Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH SENAM ERGONOMIK TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM


URAT PADA LANSIA DENGAN ARTHRITIS GOUT DI PANTI WREDHA
DHARMA BAKTI KASIH SURAKARTA

Disususn Oleh :

Widha Listyaninggar

P27220017 163

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia merupakan suatu fase kehidupan yang akan dialami oleh setiap
manusia seperti halnya penuaan. Secara individu pengarauh proses penuaan
menimbulkan berbagai masalah fisik, biologis, mental maupun sosial ekonominya.
Tidak hanya itu bertambahnya usia pada lansia maka fungsi fisiologis pada lansia
akan mengalami penurunan. Proses tersebut muncul akibat proses degeneratif
(penuaan) oleh karena itu, penyakit tidak menular banyak terjadi pada lansia. Penyakit
tidak menular yang sering dialami oleh lansia diantaranya, hipertensi, stroke, jantung,
diabetes melitus dan peradangan sendi atau rematik (Nursanti,2018).
World Health Organization atau WHO menyatakan bahwa penduduk lanjut
usia atau lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang akan mencapai angka
11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, yang menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia. Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017
terdapat presentase 9,03% atau 23,66 juta jiwa penduduk usia lanjut di Indonesia.
Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 menjadi 27,08 juta jiwa, tahun 2025
sebanyak 33,69 juta jiwa, tahun 2030 sebanyak 40,95 juta jiwa dan tahun 2035
menjadi 48,19 juta jiwa (Kemenkes RI, 2017).
Data presentasi penduduk lanjut usia atau lansia di Indonesia pada tahun 2017,
ada tiga provinsi dengan jumlah atau presentase lansia terbesar adalah Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan presentase lansia sebesar 13,81%, Jawa Tengah 12,59%
dan Jawa Timur sebesar 12,25% (Kemenkes RI, 2017). Berdasarkan data Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2016 jumlah penduduk usia produktif yaitu diatas 65
tahun di Jawa Tengah sebanyak 2.729.117 jiwa. Tahun 2016 jumlah penduduk lanjut
usia di Kota Surakarta dari umur 60 hingga 75 tahun keatas berkisar 677.420 atau
11,82% dari seluruh jumlah penduduk di Surakarta (Profil Kependudukan Kota
Surakarta, 2016).
Penyakit asam urat atau biasa dikenal dengan Gout Arthritis merupakan suatu
penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam
tubuh. Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu
komponen asam nkleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam
urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di
daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi
penderitanya (Ardhi,2018).
Menurut WHO (2015) di dunia prevalensi penyakit asam urat mengalami
kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990- 2010. Pada orang
dewasa di Amerika Serikat penyakit gout mengalami peningkatan dan mempengaruhi
8. 3 juta (4%) orang Amerika. Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang
dari setiap 100.000 orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia
di bawah 34 tahun sebesar 32 % dan di atas 34 tahun sebesar 68 %. Sedangkan
prevalensi hiperurisemia juga meningkat dan mempengaruhi 43.300.000 atau 21%
orang dewasa di Amerika Serikat (Jaliana, 2018).
Prevalensi di Indonesia penyakit arthritis yang diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 11,9% dan berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 24,7%, sedangkan
berdasarkan daerah diagnosis nakes tertinggi di Nusa Tenggara Timur sebesar 33,1%,
diikuti Jawa Barat 32,1% dan Bali 30% (Jaliana, 2018). Prevalensi penyakit gout di
Jawa Tengah belum diketahui secara pasti, namun survey epidemiologic yang
dilakukan di Jawa Tengah atas kerjasama World Health Organization atau WHO
terhadap 4.683 sampel berusia 15-45 tahun didapatkan prevalensi arthritis gout
sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada perempuan. Secara keseluruhan
didaptakan penyakit gout di Jawa Tengah sebanyak 36% (Dianati, 2015).
Dinas Kesehatan Kota Surakarta pada tahun 2017, didapatkan 1.311 lansia
menderita arthritis gout yang telah terdata di 17 Puskesmas di Surakarta, prevalensi
penyakit arthritis gout tertinggi terdapat di Puskesmas Pucangsawit Surakarta
sebanyak 338 lansia, disusul lansia penderita arhtritis gout terbanyak kedua di
Puskesmas Purwodiningratan sebanyak 171 lansia, dan terbanyak ketiga terdapat di
Puskesmas Kratonan sebanyak 129 lansia yang menderita arhtritis gout (Yanto,2018).
Penyakit gout ditandai dengan perubahan kadar asam urat Laki-laki
dewasa kadar normal asam uratnya adalah 2 – 7,5 mg/dL, sementara laki-laki dengan
usia di atas 40 tahun kadar normal asam uratnya adalah 2 – 8,5 mg/dL. Sedangkan
Wanita dewasa kadar normal asam uratnya adalah 2 – 6,5 mg/dL, sementara wanita
dengan usia di atas 40 tahun kadar normal asam uratnya adalah 2 – 8 mg/dL. Penyakit
ini dapat dikelompokkan menjadi bentuk gout primer yang umumnya terjadi 90%
kasus penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, tetapi diperkirakan akibat kelainan
proses metabolisme dalam tubuh, tapi yang pasti ada hubungannya dengan obesitas,
hipertensi, dislipidema, dan diabetes melitus. Gout umumnya dialami oleh laki-laki
berusia lebih dari 30 tahun, sedangkan gout sekunder 10% kasusnya dialami oleh
perempuan setelah menopause karena gangguan hormon (Dianati, 2015).
Meningkatnya kadar asam urat pada lansia, akan menyebabkan penyakit
komplikasi lainnya. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi
farmakologi yaitu pemberian obat- obatan yang dapat mencegah asam urat dan
tindakan non farmakologi seperti senam ergonomik yang dilakukan untuk mengurangi
asam urat. Senam ergonomik merupakan senam untuk mengembalikan atau
membetulkan posisi dan kelenturan sistem syaraf dan aliran darah. Senam ergonomik
dilakukan minimal selama 15-20 menit, supaya memaksimalkan oksigen ke otak,
membuka sistem kecerdasan, sistem musculoskeletal, sistem pemanas tubuh, sistem
pembakaran asam urat,sistem pembuatan elektrolit atau ozon dalam darah, sistem
kekebalan tubuh (Aslidar,2017).
Senam ergonomik merupakan senam yang dapat langsung membuka,
membersihkan dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh seperti sistem
kardiovaskuler, perkemihan, sistem reproduksi, sistem pembakaran, sistem konversi
karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan
sistem kekebalan tubuh dari energi negatif atau virus, sistem pembuangan energi
negatif dari dalam tubuh. Gerakan yang terkandung dalam senam ergonomik
merupakan gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis (Ardhi,2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Cindy Cloudia (2020) yang
berjudul “Pengaruh Senam Ergonomik terhadap Perubahan Kadar Asam Urat pada
Lansia di Bpstw Budi Luhur Yogyakarta” berhasil membuktikan bahwa terjadi
penurunan tingkat kadar asam urat pada lansia di Bpstw Budi Luhur Yogyakarta
sesudah diberikan senam ergonomik dan terdapat pengaruh senam ergonomik
terhadap penurunan tingkat kadar asam urat pada lansia di Bpstw Budi Luhur
Yogyakarta.
Hasil studi pendahuluan peneliti memperoleh data dari catatan riwayat Panti
Wredha Dharma Bhakti Surakarta didapatkan jumlah pasien sampai bulan Desember
2018 sebanyak 85 pasien. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada
koordinator panti dan lansia didapatkan 32 lansia mengalami pegal-pegal, nyeri
pingang dan lutut, terkadang dijumpai bengkak merah pada persendian. Hasil
pemeriksaan asam urat didapatkan 32 dari 85 lansia mengalami hiperurisemia (kadar
asam urat > 6 mg/dL).
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk menerapkan senam
ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada lanjut usia penderita asam urat
di a dikarenakan senam ergonomik tidak menggunakan kandungan obat atau farmasi
yang berhubungan dengan penurunan asam urat pada lansia, sehingga aman untuk
diterapkan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumusan permasalahan pada penelitian ini
sebagai berikut : “Adakah pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar
asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih
Surakarta?”

