Oleh : Kelompok I
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan taufiq dan hidayah-
Nya kepada kita semua. Tidak lupa pula shalawat serta salam selalu kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. yang semoga kelak kita
dapat berkumpul bersamanya.
Makalah yang berjudul “Sejarah dan Pengertian Tasawuf” ini dibuat untuk
tujuan pembelajaran dan untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata
kuliah Akhlaq Tasawuf. Dan untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Hormat Kami
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 8
3.2 Penutup.............................................................................................. 8
Daftar Pustaka................................................................................................ 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Finastri Annisa, “Pengertian Tasawuf dalam Islam”, http://dalamislam.com/akhlaq/pengertian-
tasawuf. Diakses pada tanggal 5 September 2019 pukul 20:05 WITA.
2
Hamzah Ya’qub, “Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin (Tashawuf dan Taqarrub),
(Jakarta, 199), hlm. 9.
2
2. Pengertian Secara Terminologi
Sedangkan secara terminilogis juga banyak dijumpai
perbedaannya, berikut beberapa pendapat para Ulama.
a. Shaykh Yusuf al-Rifa’i
Beliau menjelaskan bahwa definisinya lebih kurang
mencapai dua ribu, dan yang paling sederhana adalah definisi
tasawuf yang dibuat oleh Ibn ‘Ajibah, yaitu: “Kesungguhan
tawajjuh (ibadah) kepada Allah dengan melaksanakan amalan
yang diridhai dan yang diingininya-Nya”.
b. Al-Junaid al-Baghdadi
Beliau mendefinisikan tasawuf sebagai berikut:
“Hendaknya ketika berhubungan dengan al-Haqq tanpa
perantara (wasilah)” dan di kitab lain dia juga mendefinisikan
tasawuf adalah “hendaknya hidup dan matimu diserahkan
kepada al-Haqq”.
c. Samnun
Beliau mendefinisikan tasawuf sebagai berikut:
“Hendaknya engkau tidak merasa memiliki sesuatu dan engkau
tidak dimiliki oleh sesuatu”.
d. Al-Qanuji
Mendefinikan tasawuf sebagai berikut: “Sebuah ilmu yang
mempelajari bagaimana meningkatkan derajat kesempurnaan
sebagai manusia dalam tingkatan-tingkatan kebahagiaan dan
persoalan-persoalan yang menghadang (ujian) dalam upaya
meningkatkan derajat tersebut sesuai dengan kemampuan
manusia”.
e. Ibnu Khaldun
Tasawuf adalah semacam ilmu syariat yang timbul
kemudian di dalam agama. Asalnya ialah bertekun beribadah
dan memutuskan pertalian dengan segala sesuatu selain Allah
Swt. Dan hanya menghadap Allah semata, menolak semua
3
hiasan-hiasan dunia serta benci perkara yang selalu
memberdayakan orang banyak, kelezatan harta benda dan
kemegahan, dan menyendiri menuju Allah dalam khalwat dan
ibadah. 3
f. Prof. Dr. Hamka
Dalam bukunya mengemukakan bahwa tasawuf ialah
membersihkan jiwa dari pengaruh benda atau alam supaya
mudah menuju kepada Tuhan.
Sedangkan sebagian sufi mendefinisikan tasawuf sebagai
berikut: “tasawuf merupakan tahap untuk mencari hakikat
sesuatu yang ada di sisi al-Haqq dan menjauhi segala yang ada
di tangan manusia”.4
Dari berbagai definisi yang ada dapat dikatakan, bahwa
tasawuf adalah kepasrahan mutlak pada kekuasaan al-Haqq dan
berusaha mengedentikkan dirinya dengan al-Haqq untuk
mencapai kebahagiaan hakiki dan mencapai tingkat
kesempurnaan manusia serta berpegang Teguh pada prinsip-
prinsip ajaran islam.
4
yang memeluk agama non islam atau menganut paham-paham
tertentu. Meski sudah masuk islam, hidupnya tetap memelihara
kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan
keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk
mengamalkan ajarannya, yaitu dalam kehidupannya sangat berendah
diri dan berhina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan
pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat
sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai
akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut
paham tersebut. Itulah sebabnya paham ini disebut paham sufi,
sufisme atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang menganut
paham tersebut disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lain mengatakan bahwa asal usul ajaran
tasawuf berasal dari zaman Rasulullah SAW. Berasal dari kata
"beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti
telah disebutkan diatas5. Mereka dianggap sebagai penanam benih
paham tasawuf yang bersumber dari pengetahuan Nabi Muhammad
SAW.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa tasawuf muncul
ketika pertikaian antar umat islam pada zaman Khalifah Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik.
