Anda di halaman 1dari 14

REFERAT KEPANITERAAN ORAL MEDICINE

ASESMEN DAN TEMUAN ORAL PADA LANSIA

Nama : Nabila Apriyan Putra A


NIM : 19/453665/KG/11906
Angkatan : 66

DEPARTEMEN ORAL MEDICINE


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
PENDAHULUAN

Lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas. Pasien geriatri merupakan pasien lanjut usia dengan multi penyakit
dan/atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan
lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan
multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin (Permenkes, 2014). Pasien geriatri atau
lansia merupakan salah satu golongan dari populasi manusia yang dapat dikategorikan
khusus karena memiliki kondisi kesehatan serta penyakit yang spesifik sehingga perlu
pendekatan dan manajemen yang berbeda khususnya dalam perawatan dental. Hal ini
terkait dengan perubahan kondisi rongga mulut seiring adanya penurunan fungsi organ,
penyakit komplikasi, atau pengobatan yang diterima.
Kesehatan gigi dan mulut pada lansia perlu mendapatkan perhatian, hal tersebut
dikaitkan dengan penurunan fungsi dan produktifitas lansia serta penyakit sistemik yang
menyertai. Proses penuaan adalah peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami oleh
setiap individu. Perubahan terjadi dari berbagai aspek fisik, mental dan sosial (Abikusno,
2013). Hal ini merupakan bagian dari proses penuaan yang merupakan fenomena biologis
yang tidak terhindarkan. Kelainan atau penyakit sistemik baik diikuti atau tidak diikuti
terapi obat-obatan dapat berpengaruh terhadap kesehatan oral dan meningkatkan risiko
terjadinya kelainan dental atau jaringan lunak rongga mulut lainnya. Berdasarkan data
WHO, permasalahan rongga mulut yang sering dialami oleh pasien lansia adalah karies,
penyakit periodontal, edentulous, xerostomia, dan kanker mulut (Gil-Montoya dkk.,
2015).
Perubahan Rongga Mulut pada Pasien Lansia
1. Perubahan Mukosa Oral
Mukosa oral didukung oleh lapisal epitelium dan jaringan ikat. Seiring proses
penuaan, siklus turn over berjalan tidak maksimal, membuat lapisan epitel semakin
tipis. Kemampuan jaringan menahan air serta berkurangnya jumlah kolagen yang
mendukung jaringan ikat membuat mukosa oral berkurang elastisitasnya (Razak
dkk., 2014). Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mulai
mengalami penipisan, berkurangnya keratinasi, berkurangnya kapiler dan suplai
darah serta penebalan serabut kolagen pada lamina propia. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan secara klinis pada mukosa dan dapat menyebabkan
penurunan senstivitas mukosa rongga mulut terhadap iritasi (Asih dkk., 2014). Hal
tersebut mengakibatkan beberapa perubahan mukosa pada lansia diantaranya yaitu
lidah tampak rata karena penipisan epitel dan depapilasi, mukosa kehilangan tekstur
stippling, serta mudah terjadi ulkus maupun lesi prekanker (Razak dkk., 2014).
Kelainan mukosa rongga mulut yang terbanyak ditemukan adalah fissured tongue
dan coated tongue (Asih dkk., 2014).
2. Kerusakan Gigi Geligi
Pada beberapa lansia, fungsi kelenjar saliva berkurang, menyebabkan turunnya laju
saliva sehingga kemampuan self-cleansing berkurang sehingga meningkatkan risiko
karies. Penyakit sistemik seperti diabetes meningkatkan risiko infeksi pada gigi dan
jaringan pendukungnya (Huttner dan Machado, 2009). Sehingga karies gigi menjadi
masalah gigi paling umum pada lansia. Selain itu, periodontitis juga sering menjadi
masalah pada lansia. Salah satu penyebab periodontitis ialah usia karena seiring
bertambahnya usia maka akan semakin banyak kelainan/ penyakit yang timbul.
Sehingga hal ini menyebabkan gigi pada lansia rentan terjadi kegoyahan. Perawatan
