Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DARING TERHADAP

MOTIVASI BELAJAR SISWA DI MASA PANDEMI COVID-19 DI SD


NEGERI 6 BUNGKULAN

PROPOSAL

Oleh :

Ni Made Putri Suaryanadi

NIM. 18089014046

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada awal Desember 2019 ditemukan penyakit baru yang dikenal dengan
Covid-19. Pada awal penemuannya, virus ini dinamakan dengan 2019 novel
coronavirus (2019-nCoV). Kemudian nama tersebut diubah ketika WHO
mengumumkan nama baru untuk penyakit ini pada 11 Februari 2020 yaitu
Coronavirus Disease (COVID-19). Penyebabnya adalah virus Severe Acute
Respitory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-Cov-2) (Susilo et al., 2020). Penyakit
ini bermula dari kota Wuhan, Provinsi Hubei, China yang mengalami penyebaran
begitu cepat hingga sekitar awal tahun 2020 kasus ini memuncak kemudian
merambah ke provinsi lainnya hingga ke negara-negara tetangga. Sedangkan di
Indonesia virus covid-19 terdeteksi pada tanggal 2 Maret 2020 dengan jumlah
sebanyak dua kasus. Gejala pada penyakit ini hampir sama dengan penyakit flu
pada umumnya, seseorang yang terkena covid-19 akan merasakan demam, batuk
kering, sakit tenggorokan hingga diare. Tetapi gejala setiap orang akan berbeda
tergantung dengan sistem imun tubuh.
Dunia dilanda sebuah virus yang disebut corona virus yang dapat
menyebabkan penyakit mulai dari flu hingga dapat menimbulkan penyakit yang
berat seperti Middle East Respiratory Syndrome atau yang disebut dengan
MERS-CoV dan penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome atau yang disebut
dengan SARS-CoV. Pada awal kemunculannya COVID-19 diduga adalah
penyakit pneumonia, Gejalanya demam, batuk, letih, tidak nafsu makan dan
sesak napas. Dalam halnya flu biasa dapat berkembang dengan amat cepat akan
mengakibatkan infeksi,dan mudah virus masuk kedalam organ tubuh.
Melihat kasus covid-19 yang semakin meningkat dari awal mula
kemunculannya kemudian mulai menyebar di Indonesia, pemerintah kemudian
membuat kebijakan untuk mengendalikan dan memutus rantai penyebaran
Covid-19. Mulai dari diterapkannya pembatasan aktivitas sosial, himbauan
untuk menggunakan masker dan mencuci tangan setiap melakukan aktivitas,
melakukan karantina wilayah, physical distancing, menghimbau perusahaan
untuk melakukan work from home (WFH), hingga pembatasan mobilitas
penduduk, menghindari kerumunan masyarakat seperti pasar tradisional, mall,
dan tempat wisata yang dikunjungi masyarakat.
Pemerintah Indonesia telah melakukan penghimbauan untuk tetap di
dalam rumah dan mengisolasi diri. Pemerintah Indonesia menerapkan aturan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dibuat dalam rangka penanganan
Covid-19. Hal ini dilakukan dengan harapan virus tidak menyebar lebih luas dan
upaya penyembuhan dapat berjalan maksimal. Dalam usaha pembatasan sosial ini
pemerintah Indonesia telah membatasi kegiatan di luar rumah seperti kegiatan
pendidikan yang telah dilakukan secara online melalui pembelajaran online atau
daring.
Motivasi belajar adalah sebuah penggerak atau pendorong yang membuat
seseorang akan tertarik untuk belajar sehingga akan belajar terus- menerus dalam
melakukan kegiatan apapun dan hal yang positif untuk melakukan motivasi
belajar kepada siswa-siswi. Motivasi yang rendah dapat menyebabkan rendahnya
keberhasilan dalam belajar sehingga akan menyebabkan siswa-siswi buruk dalam
halnya belajar.
Motivasi belajar dalam diri seseorang akan menimbulkan gairah atau
meningkatkan semangat dalam belajar. Motivasi belajar mengandung usaha
untuk mencapai tujuan belajar yaitu pemahaman materi dan pengembangan
belajar dari siswa-siswi. Selain itu, motivasi belajar adalah sebuah penggerak
atau pendorong yang membuat seseorang akan tertarik untuk belajar sehingga
akan belajar secara terus-menerus.
Pembelajaran daring dapat dijadikan solusi pembelajaran jarak jauh
melalui aplikasi pembelajaran daring seperti aplikasi Google Classroom, Zoom,
Google Meet, Whatsapp Group dan lain sebagainya. Proses belajar mengajar
seperti ini siswa-siswi harus paham mengenai pembelajaran daring agar mudah
proses belajarnya. Pembelajaran daring bukan sekedar materi yang dipindah
melalui media internet, bukan juga sekedar tugas dan soal-soal yang dikirimkan
melalui aplikasi sosial media. Pembelajaran daring harus direncanakan,
dilaksanakan, serta di evaluasi sama halnya dengan pembelajaran yang terjadi
dikelas pada umumnya.
Pada masa pandemi ini banyak pengaruh siswa dan orang tua terutama
dalam proses pembelajaran daring, dimana siswa yang mengalami penurunan
motivasi belajar. Pada masa pandemi ini orang tua sulit mengajarkan anaknya
untuk belajar. Pengaruh pembelajaran daring terhadap motivasi belajar anak
memiliki pengaruh yang negative dan positif, dimana pengaruh positif yang
banyak manfaat seperti dapat membangun komunikasi dan efisien dalam
berdiskusi antara siswa dengan guru, dan siswa saling berinteraksi dalam
berdiskusi antara siswa yang satu dengan yang lainnya tanpa melalui guru.

