Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
I. PENDAHULUAN
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) di tetapkan sebagai
hutan pendidikan konsevasi terpadu Universitas Lampung, pengelolaan pada
hutan pendidikan konservasi terpadu Universitas Lampung telah dibagi menjadi
tiga blok yaitu blok pemanfaatan, blok lindung dan blok pendidikan (berdasarkan
surat keputusan penetapan tata batas nomor : 408/kpts-II/1993 tanggal 10 agustus
1993). Herpetofauna merupakan salah satu keanekaragaman fauna yang terdapat
di tahura, herpetofauna merupakan kelompok binatang melata yang terdiri dari
anggota amfibi dan reptil dan memiliki beragam jenis dan warna yang dan bentuk
yang menarik, di dalam ekosistem herpetofauna berperan sebagai bagian
penyusun rantai makanan dan juga berperan sebagai bioindikator kerusakan
terhadap habitatnya (Yani dkk, 2015).
Herpetologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang reptil dan
amfibi. Persebaran kelompok studi ini masih sangat minim di Indonesia, hal ini
2
tidak lain karena adanya paradigma negatif oleh masyarakat terhadap hewan-
hewan ini, sangatlah penting bagi suatu kawasan memiliki data tentang
keanekaragaman fauna, karena masing–masing fauna herpetofauna merupakan
salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting
bagi kelangsungan proses ekologi karena merupakan agen bioindikator
perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian herpetofauna bisa menjadi
rentan terhadap kepunahan (Adhiaramanti dan Sukiya, 2016). Termasuk
herpetofauna memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan dan
keberlangsungan ekosistem kawasan,peranannya di alam antara lain, pengendali
hama (jenis-jenis pemakan tikus dan juga serangga) dan tentunya sebagai sumber
plasma nutfah (Muslim, 2018).
Menurut Abaire dan Warobai (2018), saat ini herpetofauna salah satunya reptil
mengalami penurunan populasi dalam skala global dan terdapat lima ancaman
yang mempengaruhi kepunahan reptil yaitu kehilangan habitat, degradasi,
introduksi, polusi lingkungan, penyakit, dan perubahan iklim global. Menurut
Leksono dkk, (2017), tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati
disebabkan ketidaktahuan masyarakat tentang arti penting keanekaragaman hayati
untuk kehidupan manusia. penelitian satwa liar di Indonesia salah satunya di
bidang herpetologi masih sangat terbatas (Noberio dkk, 2016). Kurangnya
informasi dan pemahaman masyarakat terhadap herpetofauna menyebabkan
potensinya belum tergali dengan baik. Hal ini yang mendorong untuk
dilakukannya penelitian dan diharapkan data keragaman herpetofauna dapat
digunakan sebagai upaya konservasi herpetofauna,di habitat alaminya.
Herpetofauna
Amfibi Reptil
Metode
Amfibi
1. Line Transect
2. VES
Blok pemanfaatan
Analisis Data
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2020, di Blok Pemanfaatan Hutan
Pendidikan Universitas Lampung Tahura Wan Abdul Rachman Kabupaten
Pesawaran. Lokasi pengamatan yang diteliti teridiri dari tiga tipe habitat yaitu
sungai, semak, dan hutan sekunder. Peta penelitian Hutan Pendidikan Universitas
Lampung Tahura Wan Abdur Rachman dapat dilihat pada Gambar 2.
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi headlamp dan baterai (alat
penerang survei malam), jam digital (pengukur waktu), tongkat kayu, binokuler,
dokumentasi berupa kamera, pH meter untuk mengukur pH air dan tanah,
thermohygro untuk mengukur suhu air, udara, dan kelembaban, GPS, serta
pencatatan berupa alat tulis dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah spesies
herpetofauna yang teramati di blok pemanfaatan Tahura Wan Abdul Rachman.