A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh senam ergonomik
terhadap penurunan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout di Panti
Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout
sebelum diberikan senam ergonomik di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih
Surakarta
2. Mendeskripsikan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout setelah
diberikan senam ergonomik di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
3. Menganalisis perbedaan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout
sebelum dan sesudah dilakukan senam ergonomik di Panti Wredha Dharma
Bakti Kasih Surakarta

B. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang peneliti harapkan setelah proses penelitian yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini adalah mampu memberikan informasi terapi
komplementer atau non farmakologi dengan pemberian senam ergonomik, serta
sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dan memperkuat teori
yang sudah ada, sekaligus menjadi sebuah nilai khasanah dalam ilmu pengetahuan
dalam bidang kesehatan di Indonesia.
a. Bagi Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surakarta
Hasil dari penelitian yang dilakukan ini dapat bermanfaat untuk menambah
ilmu pengetahuan serta sebagai referensi dalam bidang keperawatan gerontik
khususnya tentang pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar
asam urat pada lansia.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian bagi
calon peneliti selanjutnya, menambah wawasan dan perkembangan ilmu di
bidang keperawatan gerontik terutama yang berkaitan dengan pengaruh
senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada lansia.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lansia
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini maka tingkat pengetahuan
lansia bertambah, serta lansia mampu menerapkan tindakan senam
ergonomik ini dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi pemberian
terapi farmakologi.
b. Bagi Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai modifikasi dalam melakukan
intervensi kepada lansia yang mengalami arthritis gout
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori
1 Konsep Lansia
a. Definisi Lansia
Menurut World Health Organisation (WHO) (2013), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Lanjut usia merupakan proses akhir kehidupan dan ditandai dengan
adanya gangguan adaptasi terhadap tekanan lingkungan sekitarnya dan bukan
merupakan suatu penyakit. Proses menua dimulai dari sejak lahir dan terjadi
terus menerus secara alamiah dan dialami oleh semua makhluk hidup
Menurut Sunaryo (2016) pada fase lansia akan terjadi penurunan
kemampuan jaringan dalam memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsinya secara normal dan mengakibatkan rentan terhadap
infeksi. Kholifah (2016) menambahkan bahwa penuaan merupakan perubahan
kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional.

b. Batasan Lanjut Usia


Menurut Nugroho Ketetapan seseorang dianggap lanjut usia sangat
bervariasi karena setiap negara memiliki kriteria dan standar yang berbeda. Di
Indonesia seseorang disebut lansia apabila iatelah memasuki atau mencapai
usia 60tahun lebih (dalam..
WHO menggolongkan batasan usia lansia menjadi empat sesuai tabel
di berikut ini:

Tabel 1.1
Penggolongan Batasan Usia Lansia menurut WHO

No Golongan Lansia Usia/Umur


1 Usia pertengahan (Middle age) 45-59 tahun
2 Lanjut usia (Eldery) 60-74 tahun
3 Lanjut usia tua (Old) 75-90 tahun
4 Sangat tua (Very old) >90 tahun

c. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia


Menurut Mujahidullah (2012) beberapa perubahan yang akan terjadi pada
lansia diantaranya adalah perubahan fisik sebagai berikut:
1) Perubahan Fisik Sel
Saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan
berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebuh besar sehingga
mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot,
ginjal, darah dan hati berkurang.
2) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya selara makan ,
seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi air liur (Saliva) dan
gerak peristaltic usus juga menurun.
3) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan
sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
4) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan cairan dan
makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan
tendon mengerut.

d. Teori Proses Penuaan


Setiap individu akan mengalami proses penuaan yaitu peristiwa yang
normal dan alamiah. Semua organ pada proses menua akan mengalami
perubahan struktur dan fisiologis. Seperti diketahui proses penuaan sehat
dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen yang berarti dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal proses degeneratif. Akibat pengaruh faktor
internal antara lain penurunan anatomi, penurunan fisiologi dan terutama
psikososial mengalami perubahan sangat besar, sehingga mengakibatkan
mudahnya timbul penyakit.
Menurut Maryam (2017) ada beberapa teori yang menjelaskan tentang proses
menua, yaitu sebagai berikut :
1) Teori Biologis
Teori biologis meliputi immunology slow theory, teori genetik dan
mutasi, teori stress, teori rantai silang, dan teori radikal bebas.
Immunology slow theory menjelaskan bahwa sistem imun akan meningkat
dengan bertambahnya umur dan meningkatnya paparan virus ke dalam
tubuh menyebabkan organ-organ tubuh akan rusak dan menjadi tua.
Menurut teori genetik dan mutasi, menjadi tua terjadi karena
adanya sel-sel yang mengalami mutasi karena adanya perubahan biokimia
yang terjadi pada moleku-molekul DNA.Pada teori rantai silang dijelaskan
adanya reaksi kimia pada sel-sel yang sudah tua mengakibatkan jaringan
kolagen memiliki ikatan yang kuat, ikatan ini menyebabkan elastisitas dan
fungsi jaringan kolagen berkurang. Teori radikal bebas menyatakan bahwa
radikal bebas yang terbentuk di alam bebas merupakan kelompok atom
yang tidak stabil dan menyebabkan oksidasi dan bahan organik seperti
protein dan karbohidrat. Radikal bebas ini menyebabkan sel-sel
mengalami kematian karena tidak mampu ber-regenerasi.
2) Teori Psikologis
Melalui teori ini dijelaskan bahwa lansia sulit untuk dipahami dan
sulit berinteraksi dengan lingkungan.Hal ini disebabkan karena adanya
penurunan intelektualitas meliputi penurunan persepsi, kemampuan
kognitif, memori dan kemamuan belajar.Perubahan psikologis pada lansia
juga dipengaruhi oleh status mentalnya. Pada lansia akan dijumpai
gangguan dalam menerima stimulus, yang disebabkan adanya penurunan
fungsi sistem sensorik sehingga diikuti juga penurunan kemampuan
menerima, memproses dan merespon stimulus
3) Teori Sosial
Beberapa teori sosial yang behubungan dengan proses penuaan yaitu :
a) Teori Interaksi sosial
Teori ini menerangkan mengapa seorang lanjut usia bertindak
berdasarkan sesuatu yang dihargai masyarakat. Kekuasaan dan
prestasi
pada orang lanjut usia berkurang sehingga mengakibatkan
berkurangnya juga interaksi sosial. Lansia masih mempertahankan
harga diri dan ketaatan mengikuti perintah
b) Teori Penarikan Diri
Teori ini menerangkan bahwa menurunnya status ekonomi
yang dialami para lansia dan merosotnya status kesehatan menjadi
penyebab penarikan diri dari pergaulan sehingga mempercepat proses
penuaan.
c) Teori Aktifitas
Teori ini menjelaskan bahwa proses menua yang berhasil
tergantung dari apakah lansia tersebut menyenangi dan menghargai
aktifitas yang dilakukannya tersebut.
d) Teori Kesinambungan
Dalam teori ini dijelaskan bahwa dalam siklus kehidupan lansia
terdapat kesinambungan.Kehidupan menjadi lansia mendatang, sangat
ditentukan oleh pengalaman hidup saat ini. Hal ini terbukti bahwa
perilaku, gaya hidup dan harapan seseorang saat ini tidak berubah
walaupun kelak menjadi tua.
e) Teori Perkembangan
Teori ini menerangkan bahwa menjadi tua merupakan suatu
proses yang penuh tantangan dan bagaimana sikap lansia
mengahadapi tantangan tersebut dapat mempengaruhi apakah
menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif. Akan tetapi, hal ini
tidak serta merta menunjukkan cara menjadi tua yang diharapkan oleh
lansia tersebut.
f) Teori Stratifikasi Usia
Teori ini digunakan untuk mempelajari sifat-sifat lansia secara
berkelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dilihat dari sisi
demografi dan hubungannya dengan kelompok usia lainnya.
Kelemahan teori ini tidak bisa digunakan untuk mempelajari lansia
secara pribadi atau individu, mengingat adanya stratifikasi yang
sangat kompleks serta hubungannya dengan klasifikasi kelas ataupun
etnik.

Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan dapat disimpulkan


bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia meliputi
perubahan berbagai aspek yaitu aspek fisik, mental dan sosial. Perubahan
fisik yang terjadi adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering dan
longgar, berkurangnya penglihatan, daya penciuman menurun, daya
pengecap kurang peka, pendengaran berkurang, persendian kaku dan
sakit, inkontinensia, keseimbangan tubuh menurun dan bahkan
kemampuan daya ingat juga menurun.