Pertikaian antar umat islam karena faktor politik dan perebutan
kekuasaan ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah
Utsman dan Ali.6 Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal
ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan
wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah,
5
Wikipedia. Sufisme. https://id.wikipedia.org/wiki/Sufisme. Diakses pada tanggal 5 September
2019.
6
Ibid.
5
yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali
menipu dan menjerumuskan.
B. Perkembangan Ilmu Tasawuf dari Masa ke Masa
Materi dan permasalahan Tasawuf sudah ada sejak manusia
memperbincangkan kerohanian. Sejak Nabi Nuh A.S., ketika kaumnya
menyembah berhala dan dikenal juga oleh orang-orang Yunani, India,
Persia, Tiongkok dan lain-lainnya. Akan tetapi timbul dan masyhurnya
istilah ini barulah abad ketiga hijriah yang lama kelamaan berbentuk
sebagai suatu disiplin ilmu yang mempunyai sistematika dan metode
tersendiri.
Sejak itulah lahir tokoh-tokoh Tasawuf yang terkenal. Dalam abad
ketiga hijriah masyhur nama-nama : Abu Hasan Hamzah Muhammad
bin Ibrahim Ash Shufi (wafat 269 H) juga berkedudukan di Baghdad
dengan menampilkan beberapa istilah Tasawuf seperti "isyq"
(kerinduan), "al-Qurb" (pendekatan). Kemudian muncul pula Ma'ruf
Al Karakhi (wafat 200 H) dengan ajaran "assukr" (mabuk) karena
rindu kepada Tuhan, Abu Sulaiman Ad Darani (wafat 215 H), dan
Harits Al Muhasibi (wafat 243 H) dengan ajaran "menghitung diri
sebelum dihitung" (Haasibuanfusakum qabla an tuhasabu).
Pada masa itu muncul nama yang populer, yaitu Abdul Faidh Zin
Nun Al-Mishri dengan mengukuhkan masalah "cinta", Abu Yazid
Bustami (wafat 261 H) yang dianggap sebagai pencetus teori "al
ittihad". Yahya bin Mu'az Ar Razi dengan teori "al fana", Al Junaid
(wafat 297 H) dengan pandangan "kelezatan" dalam menuju Tuhan.
Sebagai penyambung usaha dari Al-Junaid ialah Abu Bakar Syibli
(wafat 334 H), tinggal di Baghdad yang terkenal sebagai Shufi yang
gembira.
Dalam abad ketiga dan keempat, muncul seorang Shufi yang
menggemparkan bernama Husain bin Manshur Al Hallaj (224-309 H)
dengan pendapatnya tentang "al-hulul", (Tuhan menjelma ke dalam
diri insan), Al Haqiqatul Muhammadiyah (Nur Muhammad) sebagai
6
asal kejadian amal dan ilmu, dan kesatuan segala agama. Akibat faham
barunya itu, maka banyaklah lawan-lawannya dikalangan ulama Fiqih.
Akhirnya dia ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman mati.
Dalam abad kelima Hijriyah lahirlah Imam Ghazali (450-550 H)
yang tidak asing namanya dalam dunia Tasawuf dengan kitabnya yang
populer : Ihya Ulumuddin. Demikianlah Tasawuf berjalan terus pada
abad-abad berikutnya, dengan kelahiran Suhrawardi yang mati dibunuh
dalam tahun 587 H, Muhyiddin Ibnu Arabi (589-638 H) dengan
teorinya "Wihdatul-wujud" (pantheisme), Nur Muhammad dan
kesatuan agama.
Sebagai salah satu ciri daripada wujudnya ilmu Tasawuf ialah
lahirnya aliran-aliran Tasawuf berupa tharekat, teori-teori dan istilah-
istilah yang belum dikenal zaman sebelumnya, yang oleh kaum fuqaha
dianggap sebagai bid'ah dan khurafat bahkan dipandang menyalahi
prinsip aqidah, seperti teori "al-Hulul" -nya Al-Hallaj dan teori
"Wihdatul Wujud" -nya Ibnul Arabi yang memandang Tuhan dan
makhluk sebagai suatu kesatuan (pantheisme). Ulama yang keras
menyerang ajaran baru tersebut ialah Imam Ibnu Taimiyah (wafat 727
H) dan Ibnul Qayyim al Jauziyah (691-751 H).7
7
Hamzah Ya’qub, Op. Cit. hlm. 36-37.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA