Disususn Oleh :
Widha Listyaninggar
P27220017 163
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia merupakan suatu fase kehidupan yang akan dialami oleh setiap
manusia seperti halnya penuaan. Secara individu pengarauh proses penuaan
menimbulkan berbagai masalah fisik, biologis, mental maupun sosial ekonominya.
Tidak hanya itu bertambahnya usia pada lansia maka fungsi fisiologis pada lansia
akan mengalami penurunan. Proses tersebut muncul akibat proses degeneratif
(penuaan) oleh karena itu, penyakit tidak menular banyak terjadi pada lansia. Penyakit
tidak menular yang sering dialami oleh lansia diantaranya, hipertensi, stroke, jantung,
diabetes melitus dan peradangan sendi atau rematik (Nursanti,2018).
World Health Organization atau WHO menyatakan bahwa penduduk lanjut
usia atau lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang akan mencapai angka
11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, yang menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia. Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017
terdapat presentase 9,03% atau 23,66 juta jiwa penduduk usia lanjut di Indonesia.
Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 menjadi 27,08 juta jiwa, tahun 2025
sebanyak 33,69 juta jiwa, tahun 2030 sebanyak 40,95 juta jiwa dan tahun 2035
menjadi 48,19 juta jiwa (Kemenkes RI, 2017).
Data presentasi penduduk lanjut usia atau lansia di Indonesia pada tahun 2017,
ada tiga provinsi dengan jumlah atau presentase lansia terbesar adalah Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan presentase lansia sebesar 13,81%, Jawa Tengah 12,59%
dan Jawa Timur sebesar 12,25% (Kemenkes RI, 2017). Berdasarkan data Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2016 jumlah penduduk usia produktif yaitu diatas 65
tahun di Jawa Tengah sebanyak 2.729.117 jiwa. Tahun 2016 jumlah penduduk lanjut
usia di Kota Surakarta dari umur 60 hingga 75 tahun keatas berkisar 677.420 atau
11,82% dari seluruh jumlah penduduk di Surakarta (Profil Kependudukan Kota
Surakarta, 2016).
Penyakit asam urat atau biasa dikenal dengan Gout Arthritis merupakan suatu
penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam
tubuh. Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu
komponen asam nkleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam
urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di
daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi
penderitanya (Ardhi,2018).
Menurut WHO (2015) di dunia prevalensi penyakit asam urat mengalami
kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990- 2010. Pada orang
dewasa di Amerika Serikat penyakit gout mengalami peningkatan dan mempengaruhi
8. 3 juta (4%) orang Amerika. Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang
dari setiap 100.000 orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia
di bawah 34 tahun sebesar 32 % dan di atas 34 tahun sebesar 68 %. Sedangkan
prevalensi hiperurisemia juga meningkat dan mempengaruhi 43.300.000 atau 21%
orang dewasa di Amerika Serikat (Jaliana, 2018).
Prevalensi di Indonesia penyakit arthritis yang diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 11,9% dan berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 24,7%, sedangkan
berdasarkan daerah diagnosis nakes tertinggi di Nusa Tenggara Timur sebesar 33,1%,
diikuti Jawa Barat 32,1% dan Bali 30% (Jaliana, 2018). Prevalensi penyakit gout di
Jawa Tengah belum diketahui secara pasti, namun survey epidemiologic yang
dilakukan di Jawa Tengah atas kerjasama World Health Organization atau WHO
terhadap 4.683 sampel berusia 15-45 tahun didapatkan prevalensi arthritis gout
sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada perempuan. Secara keseluruhan
didaptakan penyakit gout di Jawa Tengah sebanyak 36% (Dianati, 2015).
Dinas Kesehatan Kota Surakarta pada tahun 2017, didapatkan 1.311 lansia
menderita arthritis gout yang telah terdata di 17 Puskesmas di Surakarta, prevalensi
penyakit arthritis gout tertinggi terdapat di Puskesmas Pucangsawit Surakarta
sebanyak 338 lansia, disusul lansia penderita arhtritis gout terbanyak kedua di
Puskesmas Purwodiningratan sebanyak 171 lansia, dan terbanyak ketiga terdapat di
Puskesmas Kratonan sebanyak 129 lansia yang menderita arhtritis gout (Yanto,2018).
Penyakit gout ditandai dengan perubahan kadar asam urat Laki-laki
dewasa kadar normal asam uratnya adalah 2 – 7,5 mg/dL, sementara laki-laki dengan
usia di atas 40 tahun kadar normal asam uratnya adalah 2 – 8,5 mg/dL. Sedangkan
Wanita dewasa kadar normal asam uratnya adalah 2 – 6,5 mg/dL, sementara wanita
dengan usia di atas 40 tahun kadar normal asam uratnya adalah 2 – 8 mg/dL. Penyakit
ini dapat dikelompokkan menjadi bentuk gout primer yang umumnya terjadi 90%
kasus penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, tetapi diperkirakan akibat kelainan
proses metabolisme dalam tubuh, tapi yang pasti ada hubungannya dengan obesitas,
hipertensi, dislipidema, dan diabetes melitus. Gout umumnya dialami oleh laki-laki
berusia lebih dari 30 tahun, sedangkan gout sekunder 10% kasusnya dialami oleh
perempuan setelah menopause karena gangguan hormon (Dianati, 2015).