2. Konsep Arthritis Gout


a. Definisi Arthritis Gout
Arthritis gout merupakan penyakit akibat gangguan metabolisme purin
yang ditandai dengan hiperurusemia dan serangan sinovitis akut yang
berulang-ulang.Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan Kristal urat
monohidrat monosodium dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi
tulang rawan sendi. Arthritis gout adalah penyakit metabolik yang ditandai
dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi.Arthritis gout
merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek
genetik pada metabolisme purin. Jadi gout merupakan suatu penyakit
metabolik
dimana tubuh tidak mampu mengontrol asam urat sehingga terjadi
penumpukan kadar asam urat yang selanjutnya menyebabkan rasa nyeri pada
tulang dan sendi.
Artritis Gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang
paling sering ditemukan, yang ditandai dengan penumpukan kristal
monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Monosodium urat
ini berasal dari metabolisme purin. Hal penting yang mempengaruhi
penumpukan kristal adalah hyperurisemia dan saturasi jaringan tubuh terhadap
urat. Apabila kadar asam urat di dalam darah terus meningkat dan melebihi
batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit Artritis Gout ini akan memiliki
manifestasi berupa penumpukan kristal monosodium urat secara mikroskopis
maupun makroskopis berupa tophi (Zahara, 2013).

b. Klasifikasi Gout
Klasifikasi gout dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gout Primer
Gout primer belum diketahui pasti akibatnya, namun dicurigai
berhubungan dengan faktor genetik atau herediter dan faktor hormonal
yang menyebabkan gangguan metabolisme di dalam tubuh yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi asam urat atau bisa juga
diakibatkan karena berkurangnya produksi asam urat tersebut di dalam
tubuh
2) Gout Sekunder
Gout sekunder merupakan meningkatnya produksi asam urat yang
dipengaruhi oleh pola hidup seseorang termasuk pola makan atau diet
yang tidak terkontrol yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang
mengandung kadar purin yang tinggi misalnya seperti jeroan, melinjo, dll.
Purin merupakan senyawa organik yang menyusun asam nukleat dan
termasuk kelompok asam amino yang merupakan unsur pembentuk
protein.

c. Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam urat dalam
serum darah dengan akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang
terkumpul di dalam sendi. Keterkaitan antara Gout dan hyperuresimia yaitu
adanya produksi asam urat yang berlebih, menurunnya ekskresi asam urat
melalui ginjal, atau mungkin karena keduanya. (Helmi, 2012). Menurut
Yunita dan Nur (2017) penyakit Arthtritis Gout dapat dipicu oleh beberapa
faktor yaitu :
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor pemicu penyakit Arthtritis Gout. Hal
ini berkaitan dengan adanya peningkatan kadar asam urat seiring dengan
bertambahnya usia, terutama pada pria. Sementara itu, peningkatan kadar
asam urat pada wanita cenderung terjadi atau dimulai pada masa
menopause. Hasil penelitian yang dilakukan Nurlaili Farida Muhaji dkk,
di laboratorium Puskesmas Srimulyo, Sleman Yogyakarta tahun 2012,
bahwa usia lebih tua cenderung memiliki kadar asam urat yang lebih
tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia
dengan kadar asam urat dalam darah sebesar 30,5%. Semakin tua usia
seseorang, maka beresiko memiliki kadar asam urat dalam darah yang
lebih tinggi, proses penuaan menyebabkan terjadinya gangguan dalam
pembentukan enzim akibat penurunan kualitas hormon.
2) Faktor Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita gout (faktor keturunan) yang
mempertinggi risiko (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan
seseorang menderita gout. Adanya riwayat asam urat dalam keluarga
membuat risiko terjadinya asam urat menjadi semakin tinggi (Sari, 2010).
3) Obesitas
Obesitas dapat memicu terjadinya Arthtritis Gout akibat pola makan yang
tidak seimbang. Orang yang obesitas cenderung tidak menjaga asupan
makannya, termasuk asupan protein, lemak, dan karbohidrat yang tidak
seimbang sehingga kadar purin juga meningkat atau terjadi kondisi
hyperuresemia dan terjadi penumpukan asam urat. Obesitas
meningkatkan metabolisme adenin nukleotida sehingga memudahkan
terjadinya penumpukan kristal (Lugito, 2013). Normative Aging Study
mengatakan , peningkatan berat badan berhubungan dengan peningkatan
kadar asam urat dalam darah dan resiko terjadinya Gout. Penyakit Gout
sendiri lebih sering menyerang penderita yang mengalami kelebihan berat
badan lebih dari 30% dari berat badan ideal. Orang dengan IMT > 25
kg/m2 (kategori obesitas) mempunyai resiko 3,5 kali untuk mengalami
hyperurisemia dibandingkan orang dengan IMT < 25 kg/m2. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Maria yang menunjukkan bahwa resiko orang
dengan obesitas 2 kali lebih tinggi untuk mengalami hyperurisemia
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami obesitas. Seseorang
yang mengalami obesitas (IMT > 25 kg/m2), kadar leptin pada tubuh
akan meningkat. Leptin merupakan protein dalam bentuk heliks yang
disekresi oleh jaringan adiposa. Peningkatan kadar leptin seiring dengan
meningkatnya kadar asam urat didalam darah. Hal tersebut disebabkan
karena adanya gangguan proses reabsorpsi asam urat pada ginjal
(Setyoningsih, 2009)

4) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya Arthtritis
Gout. Secara umum kadar asam urat dalam darah pria lebih besar
dibandingkan dengan wanita. Hal inilah yang menyebabkan asam urat
lebih sering menyerang pria. Selain alasan tersebut, pria lebih cenderung
beresiko mengalami penyakit asam urat dibandingkan wanita karena pria
tidak memiliki hormon esterogen. Hormon esterogen adalah hormon
yang dimiliki oleh wanita. Hormon inilah yang membantu pengeluaran
asam urat melalui urin. Hal ini pula yang menyebabkan wanita yang
mengalami menopause memiliki resiko yang sama dengan pria untuk
terkena penyakit Arthtritis Gout. Hormon esterogen tersebut mengalami
penurunan pada wanita yang mengalami menopause sehingga
kemungkinan mengalami Arthtritis Gout lebih terbuka. Hasil penelitian
Siti Fadillah yang di lakukan di Dusun Demangan Wedomartani,
Ngemplak, Sleman Yogyakarta tahun 2018, bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan kadar asam urat. Hasil
penelitian menunjukkan dari 33 responden dengan teori Suiraoka (2012),
yang mengatakan kadar asam urat 11 laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. 2,3-6,1 mg/dl. Banyaknya responden yang memiliki nilai
kadar asam urat normal karena sebagian kecil sudah menjaga pola makan
dan menghindari kebiasaan buruk yang meningkatkan resiko terjadinya
masalah asam urat, misalnya mengkonsumsi mengkonsumsi makanan
yang tinggi purin (jeroan, blinjo, see food, minuman bersoda) (Suiraoka,
2012).
5) Konsumsi Purin
Arthtritis Gout dapat dipicu oleh asupan tinggi purin yang di dapat dari
makanan. Artritis Gout sendiri merupakan hasil metabolism dari purin.
Tubuh manusia sebenarnya telah mengandung purin sebesar 85%
sehingga purin yang boleh didapat dari luar tubuh (dari makanan) hanya
sebesar 15%. Diet rendah purin memegang peranan penting untuk
mengatasi hiperurisemia. Pada hiperurisemia asimtomatik, biasanya tidak
perlu diberikan pengobatan kecuali bila kadar asam urat darah lebih dari
9 mg/dL. Diet rendah purin dengan pembatasan purin 200-400 mg/hari
dapat menurunkan kadar asam urat serum sebanyak 1 mg/dL (Reppie,
2007).

6) Konsumsi Alkohol
Alkohol juga diketahui menjadi salah satu pemicu terjadinya Arthtritis
Gout. Alkohol memiliki kandungan purin didalamnya dan dapat memicu
pengeluaran cairan. Hal inilah yang dapat memicu peningkatan kadar
asam urat dalam darah (hyperurisemia). Selain itu alkohol juga diketahui
meningkatkan resiko asam urat karena dapat memicu enzim tertentu
dalam liver untuk memecah protein dan menghasilkan lebih banyak asam
urat Konsumsi alkohol mampu memicu tingginya asam laktat plasma
yang menghambat pengeluaran asam urat. Asam urat yang tertahan dalam
tubuh inilah yang dapat menyebabkan penumpukan asam urat
7) Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan tertentu juga bisa memicu peningkatan kadar
asam urat atau membantu dalam mengeksresikan asam urat. Salah satu
jenis obat yang membantu proses ekskresi asam urat yaitu jenis
urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon (Price & Wilson, 2006),
untuk memperoleh hasil yang diinginkan maka ketika mengkonsumsi
obat tersebut memerlukan konsumsi air putih yang banyak. Salah satu
fungsinya adalah untuk menurunkan tingkat saturasi asam urat sehingga
asam urat dapat diekskresikan dengan mudah. Sebaliknya obat jenis
aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga
memperparah keadaan pada hiperurisemia (Weaver et al, 2010).
Begitu juga dengan obat antihipertensi yang memiliki dampak hampir
sama dengan jenis aspirin. Obat hipertensi memliki efek samping yaitu
menghambat metabolisme lipid dalam tubuh. Timbunan lipid di dalam
tubuh itulah yang mengganggu proses ekskresi asam urat melalui urin.
Menurut Krisnamurti (2010), salah satu jenis obat antihipertensi yang
memiliki efek peningkatan kadar asam urat tersebut adalah tiazid.
8) Latihan Fisik dan Kelelahan
Menurut Marwoto pelatihan fisik yang berlebihan terjadi akibat pelatihan
yang terlalu berat, intensitas pelatihan yang terlalu banyak, durasi
pelatihan yang terlalu panjang, dan frekuensi latihan yang terlalu panjang
(dalam Komariah,2015). Menurut Adiputra dampak dari pelatihan fisik
yang berlebihan adalah adanya ketidakseimbangan antara pelatihan fisik
dengan waktu pemulihan. Pelatihan fisik yang berlebihan dapat berefek
buruk pada kondisi homoestasis dalam tubuh, yang akhirnya berpengaruh
juga terhadap sistem kerja organ tubuh (dalam Komariah,2015).

d. Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh
pembentukan berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat ataupun
keduanya. Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur
penghematan (salvage pathway) :
1) Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
precursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribose-5-fosfat yang diubah
melalui serangkaian zat menjadi nukleotidapurin (asaminosinat,
asamguanilat, asamadenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian
mekanisme yang kompleks dan terdapat beberapa enzim yang
mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan
amidofosfo ribosiltrans ferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme
umpan balik oleh nukleotidapurin yang terbentuk, yang fungsinya untuk
mencegah pembentukan yang berlebihan.
2) Jalur penghematan atau salvage pathway adalah jalur pembentukan
nukleotida purin melalui basa purin bebas, pemecahan asam nukleat atau
asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada
jalur de novo . Basa purin bebas (adenine, guanine, hipoxantin)
berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk precursor nukleotida
purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: Hipoxan
tinguanin fosforibosil transferase (HGPRT) dan adenine fosforibosil
tranferase (APRT)
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi
secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal.
Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron
distal dan dikeluarkan melalui urin. Pada penyakit gout terdapat gangguan
keseimbangan metabolisme (pembentukan dan eksresi) dari asam urat
tersebut, meliputi:
1) Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2) Penurunan ekskresi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
3) Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang
meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena
defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
4) Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan
kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang
kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk
Kristal.Penimbunan asam urat paling banyak terjadi di sendi dalam
bentuk
Kristal mononatrium urat.Mekanismenya hingga saat ini belum diketahui.

Adanya kristal mononatrium urat ini selanjutnya akan menyebabkan


inflamasi melalui beberapa cara yaitu:

1) Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplementer utama C3a dan C5a.


Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrophil ke
jaringan (sendi dan membran sinovium). Fagositosis terhadap kristal
memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotriene B. Kematian
neutofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.
2) Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi
akan melakukan aktifitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai
mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8 dan TNF.
Mediatormediator ini akan memperkuat respon peradangan, di samping
itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan
protease. Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan.

Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan


menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut
tofi/tofus (thopus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut
endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa yang ditandai
dengan
massa urat morf (Kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblast, dan
sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat
menyebabkan
fibrosis sinovium, erosi tulang rawan dan dapat diikuti oleh fusi sendi
(ankilosis).Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa
jaringan lunak).Pengendapan Kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat
mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.

e. Stadium Gout
Menurut Soeroso dan Algristan (2011), gout terdiri atas empat stadium
yaitu:
1) Stadium Asimptomatis
Stadium asimptomatis adalah fase sebelum serangan.Awal mula
stadium ini tidak diketahui karena kita tidak tahu waktu yang tepat saat
asam urat mulai menumpuk dalam tubuh. Secara tiba-tiba saat hasil
pemeriksaan darah diketahui kadar asam urat kita lebih dari normal.
Kondisi tubuh seperti hipertensi, sakit jantung dan sindrom metabolik
lainnya juga harus diwaspadai karena bisa jadi kita mengalami
hiperurisemia tanpa gejala gout.Stadium ini bisa berlangsung selama
bertahun-tahun.Serangannya bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.
2) Stadium Akut
Stadium akut adalah fase saat gout menyerang.Fase ini muncul
karena pemicu tertentu misalnya karena cuaca dingin, setelah melakukan
aktifitas berat yang melebihi kemampuan dan sebagainya. Stadium ini
bisa berlangsung dari beberapa jam saja, tiga hari dan bahkan bisa sampai
sepuluh hari. Pada stadium inilah pentingnya pemilihan obat dan terapi
untuk penanganan pertama pada serangan gout stadium akut.Dengan
demikian stadium ini dapat segera terlewati.
3) Stadium Interkritikal
Stadium ini merupakan fase saat seseorang merasa sembuh, segar
bugar, sehat walafiat tanpa keluhan asam urat. Jika dalam stadium ini
penderita lalai, asam urat bisa semakin banyak menumpuk dan akhirnya
membentuk tofus yan bisa menghancurkan tulang di persendian.Karena
suatu pemicu tertentu, bisa saja dari stadium interkritikal kembali ke
stadium akut sehingga ada beberapa orang yang mengatakan bahwa gout
itu penyakit kambuhan
4) Stadium Kronis
Stadium kronis ditandai dengan munculnya tofus.Tofus adalah
endapan Kristal, semacam batu yang terselip diantara dua tulang
sendi.Tofus inilah yang bisa menyebabkan rapuhnya tulang di sendi yang
terkena

f. Kadar Asam Urat (gout)


Kadar asam urat normal menurut tes enzimatik maksimum 6,0 mg/dl,
sedangkan pada teknik biasa, nilai normalnya maksimum 7,0 mg/dl. Bila
hasil pemeriksaan menunjukkan kadar asam urat melampaui standar normal
itu, penderita dimungkinkan mengalami gout. Kadar asam urat normal pada
pria dan perempuan berbeda, kadar asam urat normal pada pria antara
3,0mg/dl – 7,0 mg/dl dan pada perempuan 2,50 mg/dl - 6,0
mg/dl(Tehupeiroy 2006 dalam Sudoyo, 2006)

g. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda seseorang menderita gout yaitu sebagai berikut:
1) Adanya kristal-kristal asam urat berbentuk jarum yang cenderung
mengumpul pada sendi
2) Timbul tofus (endapan seperti kapur di kulit yang membentuk suatu
tonjolan atau benjolan) yang menandai pengendapan kristal asam urat.
Tofus timbul pada daun telinga, siku, tumit belakang dan punggung
tangan
3) Biasanya gout mengenai sendi ibu jari, tetapi bisa juga pada tumit,
pergelangan kaki atau tangan, dan muncul sebagai serangan kambuhan
4) Kesemutan dan pegal linu
5) Sendi-sendi yang terserang tampak merah, bengkak, mengkilat, kulit di
atasnya terasa panas dosertai nyeri yang sangat hebat dan persendian sulit
digerakkan
Pada keadaan normal kadar asam urat serum pada laki-laki mulai
meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar asam urat tidak
meningkat
sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat
melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada
pria.