Pada pembelajaran online ini, siswa dapat menjadi kurang aktif dalam
menyampaikan aspirasi dan pemikirannya, sehingga dapat mengakibatkan
pembelajaran yang menjenuhkan. Seseorang siswa yang mengalami kejenuhan
dalam proses belajar mengajar akan memperoleh ketidakmajuan dalam hasil belajar.
Oleh karena itu, diperlukan pendorong untuk menggerakkan siswa agar semangat
belajar sehingga dapat memiliki prestasi belajar. Semangat belajar dapat dimiliki
dengan meningkatkan motivasi belajar. Pembelajaran pada sekolah dasar dalam
metode menggunakan pembelajaran daring atau biasa disebut dengan pembelajaran
jarak jauh (dari rumah) dengan bimbingan orang tua dan guru di sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai Pengaruh
Metode Pembelajaran Daring Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa Pandemi
Covid-19 Di Sd Negeri 6 Bungkulan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan


masalah
dalam penelitian ini adalah: “ Bagaimanakah Pengaruh Metode Pembelajaran
Daring Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa Pandemi Covid-19 Di Sd
Negeri 6 Bungkulan “?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Metode Pembelajaran
Daring Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa Pandemi Covid-19 Di
Sd Negeri 6 Bungkulan.
1.3.2 Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi Motivasi Belajar Siswa.
2. Untuk mengetahui Pengaruh Metode Pembelajaran Daring
Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa Pandemi Covid-19
Di Sd Negeri 6 Bungkulan.
3. Untuk mengetahui Pengaruh Metode Pembelajaran Daring
Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa Pandemi Covid-19.
4. Untuk mengetahui Motivasi Belajar Siswa Di Masa Pandemi
Covid-19.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan

Dapat memberikan sumbangan ilmu dan referensi serta gambaran


yang jelas mengenai Pengaruh Metode Pembelajaran Daring
Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa Pandemi Covid-19 Di
Sd Negeri 6 Bungkulan.

1.4.2 Manfaat Penelitian Secara Praktis

Untuk memberikan informasi tentang Pengaruh Metode


Pembelajaran Daring Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa
Pandeemi Covid-19 Di Sd Negeri 6 Bungkulan.

1.4.3 Manfaat Bagi Penelti

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan sehingga peneliti


bisa memberikan informasi tentang Pengaruh Metode
Pembelajaran Daring Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di Masa
Pandeemi Covid-19 Di Sd Negeri 6 Bungkulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Health Education (Pendidikan Kesehatan)


2.1.1 Deifinisi Health Education
Pendidikan kesehatan adalah kombinasi dari pengalaman belajar yang
bertujuan untuk mempengaruhi, mengaktifkan dan memperkuat perilaku sukarela
yang bermanfaat bagi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat untuk
memfasilitasi proses yang memungkinkan individu, keluarga dan kelompok
membuat keputusan tentang praktik dalam kesehatan (Tannahill, 2009).
Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang
dinamis dimana perubahan bukan hanya sekedar proses transfer materi atau teori
dari satu orang ke orang lain daripada serangkaian prosedur, tetapi perubahan
kesadaran dalam diri individu, kelompok atau masyarakat itu sendiri (Mubarak &
Chayatin, 2009).
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang, melalui tindakan
individu atau kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tentang
hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadi mereka dan orang lain untuk
mempertahankan kapasitas masyarakat untuk mempertahankan kesehatannya dan
kami berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
praktik, tetapi juga untuk memperbaiki atau memperbaiki lingkungan (baik fisik
maupun non-fisik) untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Kriswanto,
2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan proses
perubahan pola perilaku hidup sehat yang bertumpu pada kesadaran diri individu,
kelompok dan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan.

