Anda di halaman 1dari 5

Nama :Galih Syifa Haula

Nim : 20.01.061.070
Kelas : Psikologi B 2020
Sudah Tiga Mensos Ditangkap KPK, Mekanisme
Bansos Senantiasa Bermasalah Menteri PDIP Juliari Batubara
meneruskan praktik lancung pengadaan bantuan sosial yang sering dikritik
berpotensi korup sejak era Gus Dur. Ekonom menilai BLT lebih baik daripada
bansos

MENSOS JULIARI BATUBARA YANG BARU SAJA DITAHAN KPK, SAAT MENGHADIRI RAPAT DI

DPR. FOTO OLEH BAMBANG TRI/AFP

Belum reda rasa syok masyarakat gara-gara Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy
Prabowo ketahuan korupsi benih lobster buat beli barang diskonan di Hawaii,
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara mendatangi kantor Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyerahkan diri beberapa jam setelah
ditetapkan sebagai buronan. KPK, yang seakan “terlahir kembali”, menyematkan
status tersangka kepada Juliari pada Minggu (6/12).
Juliari mengutip jatah Rp10 ribu per paket bantuan sosial (bansos) yang dibagikan
Kementerian Sosial (Kemensos) kepada kelompok terdampak pandemi. Mirip kasus
Edhy, Juliari dan Kemensos juga ketahuan minta jatah kepada perusahaan rekanan
yang melakukan pengadaan bansos.

“Diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus


disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS [Matheus Joko
Santoso, tersangka lain],” kata Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, Minggu
(6/12). Firli menyebut bansos dibagikan dua gelombang. Gelombang
pertama dipalak Juliari sebesar Rp8,2 miliar, sedangkan gelombang kedua Rp8,8
miliar. Total, Juliari diduga KPK mengantongi Rp17 miliar.
Dengan begini, Kementerian Sosial menambah catatan buruk lembaganya sebab dari
enam menteri yang menjabat sejak kementerian ini dihidupkan kembali pada masa
Megawati Soekarnoputri, tiga di antaranya kena kasus korupsi. Mereka adalah
Bachtiar Chamsyah, Mensos 2001-2009 dan dicokok juga gara-gara pengadaan
bantuan sosial. Menteri Sosial kedua dikirim ke bui adalah Idrus Marham, politikus
Golkar yang cuma menjabat posisi ini delapan bulan pada 2018. Idrus ditahan
karena kasus lain, soal pengadaan PLTU di Riau.

Indonesian Corruption Watch (ICW) mengatakan, penangkapan Juliari merupakan


momentum pemerintah memperbaiki mekanisme kerja Pengadaan Barang dan Jasa
(PBJ) penanganan Covid-19. ICW menilai penentuan rekanan PBJ dengan metode
penunjukan langsung menyimpan masalah. Bentuknya berupa pemotongan,
pungutan liar, eror distribusi sebab pendataan out-of date, sampai politisasi bansos
(halo, Bupati Klaten).

“Salah satu dorongan kami adalah dengan membuat PBJ direncanakan serta dikelola
secara transparan, misalnya mempublikasikan perencanaan pengadaan di Sistem
Informasi Rencana Umum Pengadaan [SiRUP] dan realisasi pengadaan. Dengan
begitu, publik dapat mengawasi apakah pengadaan telah dilakukan dengan
mematuhi ketentuan pengadaan,” tulis ICW dalam rilis resminya.

“Kondisi darurat pada dasarnya bukan pembenar untuk kemudian menutup


informasi dan melakukan pengadaan di ruang gelap, mengingat pengadaan darurat
mempunyai potensi terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme yang cukup tinggi.”

Peneliti ICW Tibiko Zabar menyebut bansos Covid-19 banjir permasalahan, terutama
aspek pengelolaan, “transparansi dan akuntabilitas pengadaan sangat minim.
Berdasarkan hasil pemantauan kami, setidaknya sejak 2 Juni 2020 hingga 31
Agustus 2020 terdapat 239 temuan dan aduan warga yang kami terima. Paling
banyak terkait pungli dan inclusion error [seharusnya tidak dapat, tapi malah dapat
karena kesalahan data],” kata Tibiko kepada VICE.