Meningkatnya kadar asam urat pada lansia, akan menyebabkan penyakit
komplikasi lainnya. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi
farmakologi yaitu pemberian obat- obatan yang dapat mencegah asam urat dan
tindakan non farmakologi seperti senam ergonomik yang dilakukan untuk mengurangi
asam urat. Senam ergonomik merupakan senam untuk mengembalikan atau
membetulkan posisi dan kelenturan sistem syaraf dan aliran darah. Senam ergonomik
dilakukan minimal selama 15-20 menit, supaya memaksimalkan oksigen ke otak,
membuka sistem kecerdasan, sistem musculoskeletal, sistem pemanas tubuh, sistem
pembakaran asam urat,sistem pembuatan elektrolit atau ozon dalam darah, sistem
kekebalan tubuh (Aslidar,2017).
Senam ergonomik merupakan senam yang dapat langsung membuka,
membersihkan dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh seperti sistem
kardiovaskuler, perkemihan, sistem reproduksi, sistem pembakaran, sistem konversi
karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan
sistem kekebalan tubuh dari energi negatif atau virus, sistem pembuangan energi
negatif dari dalam tubuh. Gerakan yang terkandung dalam senam ergonomik
merupakan gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis (Ardhi,2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Cindy Cloudia (2020) yang
berjudul “Pengaruh Senam Ergonomik terhadap Perubahan Kadar Asam Urat pada
Lansia di Bpstw Budi Luhur Yogyakarta” berhasil membuktikan bahwa terjadi
penurunan tingkat kadar asam urat pada lansia di Bpstw Budi Luhur Yogyakarta
sesudah diberikan senam ergonomik dan terdapat pengaruh senam ergonomik
terhadap penurunan tingkat kadar asam urat pada lansia di Bpstw Budi Luhur
Yogyakarta.
Hasil studi pendahuluan peneliti memperoleh data dari catatan riwayat Panti
Wredha Dharma Bhakti Surakarta didapatkan jumlah pasien sampai bulan Desember
2018 sebanyak 85 pasien. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada
koordinator panti dan lansia didapatkan 32 lansia mengalami pegal-pegal, nyeri
pingang dan lutut, terkadang dijumpai bengkak merah pada persendian. Hasil
pemeriksaan asam urat didapatkan 32 dari 85 lansia mengalami hiperurisemia (kadar
asam urat > 6 mg/dL).
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk menerapkan senam
ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada lanjut usia penderita asam urat
di a dikarenakan senam ergonomik tidak menggunakan kandungan obat atau farmasi
yang berhubungan dengan penurunan asam urat pada lansia, sehingga aman untuk
diterapkan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumusan permasalahan pada penelitian ini
sebagai berikut : “Adakah pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar
asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih
Surakarta?”
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh senam ergonomik
terhadap penurunan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout di Panti
Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout
sebelum diberikan senam ergonomik di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih
Surakarta
2. Mendeskripsikan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout setelah
diberikan senam ergonomik di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
3. Menganalisis perbedaan kadar asam urat pada lanjut usia dengan arthritis gout
sebelum dan sesudah dilakukan senam ergonomik di Panti Wredha Dharma
Bakti Kasih Surakarta
B. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang peneliti harapkan setelah proses penelitian yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini adalah mampu memberikan informasi terapi
komplementer atau non farmakologi dengan pemberian senam ergonomik, serta
sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dan memperkuat teori
yang sudah ada, sekaligus menjadi sebuah nilai khasanah dalam ilmu pengetahuan
dalam bidang kesehatan di Indonesia.
a. Bagi Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surakarta
Hasil dari penelitian yang dilakukan ini dapat bermanfaat untuk menambah
ilmu pengetahuan serta sebagai referensi dalam bidang keperawatan gerontik
khususnya tentang pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar
asam urat pada lansia.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian bagi
calon peneliti selanjutnya, menambah wawasan dan perkembangan ilmu di
bidang keperawatan gerontik terutama yang berkaitan dengan pengaruh
senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lansia
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini maka tingkat pengetahuan
lansia bertambah, serta lansia mampu menerapkan tindakan senam
ergonomik ini dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi pemberian
terapi farmakologi.
b. Bagi Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai modifikasi dalam melakukan
intervensi kepada lansia yang mengalami arthritis gout
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
1 Konsep Lansia
a. Definisi Lansia
Menurut World Health Organisation (WHO) (2013), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Lanjut usia merupakan proses akhir kehidupan dan ditandai dengan
adanya gangguan adaptasi terhadap tekanan lingkungan sekitarnya dan bukan
merupakan suatu penyakit. Proses menua dimulai dari sejak lahir dan terjadi
terus menerus secara alamiah dan dialami oleh semua makhluk hidup
Menurut Sunaryo (2016) pada fase lansia akan terjadi penurunan
kemampuan jaringan dalam memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsinya secara normal dan mengakibatkan rentan terhadap
infeksi. Kholifah (2016) menambahkan bahwa penuaan merupakan perubahan
kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional.