pada lansia terutama karies gigi dan gigi goyah rata-rata dilakukan pencabutan
sehingga menimbulkan masalah baru yakni banyaknya lansia yang kehilangan gigi
atau edentulous (Rosidah dkk., 2020).
3. Perubahan Jaringan Periodontal
Penurunan respon sel pertahanan membuat proses penyembuhan kelainan jaringan
periodontal menjadi tidak maksimal. Penyakit sistemik seperti diabetes juga dapat
mempengaruhi integritas jaringan periodontal begitu pula dengan beberapa obat-
obatan seperti obat hipertensi golongan ACE inhibitor. Beberapa masalah yang
ditemukan pada lansia berkaitan jaringan periodontal diantaranya gusi tidak stippling
dan papilla interdental tumpul, tulang alveolar turun, gigi goyah karena ligament
periodontal tidak adekuat, serta Drug Induced Gingival Enlargement (Huttner dan
Machado, 2009).
4. Fungsi Kelenjar Saliva
Seiring proses penuaan, epitelisasi pada sel-sel acinar yang melapisi tubulus kelenjar
saliva melambat, menyebabkan turunnya curah saliva dan laju saliva. Polimedikasi
yang biasa diterima pasien lansia, terutama dari golongan antihipertensi, antidepresi,
dan antipsikotik juga mempengaruhi laju saliva. Masalah yang sering dialami oleh
lansia berkaitan dengan kelenjar saliva yaitu Xerostomia dan hyposalivasi (Ristevska
dkk., 2015). Xerostomia disebabkan karena terjadinya atropi pada kelenjar saliva
yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan
meningkatnya usia, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana
parenkim kelenjar akan hilang dan digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak.
Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva (hyposalivas). Hal ini
dikarenakan dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin
menurun (degenerasi organ) baik karena faktor alamiah maupun penyakit (Tawas
dkk., 2018).
5. Protesa
Penggunaan protesa pada lansia memiliki tujuan untuk mengembalikan fungsi
estetik, fungsi mastikasi, fungsi fonetik, dan fungsi melindungi jaringan di
bawahnya. Akan tetapi penggunaan protesa dapat membuat permasalahan di rongga
mulut, terutama bagi lansia yang tidak bisa menjaga kesehatan rongga mulutnya.
Berbagai masalah mengenai penggunaan protesa diantaranya kandidiasis, stomatitis,
papillary inflammatory hyperplasia, serta angular cheilitis dan costen syndrome
sebagai akibat tidak tepatnya dalam pembuatan protesa (Buser dkk., 2019).
6. Perubahan Motorik
Sel-sel yang mendukung fungsi sensomotorik mengalami atrofi. Akibatnya, gerakan
melambat dan sering tidak terkoordinasi serta otot mengendur dan tertekuk
menyebabkan saliva terkumpul di sudut bibir. Hal ini menyebabkan pengunyahan
makanan kurang halus, seringnya tergigit sehingga menyebabkan ulkus, serta sering
terjadinya angular cheilitis (Seidler dkk., 2009).
7. Sensasi Pengecapan
Perubahan sensasi pengecapan dapat dipengaruhi karena turunnya fungsi kelenjar
saliva yang bertugas membawa substrat untuk menghubungkan difusi rasa ke taste
bud pada lidah. Obat-obatan kemoterapi juga dapat mempengaruhi karena
terganggunya kanal ion. Ada 2 jenis masalah sensasi pengecapan yaitu ageusia
(Sensasi pengecapan berkurang sepenuhnya) dan dysgeusia (Sensasi pengecapan
berkurang sebagian (Syed dkk., 2016).
8. Sensasi Nyeri
Adanya ketidaksinkronan antara saraf sensoris dan motorik sebagai hasil dari proses
penuaan memicu terjadinya neuropathy, trigeminal neuralgia, gangguan vascular,
gangguan otot, dan pengaruh hormon menyebabkan terjadi sensasi nyeri yang sering
tidak bisa ditemukan sumbernya. Contohnya adalah nyeri orofasial (rahang, wajah,
burning mouth syndrome) dan occlusal dysesthesia (Clark dkk., 2004).
PEMBAHASAN

