Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN


SINDROM NEFROTIK

OLEH:

A’ISYAH AGUSTINA AMALIA


NIM. 2102621059

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
DESEMBER, 2021
LAPORAN PENDHULUAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Sepsis merupakan disfungsi organ yang dapat mengancam nyawa akibat
disregulasi imun terhadap infeksi. Sepsis merupakan penyebab angka
kesakitan dan kematian sebanyak 50-60% anak yang dirawat di ruang intensif.
2. Etiologi
sepsis disebabkan oleh respon imun terhadap infeksi yang sering diakibatkan
oleh bakteri, namun dapat juga jamur, virus dan juga parasit. Respon imun
tersebut yang menyebabkan disfungsi dari organ atau sepsis dan syok septik.
Organ tersering yang merupakan infeksi primer ialah paru-paru, otak, saluran
kemih, kulit, dan abdomen. Mikroorganisme penyebab sepsis tusia serta respon
tubuh tergantung pada respon tubuh terhadap infeksi tersebut. Berikut
merupkan penjabaran patogen penyebab sepsis pada anak sesuai usia:
a. Bayi dan anak di komunitas
- Streptococcus pneumonia sebagai penyebab utama infeksi bakterial
infasiv
- Neisseria meningitidis
- Staphylococcus aureus dan streptococcus group A pada anak sehat
- Haemophilus influenzae tipe B
- Bordetella pertussis (terutama pada bayi sebelum vaksinasi dasar
lengkap)
b. Bayi dan anak di rumah sakit
- Sesuai pola kuman di rumah sakit
- Coagulase-negative staphylococcus (akiat kateter vaskular)
- Methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA)
- Organisme gram negatif: pseudomonas aeruginosa, klebsiella, E.Coli,
dan Acinetobacter sp
c. Asplenia fungsional/asplenik
- Sepsis salmonella (salmonella osteomyelitis pada penyakit sickle cell)
- Organisme berkapsul: streptococcus pneumonia, haemophilus
influenzae
d. Organisme lain
Jamur (spesie candida dan Aspergillus) dan virus (infuluenz, respiraory
syncytial virus, human metapneumovirus, vericella dan herpes simplex
virus)
3. Patofisiologi
Sepsis dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh manusia. Sepsis terjadi akibat
adanya respon imun terhadap mikroorganisme penyebab infeksi yang terjadi
berupa inflamasi sistem sistemik. Infeksi terjadi di dalam tubuh menimbulkan
reaksi yang memicu respon neurohumoral berupa respon proinflamasi dan
antiinflamasi. Proses tersebut dimulai dari aktivasi sellular monosit, makrofag,
dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel endotelial yang nantinya meliputi
mobilisasi isi plasma. Isi plasma tersebut terdiri atas sitokin proinflamasi
seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6 akan
mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan
protein C yang teraktivasi (APC) merupakan modulator dari rantai koagulasi
dan inflamasi sehingga meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat
trombosis serta inflamasi. Dengan teraktivasinya rantai koagulasi tersebut
menguatkan proses tersebut sehingga endotelium yang merupakan tempat
interaksi paling dominan akan mengalami cedera mikrovaskular, trombosis,
dan kebocoran kapiler sehingga memicu terjadinya iskemia pada jaringan.
Dengan adanya gangguan tersebut menyebabkan terjadinya disfungsi orga dan
hipoksia jaringan global.
4. Klasifikasi (Kalau ada)
a. Klasifikasi sepsis berdasarkan tingkatan
- Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS)
Pada SIRS ditandai dengan suhu meningkat >38oC atau turun hingga
<360C, nadi >90 x/menit, pasien mengalami hiperventilasi dengan laju
nafas >20 x/mnit atau CO2 arterial <32 mmHg dan sel darah putih
>12.000 sel/uL atau <4000 sel/uL yang menandakan adanya respon
sistem imun.
- Sepsis
SIRS dengan adanya infeksi baik dalam dugaan atau sudah terbukti
- Sepsis Berat
Sepsis yang terjadi telah terjadi disfungsi pada organ
- Syok Septik
Sepsis denga hipotensi walaupun telah diberikan resusitasi yang
adekuat
b. Klasifikasi sepsis pada neonatorum
- Early Onset Sepsis (EOS)
Sepsis ini muncul pada 3 hari kehidupan yang merupakan gangguan
multisistem dengan ditandai awitan secara tiba-tiba, lebih menonjol
