Anda di halaman 1dari 8

PSIKOLOGI SDM DALAM INDUSTRI DAN

ORGANISASI

DISUSUN OLEH :
REZA BHAKTI UTAMA (21220177)
Teori-Teori
Pengertian Psikologi Industri dan Organisasi Psikologi Industri dan organisasi
merupakan penerapan ilmu psikologi dalam bidang pekerjaan. Istilah Psikologi
Industri dan Organisasi memiliki arti dari Industrial and Organizational
Psychology. Lebih luas, industri juga mencakup makna pengertian mengenai
perusahaan (Munandar, 2014). Psikologi Industri dan Organisasi adalah suatu
studi ilmiah tentang perilaku, kognisi, emosi, dan motivasi serta proses mental
manusia yang ada dalam industri/organisasi yang berorientasi pada sistem
kegiatan yang terkoordinasi dari suatu kelompok orang yang bekerja secara
kooperatif untuk mencapai tujuan yang sama dibawah otoritas dan
kepemimpinan tertentu (Wijono, 2010). Menurut Muchinsky (1993; Marliani,
2015), psikologi industri dan organisasi adalah studi tentang hubungan antara
manusia dan dunia kerja, yang mencakup penelitian pada manusia tentang
tujuan individu bekerja, orang-orang yang ditemuinya, dan pekerjaan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara menurut Naylor (1986;
Marliani, 2015) psikologi industri organisasi adalah penerapan yang sederhana
atau pendalaman dari fakta dan prinsip psikologis yang berkaitan dengan
manusia dalam lingkup bisnis dan industri. Dari pemahaman terkait uraian-
uraian yang telah dijabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi industri
dan organisasi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
dunia kerja dimana manusia memiliki peran sebagai pekerja, baik itu secara
individual atau kelompok.
A. Psikologi industri dan Organisasi Mempelajari Perilaku Manusia
Psikologi Industri dan Organisasi Mempelajari Perilaku Manusia Terapan ilmu
psikologi industri dan organisasi berarti mempelajari perilaku manusia dalam
lingkup industri atau organisasi atau perusahaan. Perilaku manusia merupakan
semua perilaku yang dilakukan oleh manusia, baik yang secara langsung
maupun tidak langsung. Perilaku secara langsung yakni perilaku yang dapat
diamati, seperti membaca, memasak, berkomunikasi, mengetik dan sebagainya.
Sedangkan perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung, seperti berfikir,
keinginan, perasaan dan sebagainya (Munandar, 2014). Manusia merupakan
salah satu komponen dalam suatu organisasi yang sangat penting dan
penggerak organisasi. Perilaku manusia merupakan hasil instruksi antar-individu
dengan lingkungannya (Triatna, 2015). Berbeda dengan perilaku, “ilmu” hanya
melihat dari sisi faktafakta yang dapat diamati, dilihat, didengar, diraba, diukur
dan dilaporkan. Hal ini menjadikan psikolog memusatkan perhatiannya pada
perilaku “terbuka”, yang dapat secara langsung diamati, untuk memahami dan
menganalisis penampilan individu (Munandar, 2014). Pengamatan terhadap
perilaku bekerja dapat mencerminkan pemikirannya dalam bekerja. Manusia
adalah makhluk sosial maka kita perlu mengadakan interaksi dengan orang lain
supaya dapat mengetahui karakteristik orang-orang yang ada dalam organisasi
tersebut. Kita dapat mewujudkan karakteristik kita ke dalam suatu organisasi
yang berupa tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam sebuah organisasi.
Dalam hal ini kita dapat mewujudkan dengan mengungkapkan pendapat kita
dalam sebuah program organisasi. Dengan adanya interaksi antara karakteristik
individu dan 3 organisasi maka terwujudlah perilaku dalam organisasi (Triatna,
2015). Individu yang merasakan emosi tertentu mengungkapkannya melalui
ekspresi wajahnya, bahasa tubuh, perilakunya ataupun penyampaian secara
verbal. Demikian halnya dengan karyawan yang melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan keinginannya maka akan menunjukkan berbagai macam perilaku
yang menyenangkan dalam melaksanakannya (Munandar, 2014). Psikologi
industri dan organisasi mengakibatkan adanya pengamatan dan penilaian
terhadap perilaku yang individu yang dilakukan dilingkungan pekerjaan dimana
perilaku yang ada merupakan perilaku yang dapat diamati secara langsung dan
perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung.
B. Perilaku Manusia Dipelajari Dalam Perannya Sebagai Pekerja dan Konsumen
Perilaku manusia dipelajari dalam perannya sebagai pekerja dan sebagai
Konsumen Dalam lingkungan kerja perilaku manusia dipelajari dalam hal
pelaksanaan tugas pekerjaannya, interaksinya (hubungan timbalbalik dan saling
mempengaruhi) dengan pekerjaannya, dengan lingkungan kerja fisiknya, dan
dengan lingkungan sosialnya di pekerjaan. Jika sebagai tenaga kerja manusia
menjadi anggota organisasi industrinya, maka sebagai konsumen manusia
menjadi pengguna (user) dari produk atau jasa dari organisasi perusahaan.
Kebiasaan membeli dan proses pengambilan keputusan untuk membeli inilah
yang dipelajari dalam perilaku konsumen (Munandar, 2014). Seseorang akan
membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang dilihatnya pada cermin
dirinya. Produk yang digunakan seseorang, misalnya pakaian, perhiasan,
aksesoris, furniture, mobil, dan lain-lain akan mempengaruhi persepsi orang,
lain terhadap dirinya. Produk yang digunakan atau dikonsumsi oleh seseorang
sering dipakai untuk menggaambarkan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang
tersebut. Dengan kata lain, bahwa identitas seseorang ditunjukkan oleh produk
yang digunakannya (Solomon, 2007; Sumarwan, 2015).
C. Psikologi Industri Untuk Meningkatkan Kualitas SDM