2.1.2 Ruang Lingkup Health Education


Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, antara lain: aspek sasaran pendidikan, aspek kesehatan, tatanan atau
tempat penyelenggaraan pendidikan kesehatan dan tingkat pelayanan kesehatan
(Notoadmodjo, 2012).
1) Sasaran Pendidikan Kesehatan, dapat dikelompokkan yaitu:
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu atau orang
b. Pendidikan kesehatan kelompok, dengan kelompok sasaran seperti
kelompok pengajian, kelompok budaya, kelompok adat, organisasi
wanita dan organisasi profesi dan lain-lain.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat
luas seperti, melalui pembentukan wadah perwakilan masyarakat yang
peduli terhadap kesehatan
2) Aspek Kesehatan. Ada kesepakatan umum bahwa kesehatan masyarakat itu
memiliki 4 aspek pokok yaitu:
a. Promotif (Promosi)
b. Preventif (Pencegahan)
c. Kuratif (Penyembuhan)
d. Rehabilitatif (Pemulihan)
3) Tempat Penyelenggaraan Pendidikan Kesehatan Menurut dimensi
pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:
a. Pendidikan kesehatan di lingkungan keluarga (rumah tangga)
b. Pendidikan kesehatan di lingkungan sekolah, dilaksanakan di sekolah
dengan sasaran murid.
c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran pekerja atau
karyawan yang bersangkutan.
d. Pendidikan kesehatan di tempat - tempat umum, seperti terminal bus,
stasiun kereta api, bandara, tempat olahraga, dan lainnya.
e. Pendidikan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti: rumah
sakit, puskesmas, Poliklinik rumah bersalin, dan lainnya.
4) Tingkat Pelayanan Kesehatan. Dimensi pendidikan pada tingkat pelayanan
kesehatan dapat dilakukan menurut tingkat pencegahan dari leavel and clark,
sebagai berikut;
a. Promosi kesehatan seperti memperbaiki pola makan, gaya hidup dan
meningkatkan kebersihan lingkungan.
b. Perlindungan khusus seperti adanya program imunisasi.
c. Diagnosis dini serta pengobatan tepat waktu.
d. Pembatasan Cacat yaitu seperti kurangnya pemahaman dan kurangnya
kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakit, seringkali
mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya secara
penuh, sedangkan pengobatan yang tidak sempurna dapat
mengakibatkan kecacatan bagi yang bersangkutan
e. Pemulihan atau rehabilitasi

2.1.3 Tujuan Health Education


Pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah perilaku yang merugikan
kesehatan atau yang tidak sesuai dengan standar kesehatan menjadi perilaku yang
bermanfaat atau sesuai dengan kesehatan (Nurmala et al., 2018). Pendidikan
kesehatan memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1) Mengubah perilaku individu, keluarga dan masyarakat dengan cara
memajukan dan memelihara perilaku dan lingkungan sehat, serta berperan
aktif dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang maksimal.
2) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga serta masyarakat untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3) Menurut WHO, tujuan dari pendidikan kesehatan yaitu untuk
mengubah/memodifikasi perilaku individu dan/atau masyarakat di bidang
kesehatan.