pada gangguan pernafasan yang menyebabkan angka mortalitas tinggi.
- Late Onset Sepsis (LOS)
Pada sepsis jenis ini muncul setelah 3 hari kehidupan terutama diatas
usia 1 minggu yag ditandai dengan awitan lamban dan ditemukan
fokus infeksi serta biasanya disertai meningitis.
- Sepsis Nosokomial
Sepsis nosokomial berisiko tinggi terjadi pada bayi yang dirawat di
rumah sakit terutama di ruang intensif akibat proses terapi, diagnosus
dan monitoring invasive.
5. Manifestasi Klinis
Gejala yang mungkin timbul pada bayi dengan sepsis ialah:
- Letargi, iritabel
- Kulit berwarna keabuan dengan gangguan perfusi, sianosis, pucat, ptekie,
ruam, sklerema ataupun ikterik
- Suhu tubuh tidak stabil
- Perubahan metabolik
- Gejala gastrointestinal: muntah, diare, kembung dengan atau tanpa adanya
bowel loop.
- Gejala gangguan kardiopulmonal yang meliputi gangguan bernafas, apneu
24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memonitor TTV, letargi atau malaise,
status hidrasi pasien, tingkat iritabel dan rewel. Pada gastrointestinal mengecek
adanya kembung, muntah, diare dan hepatomegali. Memeriksa adanya
sianosis, ptekie, sklerema, dan perfusi pada kulit. Mengecek status neurologi
pasien untuk mengetahui adanya kejang, iritabel, penurunan kesadaran, dan
kaku kuduk.
7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Hematologi darah rutin untuk melihat adanya neutropeni dengan PMN
1500/μl, rasio neutrofil imatur: total >0,2
b. Biakan darah dan cairan serebrospinal dilakukan pada bayi dengan kejang,
kesadaran menurun dan kultur daraf positif
c. Pemeriksaan tinja dan urine
d. Pemeriksaan apusan gram dari darah atau cairan liquor dan urine
e. Pemeriksaan bilirubin, gula darah, dan elektrolit
f. Radiologi untuk mengecek adanya disfungsi dari organ
g. Pemeriksaan plasenta dan selaput janin untuk menunukkan adanya
korioamnionitis yang memicu terjadinya infeksi neonatus
8. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya:
a. Infeksi
Pasien dicurigai infeksi dengan faktor predisposisi yang meliputi faktor
genetik, usia, status nutrisi, dan status imunisasi, komorbiditas serta
riwayat terapi. Tanda inflamasi yang ditunjukkan ialah ketidakstabilan
suhu, atau adanya fokus infeksi. Tanda infeksi tersebut dapat diketahui
dengan hasil temuan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi yang
terdiri dari leukosit, trombosit, rasio neutrofil: limfosit, shift to the left),
pemeriksaan morflogi darah tepi, C-reactive protein (CRP), dan
prokalsitonin. Selain itu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
adanya pembuktian mikroorganisme dengan pemeriksaan apusan gram,
hasil kultur, dan PCR. Serta pencarian fokus infeksi dengan pemeriksaan
urine, feses rutin, lumbal pungsi, dan pencitraan sesuai dengan indikasi.
b. Kecurigaan disfungsi organ
Kecurigaan disfungsi orga ditentukan dengan salah satu dari 3 kriteria
yang meliputi penurunan kesadaran, gangguan kardiovaskular seperti
penurunan kualitas nadi, perfusi perifer. Ketiga ialah adanya gangguan
respirasi dengan peningkatan atau penurunan kerja pernapasan dan
sianosis.
c. Kriteria disfungsi organ
Disfngsi organ meliputi disfungsi sistem kardiovaskular, respirasi,
hematologis, sistem saraf pusat, dan hepatik. Disfungsi orga ditegakkan
berdasarkan skor Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD)-2 ≥11
atau ≥7.
9. Terapi/Tindakan Penanganan
a. Tatalaksana Infeksi
- Antibiotika
Pemilihan jenis antibioka pada pasien sepsis tergantung pada dugaan
etiologi infeksi, diagnosis kerja, usia dan predisposisi penyakit. Jika
penyebab sepsis belum jelas maka pemberian antibiotik diberikan
dengan antibiotik berspektrum luas. Namun, jika penyebab sepsis telah
diketahui maka antibiotik akan diberikan antibiotika definitif sesuai
pola kepekaan kuman.
- Antibiotika kombinasi
Pemberian antibiotika kombinasi harus dipertimbangkan sesuai
dengan kondisi, usia, kemungkinan etiologi dan tempat terjadinya
infeksi, mikroorganisme penyebab, pola kuman di rumah sakit,
predisposisi pasien, dan efek farmakologi dinamik serta kinetik obat.
- Anti jamur