Sebuah perusahaan tentu saja sangan menginginkan dan membutuhkan SDM


yang berkualitas. Dalam arti, SDM tersebut mampu untuk bekerja dengan baik,
loyalitasnya tinggi, keahliannya bagus, bersifat kompetitif, karyawan siap pakai,
dan lain sebagainya.

Sebuah perusahaan berani menggaji besar karyawan seperti itu karena secara
kasat mata dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Namun, jika
karyawan di sebuah perusahaan hanya masuk kriteria biasa-biasa saja perlu
membutuhkan bimbingan dari bagian SDM untuk menjadi lebih berkualitas. Lalu
bagaimana caranya?

Pertama, melakukan bimbingan konseling secara berkala. Sebuah perusahaan


menangah ke atas pasti memiliki tim di bagian SDM yang bertugas untuk
melakukan bimbingan konseling seperti itu. Sasarannya secara umum adalah
seluruh karyawan tanpa terkecuali.

Namun, lebih spesifiknya, yaitu karyawan yang perlu dibimbing karena


kinerjanya stagnan atau malah cenderung menurun. Mereka dibimbing dengan
tujuan agar dapat meningkatkan kinerjanya lagi agar lebih tinggi etos kerjanya.
Dengan begitu, kualitas dalam melakukan sebuah pekerjaan tertentu dapat
lebih baik hasilnya.

Kedua, strategi psikologi. Sebuah cara atau strategi untuk meningkatkan kinerja
seorang karyawan agar lebih maju dan berkembang. Salah satu caranya, yaitu
dengan mengiming-imingi dengan kenaikan gaji, melakukan promosi,
pengangkatan jabatan, dan lain sebagainya.

Cara seperti itu cukup efektif untuk membuat para karyawan di sebuah
perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. Namun demikian, janji yang sudah
diberikan oleh jajaran manajemen harus ditepati dan jangan hanya omong
kosong belaka.

Jika janjji tersebut tidak ditepati, tidak menutup kemungkinan para karyawan
akan kembali menurunkan kinerjanya atau malahan menurun etos kerjanya
karena merasa kecewa. Hal seperti itu sudah wajar dilakukan di sebuah
perusahaan dan bagian tugas dari bidang SDM.
Ketiga, menjalankan reward and punishment. Sebuah perusahaan besar pasti
akan memberikan bonus kepada karyawannya yang berprestasi. Pasalnya,
karyawan tersebut secara langsung atau tidak telah membantu perusahaan
untuk maju dan berkembang. Bonus dapat berupa uang, barang, atau liburan.

Itulah yang dimaksud reward. Sementara itu, perusahaan juga dapat


memberikan sanksi atau hukuman kepada karyawannya yang secara sengaja
dan terang-terangan telah melanggar aturan di dalam perusahaan. Sanksi
diberikan dari yang tingkat rendah, seperti teguran atau skorsing hingga yang
tertinggi, yaitu pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK). Itulah yang
dimaksud punishment.

Dengan cara inilah, sebuah kinerja dari karyawan perusahaan dapat


ditingkatkan. Mereka akan termotivasi dengan sendirinya setelah penerapan
reward and punishment ini.

Motivasi untuk meningkatkan etos kerja


Sebuah motivasi yang diutarakan oleh seseorang yang terpandang di sebuah
perusahaan, semidal jajaran manajemen sangat dibutuhkan oleh semua
karyawan. Mereka bisa memaknai motivasi tersebut untuk malakukan
instropeksi pada diri masing-masing.