Tabel 1.1
Penggolongan Batasan Usia Lansia menurut WHO
b. Klasifikasi Gout
Klasifikasi gout dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gout Primer
Gout primer belum diketahui pasti akibatnya, namun dicurigai
berhubungan dengan faktor genetik atau herediter dan faktor hormonal
yang menyebabkan gangguan metabolisme di dalam tubuh yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi asam urat atau bisa juga
diakibatkan karena berkurangnya produksi asam urat tersebut di dalam
tubuh
2) Gout Sekunder
Gout sekunder merupakan meningkatnya produksi asam urat yang
dipengaruhi oleh pola hidup seseorang termasuk pola makan atau diet
yang tidak terkontrol yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang
mengandung kadar purin yang tinggi misalnya seperti jeroan, melinjo, dll.
Purin merupakan senyawa organik yang menyusun asam nukleat dan
termasuk kelompok asam amino yang merupakan unsur pembentuk
protein.
c. Etiologi
Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam urat dalam
serum darah dengan akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang
terkumpul di dalam sendi. Keterkaitan antara Gout dan hyperuresimia yaitu
adanya produksi asam urat yang berlebih, menurunnya ekskresi asam urat
melalui ginjal, atau mungkin karena keduanya. (Helmi, 2012). Menurut
Yunita dan Nur (2017) penyakit Arthtritis Gout dapat dipicu oleh beberapa
faktor yaitu :
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor pemicu penyakit Arthtritis Gout. Hal
ini berkaitan dengan adanya peningkatan kadar asam urat seiring dengan
bertambahnya usia, terutama pada pria. Sementara itu, peningkatan kadar
asam urat pada wanita cenderung terjadi atau dimulai pada masa
menopause. Hasil penelitian yang dilakukan Nurlaili Farida Muhaji dkk,
di laboratorium Puskesmas Srimulyo, Sleman Yogyakarta tahun 2012,
bahwa usia lebih tua cenderung memiliki kadar asam urat yang lebih
tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia
dengan kadar asam urat dalam darah sebesar 30,5%. Semakin tua usia
seseorang, maka beresiko memiliki kadar asam urat dalam darah yang
lebih tinggi, proses penuaan menyebabkan terjadinya gangguan dalam
pembentukan enzim akibat penurunan kualitas hormon.
2) Faktor Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita gout (faktor keturunan) yang
mempertinggi risiko (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan
seseorang menderita gout. Adanya riwayat asam urat dalam keluarga
membuat risiko terjadinya asam urat menjadi semakin tinggi (Sari, 2010).
3) Obesitas
Obesitas dapat memicu terjadinya Arthtritis Gout akibat pola makan yang
tidak seimbang. Orang yang obesitas cenderung tidak menjaga asupan
makannya, termasuk asupan protein, lemak, dan karbohidrat yang tidak
seimbang sehingga kadar purin juga meningkat atau terjadi kondisi
hyperuresemia dan terjadi penumpukan asam urat. Obesitas
meningkatkan metabolisme adenin nukleotida sehingga memudahkan
terjadinya penumpukan kristal (Lugito, 2013). Normative Aging Study
mengatakan , peningkatan berat badan berhubungan dengan peningkatan
kadar asam urat dalam darah dan resiko terjadinya Gout. Penyakit Gout
sendiri lebih sering menyerang penderita yang mengalami kelebihan berat
badan lebih dari 30% dari berat badan ideal. Orang dengan IMT > 25
kg/m2 (kategori obesitas) mempunyai resiko 3,5 kali untuk mengalami
hyperurisemia dibandingkan orang dengan IMT < 25 kg/m2. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Maria yang menunjukkan bahwa resiko orang
dengan obesitas 2 kali lebih tinggi untuk mengalami hyperurisemia
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami obesitas. Seseorang
yang mengalami obesitas (IMT > 25 kg/m2), kadar leptin pada tubuh
akan meningkat. Leptin merupakan protein dalam bentuk heliks yang
disekresi oleh jaringan adiposa. Peningkatan kadar leptin seiring dengan
meningkatnya kadar asam urat didalam darah. Hal tersebut disebabkan
karena adanya gangguan proses reabsorpsi asam urat pada ginjal
(Setyoningsih, 2009)
4) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya Arthtritis
Gout. Secara umum kadar asam urat dalam darah pria lebih besar
dibandingkan dengan wanita. Hal inilah yang menyebabkan asam urat
lebih sering menyerang pria. Selain alasan tersebut, pria lebih cenderung
beresiko mengalami penyakit asam urat dibandingkan wanita karena pria
tidak memiliki hormon esterogen. Hormon esterogen adalah hormon
yang dimiliki oleh wanita. Hormon inilah yang membantu pengeluaran
asam urat melalui urin. Hal ini pula yang menyebabkan wanita yang
mengalami menopause memiliki resiko yang sama dengan pria untuk
terkena penyakit Arthtritis Gout. Hormon esterogen tersebut mengalami
penurunan pada wanita yang mengalami menopause sehingga
kemungkinan mengalami Arthtritis Gout lebih terbuka. Hasil penelitian
Siti Fadillah yang di lakukan di Dusun Demangan Wedomartani,
Ngemplak, Sleman Yogyakarta tahun 2018, bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan kadar asam urat. Hasil
penelitian menunjukkan dari 33 responden dengan teori Suiraoka (2012),
yang mengatakan kadar asam urat 11 laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. 2,3-6,1 mg/dl. Banyaknya responden yang memiliki nilai
kadar asam urat normal karena sebagian kecil sudah menjaga pola makan
dan menghindari kebiasaan buruk yang meningkatkan resiko terjadinya
masalah asam urat, misalnya mengkonsumsi mengkonsumsi makanan
yang tinggi purin (jeroan, blinjo, see food, minuman bersoda) (Suiraoka,
2012).