Data terkait jenis herpetofauna ini meliputi jenis, jumlah individu tiap jenis, waktu
saat ditemukan, perilaku dan posisi satwa dilingkungan habitatnya. Data terkait
habitat yang diambil berdasarkan checklist Heyer dkk (1994), meliputi tanggal
dan waktu pengambilan data, nama lokasi tempat ditemukan, tipe
habitat,ketinggian dan suhu udara lokasi.
2.4.2 Data sekunder
Data sekunder meliputi studi literatur yang mendukung penelitian ini untuk
mencari, mengumpulkan, dan menganalisis data penunjang berupa keadaan fisik
lokasi penelitian, vegetasi. Berbagai variabel data biologi, data fisik dan data
sosial.
Sedangkan untuk tipe habitat teresterial Hutan sekunder dan semak dibuat 2 jalur
dengan panjang 400 m dan lebar 10 meter (5 meter ke kiri dan kanan), peletakan
6
jalur terestrial ini sejajar dengan jalur akuatik dengan jarak 100 meter dengan
arah yang sama, pengamatan dilakukan disepanjang jalur Transek dengan melihat
obyek yang tampak baik diserasah, pohon, genangan air, dan lubang – lubang
pada pohon. Dan untuk habitat hutan sekunder dan semak dibuat plot ukuran
20×20 disetiap jarak 100 meter pada jalur transek untuk melihat jenis vegetasi
pohon yang terdapat pada habibat tersebut.
Nilai indeks kekayaan jenis yaitu jumlah total jenis dalam satu komunitas dihitung
menggunakan rumus Margalef sebagai berikut.
Rumus: Dmg = S-1
LnN
Keterangan :
Rumus: E = H’
InS
Keterangan:
Keterangan:
C= Jumlah spesies yang sama dan terdapat pada kedua tipe habitat
A= Jumlah spesiesyang dijumpai pada plot 1
B= Jumlah spesiesyang dijumpai pada plot 2
Tipe Habitat
Famili Spesies N
H1 H2 H3
Ranidae Bangkong Tuli (Limnonectes kuhlii) 22 0 0 22
Katak sawah (Fejervarya cancrivora) 8 0 0 8
Kongkang Racun (Odorrana hosii) 16 0 0 16
Agamidae Bunglon Surai (Bronchocela Jubata) 2 1 0 3
Bunglon Taman (Calotes versicolor ) 0 2 0 2
Scincidae Kadal Kebun (Eutropis multifasciata ) 9 13 11 33
Kadal Rumput (Takydromus
Lacertidae sexlineatus) 0 3 7 10
Rhacophoridae Katak Pohon Bergaris (Polypedates
3 0 0 3
leucomystax )
Kodok Buduk (Duttaphyrus
4 15 13 32
Bufonidae melanostictus)
Elapidae Ular Cobra (Naja sumatrana) 0 2 0 2
Colubridae Ular Pucuk (Ahaetulla prasina) 3 2 0 5
Ular Tambang (Dendrelaphis
caudolianeatus ) 2 0 0 2
Jumlah Total 12 Jenis 69 38 31 138
Keterangan :
H1 = Tipe habitat sungai
H2 = Tipe habitat hutan sekunder
H3 = Tipe habitat Semak
N = Jumlah Individu spesies
Menurut Muslim (2017) bahwa keberadaan air adalah faktor utama pembentuk
suatu ekosistem dan awal dari kehidupan suatu suksesi terutama terkait dengan
kehadiran dan keanekaragaman herpetofauna. Tiap wilayah dan tipe habitat
menunjukkan kekhasan dalam menampilkan keanekaragaman hayatinya baik flora
maupun fauna (Suwarso, 2019). Peta perjumpaan kenakeragaman herpetofauna
pada tiga tipe habitat bisa dilihat pada Gambar 3.