Gout muncul sebagai serangan peradangan sendi yang timbul


berulang-ulang. Gejala khas dari serangan gout adalah serangan akut
biasanya
bersifat monoartikular (menyerang sendi saja) dengan gejala:

1) Pembengkakan
2) Kemerahan
3) Nyeri hebat
4) Panas dan gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi
mendadak (akut) yang mencapai puncaknya kurang dari 24 jam
5) Hiperurisemia: Keadaan hiperurisemia tidak selalu identik dengan gout
akut, artinya tidak selalu gout akut disertai dengan peningkatan kadar
asam urat darah. Banyak orang dengan peninggian asam urat namun
tidak
pernah menderita serangan artritis gout ataupun terdapat trofi
6) Tofi: Tofi adalah penimbunan kristal urat pada jaringan. Mempunyai
sifat
yang karakteristik sebagai benjolan di bawah kulit yang bening dan tofi
paling sering timbul pada seseorang yang menderita artritis gout lebih
dari 10 tahun,

Lokasi yang paling sering terjadi pada serangan pertama adalah sendi
pangkal ibu jari kaki.Hampir pada semua kasus.Lokasi gout terutama pada
sendi perifer dan jarang pada sendi sentral.
h. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Helmi (2012), pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu:
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan cairan sinovia didapatkan adanya kristal monosodium
urat intraseluler
b) Pemeriksaan asam urat meningkat >7 mg/ dL
c) Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800 mg asam urat
d) Urinalisis untuk mendekteksi resiko batu asam urat
e) Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi ginjal, hati,
hipertrigliseridemia, tingginya LDL, dan adanya diabetes mellitus
f) Leukositosis didapatkan pada fase akut
2) Radio diagnostik
a) Radiografi untuk mendeteksi adanya klasifikasi sendi
Radiografi didapatkan adanya erosi pada permukaann sendi dan
kapsul sendi

i. Komplikasi Arthritis Gout


1) Deformitas pada persendian yang terserang
2) Penyakit Ginjal
Komplikasi asam urat yang paling umum adalah gangguangangguan pada
ginjal. Gangguan pada ginjal terjadi akibat dari terlambatnya penanganan
pada penderita asam urat akut mengenai penyakitnya.Pada penderita
asam urat ada dua penyebab gangguan pada ginjal yaitu terjadinya batu
ginjal (batu asam urat) dan resiko kerusakan ginjal. Asam urat merupakan
hasil buangan dari metabolisme tubuh melalui urin. Seperti yang telah
diketahui, urin diproses di ginjal oleh sebab itu jika kadar asam urat
dalam darah terlalu tinggi maka asam urat yang berlebih tersebut akan
membentuk Kristal dalam darah.
Apabila jumlahnya semakin banyak, maka akan mengakibatkan
penumpukan dan pembentukan batu ginjal. Sekitar 20-40% penderita
gout minimal mengalami albuminuria sebagai akibat gangguan fungsi
ginjal. Terdapat tiga bentuk kelainan ginjal yang diakibatkan
hiperurisemia dan gout (Hidayat, 2009), yaitu:
a) Nefropati urat yaitu deposisi Kristal urat di interstitial medulla dan
pyramid ginjal, merupakan proses yang kronik ditandai dengan
adanya
reaksi sel giant di sekitarnya.
b) Nefropati asam urat yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang
besar pada duktus kolektivus dan ureter, sehingga menimbulkan
keadaan gagal ginjal akut. Disebut juga sindrom lisis tumor dan
sering
didapatkan pada pasien leukemia dan limfoma pasca kemoterapi.
c) Nefroliatisis yaitu baju ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan
gout primer.
3) Penyakit Jantung
Kelebihan asam urat dalam tubuh (hiperurisemia) membuat
seseorang berpotensi terkena serangan jantung. Pada orang yang
memiliki
kadar asam urat tinggi terdapat peningkatan resiko 3-5 kali munculnya
penyakit jantung koroner dan stroke. Hubungan antara asam urat dengan
penyakit jantung adalah adanya kristal asam urat yang dapat merusak
endotel atau pembuluh darah koroner. Hiperurisemia juga berhubungan
dengan sindroma metabolik atau resistensi insulin, yaitu kumpulan
kelainan-kelainan dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah,
hipertensi dan sclerosis.

j. Penatalaksanaan
Menurut (Junaidi, 2012), secara umum penatalaksanaan gout adalah dengan
memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahatkan sendi dan pengobatan.
Penatalaksanaan gout ada dua macam, yaitu penatalaksanaan farmakologi
dan penatalaksanaan non farmakologi.
1) Terapi Farmakologis
a) Medis
1) Allopurinol
Obat yang menghambat pembentukkan asam urat di dalam tubuh,
yang memiliki kadar asam urat yang tinggi dan batu ginjal atau
mengalami kerusakan ginjal. Pemberian allopurinol bisa
mencegah pembentukan batu ginjal. Allopurinol dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, memicu munculnya ruam
kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih dan kerusakan hati.
Allopurinol digunakan jika produksi asam urat berlebihan, dan
terutama efektif pada gout metabolik sekunder.
2) Urikosurik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat rebsorpsi asam
urat di tubuli ginjal. Obat ini meliputi probenesid yang
mempunyai toksisit kecil, diberikan dalam dosis 1-3 gram sehari,
disesuaikan dengan kadar asam urat serum. Sementara itu,
sulfinpirazon diberikan dalam dosis 200- 400 mg sehari. Efek
samping kedua obat ini adalah gangguan pada saluran pencernaan
dan juga terdapat insufisiensi ginjal
3) Kolkisin
Kolkisin yang diberikan 0,55 mg-0,6 mg dua kali sehari bisa
efektif untuk mencegah artritis berulang pada pasien yang tidak
terlihat memiliki tophi dan konsentrasi serum uratnya sedikit naik.
Pasien yang merasakan onset serangan akut harus meningkatkan
dosis menjadi 1mg tiap 2 jam, umumnya serangan akan hilang
setelah 1 atau 2 mg. Pasien dengan riwayat gout berulang dan
konsentrasi serum asam urat yang naik signifikan mungkin paling
baik dirawat dengan terapi penurun asam urat.
Kolkisin, 0,5 mg dua kali sehari harus diberikan selama 6-12 bulan
pertama. Terapi antihiperurisemia untuk mengurangi resiko serangan
akut yang bisa terjadi selama awal terapi penurunan asam urat. Tujuan
terapetik dari terapi antihiperurisemi adalah mengurangi konsentrasi
serum urat di bawah 6 mg/dl.
2) Terapi Non Farmakologis
Menurut Herliana (2013), mencegah lebih baik daripada mengobati agar
terhindar dari penyakit asam urat sebaiknya lakukanlah upaya pencegahan
sebagai berikut:
a) Mengatur pola makan (diet makanan tinggi purin)
Mencegah penyakit asam urat dapat dilakukan dengan mengatur pola
makan yang seimbang. Pengaturan pola makan dapat dilakukan untuk
mengobati penyakit asam urat. Penyakit asam urat dapat diakibatkan
oleh pola makan. Terapi diet dapat dilakukan apabila kadar asam urat
sudah mulai tinggi, bahkan melebihi kadar asam urat normal. Terapi
diet dilakukan untuk mengatur asupan makanan yang dikonsumsi
sesuai dengan anjuran (makanan yang mengandung purin rendah) dan
menghindari atau membatasi makanan- makanan yang mengandung
purin tinggi (jeroan, kacang-kacangan , melinjo, sarden, sayur-sayuran
hijau seperti kangkung, bayam dan makanan yang mengandung lemak
seperti santan (Krisnatuti, 2010).
b) Minum air putih secara rutin
Tubuh membutuhkan asupan air untuk menjalani berbagai macam
sistem di dalam tubuh. Air terbaik yang dibutuhkan tubuh berupa air
putih tanpa dicampur dengan zat apapun. Air putih memiliki daya
larut paling tinggi. Air putih dapat melarutkan semua zat yang larut di
dalam cairan termasuk purin. Asam urat yang terlarut dalam airakan
dibuang dan diekskresikan melalui ginjal bersama purin (Herliana,
2013).
Intake cairan di dalam tubuh sebaiknya dijaga agar tubuh tidak
mengalami kekurangan cairan. Jika tubuh kekurangan air, ekskresi
asam urat dapat terhambat sehingga akan memicu peningkatan asam
urat. Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa tubuh kekurangan
air dapat diamati dari warna urin, urin yang berwarna kuning pekat
menunjukkan tubuh kekurangan air. Tubuh membutuhkan air dalam
jumlah tertentu, beberapa ahli menganjurkan agar mengkonsumsi air
putih sebanyak 8-10 gelas perhari, akan tetapi setiap orang memiliki
kebutuhan air yang berbeda. Hal ini ditentukan oleh beberapa faktor
yang mempengaruhi diantaranya yaitu kondisi iklim, cuaca dan
aktivitas fisik. Meningkatkan intake cairan (air putih yang cukup)
(Herliana,2013).
c) Istirahat teratur
Pada saat tidur akan terjadi penguraian asam laktat di dalam tubuh.
Bila seseorang melakukan tidur dengan cukup maka penguraian asam
laktat akan sempurna, tapi bila tidur nya kurang maka asam laktat
belum sempurna penguraiannya sehingga terjadi penumpukan asam
laktat di dalam tubuh (Sagiran, 2012).
d) Aktifitas fisik / Olahraga
Menurut Neil F Gordon gaya hidup yang tidak efektif dan tingkat
kebugaran yang rendah merupakan dua ciri pembawa penderita asam
urat. Penyakit ini mengurangi kemampuan seseorang untuk
menggerakan sendi mereka dalam jangkauan gerakan yang penuh.
Jangkauan gerakan yang terganggu di terjemahkan dalam kapasitas
fungsional yang semakin rendah atau melakukan kemampuan aktivitas
semakin berkurang. Untuk itulah sangat penting dilakukan olahraga
ringan yang rutin bagi penderita asam urat.
Olahraga ringan dapat mengurangi penumpukan asam urat dalam
tubuh. Namun dapat juga mengarah pada peningkatan konsertrasi
urine karena dehidrasi. Oleh karena itu, olahraga dengan
memperhatikan kadar kepekatan darah dapat mengurangi tingkat
penumpukan asam urat dalam tubuh. Olahraga mampu membantu
ginjal dalam melanacarkan proses metabolisme penumpukan asam
urat dalam tubuh. Dalam kondisi normal asam urat yang di hasilkan
akan di keluarkan oleh tubuh dalam bentuk urin dan fases. Proses
pembuangan ini di atur oleh ginjal yang berfungsi mengatur kestabilan
kadar asam urat dalam tubuh. Namun jika kadar asam urat berlebih
ginjal akan kewalahan dan tidak sanggup mengaturnya sehingga
kelebihan Kristal asam urat tersebut akan menumpuk pada sendi dan
jaringan. Ini sebabnya persendian terasa nyeri dan bengkak. Jika asam
urat dalam tubuh terlalu banyak terus maka ginjal tidak dapat
memproses secara maksimal dan ginjal akan mengalami kerusakan.
Olahraga ringan dapat mengurangi penumpukan asam urat dalam
tubuh. Namun dapat juga mengarah pada peningkatan konsertrasi
urine karena dehidrasi. Oleh karena itu, olahraga dengan
memperhatikan kadar kepekatan darah dapat mengurangi tingkat
penumpukan asam urat dalam tubuh. Olahraga mampu membantu
ginjal dalam melanacarkan proses metabolisme penumpukan asam
urat dalam tubuh. Dalam kondisi normal asam urat yang di hasilkan
akan di keluarkan oleh tubuh dalam bentuk urin dan fases. Proses
pembuangan ini di atur oleh ginjal yang berfungsi mengatur kestabilan
kadar asam urat dalam tubuh. Namun jika kadar asam urat berlebih
ginjal akan kewalahan dan tidak sanggup mengaturnya sehingga
kelebihan Kristal asam urat tersebut akan menumpuk pada sendi dan
jaringan. Ini sebabnya persendian terasa nyeri dan bengkak. Jika asam
urat dalam tubuh terlalu banyak terus maka ginjal tidak dapat
memproses secara maksimal dan ginjal akan mengalami kerusakan.
Kurangnya olahraga membuat system metabolisme tubuh jadi lebih
rendah mengalami gangguan fungsi organ dan kita pun menjadi lebih
mudah sakit. Hal itu di sebabkan tidak terlatih tubuh dalam bekerja
keras mengimbangi asupan makanan yang masuk dalam tubuh.
Dengan Olahraga maka sendi – sendi tubuh akan meregang dan
bergerak sehingga penumpukan purin / kadar asam urat pada sendi di
tubuh tidak terjadi. Menumpuknya kristal garam pada persendian
tubuh inilah yang pada akirnya menyebabkan peradangan sendi atau
lebih di kenal dengan asam urat.(Mujianto, 2013)