2.1.4 Prinsip Pedidikan Kesehatan


Prinsip – prinsip pendidikan kesehatan yaitu (Clift & Jensen, 2005):
1) Pendidikan kesehatan bukan hanya sekedar pelajaran di kelas, tetapi
seperangkat pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan, sikap
dan kebiasaan sasaran pendidikan,
2) Pendidikan kesehatan tidak bisa dengan mudah diberikan oleh seseorang
kepada orang lain, hal tersebut karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu
sendirilah yang akan mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri,
3) Tenaga pendidik harus menciptakan tujuan atau sasaran pendidikan kesehatan
sehingga individu, keluarga, kelompok serta masyarakat dapat merubah sikap
dan perilakunya sendiri.
4) Pendidikan kesehatan dinyatakan berhasil jika sasaran pendidikan kesehatan
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) telah dapat merubah sikap dan
perilakunya sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan yang telah ditetapkan
2.1.5 Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga
sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dan berubah
perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan. Dari berbagai media atau alat bantu
pendidikan, leaflet merupakan media yang paling banyak dan sering digunakan
oleh petugas kesehatan untuk menyampaikan informasi saat pendidikan kesehatan.
karena leaflet berbentuk lembaran yang dilipat dan mudah dibawa ke mana saja
sehingga jika seseorang lupa apa yang sudah disampaikan maka bisa membacanya
di leaflet (Notoatmodjo, 2010).
1) Media cetak
a. Booklet: digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku,
baik tulisan maupun gambar.
b. Leaflet: melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan
ataupun keduanya.
c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan. 4.
Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk
lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, di mana tiap lembar
(halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai
pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
d. Rubrik/tulisan - tulisan: pada surat kabar atau majalah, mengenai
bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
e. Poster: merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan -
pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok - tembok,
di tempat - tempat umum, atau di kendaraan umum.
f. Foto: digunakan untuk mengungkapkan informasi - informasi kesehatan.
2) Media elektronik
a. Televisi: dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya
jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas cermat.
b. Radio: bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah.
c. Video Compact Disc (VCD)
d. Slide: digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
e. Film strip: digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
f. Media papan (Billboard) Papan/billboard yang dipasang di tempat -
tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan - pesan atau informasi –
informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan
yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum
(bus/taksi) (Nursalam and Efendi, 2008)

2.1.6 Metode Pendidikan Kesehatan


Metode pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan pendekatan yang
digunakan dalam proses pendidikan untuk penyampaian pesan kepada sasaran
pendidikan kesehatan yaitu: individu, kelompok atau keluarga, dan masyarakat.
Menurut Mubarak dan Chayatin (2009) macam-macam metode pembelajaran
dalam pendidikan kesehatan berupa:
1) Metode pendidikan individual
Metode pendidikan individual pada pendidikan kesehatan digunakan untuk
membina perilaku baru serta membina perilaku individu yang mulai tertarik
pada perubahan perilaku sebagai proses inovasi. Metode pendidikan individual
yang biasa digunakan adalah bimbingan dan penyuluhan, konsultasi pribadi,
serta wawancara.
2) Metode pendidikan kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk
kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok yang kecil.
Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran
Pendidikan.
3) Metode pendidikan massa
Metode pendidikan masa digunakan pada sasaran yang bersifat massal yang
bersifat umum dan tidak membedakan sasaran dari umur, jenis kelamin,
pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan. Pendidikan kesehatan
dengan menggunakan metode pendidikan massa tidak dapat diharapkan
sampai pada terjadinya perubahan perilaku, namun mungkin hanya mungkin
sampai tahap sadar (awareness). Beberapa bentuk metode pendidikan massa
adalah ceramah umum, pidato, simulasi, artikel di majalah, film cerita dan
papan reklame.
2.2 Konsep Media Sosial
2.2.1 Definisi Media Sosial
Media Sosial adalah sekelompok aplikasi berbasis Internet yang didasarkan
pada fondasi ideologis dan teknologi Web 2.0 dan memungkinkan pembuatan dan
pertukaran konten yang dibuat pengguna (Cahyono, 2016).
Jaringan sosial atau media sosial adalah alat untuk meningkatkan kapasitas
pengguna untuk berbagi (share), bekerja sama (operate) antar pengguna dan
melakukan tindakan kolektif yang berada di luar kerangka kelembagaan atau
organisasi. Jejaring sosial bisa disebut media online, dimana penggunanya
menggunakan aplikasi berbasis internet berupa blog, wiki dan forum. Efek positif
dari fungsi media sosial adalah mempercepat penyebaran informasi, namun efek
negatif dari media sosial yakni interaksi manusia secara langsung berkurang,
kecanduan penggunaan jejaring sosial, masalah etika dan hukum karena konten
yang melanggar moral, privasi, dan peraturan (Fitrianur, 2016).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Media sosial merupakan pengembangan lebih
lanjut dari teknologi web berbasis internet yang memberikan kemudahan bagi
setiap orang untuk berkomunikasi dan berpartisipasi. Media sosial adalah teknologi
digital yang memudahkan pengguna untuk membuat dan berbagi materi melalui
Internet.