5) Konsumsi Purin
Arthtritis Gout dapat dipicu oleh asupan tinggi purin yang di dapat dari
makanan. Artritis Gout sendiri merupakan hasil metabolism dari purin.
Tubuh manusia sebenarnya telah mengandung purin sebesar 85%
sehingga purin yang boleh didapat dari luar tubuh (dari makanan) hanya
sebesar 15%. Diet rendah purin memegang peranan penting untuk
mengatasi hiperurisemia. Pada hiperurisemia asimtomatik, biasanya tidak
perlu diberikan pengobatan kecuali bila kadar asam urat darah lebih dari
9 mg/dL. Diet rendah purin dengan pembatasan purin 200-400 mg/hari
dapat menurunkan kadar asam urat serum sebanyak 1 mg/dL (Reppie,
2007).
6) Konsumsi Alkohol
Alkohol juga diketahui menjadi salah satu pemicu terjadinya Arthtritis
Gout. Alkohol memiliki kandungan purin didalamnya dan dapat memicu
pengeluaran cairan. Hal inilah yang dapat memicu peningkatan kadar
asam urat dalam darah (hyperurisemia). Selain itu alkohol juga diketahui
meningkatkan resiko asam urat karena dapat memicu enzim tertentu
dalam liver untuk memecah protein dan menghasilkan lebih banyak asam
urat Konsumsi alkohol mampu memicu tingginya asam laktat plasma
yang menghambat pengeluaran asam urat. Asam urat yang tertahan dalam
tubuh inilah yang dapat menyebabkan penumpukan asam urat
7) Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan tertentu juga bisa memicu peningkatan kadar
asam urat atau membantu dalam mengeksresikan asam urat. Salah satu
jenis obat yang membantu proses ekskresi asam urat yaitu jenis
urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon (Price & Wilson, 2006),
untuk memperoleh hasil yang diinginkan maka ketika mengkonsumsi
obat tersebut memerlukan konsumsi air putih yang banyak. Salah satu
fungsinya adalah untuk menurunkan tingkat saturasi asam urat sehingga
asam urat dapat diekskresikan dengan mudah. Sebaliknya obat jenis
aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga
memperparah keadaan pada hiperurisemia (Weaver et al, 2010).
Begitu juga dengan obat antihipertensi yang memiliki dampak hampir
sama dengan jenis aspirin. Obat hipertensi memliki efek samping yaitu
menghambat metabolisme lipid dalam tubuh. Timbunan lipid di dalam
tubuh itulah yang mengganggu proses ekskresi asam urat melalui urin.
Menurut Krisnamurti (2010), salah satu jenis obat antihipertensi yang
memiliki efek peningkatan kadar asam urat tersebut adalah tiazid.
8) Latihan Fisik dan Kelelahan
Menurut Marwoto pelatihan fisik yang berlebihan terjadi akibat pelatihan
yang terlalu berat, intensitas pelatihan yang terlalu banyak, durasi
pelatihan yang terlalu panjang, dan frekuensi latihan yang terlalu panjang
(dalam Komariah,2015). Menurut Adiputra dampak dari pelatihan fisik
yang berlebihan adalah adanya ketidakseimbangan antara pelatihan fisik
dengan waktu pemulihan. Pelatihan fisik yang berlebihan dapat berefek
buruk pada kondisi homoestasis dalam tubuh, yang akhirnya berpengaruh
juga terhadap sistem kerja organ tubuh (dalam Komariah,2015).
d. Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh
pembentukan berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat ataupun
keduanya. Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur
penghematan (salvage pathway) :
1) Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
precursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribose-5-fosfat yang diubah
melalui serangkaian zat menjadi nukleotidapurin (asaminosinat,
asamguanilat, asamadenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian
mekanisme yang kompleks dan terdapat beberapa enzim yang
mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan
amidofosfo ribosiltrans ferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme
umpan balik oleh nukleotidapurin yang terbentuk, yang fungsinya untuk
mencegah pembentukan yang berlebihan.
2) Jalur penghematan atau salvage pathway adalah jalur pembentukan
nukleotida purin melalui basa purin bebas, pemecahan asam nukleat atau
asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada
jalur de novo . Basa purin bebas (adenine, guanine, hipoxantin)
berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk precursor nukleotida
purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: Hipoxan
tinguanin fosforibosil transferase (HGPRT) dan adenine fosforibosil
tranferase (APRT)
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi
secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal.
Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron
distal dan dikeluarkan melalui urin. Pada penyakit gout terdapat gangguan
keseimbangan metabolisme (pembentukan dan eksresi) dari asam urat
tersebut, meliputi:
1) Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2) Penurunan ekskresi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
3) Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang
meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena
defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
4) Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan
kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang
kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk
Kristal.Penimbunan asam urat paling banyak terjadi di sendi dalam
bentuk
Kristal mononatrium urat.Mekanismenya hingga saat ini belum diketahui.
e. Stadium Gout
Menurut Soeroso dan Algristan (2011), gout terdiri atas empat stadium
yaitu:
1) Stadium Asimptomatis
Stadium asimptomatis adalah fase sebelum serangan.Awal mula
stadium ini tidak diketahui karena kita tidak tahu waktu yang tepat saat
asam urat mulai menumpuk dalam tubuh. Secara tiba-tiba saat hasil
pemeriksaan darah diketahui kadar asam urat kita lebih dari normal.
Kondisi tubuh seperti hipertensi, sakit jantung dan sindrom metabolik
lainnya juga harus diwaspadai karena bisa jadi kita mengalami
hiperurisemia tanpa gejala gout.Stadium ini bisa berlangsung selama
bertahun-tahun.Serangannya bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.
2) Stadium Akut
Stadium akut adalah fase saat gout menyerang.Fase ini muncul
karena pemicu tertentu misalnya karena cuaca dingin, setelah melakukan
aktifitas berat yang melebihi kemampuan dan sebagainya. Stadium ini
bisa berlangsung dari beberapa jam saja, tiga hari dan bahkan bisa sampai
sepuluh hari. Pada stadium inilah pentingnya pemilihan obat dan terapi
untuk penanganan pertama pada serangan gout stadium akut.Dengan
demikian stadium ini dapat segera terlewati.
3) Stadium Interkritikal
Stadium ini merupakan fase saat seseorang merasa sembuh, segar
bugar, sehat walafiat tanpa keluhan asam urat. Jika dalam stadium ini
penderita lalai, asam urat bisa semakin banyak menumpuk dan akhirnya
membentuk tofus yan bisa menghancurkan tulang di persendian.Karena
suatu pemicu tertentu, bisa saja dari stadium interkritikal kembali ke
stadium akut sehingga ada beberapa orang yang mengatakan bahwa gout
itu penyakit kambuhan
4) Stadium Kronis
Stadium kronis ditandai dengan munculnya tofus.Tofus adalah
endapan Kristal, semacam batu yang terselip diantara dua tulang
sendi.Tofus inilah yang bisa menyebabkan rapuhnya tulang di sendi yang
terkena
g. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda seseorang menderita gout yaitu sebagai berikut:
1) Adanya kristal-kristal asam urat berbentuk jarum yang cenderung
mengumpul pada sendi
2) Timbul tofus (endapan seperti kapur di kulit yang membentuk suatu
tonjolan atau benjolan) yang menandai pengendapan kristal asam urat.
Tofus timbul pada daun telinga, siku, tumit belakang dan punggung
tangan
3) Biasanya gout mengenai sendi ibu jari, tetapi bisa juga pada tumit,
pergelangan kaki atau tangan, dan muncul sebagai serangan kambuhan
4) Kesemutan dan pegal linu
5) Sendi-sendi yang terserang tampak merah, bengkak, mengkilat, kulit di
atasnya terasa panas dosertai nyeri yang sangat hebat dan persendian sulit
digerakkan
Pada keadaan normal kadar asam urat serum pada laki-laki mulai
meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar asam urat tidak
meningkat
sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat
melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada
pria.
1) Pembengkakan
2) Kemerahan
3) Nyeri hebat
4) Panas dan gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi
mendadak (akut) yang mencapai puncaknya kurang dari 24 jam
5) Hiperurisemia: Keadaan hiperurisemia tidak selalu identik dengan gout
akut, artinya tidak selalu gout akut disertai dengan peningkatan kadar
asam urat darah. Banyak orang dengan peninggian asam urat namun
tidak
pernah menderita serangan artritis gout ataupun terdapat trofi
6) Tofi: Tofi adalah penimbunan kristal urat pada jaringan. Mempunyai
sifat
yang karakteristik sebagai benjolan di bawah kulit yang bening dan tofi
paling sering timbul pada seseorang yang menderita artritis gout lebih
dari 10 tahun,
Lokasi yang paling sering terjadi pada serangan pertama adalah sendi
pangkal ibu jari kaki.Hampir pada semua kasus.Lokasi gout terutama pada
sendi perifer dan jarang pada sendi sentral.
h. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Helmi (2012), pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu:
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan cairan sinovia didapatkan adanya kristal monosodium
urat intraseluler
b) Pemeriksaan asam urat meningkat >7 mg/ dL
c) Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800 mg asam urat
d) Urinalisis untuk mendekteksi resiko batu asam urat
e) Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi ginjal, hati,
hipertrigliseridemia, tingginya LDL, dan adanya diabetes mellitus
f) Leukositosis didapatkan pada fase akut
2) Radio diagnostik
a) Radiografi untuk mendeteksi adanya klasifikasi sendi
Radiografi didapatkan adanya erosi pada permukaann sendi dan
kapsul sendi
j. Penatalaksanaan
Menurut (Junaidi, 2012), secara umum penatalaksanaan gout adalah dengan
memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahatkan sendi dan pengobatan.
