =
20mv/di
v
1 ms/div
Vac =
1 mv/div
1 ms/div
C=
0,01µF
R=
100ohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
0,2v/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,1
ms/div
C=
0,1µF
R=
100ohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
0,2v/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,1
ms/div
Ket Vab Vac
C=
1µF
R=
100ohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
0,2v/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,1
ms/div
C=
10µF
R=
100ohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
20mv/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,1
ms/div
C=
100µF
R=
100ohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
20mv/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,1
ms/div
Ket Vab Vac
C=
0,01µF
R= 1kohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
0,2v/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,1
ms/div
C=
0,1µF
R= 1
kohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
0,2v/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,1 ms/di
C=
1µF
R= 1kohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
20mv/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,5
ms/div
Vab Vac
C=
10µF
R=
1kohm
Frekuensi
= 2 kHz
Skala :
Vab =
2mv/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,5
ms/div
C=
100µF
R=
1kohm
Frekuen
si = 2
kHz
Skala :
Vab =
1mv/div
0,1ms/di
v
Vac =
1 mv/div
0,5
ms/div
DATA RANGKAIAN R-C SERI
F C Gambar Dual
(kHz) (µF) Osiloskop Multisim
0,01
1 0,1
C Gambar Dual
F (kHz)
(µF) Osiloskop Multisim
0,01
0,1
100
3 0,01
100
5 0,01
100
C Gambar Dual
F (kHz)
(µF) Osiloskop Multisim
6 0,01
100
CH1 : 1 V/div ; 50 µS/div
CH2 : 0,5 mV/div ; 50
µS/div
C Gambar Dual
F (kHz)
(µF) Osiloskop Multisim
0,01
CH1 : 1 V/div ; 20
µS/div
CH2 : 1 V/div ; 20
µS/div
0,1
8 CH1 : 1 V/div ; 20
µS/div
CH2 : 1 V/div ; 20
µS/div
1 CH1 : 1 V/div ; 50
µS/div
CH2 : 20 mV/div ; 50
µS/div
100
CH1 : 1 V/div ; 50
µS/div
CH2 : 0,5 mV/div ; 50
µS/div
C Gambar Dual
F (kHz)
(µF) Osiloskop Multisim
0,01
0,1
100
C Gambar Dual
F (kHz)
(µF) Osiloskop Multisim
12 0,01
100
CH1 : 1 V/div ; 20
µS/div
CH2 : 0,2 mV/div ; 20
µS/div
F Gambar Dual
(k C
Hz (µF) Osiloskop Multisim
)
0,01
20 0,1
Analisa 2KHz
Ket Nilai Pengukuran Nilai Perhitungan Xc
Xc
C=0,01µF, 150Ω
R=100Ω
C=0,1µF, 140Ω
R=100Ω
C=10µF, 120Ω
R=100Ω
C=100µF, 140Ω
R=100Ω
C=0,01µF, 800Ω
R=1KΩ
C=0,1µF, 900Ω
R=1KΩ
C=10µF, 900Ω
R=1KΩ
C=100µF, 800Ω
R=1KΩ
Analisa 200Hz
Ket Nilai Pengukuran Nilai Perhitungan Xc
Xc
C=0,01µF, 150Ω
R=100Ω
C=0,1µF, 140Ω
R=100Ω
C=10µF, 120Ω
R=100Ω
C=100µF, 140Ω
R=100Ω
C=0,01µF, 800Ω
R=1KΩ
C=0,1µF, 900Ω
R=1KΩ
C=10µF, 900Ω
R=1KΩ
C=100µF, 800Ω
R=1KΩ
Analisa data RC
A. Reaktansi kapasitif
B. Beda fase
f C Ø Ø Error(%)
(kHz) (µF) Osciloscope Multisim Mulltisim dengan
Oscilloscope
0,4 0,05
1 0.01 / 4,8 x 360 = /5x