A. Asesmen Oral Lansia


Asesmen oral merupakan pemeriksaan lengkap baik subjektif maupun objektif
yang dilakukan melalui inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan subjektif dilakukan
melalui anamensis atau wawancara kepada pasien secara terstruktur dan
menyeluruh sehingga didapatkan informasi berupa medical history. Hal yang
harus ditanyakan oleh operator meliputi:
1. Keluhat utama, riwayat keluhan utama serta riwayat dental dan rongga mulut
Informasi ini penting untuk memudahkan penegakan diagnosis dan
rencana perawatan. Mengapa pasien datang ke dokter gigi, sudah berapa lama
keluhan dikeluhkan, apakah pernah mengalami permasalahan yang sama
sebelumnya, seberapa mengganggu, apakah sudah pernah dirawat dan
bagaimana hasilnya (El-Outa dan Casia, 2017).
2. Riwayat medis dan review of system
Merupakan suatu informasi yang esensial untuk diketahui oleh operator
ketika merawat pasien geriatri atau lansia. Dalam lingkup dental, informasi
ini dapat dijadikan pedoman apakah suatu perawatan yang akan diberikan
membutuhkan modifikasi ataupun opsi lain. Selain itu perlu digali informasi
apakah pasien alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca, sedang dalam
perawatan penyakit sistemik tertentu atau riwayat menjalani perawatan
tertentu (diabetes, hipertensi, penyakit pernapasan, kelainan endokrin,
kelainan liver, kelainan ginjal, dan kelainan pembuluh darah), sedang
konsumsi obat atau terapi yang sedang dijalani, memiliki riwayat sosial
seperti kebiasaan minum atau merokok, serta riwayat keluarga terdekat
apakah ada yang menderita penyakit tertentu (El-Outa dan Casia, 2017).
3. Pemeriksaan objektif
Dilakukan dengan inspeksi dan palpasi baik ekstraoral maupun intraoral.
Melalui pemeriksaan intraoral, operator dapat menilai kondisi gigi serta
jaringan pendukungnya serta jaringan rongga mulut yang lain apakah relevan
dengan keluhan yang diderita oleh pasien. Pemeriksaan ekstra oral ini akan
menilai bentuk, warna, dan kesimetrisan mulai dari wajah, mata, hidung, pipi,
serta rahang secara inspeksi apakah ada deformitas atau pembengkakan dan
dapat juga melalui palpasi untuk mendeteksi apakah ada nyeri tekan atau
tidak (El-Outa dan Casia, 2017).
Sedangkan untuk pemeriksaan intraoral yang dilakukan pada lansia seperti
pada pasien umumnya, meliputi:
• Gigi geligi melalui sondasi dan vitalitas
• Jaringan pendukung (gingiva, tulang alveolar, ligament periodontal,
sementum) melalui palpasi dan perkusi
• Mukosa rongga mulut mulai dari bukal, labial, palatal, lidah dan bawah
lidah melalui inspeksi untuk melihat warna dan kesimetrisan dan palpasi
untuk menilai tekstur permukaan, pembesaran, struktur internal, fluktuasi,
dan pengaruh terhadap jaringan sekitarnya.
Terdapat beberapa perubahan yang dapat ditemui pada lansia.
Bertambahnya usia berpengaruh pada laju epitelisasi termasuk epitel rongga
mulut. Hal ini menyebabkan epitel menjadi lebih tipis dan berkurang
elastisitasnya sehingga, infeksi serta trauma terjadi lebih mudah diikuti
dengan penyembuhan yang lambat. Selain itu, ada pula perubahan sensasi
pengecap dan bau karena menurunnya regenerasi sel-sel yang mendukung
fungsi pengecapan dan penciuman. Hal ini menyebabkan penambahan
bumbu yang berlebihan seperti garam atau gula yang memperparah kesehatan
jika terus menerus terjadi, misal diabetes mellitus dan hipertensi yang umum
diderita lansia (McKenna, 2014).