Penatalaksanaan gout ada dua macam, yaitu penatalaksanaan farmakologi
dan penatalaksanaan non farmakologi.
1) Terapi Farmakologis
a) Medis
1) Allopurinol
Obat yang menghambat pembentukkan asam urat di dalam tubuh,
yang memiliki kadar asam urat yang tinggi dan batu ginjal atau
mengalami kerusakan ginjal. Pemberian allopurinol bisa
mencegah pembentukan batu ginjal. Allopurinol dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, memicu munculnya ruam
kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih dan kerusakan hati.
Allopurinol digunakan jika produksi asam urat berlebihan, dan
terutama efektif pada gout metabolik sekunder.
2) Urikosurik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat rebsorpsi asam
urat di tubuli ginjal. Obat ini meliputi probenesid yang
mempunyai toksisit kecil, diberikan dalam dosis 1-3 gram sehari,
disesuaikan dengan kadar asam urat serum. Sementara itu,
sulfinpirazon diberikan dalam dosis 200- 400 mg sehari. Efek
samping kedua obat ini adalah gangguan pada saluran pencernaan
dan juga terdapat insufisiensi ginjal
3) Kolkisin
Kolkisin yang diberikan 0,55 mg-0,6 mg dua kali sehari bisa
efektif untuk mencegah artritis berulang pada pasien yang tidak
terlihat memiliki tophi dan konsentrasi serum uratnya sedikit naik.
Pasien yang merasakan onset serangan akut harus meningkatkan
dosis menjadi 1mg tiap 2 jam, umumnya serangan akan hilang
setelah 1 atau 2 mg. Pasien dengan riwayat gout berulang dan
konsentrasi serum asam urat yang naik signifikan mungkin paling
baik dirawat dengan terapi penurun asam urat.
Kolkisin, 0,5 mg dua kali sehari harus diberikan selama 6-12 bulan
pertama. Terapi antihiperurisemia untuk mengurangi resiko serangan
akut yang bisa terjadi selama awal terapi penurunan asam urat. Tujuan
terapetik dari terapi antihiperurisemi adalah mengurangi konsentrasi
serum urat di bawah 6 mg/dl.
2) Terapi Non Farmakologis
Menurut Herliana (2013), mencegah lebih baik daripada mengobati agar
terhindar dari penyakit asam urat sebaiknya lakukanlah upaya pencegahan
sebagai berikut:
a) Mengatur pola makan (diet makanan tinggi purin)
Mencegah penyakit asam urat dapat dilakukan dengan mengatur pola
makan yang seimbang. Pengaturan pola makan dapat dilakukan untuk
mengobati penyakit asam urat. Penyakit asam urat dapat diakibatkan
oleh pola makan. Terapi diet dapat dilakukan apabila kadar asam urat
sudah mulai tinggi, bahkan melebihi kadar asam urat normal. Terapi
diet dilakukan untuk mengatur asupan makanan yang dikonsumsi
sesuai dengan anjuran (makanan yang mengandung purin rendah) dan
menghindari atau membatasi makanan- makanan yang mengandung
purin tinggi (jeroan, kacang-kacangan , melinjo, sarden, sayur-sayuran
hijau seperti kangkung, bayam dan makanan yang mengandung lemak
seperti santan (Krisnatuti, 2010).
b) Minum air putih secara rutin
Tubuh membutuhkan asupan air untuk menjalani berbagai macam
sistem di dalam tubuh. Air terbaik yang dibutuhkan tubuh berupa air
putih tanpa dicampur dengan zat apapun. Air putih memiliki daya
larut paling tinggi. Air putih dapat melarutkan semua zat yang larut di
dalam cairan termasuk purin. Asam urat yang terlarut dalam airakan
dibuang dan diekskresikan melalui ginjal bersama purin (Herliana,
2013).
Intake cairan di dalam tubuh sebaiknya dijaga agar tubuh tidak
mengalami kekurangan cairan. Jika tubuh kekurangan air, ekskresi
asam urat dapat terhambat sehingga akan memicu peningkatan asam
urat. Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa tubuh kekurangan
air dapat diamati dari warna urin, urin yang berwarna kuning pekat
menunjukkan tubuh kekurangan air. Tubuh membutuhkan air dalam
jumlah tertentu, beberapa ahli menganjurkan agar mengkonsumsi air
putih sebanyak 8-10 gelas perhari, akan tetapi setiap orang memiliki
kebutuhan air yang berbeda. Hal ini ditentukan oleh beberapa faktor
yang mempengaruhi diantaranya yaitu kondisi iklim, cuaca dan
aktivitas fisik. Meningkatkan intake cairan (air putih yang cukup)
(Herliana,2013).
c) Istirahat teratur
Pada saat tidur akan terjadi penguraian asam laktat di dalam tubuh.