b. Tatalaksana disfungsi organ


- Pernapasan
- Ventilasi non invasif
- Ventilasi mekanik invasif
- Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik
- Tranfusi darah
- Kortikosteroid
- Kontrol glikemik
- Nutrisi
- Menghilangkan sumber infeksi
10. Komplikasi
a. Pernapasan: penurunan pernapasan dengan diberikan oksigen ataupun
ventilator
b. Kardiovaskular: syok
c. Hematologi: trombositopeni, protrombin time memanjang
d. Kejang
e. Asidosis metabolik
f. Hipo dan hiperglikemi
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan ialah data umumpasien seperti identitas pasien,
riwayat kesehatan keluarga, riwayat perawatan antenatal, ada tidaknya
ketuban pecah dini, riwayat partus. Riwaya persalinan di kamar bersalin,
ruang operasi atau tempat lain. Adak tidaknya riwayat penyakit infeksi
menular seksual. Riwayat penyakit infeksi ketika fase kehamilan.
Pengkajian fisik dilakukan dengan memeriksa adanya letargi (khususnya
setelah 24 jam pertama), tidak mau minum atau refleks menghisap lemah,
regurgitasi, peka rangsang, pucat, hipotoni dan hiporefleksi, gerakan
putar mata, berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan
fisiologis, hipotermi, tampak ikterus. Data lain yang mungkin ditemukan
adalah hipertermia, pernapasan mendengkur, bradipnea, atau apnea, kulit
lembab, pucat, pengisian kembali perifer lambat, hipotensi, dehidrasi,
sianosis. Gejala traktur gastrointestinal meliputi muntah, distensi
abdomen atau diare. Pada kulit terdapat ruam, petekie, pustule dengan
lesi atau herpes.Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah kadar
gula darah serum, bilirubin, protein aktif-C, imunoglobulin IgM, hasil
kultur cairan serebrospinal, darah, pus dari lesi, feses, dan urine. Juga
dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan
jumlah leukosit.
2. Diagnosa keperawatan
a. PK infeksi
b. Risiko infeksi
c. Risiko syok
d. Pola nafas tidak efektif
e. Hipertermia
f. Hipotermia
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Risiko Infeksi Setelah diberikan intervensi selama NIC Label : Kontrol infeksi NIC Label: kontrol infeksi
3x24 jam diharapkan tidak ada 1.Ganti peralatan per pasien saat 1. Penggunaan 1
infeksi pada pasien dengan kriteria melakukan perawatan kateter, IV, peralatan untuk 1 pasien untuk
hasil: dan tindakan lainnya meminimalkan penyebaran
NOC Label : Keparahan Infeksi 2. Mencuci tangan sebelum infeksi
1. Kemerahan (5) melakukan tindakan
2. Tindakan mencuci
2. Peningkatan sel darah putih 3. Pakai sarung tangan tangan dilakukan untuk
(4) sebelum melakukan tindakan meminiimalisir resiko infeksi
NOC label: kontrol resiko: proses injeksi maupun perawatan kateter dari pertugas kesehatan pada
infeksi 4. Jaga lingkungan yang pasien atau sebalknya
1. Mengenali faktor resiko aseptik 3. Perawatan kateter dan
individu terkait infeksi, 5. Pastikan penanganan injeksi merupakan tindakan
sering menunjukan (4) aseptik untuk semua saluran IV dimana perugas kesehatan
6. Tingkatkan intake nutrisi dapat terkena spesien cairan
yang tepat (NPO karena pasien
2. Mengidentifikasi resiko sedanng puasa untuk persiapan dari pasien sehingga perlu
nfeksi dalam aktivitas sehari- operasi, berikan ranitidine) menggunakan sarung tangan