29,99o 360 = 3,6o 733.056
0,2 0,4
0.1 / 4,8 x 360 = /5 x 360
o
15 = 28,8o 47.91667
1 1,2
1 / 4,8 x 360 = /5 x 360
74,99o = 86,4o 13.31019
0 0,8
100 / 4,8 x 360 = / 5x 360
o
0 = 57,6o 100
0,2 0,1
2 0.01 / 5 x 360 = /5x
14,4o 360 = 7,2o 100
0,2 0,7
0.1 / 5 x 360 = /5x
14,4o 360 =
50,4o 71.42857
1 0,8
1 / 5 x 360 = / 5x 360
90o = 57,6o 56.25
0
100 / 5 x 360 = 0o 0,7
/5x
360 =
50,4o 100
0,2 0,1
3 0.01 / 3,4 x 360 = /5x
21,17o 360 = 7,2o 201.389
0,4 0,6
0.1 / 3,4 x 360 = /5x
42,35o 360 =
43,2o 1.967593
0,7 0,6
1 / 3,4 x 360 = /5x
74,12o 360 =
43,2o 71.5741
0,4 0,25
100 / 3,4 x 360 = /5x
42,35o 360 =
42,35o 0
0,2 0,2
5 0.01 / 4 x 360 = /5x
18o 360 =
14,4o 25
0,8 0,8
0.1 / 4 x 360 = / 5x 360
72o = 57,6o 25
0,9 1
1 / 4 x 360 = / 5 x 360
o
81 = 72o 12.5
0,2 0,2
100 / 4 x 360 = /5x
o
18 360 =
14,4o 25
0,2 0,2
6 0.01 / 3,3 x 360 = / 3,4 x
21,82o 360 =
21,17o 3.07038
0,6 0,7
0.1 / 3,3 x 360 = / 3,4 x
65,45o 360 =
74,11o 11.68533
0,8 0,8
1 / 3,3 x 360 = / 3,4 x 3.40047
87,27o 360 =
84,7o
0,1 0,2
100 / 3,3 x 360 = / 3,4 x
10,9o 360 =
21,17o 48.51205
0,2 0,2
8 0.01 / 2,6 x 360 = / 2,5 x
27,69o 360 =
28,8o 3.854167
0,5 0,6
0.1 / 2,6 x 360 = / 2,5 x
69,23o 360 =
86,4o 19.87269
0,8 0,6
1 / 2,6 x 360 = / 2,5 x
110,77o 360 =
86,4o 28.206
0,2 0,1
100 / 2,6 x 360 = / 2,5 x
27,69o 360 =
14,4o 92.2917
0,2 0,2
10 0.01 / 2 x 360 = /2x
36o 360 = 36o 0
0,4 0,4
0.1 / 2 x 360 = /2x
72o 360 = 72o 0
0,6 0,3
1 / 2 x 360 = /2x
108o 360 = 54o 100
0,6 1
100 / 2 x 360 = / 2 x 360
108o = 180o 40
0,6 1
12 0.01 / 4,3 x 360 = / 4,2 x
50,23o 360 =
85,71o 41.3954
1,2 1
0.1 / 4,3 x 360 = / 4,2 x
100,46o 360 =
85,71o 17.2092
0,6 1
1 / 4,3 x 360 = / 4,2 x
50,23o 360 =
85,71o 41.3954
0,8 0,2
100 / 4,3 x 360 = / 4,2 x
66,97o 360 =
17,14o 290.723
0,2 0,7
20 0.01 / 5 x 360 = /5x
14,4o 360 =
50,4o 71.42857
1,3 1,2
0.1 / 5 x 360 = /5 x 360
93,6o = 86,4o 8.33333
1,3 1,2
1 / 5 x 360 = /5 x 360
93,6o = 86,4o 8.33333
0
100 / 5 x 360 = 0o 0
/ 5 x 360
= 0o 0
Dari tabel analisa data dan data hasil percobaaan di atas, dapat dilihat
bahwa semakin besar frekuensi, maka nilai rektansi kapasitif (Xc) semakin kecil.
Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa fasa gelombang pada rangkaian RC
seri mendahului 90o terhadap input .Tetapi pada percobaan ini, nilai reaktansi
kapasitif (Xc) dan beda fasa tidak stabil naik ataupun turun, hal ini disebabkan
oleh kesalahan yang umum terjadi pada percobaan, misalnya salah pembacaan
nilai dll. Selain itu faktor komponen dan peralatan percobaan yang kurang presisi
juga menyebabkan percobaan tidak sesuai dengan yang semestinya atau sama
dengan teori.
KESIMPULAN
Dimana :
XC = Reaktansi kapasitif (Ohm / Ω)
π= Pi ≈ 3,14
f= Frekuensi (Hertz / Hz)
C= Kapasitansi (Farad / F)
3.
8. Fasa pada RC
VI R (R+j/(ωC))
VR = (R2+1/(ω2C2))
VI (1/(ωC)-jR)
VC = ωL (R2+1/(ω2C2))