2.2.2 Klasifikasi Media Sosial


Jenis-jenis jejaring sosial berdasarkan karakteristik penggunanya, terdiri dari
enam jenis (Kemendagri, 2014), yaitu:
a. Proyek kolaborasi situs web atau website, dimana memungkinkan
penggunanya untuk mengubah, menambah, atau menghapus konten dari situs
web. Misalnya Wikipedia.
b. Blog dan microblog, dimana pengguna memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan sesuatu di blog, seperti perasaan, pengalaman, pernyataan,
dan kritik tentang sesuatu. Misalnya Twitter.
c. Konten, pengguna website ini berbagi konten multimedia seperti e-book,
video, foto, gambar. Seperti misalnya Youtube.
d. Situs jejaring sosial, pengguna diizinkan untuk terhubung dengan membuat
informasi pribadi, grup atau sosial untuk orang lain seperti Facebook, Line,
We Chat, WhatsApp, telegram dan lainnya yang dapat mengakses dan
terhubung.
e. Dunia game virtual (virtual game world), pengguna dapat muncul dalam
bentuk avatar sesuka hati melalui aplikasi 3D dan berinteraksi dengan orang
lain yang berwujud avatar di dunia nyata, misalnya game online.
f. Dunia sosial virtual (virtual social world), adalah aplikasi berupa dunia virtual
yang menawarkan kemungkinan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Misalnya, second life

Media sosial memiliki dampak positif dan negatif, antara lain dampak positif dalam
pemanfaatan media sosial,
a. Cepat, ringkas, padat dan sederhana
b. Menciptakan hubungan yang lebih intens dan memberikan kesempatan user berinteraksi
dengan mitra, pelanggan, relasi serta membangun hubungan timbal balik secara langsung
dengan mereka.
c. Jangkuan yang luas dan global

d. Kendali dan terukur, pengguna dapat mengendalikan dan mengukur efektivitas informasi
yang diberikan melalui respon balik serta reaksi yang muncul.
e. Sarana belajar, mendengarkan dan menyampaikan terkait informasi, data, isu yang berada
disekitar kita.
f. Sarana perencanaan, strategi dan manajemen. Memanfaatkan sebagai ajang promosi baik
kesehatan maupun non-kesehatan, marketing suatu jasa atau produk.

2.3 Konsep Perilaku


2.3.1 Definisi Perilaku
Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan
perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. Belajar dapat
didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman (Irwan, 2017)
Menurut Skinner (1938) dalam (Notoadmodjo, 2012) Perilaku merupakan
bagian dari aktivitas suatu organisme. Perilaku adalah apa yang dilakukan
organisme atau apa yang diamati oleh organisme lain. Perilaku juga merupakan
bagian dari fungsi organisme yang terlibat dalam suatu tindakan. Perilaku
merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus (rangsang dari luar). Perilaku
terjadi melalui proses respon, sehingga teori ini sering disebut dengan teori ”S-O-
R” atau Teori Organisme Stimulus
Menuirut (Notoadmodjo, 2012) Perilaku kesehatan didefinisikan sebagai suatu
respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan sebagainya.

2.3.2 Domain Perilaku


Benyamin Bloom membagi perilaku manusia menjadi 3 domain sesuai dengan
tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan 3 ranah yakni kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan
(Conner, 2015).
1) Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Knollmueller
and Blum, 1975); (Badura and Kickbusch, 1991); (Gochman, 1988); (Irwan,
2017):
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagian suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Contoh: seorang remaja yang bisa
menjelaskan mengapa terjadi perubahan secara fisik pada remaja saat
pubertas. Seorang ibu yang bisa menjelaskan jenis-jenis alat kontrasepsi
dan kegunaannya masing-masing.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di
sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum,
rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan –
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip – prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada. Misalnya,
dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan –
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi, dapat menanggapi
terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab – sebab
mengapa ibu – ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.
2) Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan diatas dapat
disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:
a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau
dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap
orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu
terhadap ceramah – ceramah tentang gizi.
b. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima
ide tersebut. Misalnya seorang ustadz yang memberikan respons
kepada istrinya ketika sang istri ditawarkan untuk menggunakan
kontrasepsi kepada istrinya .
c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu
yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya)
untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan
tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai
sikap positif terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap
yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB,
meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
3) Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi
dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu
tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas, juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau
istri, orang tua atau mertua, dan lain – lain. Praktik ini mempunyai beberapa
tingkatan (Irwan, 2017); (Ajzen and Fishbein, 2000); (Siregar, 2020):
a. Respons terpimpin (guided response) Dapat dilakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan
indikator praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat
memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong
– motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.
b. Mekanisme (mekanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah
merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat kedua.
Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada
umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.
Ibu yang sudah terbiasa memasak air hingga mendidih dan memasak
sayur hingga matang. Ibu yang sudah terbiasa menyiapkan sarapan
buat anaknya dan anaknya harus mengkonsumsi sarapan di pagi hari.
c. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah di
motifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Misalnya ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi
berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.
Peneliti di bidang apapun, termasuk peneliti perilaku, metoda atau cara pengukuran
sangat berperan dalam menentukan hasil penelitian tersebut. Karena hasil
penelitian termasuk menganalisis hasil tersebut diperoleh dari pengukuran.
Mengumpulkan data penelitian pada hakikatnya adalah mengukur dari variabel
subjek penelitian. Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan
melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya.
Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali
(recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek
tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu
(Notoatmodjo, 2012)