B. Permasalahan yang terjadi pada Lansia


Pada proses penuaan, terjadi perubahan struktur dan fungsi, baik yang
disebabkan secara fisiologis maupun patologis. Terjadi penurunan pada daerah
orofacial di akibatkan dari proses penuaan yang mempengaruhi sistem mastikasi,
salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering ditemukan pada lansia
adalah kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya. Hilangnya gigi dapat
menimbulkan efek pada rongga mulut, Hal ini disebabkan adanya perubahan-
perubahan fisiologis dalam rongga mulut. (Wijayanti dan Hanum, 2014).
Ketidaklengkapan gigi tentunya akan dapat mengurangi kenyamanan makan dan
membatasi jenis-jenis makanan yang dikonsumsi. Produksi air liur dengan
berbagai enzim yang dikandungnya juga mengalami penurunan, sebagai
akibatnya dapat menimbulkan mulut kering, kemampuan mengecap makanan
berkurang, dan kemungkinan mempercepat terjadinya penimbunan karang gigi.
Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi pada lansia di
antaranya adalah kurangnya produksi saliva serta kebiasaan membersihkan gigi
dan mulut.
Pada sistem pencernaan dan metabolisme, berkurangnya kekuatan otot
rahang akan menyebabkan kelelahan pada lansia saat mengunyah makanan. Iritasi
kronis pada selaput lendir mengakibatkan atrofi indera pengecap dan
berkurangnya sensitifitas syaraf pengecap yang menurunkan kemampuan indera
pengecap hingga terjadi penurunan selera makan yang pada akhirnya berdampak
defisiensi nutrisi dan malnutrisi pada lansia.
Pada lansia juga sering mengalami masalah kesehatan mental. Masalah
kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik, psikologik,
sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi labil, mudah
tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan
kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan
mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis
(kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia
adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari
keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi
kemunduran. Lansia juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan
mengalami berbagai macam penyakit.
Masalah yang sering terjadi akibat dari kurangnya kebersihan gigi dan
mulut pada lansia menurut Hidayat (dalam Cahyo, 2011), antara lain:
a) Halitosis atau bau nafas yang tidak sedap, dapat disebabkan oleh kuman atau
sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi.
b) Cheilosis atau bibir yang pecah-pecah.
c) Glositis atau radang pada lidah.
d) Stomatitis atau radang pada daerah mukosa atau rongga mulut.
e) Karies atau gigi berlubang.
f) Kalkulus atau karang gigi.
g) Gingivitis atau radang pada daerah gusi.
h) Periodontal desease atau periodontitis, yaitu radang pada jaringan penyangga
gigi.
i) Kehilangan gigi atau tanggalnya gigi pada lansia.