9
Gambar 3. Peta perjumpaan herpetofauna di Blok Pemanfaatan Hutan Pendidikan
Konservasi Terpadu Taman Hutan Raya Wan Abdul Racman
Indeks kekayaan herprtofaunan pada tiga tipe habitat didapat hasil paling besar
didapt pada habitat sungai yakni 1.89 kategori sedang, habitat hutan sekunder 1.65
kategori sedang dan paling kecil pada habitat semak yakni 0.58 dengan kategori
rendah, pada habitat semak kekeyaan jenis rendah dikarenakan hanya terdapat 3
jenis hepetofauna yang menyebabkan rendahnya tingkat kekayaan jenis.
10
3.2.3. Indeks Kemerataan Jenis
Pada tiga tipe habitat berbeda pada lokasi penelitian didapatkan beberapa jenis
yang sama pada masing masing habitat, dan untuk mengetahui tingkat kesamaan
jenis diperlukan perhutingan dengan rumus kesemaan eveness yakni membanding
dua tipe habitat dari tiga tipe habitat yang ada lalu ditemukan hasil kesamaan pada
lokasi penetian yang bisa dilihat pada Tabel 3
Untuk nilai indeks kekayaan jenis lebih dari 3,5 tergolong tinggi, sedangkan 1,5 -
3,5 digolongkan sedang dan tergolong rendah dengan nilai Indeks kurang dari 1,5.
(Odum 1993). Total indeks kekayaan (dmg) pada hasil penelitian didapat dengan
nilai 2,23 dengan kategori kekayaan sedang. Nilai indeks kemerataan spesies
dapat menggambarkan kestabilan suatu komunitas. Pada lokasi pengamatan nilai
indeksnya 0,82, berarti komunitas stabil. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak
ada dominansi satu spesies yang memiliki jumlah individu lebih banyak
dibandingkan individu lainnya (Sardi, 2014). Semakin rata persebaran satwa pada
suatu area tertentu menunjukkan semakin bagus kondisi lingkungan di area
tersebut sehingga dapat mendukung kelangsungan hidup satwa di dalamnya
(Lestari dkk., 2018). Menurut Drayer dan Richter (2016) keberadaan jenis yang
mendominansi mengakibatkan indeks kemerataan jenis menjadi semakin rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan juga besaran persentase peluang
perjumpaan herpetofauna diseluruh tipe habitat yang bisa dilihat pada Gambar 11.
12
Pada hasil perjumpaan famili ranidae yang terdiri dari tiga jenis hapir semua
ditemukan pada tipe habitat sungai, berdasarkan hasil tersebut bahwa famili
ranidae memliki habitat yang berdekatan dengan sumber air. Menurut Kusrini
(2008), genus Rana adalah herpetofauna yang hidup dekat dengan perairan tawar.
Tanpa keberadaan sumber air tawar beberapa jenis Rana tidak mampu bertahan
hidup, dan persentase perjumpaan terkecil iyalah pada family colubridae sebesar
4 %, rhacophoridae 2% dan elapidae 1 %. Unuk family colubridae terdiri dari 2
jenis yaitu ular pucuk (Ahaetulla prasina) dan ular tambang (Dendrelaphis
caudolianeatus ) dengan jumlah induvidu 7, family Rachophoridae hanya satu
jenis yakni katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax ) dengan jumlah
induvidu 3 dan famili elapidae terdapat satu jenis yaitu ular kobra (Naja
sumatrana) dengan jumlah induvidu 2. Pada saat pengamatan didapatkan juga
posisi dan prilaku herpetofauna pada saat dilapangan Posisi dan prilaku
herpetofauna pada di saat ditemukan di blok pemanfaatan konservasi terpadu
Tahura Wan Abul Racman bisa dilihat pada Tabel 5.