e) Menghindari alkohol
Makanan atau minuman yang mengandung alkohol perlu dihindari
untuk mencegah terjadinya asam urat. Dampak dari konsumsi alkohol
terhadap kesehatan, terutama asam urat tidak dapat dianggap remeh.
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa mengkonsumsi alkohol
dapat menyebabkan kenaikan kadar asam urat. Kadar alkohol yang
tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan beberap fungsi
organ didalam tubuh, seperti mengurangi fungsi jantung untuk
mengedarkan darah keseluruh tubuh dan menggangu fungsi ginjal
dalam mengekskresikan asam urat (Herliana,2013)

k. Pengukuran Kadar Asam Urat Darah


1) Alat dan Bahan
a) Kapas alkohol
b) Lanset dan jarum lanset steril
c) 1 set alat pengukur kadar asam urat
2) Prosedur Pelaksanaan
a) Alat pengukur kadar asam urat disiapkan dengan memasang stik
pengukur kadar asam urat pada alat dan memasang jarum lanset steril
pada blood lanset.
b) Ujung jari responden yang akan diperiksa disterilkan dengan
menggunakan kapas alkohol.
c) Ujung jari responden yang sudah disterilkan ditusuk menggunakan
lanset hingga mengeluarkan darah secukupnya.
d) Darah yang keluar kemudian ditempelkan pada stik yang sudah
dipasang pada alat hingga meresap ke dalam stik.
e) Alat akan mendeteksi kadar asam urat dalam 20 detik.
f) Sambil menunggu hasil, usap jari responden yang sudah ditusuk
menggunakan kapas.
g) Setelah hasil keluar, catat angka yang ditampilkan pada layar alat
pengukur.

3. Konsep Senam Ergonomik

a. Definisi Senam Ergonomik


Gerakan senam ergonomik adalah gerakan yang mengoptimalkan
posisi tubuh pada ruang kerja dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan
kelelahan.Posis tubuh tersebut antara lain posisi tulang belakang, posisi
penglihatan (jarak dan pencahayaan), posisi jangkauan (berdiri atau duduk),
keselarasan tangan kanan dan kiri dan posisi benda kerja sehingga diperoleh
kenyamanan dan produktivitas yang tinggi (Wratsongko, 2015).
Senam ergonomik adalah suatu teknik senam untuk mengembalikan
atau membetulkan posisi dan kelenturan sistem saraf serta aliran darah,
memaksimalkan suplai oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan,
keringat, termoregulasi, pembakaran asam urat, kolesterol, gula darah, asam
laktat, Kristal oksalat, kesegaran tubuh dan imunitas. Senam ergonomik
merupakan senam yang gerakan dasarnya terdiri atas lima gerakan yang
masing-masing memiliki manfaat berbeda tetapi saling terkait satu sama
lainnya (Wratsongko, 2015). Gerakan dalam senam ergonomik adalah
gerakan yang efektif, efisien dan logis karena rangkaian gerakannya
merupakan rangkaian gerak yang dilakukan oleh manusia sejak dahulu yaitu
deviasi gerakan shalat.Senam dapat langsung membuka, membersihkan dan
mengaktifkan seluruh sistemsistem tubuh seperti kardiovaskular, perkemihan
dan sistem reproduksi.
Gerakan senam ergonomik merupakan perpaduan aktivitas otot dan
teknin pernafasan.Setiap gerakan senam diawali dengan menarik nafas dan
menggunakan teknik nafas dada.Tujuannya adalah untuk mengembangkan
paru-paru secara optimal agar dapat menghimpun oksigen lebih banyak
(Wratsongko, 2015).

b. Manfaat Senam Ergonomik


Senam ergonomik bermanfaat bagi tubuh. Melakukan senam
ergonomik secara rutin dapat meningkatkan kekuatan otot dan efektifitas
fungsi jantung, mencegah pengerasan pembuluh arteri dan melancarkan
sistem pernafasan.Gerakan fisik teratur dapat meningkatkan kolesterol baik
(HDL) yang betmanfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah.Senam
ergonomik juga dapat menurunkan glukosa darah, mencegah osteoporosis
dan
penyakit lainnya. Senam ergonomik sangat efektif dalam memelihara
kesehatan karena gerakannya anatomis, sederhana dan tidak berbahaya
sehingga dapat dilakukan oleh semua orang dari anak-anak hingga lanjut usia
(Wratsongko, 2006)