Penelusuran ICW menemukan bahwa salah satu perusahaan penyedia bansos baru
didirikan pada 4 Agustus 2020. Selain tak berpengalaman, penunjukan ini
bertentangan dengan UU 20/2001 Pasal 12 huruf I. alasannya, pejabat rentan
memanfaatkan posisinya karena doil yang bertugas mengawasi program, yakni
mensos itu sendiri.

Kementerian Sosial sejak lama dikritik karena lebih sering menjadi lahan basah bagi
politikus partai. Mendiang Presiden ke-4 Indonesia, Abdurrahman Wahid, atau
akrab disapa Gus Dur, membubarkan Kemensos (saat itu masih disebut departemen
sosial) pada 1999, tapi kemudian dihidupkan lagi di era Megawati. Video Gus Dur
menceritakan ulang ambisinya mengakhiri korupsi laten di kementerian itu, saat
diwawancarai Andy Noya viral lagi setelah kasus Juliari ramai dibahas netizen.
“Departemen itu yang mestinya mengayomi rakyat ternyata korupsinya gede-
gedean…. Sampai hari ini,” kata Gus Dur dalam video yang direkam pada 2008 itu.
“Tikusnya sudah menguasai lumbung.” Ekonom Institute for Development of
Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebut bansos baiknya
diubah menjadi bantuan langsung tunai [BLT] yang lebih minim risiko
penyelewengan. Karena bentuknya uang, tidak ada keterlibatan pihak ketiga yang
membuka peluang manipulasi tender atau penggelembungan nilai produk seperti
dalam bansos.

“Melalui cash transfer, kecil kemungkinan dana bantuannya disunat karena


langsung sampai ke penerima akhir. Selain itu, semua catatan dan rekaman
penyaluran tercatat di bank. Itu akan lebih efektif. Ini problematis memang [bantuan
berupa barang],” kata Bhima kepada Bisnis. “Andai kata masyarakat memang
memerlukan bansos sembako, proses pengadaan barang dan jasanya mesti
transparan dan akuntabel karena rawan.”

Senada dengan Bhima, Tibiko menyebut konsep bansos rawan penyelewengan,


apalagi menjelang kontestasi politik. Sebab dana bansos rawan dipolitisasi. Ia
menyebut bantuan tunai lebih dibutuhkan bagi warga terdampak, mengurangi
potensi penyelewengan dari sisi belanja barang.

“Jadi yang perlu diperbaiki soal tata kelola bansosnya, baik tunai atau barang. Kalau
barang dari pengadaan dan distribusi bansos. Pemerintah tolong lebih transparan,
pelaporan juga harus disampaikan secara berkala kepada warga,” sebut Tibiko.

Polemik bansos sudah disinyalir bermasalah dari hulu ke hilir. Pada Juli lalu, polisi
mengaku sedang menangani 102 kasus dugaan penyelewengan dana bansos
penanganan Covid-19 di sejumlah wilayah Indonesia.

“Ada pelaku seorang wali kota, kepala dinas sosial bekerja sama dengan penyedia,
kepala seksi kesra, pejabat Bulog, kepala desa atau perangkat desa, dan ada juga
pelaku dari Ketua RT,” sebut Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono,
dilansir CNN Indonesia.

Untuk mencapai suatu tujuan pembangunan yang nasional maka korupsi harus dan wajib
untuk di berantas. Dalam penanganan suatu kasus korupsi, hukuman yang diberikan harus
memiliki efek yang jera agar para koruptor yang melakukan korupsi tidak mengulanginya
lagi. Kita sebagai warga negara Indonesia wajib memiliki sikap dan sifat budaya malu yang
tinggi agar tindakan korupsi yang dapat merugikan negara Indonesia ini dapat di minimalisir.
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Jadi, semua warga negara Indonesia juga
memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum. Oleh karena itu, penindakan
hukum bagi pelaku korupsi harus di lakukan kepada siapapun orangnya, tidaklah boleh pilih
kasih, baik itu pejabat maupun masyarakat kecil (Rakyat). Jadi, korupsi yang terjadi di
Indonesia benar - benar harus di berantas agar Indonesia bersih seutuhnya dari tindakan
korupsi, agar kehidupan masyarakat indonesia menjadi sejahtera dan damai.
Kliping offline :

Anda mungkin juga menyukai