Umumnya spesies Anura yang dijumpai dalam penelitian ini adalah spesies-
spesies yang membutuhkan air. Sebagai contoh Bangkong Tuli (Limnonectes kuhlii)
Katak sawah (Fejervarya cancrivora) dan Kongkang racun (Odorrana hosii) sering
dijumpai di bebatuan pada aliran air, dan. spesies katak akuatik ini sangat
membutuhkan perairan untuk melarikan diri jika terganggu,dan Bangkong tuli
(Limnonectes kuhlii) spesies tersebut biasanya segera melompat, atau menyelam ke
dalam air, jika ada manusia mendekati lokasi mereka (Nasir dkk., 2013).
Kelompok reptil secara umum tidak selalu berasosiasi dengan air, sedangkan
untuk kelompok amfibi sebagian besar ditemukan sangat dekat dengan air. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua kelompok herpetofauna ini memiliki batasan
lingkungan yang berbeda (Budiono. 2016)
Hutan
No Jenis Pohon Nama Ilmiah Famili Semak N
Sekunder
1 Kakao Theobroma Malvacea 7 6 13
2 Duren Durio zibethinus Malvacea 0 5 5
3 Aren Arenga pinnata Arecaceae 0 5 5
4 Pinang Areca Catchu Arecaceae 6 6 12
5 Alpukat Persea americana Lauraceae 5 6 11
6 Kenanga Cananga odorata Annonaceae 0 5 5
Antocepalus
7 Jabon Rubiaceae 0 5 5
cadamba
18 38 56
Berdasarkan hasil pada Tabel 6 diketahui bahwa habitat hutan sekunder memliki
jumlah jenis pohon dan induvidu tertinggi dengan total induvidu 38 pohon yang
terdiri dari 7 jenis pohon (kakao, pinang, duren, aren, alpukat pinang dan
kenanga). Sedangkan pada habitat semak memliki jumlah induvidu dan jenis
pohon terendah dengan total induvidu sebanyak 18 pohon dari 3 jenis pohon
(Pinang, alpukat dan kakao).
Tabel 7. Keadaan suhu, kelembapan, ketinggian, Ph tanah dan Ph air pada saat
pengamatan
Variabel
Tipe
No Suhu Kelembapan Ph Ph
habitat Ketinggian
Malam Pagi Malam Pagi tanah air
4.1 SIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Abaire, T dan Warobai, W.S. 2018. Deskripsi morfologi jenis ular dan katak pada
kawasan hutan di pulau mansinam. Jurnal Kehutanan Papuasia. Vol. 4(1):
57-64.
Adhiaramanti, T.dan Sukiya. 2016. Keanekaragaman anggota ordo anura di
lingkungan universitas negeri yogyakarta. J. Biologi. Vol. 15(6): 1-11.
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwaliar (Jilid I). Buku. Pusat Antar
Universitas (PAU) Ilmu Hayat. IPB. Bogor.
Ario A. 2010. Mengenal satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Conservation International Indonesia, Jakarta.
Arista, A., Winarno, G. Ddan Hilmanto, R. 2017. Keanekaragaman jenis amfibi
untuk mendukung megiatan ekowisata di desa brajaharjo sari kabupaten
lampung timur. Journal Biosfera.Vol. 34 (3): 103-109.
Ariza, Y. S., Dewi, B. S dan Darmawan, A. 2014.Keanekaragaman Jenis Amfibi
(Ordo Anura) Pada Beberapa Tipe Habitat Di Youth Camp Desa Hurun
Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari.
Vol. 2(2): 21-30.
Berry. 1975. The Amphibian Fauna of Peninsular Malaysia. Buku. Kuala
Lumpur: Tropical Pr.
Brower, J. E dan Zar,J. H. 1977. Field and Laboratory Methods for General
Ecoogy. Buku. Brown Co Publisher. Iowa. 254 hlm.
Budiono, E. 2016. Keanekaragaman Jenis Herpetofauna Pada Areal
Pertambakan Intensif Di Provinsi Lampung Dan Sumatera Selatan.
Skripsi. Universitas Lampung.