c. Gerakan Senam Ergonomik


1) Gerakan ke-1, Lapang Dada
a) Tahapan Gerakan Lapang Dada Berdiri tegak, kedua lengan diputar ke
belakang semaksimal mungkin, tarik nafas dalam melalui hidung lalu
hembuskan perlahan melalui mulut.Saat dua lengan di atas kepala, jari kaki
dijinjit.
b) Manfaat Gerakan Lapang Dada
1) Putaran lengan menyebabkan stimulus regangan dan tarikan pada
saraf di bahu, mengoptimalkan fungsi organ paru, jantung, hati,
ginjal, lambung dan usus sehingga metabolisme optimal.
2) Kedua kaki dijinjit menstimulasi sensor-sensor saraf yang
merefleks fungsi organ dalam.
c) Gerakan dilakukan sebanyak 40 kali putaran. Satu gerakan memutar
butuh waktu 4 detik sebagai gerakan aerobic. Keseluruhan 40 kali
putaran dalam waktu 4 menit. Kemudian istirahat sebelum melakukan
gerakan kedua (Sagiran, 2012).
2) Gerakan ke-2, Tunduk Syukur
a) Tahapan Gerakan Tunduk Syukur
Gerakan tunduk syukur berasal dari gerakan rukuk. Posisi
tubuh berdiri tegak dengan menarik napas dalam perlahan, lalu tahan
napas sambil membungkukkan badan ke depan sempurna. Tangan
berpegangan pada pergelangan kaki, wajah menengadah dan
hembuskan napas secara rileks dan perlahan.
Menarik napas dalam dengan menahan di dada merupakan
teknik menghimpun oksigen untuk metabolisme tubuh.
Membungkukkan badan ke depan dengan dua tangan berpegangan
pada pergelangan kaki akan menyebabkan posisi tulang belakang
dalam posisi segmen dada-punggung sehingga menyebabkan
relaksasi
dan membantu mengoptimalkan fungsi serabut pada tulang belakang.
Gerakan ini dapat menguatkan struktur anatomi-fungsional otot,
ligament dan tulang belakang.
b) Manfaat Gerakan Tunduk Syukur
1) Posisi tunduk syukur dapat menyebabkan tarikan pada serabut
saraf yang menuju ke tungkai, meningkatkan fungsi dan
membantu
menghindari resiko saraf terjepit.
2) Gerakan menengadahkan kepala menyebabkan fleksi tulang leher
dan mengaktivasi serabut saraf simpatis yang berada di leher.
Gerakan ini berperan dalam meningkatkan, mempertahankan
suplai darah dan oksigenasi otak secara optimal.
3) Gerakan tunduk syukur berfungsi untuk meregangkan otot-otot
punggung bawah, paha dan betis serta berfungsi memompakan
darah ke batang tubuh bagian atas dan melonggarkan otot-otot
perut dan ginjal.
c) Gerakan ini dilakukan sebanyak 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan
selesai dalam waktu 35 detik ditambah 10 detik untuk nafas, jadi
keseluruhan gerakan selesai dalam 4 menit.
3) Gerakan ke-3, Duduk Perkasa
a) keseluruhan gerakan selesai dalam waktu 4 menit.

a) Tahapan Gerakan Duduk Perkasa


Posisi duduk dengan jari kaki sebagai tumpuan, tarik napas
dalam lalu tahan sambil membungkukkan badan ke dapan.Tangan
memegang pergelangan kaki dan wajah menengadah.
b) Manfaat Gerakan Duduk Perkasa
1) Duduk perkasa dengan lima jari kaki ditekuk dapat menstimulasi
fungsi organ tubuh. Ibu jari terkait dengan fungsi energi tubuh,
jari
telunjuk terkait dengan fungsi pikiran, jari tengah terkait dengan
fungsi pernapasan, jari manis terkait dengan fungsi metabolisme
serta detoksifikasi dalam tubuh dan jari kelingking terkait dengan
fungsi hati serta sistem kekebalan tubuh.
2) Menarik napas dalam lalu ditahan sambil membungkukkan badan
ke depan dengan dua tangan bertumpu pada paha dapat
3) Meningkatkan tekanan dalam rongga dada yang dapat
meningkatkan sirkulasi dan oksigenasi otak.
c) Gerakan dilakukan sebanyak 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai
daam waktu 35 detik ditambah 10 detik untuk menarik nafas, jadi
keseluruhan gerakan selesai dalam waktu 4 menit.
4) Gerakan ke-4, Duduk Pembakaran

a) Tahapan Gerakan Duduk Pembakaran


Posisi duduk seperti duduk perkasa kemudian telapak tangan
pada pangkal paha, tumit di samping pantat, tarik napas dalam sambil
membungkukkan badan ke depan sampai punggung terasa teregang,
wajah menengadah sampai terasa teregang. Hembuskan napas secara
rileks dan perlahan.
b) Manfaat Gerakan Duduk Pembakaran
1) Gerakan menarik napas dalam lalu ditahan meningkatkan tekanan
di dalam saluran saraf tulang belakang sehingga meningkatkan
suplai darah oksigenasi ke otak.
2) Gerakan menengadahkan kepala menyebabkan fleksi ruas tulang
leher dan menstimulasi saraf simpatis di leher.
3) Kedua tangan menggenggam pergelangan kaki berfungsi
melebarkan ruang antar ruas tulang pada tangan dan leher,
memberikan efek relaksasi pada serabut saraf simpatis sehingga
terjadi relaksasi dinding pembuluh darah.
c) Gerakan dilakukan sebanyak 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai
dalam waktu 35 detik ditambah 10 detik untuk menarik nafas, jadi
5) Gerakan ke-5, Berbaring Pasrah

a) Tahapan Gerakan Berbaring Pasrah


Posisi kaki seperti pada gerakan duduk pembakaran kemudian
baringkan badan perlahan semampunya.Jika bisa punggung
menyentuh lantai atau alas, dua lengan lurus di atas kepala, napas
dada, perut mengecil.Apabila tidak mampu menekuk kaki maka kaki
dapat diluruskan.
a) Manfaat Gerakan Berbaring Pasrah
Gerakan berbaring dengan meluruskan lengan di atas kepala
dapat menyebabkan regangan atau tarikan pada serabut saraf tulang
belakang sehingga dapat merilekskan tulang belakang.
b) Gerakan dilakukan minimal 5 menit, gerakan dilakukan perlahan dan
tidak dipaksakan saat merebahkan badan maupun bangun. (Sagiran,
2012).
B. Kerangka Teori Penelitian

Faktor yang mempengaruhi


peningkatan kadar asam urat Kadar asam urat
dalam darah (Weaver,2010), dalam darah
(Price, 2006) meningkat
1. Genetik
2. Usia
3. jenis kelamin Penumpukan pada
4. Obesitas sendi Nyeri, bengkak,
5. Asupan makanan dan kesemutan dan pegal
kalori linu, kemerahan pada
6. Obat-obatan dan zat sendi yang terkena.
tertentu Arthritis Gout Setiyohadi (2006),
7. Latian fisik dan (Sari,2010)

Penatalaksanaan non farmakologi


Herliana (2013) Krisnaturi (2010)
Penatalaksanaan
farmakologi : obat obatan 1. Diet Purin
seperti : NSAIDs 2. Intake cairan (air putih)
(Junadi,2012) allopurinol, 3.
urikosurik, kolkisin dan
herbal (Sulaiman,2008)  Istirahat (tidur)
Olahraga : senam
 Mempertahankan BB ideal
ergonomik

Memperlancar aliran darah kolateral di tungkai bawah dan


membakar lemak dan racun dalam tubuh (asam urat,
kolesterol, gua darah, asam laktat, kristal osalate)
(Sagiran,2012).

Bagan 2.1 Kerangka teori Modifikasi teori


(Weaver,2010), (Price, 2006), Herliana (2013),Krisnaturi
(2010), Sari (2010), Setiyohadi (2006), dan Sagiran
(2013)
C. Kerangka Konsep
Menurut Setiadi Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara
panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (dalam komar..)
1. Variabel Independen adalah senam ergonomis
2. Variabel Dependen adalah kadar asam urat
3. Variabel confounding adalah usia dan jenis kelamin

Variabel independen Variabel dependen

Senam ergonomik Kadar asam urat

Variabel
Counfouding :
1. Usia
2. Jenis Kelamin

Bagan 2.2 kerangka konsep penelitian

D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Hasil suatu penelitian pada
hakikatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.
1. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada
lanjut usia dengan arthritis gout di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
2 Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada lanjut
usia dengan arthritis gout di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan peneltian kuantitatif dengan rancangan pra
eksperimental design dengan metode one - group pre - post test design. Penelitian ini
adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu
kelompok subjek yang diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian
diobservasi lagi setelah intervensi. Membandingkan sebelum diberi perlakuan dengan
setelah mendapat perlakuan dengan senam ergonomik (Nursalam, 2016). Analisa data
pada penelitian ini menggunakan Uji Paired- T test

Subjek Pre Perlakuan Post-test


K O X O1
Keterangan :
K : Subjek
O : Observasi sebelum perlakuan
X : Intervensi
O1 : Observasi setelah perlakuan
Kelompok Subjek akan diobservasi sebelum diberikan perlakuan dengan lembar
observasi menggunakan alat pengukur kadar asam urat darah merk Easy Touch untuk
mengetahui kadar asam urat pada lansia. Kemudian subjek akan diberikan intervensi
berupa senam ergonomik 2 kali seminggu selama 4 minggu dengan rentang waktu 20
menit. Setelah itu subjek diobeservasi kembali menggunakan dengan lembar
observasi menggunakan alat pengukur kadar asam urat darah merk Easy Touch untuk
mengetahui apakah ada penurunan kadar asam urat sebelum dan sesudah diberikan
intervensi.