C. Perubahan Oral yang terjadi pada Lansia


Lansia menurut WHO adalah pasien dengan usia 60 tahun ke atas.
Meningkatnya harapan hidup banyak negara mengindikasikan bahwa meningkat
pula orang-orang dengan usia lanjut. Lansia tentunya ingin menjalani masa tuanya
dengan tetap sehat dan produktif sehingga kualitas hidupnya tetap dapat
dipertahankan. Kualitas kesehatan oral berpengaruh dengan kualitas hidup namun
seiring bertambahnya usia terdapat perubahan-perubahan dalam kondisi rongga
mulut lansia yang dapat mempengaruhi kualitas kesehatan oral dan akan
berpengaruh pula terhadap kualitas hidupnya (Gil-Montoya dkk., 2015).
Lansia rentan mengalami permasalahan pada rongga mulutnya karena
penurunan fungsi organ sehingga banyaknya komplikasi penyakit sistemik yang
mengarah pada terapi polifarmasi. Kebanyakan komplikasi dari penyakit sistemik
itu antara lain diabetes, hipertensi, penurunan fungsi liver, nyeru orofasial,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, penyakit paru kronik dan
gangguan ingatan. Semua itu sedikit banyak berpengaruh pada permasalahan
rongga mulut lansia, baik penyakit itu sendiri maupun polifarmasinya (Gil-
Montoya dkk., 2015).
Xerostomia merupakan salah satu kelainan yang sering dikaitkan dengan
pasien geriatri atau lansia. Xerostomia dapat terjadi karena penyebab intrinsik
maupun ekstrinsik. Berupa intrinsik karena adanya penurunan fungsi kelenjar
saliva sehingga laju saliva berkurang. Perempuan lebih berisiko mengalami
xerostomia dibandingkan laki-laki karena adanya perubahan hormon memasuk
fase menopause dan mempengaruhi sel-sel yang mendukung curah saliva.
Polimedikasi, terutama dari golongan antihipertensi, antidepresi, dan antipsikotik
juga mempengaruhi laju saliva karena mekanisme aksinya. Pasien dengan
xerostomia dilaporkan memiliki beberapa simptom seperti sensasi kering pada
mulut, rasa tidak nyaman, sensai pengecapan yang berubah, serta bibir kering dan
pecah-pecah. Symptom tersebut dapat mengakibatkan kesulitan menelan dan
berbicara. Jika tidak ditangani lebih lanjut, pH normal rongga mulut akan terus
turun dan meningkatkan risiko terjadinya karies dan terjadinya kandidiasis. Pada
pasien lansia, penyakit sistemik dan polimedikasi atau kombinasi keduanya
merupakan penyebab terbanyak dari laporan kasus xerostomia (Ristevska dkk.,
2015).
Hasil pemeriksaan rongga mulut pada lansia sering ditemukan adanya lesi
mulut seperti coated tongue, fissured tongue, lesi ulserasi, geographic tongue,
fordyce granule, dan lesi traumatik. Pada penelitian (Anan, 2016) didapatkan hasil
90% lansia mengalami kehilangan beberapa gigi, dan 55% mengalami coated
tongue. Gambaran coated tongue terlihat pada dorsum lidah sebagai lapisan putih
kekuningan yang mudah dikerok tanpa meninggalkan jaringan eritem. Kondisi
lain yang ditemukan pada lidah adalah geographic tongue berupa daerah atrofi
berwarna merah dikelilingi tepi putih dan lidah berfisur. Lesi mulut berupa fisur
dan erosif akibat trauma dari gesekan dengan bagian gigi yang tajam juga
ditemukan pada lidah bagian lateral. Lesi trauma selain ditemukan pada lidah, lesi
trauma juga ditemukan pada mukosa bukal akibat iritasi bagian gigi yang tajam.
Ulserasi juga terjadi pada mukosa labial, ulser berukuran kecil (d= 2 mm) dan
pada subjek lain ditemukan pada mukosa bukal dengan ukuran kecil (d=3 mm).
Kondisi variasi normal dari mukosa mulut seperti fordyce granule atau lesi berupa
papul-papul kekuningan juga ditemukan pada mukosa bukal.
Perubahan fisiologis yang terjadi pada orang yang berusia lanjut juga
terjadi dalam rongga mulut, termasuk bagian mukosa mulut mengalami
pengurangan fungsi sehingga memudahkan untuk mengalami lesi mulut. Kondisi
tubuh orang lanjut usia juga sering terkait dengan penyakit atau gangguan sistemik
yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan berkurangnya
usaha dalam menjaga kebersihan mulut. Efek dari obat-obatan yang dikonsumsi
terkait kondisi sistemik yang juga dapat menimbulkan lesi mulut. Gangguan yang
terjadi mungkin tidak menimbulkan kematian tetapi berpengaruh pada kualitas
hidup.
Coated tongue merupakan temuan berupa tertutupnya bagian dorsum lidah
oleh suatu lapisan yang berwarna putih kekuningan/kecoklatan yang mengandung
debris/sisa makanan, ataupun mikroorganisme rongga mulut yang didukung oleh
kebiasaan mengkonsumsi makanan lunak (karena telah mengalami kehilangan