STUDI KASUS
Perampingan Karyawan Telkom Indonesia

Perampingan karyawan akan dilakukan oleh PT.Telekomunikasi Indonesia Tbk


(Telkom). Sekitar 1.156 karyawan PT. Telkom akan pensiun dini pada tahun 2009.
PT. Telkom menyediakan dana sebesar Rp750 miliar untuk  pelaksanaan
program ini.
Menurut Vice President Public and Marketing Communication Telkom 
Eddy Kurnia, program pensiun dini dilakukan agar perusahaan lebih lincah berge
rak menghadapi kompetisi yang semakin ketat. Perusahaan  juga memberikan
kesempatan pada karyawan untuk mengembangkan potensi diri
diluar perusahaan. Secara lugas, Eddy mengatakan Telkom harus melakukan
efisiensi dan efektivitas operasionalnya agar mampu bersaing.Edi mengatakan
bahwa program ini ditawarkan secara sukarela kepada karyawan. Selain itu, Edi
mengatakan bahwa dana itu (Rp750 miliar) untuk membayar kompensasi
karyawan yang mengambil program pensiun dini. Rencananya,  program 
pensiun  dini akan dilakukan lagi dan berlanjuthingga tahun 2011. Saat ini,
jumlah karyawan PT. Telkom yang tersebar diseluruh Indonesia sekitar 25.000
orang. Selain rencana pensiun dini ini, pensiun reguler pada tahun ini akan
mempensiunkan karyawan yang telah memasuki masa pensiun sebanyak 700
orang.
Menurutnya, tidak sedikit karyawan yang umurnya sudah mendekatimasa
pensiun ikut mengambil pensiun dini.

URAIAN STUDI KASUS


Kasus ini membahas mengenai keputusan yang dilakukan oleh PT. TELKOM
Indonesia yang akan melakukan perampingan terhadap sejumlah karyawannya.
Perampingan tersebut berupa pelaksanaan pensiun dini, hal tersebut dilakukan
agar perusahaan dapat dengan lincah bergerak untuk ikut berkompetisi dengan
perusahaan lainnya.
Tindakan yang dilakukan PT.Telkom tersebut dapat berdampak psikologois
terhadap para karuawan yang mengalami pensiun dini. Dampak tersebut seperti
halnya menurunnya tingkat motivasi kerja mereka. Dikarenakan mereka tidak
lagi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara maksimal, seperti halnya
kebutuhan hierarki dasar menurut teori Masslow, yang terdiri dari kebutuhan
fisiologis, kemanann, sosial, prestasi dan aktualisasi diri. Dari kelima kebutuhan
tersebut memiliki pengaruh terhadap dampak psikologis yang dialami karyawan
telkom tersebut ialah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan akan pangan
sandang dan papan yang tidak lain merupakan kebutuhan dasar bagi manusia
(Hasibuan, 2001).
Kasus ini juga membuat para karyawan menjadi terserang stres, berdasarkan
permasalahan ini stres yang dimaksud berkenaan dengan pengertian dari hans
seyle (1976) yang menyatakan bahwa stress merupakan situasi dimana suatu
tuntutan yang sifatnya tidak spesifik dan mengharuskan seseorang memberikan
respon atau mengambil tindakan. Jadi, para karyawan mengalami tuntutan
untuk menerima keputusna pensiun dini akibat situasi perusahaan yang ingin
berkembang, dampak negatif dari hal tersebut dialami oleh para karyawan.
Disisi lain bagi para karyawan yang diberi kesempatan mengembangkan potensi
diri berarti mereka telah memperoleh motivasi dalam hal peningkatan kinerja
yang dilakukan oleh perusahaan. Sejumlah faktor-faktor yang mengenai hal
tersebut diantaranya adalah mengenai kecepatan, kualitas, nilai dan layanan
(Furtwengler, 2003). Tujuan dari adanya kesempatan mengembangkan potensi
diri bagi para karyawan yang masih produktif ialah untuk saling memotivasi diri
agar dapat berkerjasama secara produktif untuk mencapai serta mewujudkan
suatu tujuan yang telah ditentukan yakni dapat berkompetisi dengan
perusahaan lain (Haibuan, 2001).
Tindakan solusi terhadap permaslahan ini adalah dengan  memberikan
kesempatan bagi para karyawan tersebut untuk dapat tetap mengabdi kepada
perusahaan. Memberikan motivasi ekstrensik yakni berupa suatu kondisi yang
mengahruskan melaksanakan pekerjaan secara maksimal (sesuai dengan
tingkat produktivitas mereka) sehingga mereka dapat tetepa memberi pengaruh
terhadap perekembangan perusahaan (Hasibuan, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Abumandil, M., and Hassan, S. (2016). Information Quality and Decision-making
Effectiveness: A Study of Banks in Palestine. International Review of Management and
Marketing. Vol. 6(S7) 127-132.
Andrews & Kacmar. (2001). The Relationship of Organizational Politic and Support to work
Behaviors, Attitudes and Stress. Journal of Organizational Behavior. 18, 159 – 180
APA. (2017). Ethical Principles of Psychologist and Code of Conduct.
https://www.apa.org/ethics/code/
Ardana, I.K., Mujiati, N.W., dan Utama, I. W. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta:Graha Ilmu.
Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Baliartati. (2016). Pengaruh Organizational Support terhadap Job Satisfaction Tenaga
Edukatip tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti. Jurnal Manajemen dan
Pemasaran Jasa. Vol. 9 No. 1.
Bangun, W. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Erlangga
Bruhl, R., Basel., J.S., and Kury, M.F. (2018). Communication after an integrity-based trust
violation: How organizational account giving affects trust. European Management Journal.
Volume 36 pages 161-170.
Budiardjo, M. (2003). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Chai, S.C, et al. (2017). Work motivation among occupational therapy graduates in
Malaysia. Hong kong journal of occupational therapy. Volume 30, pages 42-48.

Anda mungkin juga menyukai