hari, sering menunjukan (4) 7.Berikan terapi antibiotik 4. Lingkungan dapat


3. mengidentivikasi tanda dan (injeksi ATS untuk persiapan menjadi salah satu faktor
gejala infeksi, sering operasi, cefriaxone, dan penyebaran infeksi ke orang
menunjukan (4) gentamycin) lain

4. memonitor prilaku diri yang 8. Ajarkan pasien mengenali 5. Saluran jarum IV dan
berhubungan dengan prilaku tanda dan gejala infeksi area penusukan bersifat streril
infeksi, sering menunjukan 9. Pantau hasil lab pasien sehingga rentan terhadap
(4) infeksi
5. monitor faktor lingkungan 6. Nutrisi yang baik
yang berhubungan dengan dapat meningkatkan imunitas
infeksi, sering menunjukan tubuh
(4)
7. Terapi antibiotik
6. monitor masa inkubasi
diberikan untuk membuh
pennyakit infeksius, sering bakteri penyebab infeksi
menunjukan (4)
8. Timbulnya tanda dan
gejala infeksi harus segera
7. mempertahankan lingkungan dilaporkan pada petugas
yang bersih, sering kesehatan agar dapat segera

menunjukan (4) ditangani dan tidak


mengakibatkan komplikasi
8. mengembangkan stategi
efektif untuk mengontrol 9. Peningkatan leukosit
infeksi, sering menunjukan mengindikasikan terjadinya

(4) infeksi

9. menggunakan alat pelindung


diri, sering menunjukan (4)
10. mencuci tangan, sering
menunjukan (4)
11. memonitor perubahan status
kesehatan, sering
menunjukan (4)
DAFTAR PUSTAKA

Bataar O, Lundeg G, Tsenddorj G, Jochberger S, Grander W, Baelan I, et al.


Nationwide survey on resource availability for implementing current sepsis
guidelines in Mongolia. [Internet]. 2010 . Tersedi di: URL: http://
www.who.int/bulletin/ volumes/88/11/10-077073/en/.
Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
2001. Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for
severe sepsis. N Eng J Med.; 344 (10): 699-709.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
NursingInterventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions
andclassification 2018-2020. Jakarta: EGC
Irvan, I., Febyan, F., & Suparto, S. (2018). Sepsis dan tata laksana berdasar
guideline terbaru. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 10(1), 62-73.
Mehta Y, Kochar G.2017. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care.
TSS.; 1(1): 3-5
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC), Edisi 5. Philadelpia: Elsevier.
Nasronudi. 2011. Penyakit Infeksi Di Indonesia dan Solusi Kini Mendatang ed. 2.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al.
Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny
department management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006;
48(1): 28-50.
Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis pada neonatus (sepsis neonatal). Sari
Pediatri, 2(2), 96-102.
Putra, I. M. P. (2018). Pendekatan Sepsis dengan Skor SOFA. Cermin Dunia
Kedokteran, 45(8), 606-609
Shodikin, M. A. 2019. Sepsis Neonatorum.

Anda mungkin juga menyukai