gigi), dipengaruhi pula oleh perubahan fisiologis rongga mulut, seperti
berkurangnya produksi saliva ataupun akibat konsumsi obat-obatan yang secara
tidak langsung berpengaruh pada produksi saliva dan ekosistem rongga mulut.
DM mempengaruhi terjadinya perubahan kelenjar saliva parotid, dan terjadinya
atrofi asinar. Laju aliran saliva juga mengalami penurunan pada pasien DM,
sehingga self cleasing dalam rongga mulut juga berkurang dan dapat
mengakibatkan terjadinya coated tongue dan gigi karies. Aktivitas lidah yang juga
mengalami penurunan pada usia lanjut juga mempengaruhi proses deskuamasi
lidah sehingga lidah mudah mengalami coated.
Kondisi lainnya yaitu fissured tongue, yaitu lidah yang memiliki celah
pada bagian dorsum lidah. Sesuai perkembangan usia, fisur meningkat dalam
jumlah, lebar, dan kedalaman. Kondisi lidah lainnya yaitu geographic tongue,
ditandai dengan bentuk tidak beraturan berwarna merah akibat depapilasi dan
penipisan epitel/ atrofi bagian dorsum lidah, dan dikelilingi oleh bagian tepi
berwarna lebih putih. Kondisi mukosa lainnya yang ditemukan yaitu berupa
fordyce granule, yaitu kondisi akibat kelainan perkembangan yang ditandai oleh
koleksi heterotropik kelenjar sebasea pada berbagai lokasi dalam rongga mulut.
Jumlah lesi ini meningkat secara cepat sesuai pernambahan usia.
Manifestasi lesi mulut lainnya yaitu ulser. Sesuai gambaran klinis, lesi ini
dapat disebut sebagai lesi RAS-like, yaitu lesi mirip dengan recurrent aphthous
stomatitis tetapi pada usia lanjut ulserasi mulut lebih sering dipengaruhi oleh
kondisi sistemik dan pengobatannya sehingga diagnosis ulser lebih sebagai suatu
RAS-like.
KESIMPULAN
1. Pemeriksaan subjektif khususnya riwayat medis dan konsumsi obat-obatan
harus betul-betul digali secara lengkap dan komprehensif oleh operator untuk
memudahkan diagnosis problem oral pada pasien lansia.
2. Tanda dan gejala problem oral sering tumpang tindih sebab-akibatnya antara
penyakit sistemik dan konsumsi obatnya sehingga perlu diperiksa secara
komprehensif untuk memudahkan modifikasi perawatan dental yang akan
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Boras, V.V., Rogulj, A., Brailo, V., Simunkovic, S.A., Gabric, D., Vrdoljak, D. V., 2015,
Adverse Drug Reaction in the Oral Cavity, Acta Clin Croat, 54(2): 208-215.
Buser, R., Yue, Q., Zimmermann, P., Suter, V. G. A., Abou-Ayash, S., Schimmel, M.,
2019, Prosthodontic Solutions for Elderly Patients, Int Dent African Edition, 9(3):
32-49.
Carda C, Lloreda NM, Salom L, Ferraris MEG, Peydro A. Structural and functional
salivary disorders in type 2 diabetic patients. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2006;
11: E309 – 314.
Clark, G., Minakuchi, H., Lotaif, A.C., 2004, Orofacial Pain and Sensory Disorders in
the Elderly, Dent Clin N Am, 49(2): 343-362.
El-Outa, A., Cassia, A., 2017, Oral Health Beyond Mouth: Patients Opinions on Extraoral
Examination, Int Dent and Med J of Adv Research, 3(1): 1-6.
Ghom AG. Textbook of oral medicine. New Delhi: Jaypee Brothers; 2005. 333 – 345.
Gil-Montoya, J.A., Ferreria de Mello, A. L., Barrios, R., Gonzales-Moles, M.A., Bravo,
M., 2015, Cliv Inter Aging, 10(1): 461-467.
Huttner, E. A. dan Machado, D. C., 2009, Effects of Human Aging on Periodontal Tissue,
Special Care in Dent, 29(4): 149-155.
Inceoglu, B., Yakar, E. N., Cura, N., Eren, H., Gorgun, S., 2014, Importance of Taking
Anamnesis in Dentistry and Assessment f Knowledge and Attitudes of Dental
Students, J of Cont Dent, 4(2): 87-91.
Jayakarann TG. The effect of drugs in the oral cavity - a review. J Pharm Sci & Res.
2014; 6(2): 89 – 96.
McKenna, G. dan Burke, F.M., 2010, Age-Related Oral Changes, Dent Update, 37(8):
519-523.
Panov JA, Krastea A. Tongue coating in patients with gastrointestinal and liver disease.
J of IMAB. 2012; 18(2): 188 – 195.
Razak, P. A., Richard, K. M. J., Thankachan, R. P., Hafiz, K. A. A., Kumar, K. N.,
Sameer, K. M., 2014, Geriatric Oral Health: a Review Article, J Int Oral Health, 6(6):
10-116.
Syed, Q., Handler, K. T. dan Koncilja, K., 2016, The Impact of Aging and Medical Status
of Dysgeusia, The American J of Med, 129(7): 1-6.
Torpet, L.A., Kragelund, C., Reibel, J., Nauntofte, B., 2004, Oral Adverse Drug
Reactions to Cardiovascular Drugs, Criv Ret Oral Bio Med, 15(1): 28-46.
Turner, M.D., Ship, A.J., 2007, Dry Mouth and Its Effects on the Oral Health of Elderly
People, JADA, 138(1): 15-20.

Anda mungkin juga menyukai