B. Ruang Lingkup
1. Lingkup Masalah
Lingkup masalah pada penelitian ini yaitu mencakup perbedaan nilai kadar asam
urat sebelum dan sesudah dilakukan senam ergonomik
2. Lingkup Keilmuan
Lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah pada lingkup ilmu keperawatan
gerontik
3. Sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah penderita Arthritis Gout di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kasih Surakarta
4. Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta
5. Lingkup Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada Februari-Maret 2020.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di Panti Wredha
Dharma Bakti Kasih Surakarta sejumlah 85 orang
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Bila
populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, populasi
terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling
(Nursalam,2016). Pada penelitian ini sampel diambil dari responden di Panti
Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.
3. Kriteria sampel
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil
penelitian, khusunya jika terdapat variabel-variabel kontrol ternyata mempunyai
pengaruhterhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu inklusi dan eklusi (Nursalam, 2013).
Adapun kriteria pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Memiliki kadar asam urat > 6,0 mg/dl untuk wanita dan > 7,0 mg/dl untuk
pria.
b. Bersedia menjadi responden
c. Usia 50 tahun ke atas

2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013).
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Tidak dalam sakit parah
b. Penderita dengan penyakit komplikasi gagal ginjal dan gagal jantung
c. lansia yang mengkonsumsi obat medis, penurun kadar asam urat dalam
darah seperti NSAID, anti hipertensi, diuretik.
d. Memiliki kelemahan fisik
e. Lansia yang tidak kooperatif yaitu tidak mengikuti kegiatan secara penuh
4. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
cara non probability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang memenuhi kriteria
penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi

D. Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yangmemberikan nilai beda terhadap
sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2016). Variabel dalam penelitian
ini adalah variabel independen dan variabel dependen.
1. Variable Independen (Bebas) adalah variabel yang memengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain (Nursalam, 2016). Adapun variabel independen dalam
penelitian ini adalah senam ergonomik.
2. Variable Dependent (Terikat) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya
ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2016 ). Pada penelitian ini yang
merupakan variable dependen adalah kadar asam urat.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari
sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau
fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepntingan akurasi,
komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel - - -
Gerakan
independen
kombinasi dari
pemberian
gerakan otot dan
senam
teknik
ergonomik
pernafasan.Terdir
i dari lima
gerakan, yaitu
lapang dada,
tunduk syukur,
duduk
pembakaran,
duduk perkasa,
dan berbaring
pasrah. Dilakukan
di Panti Wredha
Dharma Bhakti
Kasih Surakarta
secara bersama-
sama.
Variabel Lembar Hasil Interval
Ukuran atau
dependen observasi, pengukuran
jumlah asam urat
Kadar Asam Menggunakan kadar asam urat
dalam seseorang
Urat alat pengkur dinyatakan
yang dinyatakan
kadar asam dalam mg/dl.
dalam mg/dl
urat darah
merk Easy
Touch

F. Instrumen Penelitian
Jenis instrumen penelitian yang dapat dipergunakn pada ilmu keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi lima bagian, yaitu meliputi pengukuran biofisiologis,
observasi, wawancara, kuisioner, dan skala (Nursalam,2016).
1. Bentuk instrumen
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan Standar Operasional Prosedur
(SOP) senam ergonomik, Standar Operasional Prosedur (SOP) pengukuran kadar
asam urat, lembar observasi (pelaksanaan senam dan hasil pengukuran kadar asam
urat), alat tes asam urat dengan menggunakan Easy Touch/GCU digital dengan
tingkat ketelitian 2,4-13,2 mg/dl, Lembar observasi senam digunakan untuk
mengobservasi latihan senam yang dilakukan oleh responden, sedangkan lembar
observasi kadar asam urat yang digunakan untuk mencatat pemeriksaan kadar
asam urat responden, dan untuk mengukur kadar asam urat menggunakan alat
check uric acid, sebelumnya alat check uric acid sudah dilakukan kalibrasi atau
penggunaan alat yang baru agar hasil yang didapatkan lebih valid
2. Uji validitas dan reabilitas
Prinsip validitas (kesahihan) menurut Nursalam (2016) adalah pengukuran dan
pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data.
Reliabilitas (keandalan) menurut Nursalam (2016) adalah kesamaan hasil
pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau
diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Penelitian yang dilakukan,
instrumen yang digunakan untuk mengukur kadar asam urat pada lansia adalah
Easy Touch/GCU digital, dan alat ini tidak dilakukan uji validitas dan reabilitas
karena alat yang digunakan sudah diuji dan dilakukan kalibrasi oleh perusahaan
pembuatan alat tersebut. Penelitian ini menggunakan SOP senam ergonomik dan
SOP pengukuran kadar asam urat yang sudah di bakukan dan lembar observasi
sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas (Islamiyah, 2018).

G. Teknik Pengumpulan
Penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut :
1. Tahap Orientasi
Peneliti melakukan kegiatan penyusunan proposal, mengurus perizinan
penelitian, penjajagan dan sosialisasi di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih
Surakarta
2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti mengurus Ethical Clearance, setelah hasil surat Ethical Clearance
menyatakan bahwa penelitian ini tidak membahayakan responden dan layak
dilaksanakan, selanjutnya peneliti mengurus perizinan penelitian ke Panti
Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta, setelah mendapat perizinan, peneliti
ditempatkan di ruang VIP, kemudian berpindah keruang putra kelas 1, kemudian
yang terakhir dipindahkan ke ruang putri kelas 1 untuk mengambil responden
sesuai kriteria. Peneliti memberikan lembar informed consent atau lembar
persetujuan kepada responden. Rencana dari penelitian tersebut untuk mengetahui
pengaruh pemberian senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat
artrithis gout pada lansia. Selanjutnya akan dicatat kadar asam urati sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi. Peneliti melakukan senam ergonomik 3 kali
intervensi dalam satu minggu selama 2 minggu dengan responden berjumlah 30
orang.
3. Tahap Akhir
Tahap ini dilakukan penyusunan dan pelaporan hasil penelitian yang
meliputi deskripsi lokasi penelitian, hasil dari penelitian yang diolah
menggunakan uji analisis data hasil penelitian, serta pembahasan dari
setiap karakteristik yang ada dalam analisa univariat dan bivariat yang dilakukan
pada bulan Februari-Maret 2021.

H. Pengelolaan dan Analisis Data


1. Pengelolaan data
Dalam pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
peneliti meliputi:
a. Editing
Peneliti melakukan pengecekan kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Setelah lembar observasi selesai diisi, peneliti memeriksa hasil
dari lembar observasi yang terdiri dari kelengkapan isian maupun tulisan.
b. Coding
Coding atau mengkode data merupakan memberikan skor atau nilai pada
setiap item jawaban. Data yang terkumpul biasanya berupa angka atau
kalimat.
Pada tahap ini peneliti melakukan coding pada karakteristik responden yaitu
sebagai berikut :
1) Jenis Kelamin
a) Laki-laki =1
b) Perempuan =2
2) Usia
a) 60-65 =1
b) 66-70 =2
c) 70-75 =3
d) 76-80 =4
3) Pendidikan
a) Tidak Sekolah =1
b) SD =2
c) SMP =3
d) SMA =4
e) Perguruan Tinggi =5
c. Scoring
Menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan dan tentukan nilai
terendah dan tertinggi. Tahapan ini dilakukan setelah ditentukan kode jawaban
atau hasil observasi sehingga setiap jawaban resonden atau hasil observasi
dapat diberikan skor.
d. Tabulating
Peneliti menyajikan data dalam bentuk tabel sehingga memudahkan para
pembaca memahami laporan penelitian dan merupakan tahap akhir proses
pengolahan data.
2. Analisis data
a. Uji Univariat (Deskriptif)
Uji univariat adalah mendefinisikan setiap variabel secara terpisah dengan
cara membuat sentral terdensi dari masing-masing data untuk mendapatkan
mean, median, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maximum. Penelitian
ini uji univariat terdiri dari: usia, jenis kelamin, kadar asam urat sebelum dan
sesudah dilakukan tindakan kompres hangat dari responden.
b. Uji Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini adalah untuk melihat adanya pengaruh
pre post pada variabel adalah pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan
kadar asam urat pada lansia gout. Analisis ini menggunakan uji chi square
dengan menggunakan derajat kepercayaan yang signifikan sebesar 5% (0,05).

Anda mungkin juga menyukai