Bila seseorang melakukan tidur dengan cukup maka penguraian asam
laktat akan sempurna, tapi bila tidur nya kurang maka asam laktat
belum sempurna penguraiannya sehingga terjadi penumpukan asam
laktat di dalam tubuh (Sagiran, 2012).
d) Aktifitas fisik / Olahraga
Menurut Neil F Gordon gaya hidup yang tidak efektif dan tingkat
kebugaran yang rendah merupakan dua ciri pembawa penderita asam
urat. Penyakit ini mengurangi kemampuan seseorang untuk
menggerakan sendi mereka dalam jangkauan gerakan yang penuh.
Jangkauan gerakan yang terganggu di terjemahkan dalam kapasitas
fungsional yang semakin rendah atau melakukan kemampuan aktivitas
semakin berkurang. Untuk itulah sangat penting dilakukan olahraga
ringan yang rutin bagi penderita asam urat.
Olahraga ringan dapat mengurangi penumpukan asam urat dalam
tubuh. Namun dapat juga mengarah pada peningkatan konsertrasi
urine karena dehidrasi. Oleh karena itu, olahraga dengan
memperhatikan kadar kepekatan darah dapat mengurangi tingkat
penumpukan asam urat dalam tubuh. Olahraga mampu membantu
ginjal dalam melanacarkan proses metabolisme penumpukan asam
urat dalam tubuh. Dalam kondisi normal asam urat yang di hasilkan
akan di keluarkan oleh tubuh dalam bentuk urin dan fases. Proses
pembuangan ini di atur oleh ginjal yang berfungsi mengatur kestabilan
kadar asam urat dalam tubuh. Namun jika kadar asam urat berlebih
ginjal akan kewalahan dan tidak sanggup mengaturnya sehingga
kelebihan Kristal asam urat tersebut akan menumpuk pada sendi dan
jaringan. Ini sebabnya persendian terasa nyeri dan bengkak. Jika asam
urat dalam tubuh terlalu banyak terus maka ginjal tidak dapat
memproses secara maksimal dan ginjal akan mengalami kerusakan.
Olahraga ringan dapat mengurangi penumpukan asam urat dalam
tubuh. Namun dapat juga mengarah pada peningkatan konsertrasi
urine karena dehidrasi. Oleh karena itu, olahraga dengan
memperhatikan kadar kepekatan darah dapat mengurangi tingkat
penumpukan asam urat dalam tubuh. Olahraga mampu membantu
ginjal dalam melanacarkan proses metabolisme penumpukan asam
urat dalam tubuh. Dalam kondisi normal asam urat yang di hasilkan
akan di keluarkan oleh tubuh dalam bentuk urin dan fases. Proses
pembuangan ini di atur oleh ginjal yang berfungsi mengatur kestabilan
kadar asam urat dalam tubuh. Namun jika kadar asam urat berlebih
ginjal akan kewalahan dan tidak sanggup mengaturnya sehingga
kelebihan Kristal asam urat tersebut akan menumpuk pada sendi dan
jaringan. Ini sebabnya persendian terasa nyeri dan bengkak. Jika asam
urat dalam tubuh terlalu banyak terus maka ginjal tidak dapat
memproses secara maksimal dan ginjal akan mengalami kerusakan.
Kurangnya olahraga membuat system metabolisme tubuh jadi lebih
rendah mengalami gangguan fungsi organ dan kita pun menjadi lebih
mudah sakit. Hal itu di sebabkan tidak terlatih tubuh dalam bekerja
keras mengimbangi asupan makanan yang masuk dalam tubuh.
Dengan Olahraga maka sendi – sendi tubuh akan meregang dan
bergerak sehingga penumpukan purin / kadar asam urat pada sendi di
tubuh tidak terjadi. Menumpuknya kristal garam pada persendian
tubuh inilah yang pada akirnya menyebabkan peradangan sendi atau
lebih di kenal dengan asam urat.(Mujianto, 2013)
e) Menghindari alkohol
Makanan atau minuman yang mengandung alkohol perlu dihindari
untuk mencegah terjadinya asam urat. Dampak dari konsumsi alkohol
terhadap kesehatan, terutama asam urat tidak dapat dianggap remeh.
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa mengkonsumsi alkohol
dapat menyebabkan kenaikan kadar asam urat. Kadar alkohol yang
tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan beberap fungsi
organ didalam tubuh, seperti mengurangi fungsi jantung untuk
mengedarkan darah keseluruh tubuh dan menggangu fungsi ginjal
dalam mengekskresikan asam urat (Herliana,2013)
Variabel
Counfouding :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Hasil suatu penelitian pada
hakikatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.
1. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada
lanjut usia dengan arthritis gout di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
2 Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat pada lanjut
usia dengan arthritis gout di Panti Wredha Dharma Bakti Kasih Surakarta
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
B. Ruang Lingkup
1. Lingkup Masalah
Lingkup masalah pada penelitian ini yaitu mencakup perbedaan nilai kadar asam
urat sebelum dan sesudah dilakukan senam ergonomik
2. Lingkup Keilmuan
Lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah pada lingkup ilmu keperawatan
gerontik
3. Sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah penderita Arthritis Gout di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kasih Surakarta
4. Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta
5. Lingkup Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada Februari-Maret 2020.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013).
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Tidak dalam sakit parah
b. Penderita dengan penyakit komplikasi gagal ginjal dan gagal jantung
c. lansia yang mengkonsumsi obat medis, penurun kadar asam urat dalam
darah seperti NSAID, anti hipertensi, diuretik.
d. Memiliki kelemahan fisik
e. Lansia yang tidak kooperatif yaitu tidak mengikuti kegiatan secara penuh
4. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
cara non probability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang memenuhi kriteria
penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yangmemberikan nilai beda terhadap
sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2016). Variabel dalam penelitian
ini adalah variabel independen dan variabel dependen.
1. Variable Independen (Bebas) adalah variabel yang memengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain (Nursalam, 2016). Adapun variabel independen dalam
penelitian ini adalah senam ergonomik.
2. Variable Dependent (Terikat) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya
ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2016 ). Pada penelitian ini yang
merupakan variable dependen adalah kadar asam urat.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari
sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau
fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepntingan akurasi,
komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).
F. Instrumen Penelitian
Jenis instrumen penelitian yang dapat dipergunakn pada ilmu keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi lima bagian, yaitu meliputi pengukuran biofisiologis,
observasi, wawancara, kuisioner, dan skala (Nursalam,2016).
1. Bentuk instrumen
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan Standar Operasional Prosedur
(SOP) senam ergonomik, Standar Operasional Prosedur (SOP) pengukuran kadar
asam urat, lembar observasi (pelaksanaan senam dan hasil pengukuran kadar asam
urat), alat tes asam urat dengan menggunakan Easy Touch/GCU digital dengan
tingkat ketelitian 2,4-13,2 mg/dl, Lembar observasi senam digunakan untuk
mengobservasi latihan senam yang dilakukan oleh responden, sedangkan lembar
observasi kadar asam urat yang digunakan untuk mencatat pemeriksaan kadar
asam urat responden, dan untuk mengukur kadar asam urat menggunakan alat
check uric acid, sebelumnya alat check uric acid sudah dilakukan kalibrasi atau
penggunaan alat yang baru agar hasil yang didapatkan lebih valid
2. Uji validitas dan reabilitas
Prinsip validitas (kesahihan) menurut Nursalam (2016) adalah pengukuran dan
pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data.
Reliabilitas (keandalan) menurut Nursalam (2016) adalah kesamaan hasil
pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau
diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Penelitian yang dilakukan,
instrumen yang digunakan untuk mengukur kadar asam urat pada lansia adalah
Easy Touch/GCU digital, dan alat ini tidak dilakukan uji validitas dan reabilitas
karena alat yang digunakan sudah diuji dan dilakukan kalibrasi oleh perusahaan
pembuatan alat tersebut. Penelitian ini menggunakan SOP senam ergonomik dan
SOP pengukuran kadar asam urat yang sudah di bakukan dan lembar observasi
sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas (Islamiyah, 2018).
G. Teknik Pengumpulan
Penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut :
1. Tahap Orientasi
Peneliti melakukan kegiatan penyusunan proposal, mengurus perizinan
penelitian, penjajagan dan sosialisasi di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih
Surakarta
2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti mengurus Ethical Clearance, setelah hasil surat Ethical Clearance
menyatakan bahwa penelitian ini tidak membahayakan responden dan layak
dilaksanakan, selanjutnya peneliti mengurus perizinan penelitian ke Panti
Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta, setelah mendapat perizinan, peneliti
ditempatkan di ruang VIP, kemudian berpindah keruang putra kelas 1, kemudian
yang terakhir dipindahkan ke ruang putri kelas 1 untuk mengambil responden
sesuai kriteria. Peneliti memberikan lembar informed consent atau lembar
persetujuan kepada responden. Rencana dari penelitian tersebut untuk mengetahui
pengaruh pemberian senam ergonomik terhadap penurunan kadar asam urat
artrithis gout pada lansia. Selanjutnya akan dicatat kadar asam urati sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi. Peneliti melakukan senam ergonomik 3 kali
intervensi dalam satu minggu selama 2 minggu dengan responden berjumlah 30
orang.
3. Tahap Akhir
Tahap ini dilakukan penyusunan dan pelaporan hasil penelitian yang
meliputi deskripsi lokasi penelitian, hasil dari penelitian yang diolah
menggunakan uji analisis data hasil penelitian, serta pembahasan dari
setiap karakteristik yang ada dalam analisa univariat dan bivariat yang dilakukan
pada bulan Februari-Maret 2021.