Darmawan B. 2008. Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat;
StudiKasus di Eks-HPH PT. Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo,
Provinsi Jambi. Skripsi. Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
17
Drayer ,A.N dan Richter, S.C. 2016. Physical wetland characteristics influence
amphibian community composition in constructed wetlands. Ecological
Engineering.Vol. 93(1): 166–174.
Findua, A. W., Harianto, S. P., dan Nurcahyani, N. 2016. Keanekaragaman Reptil
Di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir Barat (Studi Kasus Plot
Permanen Universitas Lampung. Jurnal Sylva Lestari. Vol.4(1): 51-60.
Heyer, W. R., Donnelly, M. A., Diarmid, M. C., Haek, L. C dan Foster, M. S.
1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard
Methodsfor Amfibians. Buku. Smithsonia Institution Press. Washington.
152 hlm.
Holvort VB. 1981. A study on population in the rural ecosystem of West Java,
Indonesia. A semi quantitative approach report. Nations Department
Agricultural University Wageningen. Belanda.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. PT Bumi Aksara. Jakarta. 210 hlm.
Irwanto, R., Lingga, R., Pratama, R dan Ifafah, A,S. 2019. Indentifikasi jenis-jenis
herpetofauna di taman wisata alam gunung permisan Bangka selatan,
provinsi kepulauan Bangka Belitung. Journal of Science Education. Vol.
3(2): 106-113.
Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali. Seri Panduan Lapangan. Puslitbang
LIPI. Bogor.
Jeffries MJ. 1997. Biodiversity and conservation. Routledge. London. Hlm. 43.
Kurniati, H. 2013. Vocalization of Microhyla achatina Tschudi, 1838 (Anura:
Micohylidae) from The Foot Hills of Mount Salak, West Java. Jurnal
Biologi Indonesia. Vol. 9(2): 301-310.
Kusrini, M.D. 2008. Pedoman Penelitian Dan Survey Amfibi Di Alam. Buku.
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Kusrini, M.D. 2006. Panduan Penelitian Amfibi di Lapangan. Konservasi Sumber
Daya Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kwatrina, R.T., Santosa, Ydan Maulana, P. 2019. Keanekaragaman spesies
herpetofauna pada berbagai tipe tutupan lahan di lansekap perkebunan
sawit: studi kasus di PT. BLP Central Borneo. Journal of Natural
Resources and Environmental Management. Vol. 9(2): 304-313.
Leksono, S.M. dan Firdaus, N. 2018. Pemanfaatan Keanekaragaman Amfibi
(Ordo Anura) di Kawasan Cagar Alam Rawa Danau Serang Banten
Sebagai Material Edu-Ekowisata. Proceeding Biology Education
Conference. Vol. 14(1): 75-78.
Lestari, V. C., Tatang, S. E., Melanie, Hikkat, K., dan W. Hewmawan. 2018.
Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu Familia Nymphalidae dan Pieridae di
Kawasan Cirengganis dan Padang Rumput Cikamal Cagar Alam
Pananjung Pangandaran. Jurnal Agrikultura. Vol. 29(1): 1-8.
Manly, B.F.J,. McDonald, L.L., Thomas DL., McDonald, T.L and Erickson, W.P.
2002. Resource selection by animals: statistical design and analysis for
field studies. 2nd ed. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic
Publishers.
18
Muslim T. 2017. Herpetofauna community establishment on the micro habitat as a
result of land mines fragmentation in East Kalimantan, Indonesia. J.
Biodiversitas. Vol 18(2): 709-714.
Muslim, T., Rayadin, D dan Suhadirman, A. 2018. Prefrensi habitat berdasarkan
distribusi spasial herpetofauna di kawasan pertambangan batubara PT
singlurus pratama Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor. Vol. 31(1): 175-190.
Nasir, M.D., Priyono, A dan Kusrini, MD. 2013. Keanekaragaman Amfibi (Ordo
Anura) di Sungai Ciapus Leutik, Bogor, Jawa Barat. Prosiding Seminar
Hasil Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan. Institut Pertanian
Bogor.
Noberio,D., Setiawan, A., Setiawan, D. 2016. Inventory of herpetofauna in
regional germplasm preservation in pulp and Paper industry ogan
komering ilir regency south sumatra. Biological Research Journal E-ISSN.
Vol 1(1): 24-56.
Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Tjahyono Samingan,
M.Sc. Buku. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 667 hlm.
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Buku. Saunders.Philadelphia. 349
hlm.
Pujaningsih, R.I. 2007. Seri Budidaya Kodok Lembu. Kanisius. Yogyakarta. 26
Qurniawan T..F., dan Eprilurahman R. 2013. Keragaman Jenis Amfibi Dan Reptil
Gumuk Pasir, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Zoo
Indonesia. Vol. 22(2): 9-16.
Rahayuningsih, M. dan Abdullah. 2012. Persebaran dan keanekaragaman
herpetofauna dalam mendukung konservasi keanekaragaman hayati di
Kampus Sekaran Universitas Negeri Semarang. Indonesian Journal of
Conservation. Vol 1(1): 1-10.
Saputra, R., Yanti, A. H., dan Setyawati, T. R. 2016. Inventarisasi Jenis-jenis
Amfibi (Ordo Anura) Di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang
Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas. Jurnal Protobiont. Vol. 5(3): 34-
40.
Setiawan, D., Yustian, I., Prasetyo, C. Y. 2016. Studi Pendahuluan: Inventarisasi
Amfibi di Kawasan Hutan Lindung Bukit Cogong II. Jurnal Penelitian
Sains. Vol. 18(2): 1-4.
Setiawan, W., Prihatini, W dan widiarti, S. 2019. Keberagaman spesies dan
persebaran fauna anura di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga
Warna. Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup. Vol. 19(2): 73-
79.
Siahaan. K,. Dewi, B.S dan Darmawan, A. 2019. Keanekaragaman amfibi ordo
anura di Blok Perlindungan dan Blok Pemanfaatan Hutan Pendidikan
Konservasi Terpadu, Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Jurnal
Sylva Lestari. Vol. 7(3): 370-378.
Subeno. 2018. Distribusi dan keanekaragaman herpetofauna di hulu sungai
gunung sindoro jawa tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol 12(1): 40-51.
Suwarso, E.; Paulus, D R dan Widanirmala, M. 2019. Kajian database
keanekaragaman hayati kota semarang. Jurnal Riptek. Vol. 13 (1) 79-91.
19
Van Hoeve UWBV. 2003. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna : Reptilia dan
Amfibi. PT Ikrar Mandiri abadi. Jakarta
Wahyudi, A., Harianto, S.P dan Darmawan, A. 2014. Keanekaragaman jenis pohon di
Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman. . Jurnal
Sylva Lestari. Vol. 2 No. 3: 1-10.
Wanda, I. F., Novarino, W dan Tjong, D.H . 2012. Jenis-Jenis Anura (Amphibia)
Di Hutan Harapan, Jambi. Jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol. 1(2) :
99-107.
Yani., Ahmad., Said, S dan Erianto. 2015. Keanekaragaman jenis amfibi ordo
anura di kawasan sengah temelia kabupaten landak kalimantan barat.
Jurnal Hutan Lestari. 3(2): 15-20.
Yudha, D. S., Eprilurahman, R., Muhtianda, I. A., Ekarini, D. F dan Ningsih, O.
C. 2016. Keanekaragaman spesies amfibi dan reptil di kawasan suaka
marga satwa sermo daerah Istimewa Yogyakarta. J.MIPA. Vol. 38(1): 7-
12.
Yudha, D.S,. Eprilurahman, R,. Sukma, A.M dan Setyaningrum, S.M. 2017.
Keanekaragaman Jenis Katak dan Kodok (Amphibia: Anura) di Sungai
Gadjah Wong, Daerah Istimewa Yogyakarta. J. Biota Vol. 2 (2): 53−61