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Terdapat banyak teori yang menjelaskan faktor yang memengaruhi perilaku. Di
dalam bidang perilaku kesehatan, salah satunya yakni teori Lawrence Green. Teori
ini disebut juga model perubahan perilaku Precede-Proceed dari Lawrence Green
dan M. Kreuter (2005), bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor
individu maupun lingkungan, dan karena itu memiliki dua bagian utama yang
berbeda. Bagian pertama adalah PRECEDE terdiri atas Predisposing, Reinforcing,
Enabling, Constructs in, Educational/Ecological, Diagnosis, dan Evaluation.
Bagian kedua adalah PROCEED yang terdiri atas Policy, Regulatory,
Organizational, Constructs in, Educational, Environment, dan Development)
(Fertman, 2010).
Menurut Green Lawrence dalam teori ini bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi
oleh dua faktor yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Faktor perilaku
dipengaruhi oleh 3 hal yakni (Notoatmodjo, 2010); (Irwan, 2017); (Gochman,
1988):
1) Faktor-faktor predisposisi, yakni faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
perilaku seseorang. Faktor-faktor ini terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, norma sosial, budaya, dan faktor
sosiodemografi.
2) Faktor-faktor pendukung, yakni faktor-faktor yang memfasilitasi suatu
perilaku. Yang termasuk kedalam faktor pendukung adalah sarana dan
prasarana kesehatan.
3) Faktor-faktor pendorong, yakni faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya suatu perilaku. Faktor-faktor ini terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok
referensi perilaku masyarakat.
Dari teori Precede dan Proceed diketahui bahwa salah satu cara untuk mengubah
perilaku adalah dengan melakukan intervensi terhadap faktor predisposisi yaitu
mengubah pengetahuan, sikap dan persepsi terhadap masalah kesehatan melalui
kegiatan pendidikan kesehatan.

Definisi Perilaku 3M
Program 3M terdiri dari memakai masker, menjaga jarak/ menjauhi kerumunan dan
mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir

2.4 Kerangka Teori


Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggunakan dasar teori Precede-
Proceed dari Lawrence Green dan M. Kreuter (2005) yang dijelaskan pada gambar
berikut.

Predisposing Factor
Health
Promotion Behaviour
and Lifestyle

Health Education Reinforcing Factor


Quality
Health
of Life
Policy Regulation
Organization Environment
Enabling Factor

Pender (health promotion) saran


Gambar 2.4 Kerangka Teori Model Precede-Proceede Lawrence Green dan M.
Kreuter
Penelitian ini memfokuskan pada penerapan perilaku 3M melalui pendidikan
kesehatan (health education) melalui media sosial yang kemudian dilakukan
penelitian apakah ada pengaruh Health Education Dengan Menggunakan Media
Sosial terhadap Penerapan 3M pada pelajar SMP
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi
Health
Promotion Behaviour
and Lifestyle
Faktor Penguat
Health Education (Reinforcing
Factors)

Policy Regulation
Organization Environment
Faktor Pendorong
(Enabling Factors)

3.2 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Quasy-
Experimental dengan rancangan One Group Pretest-Posttest Design. Penelitian ini
tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding, namun telah
menggunakan tes awal (pretest) sehingga besarnya pengaruh health education melalui
media sosial dapat diketahui dengan pasti (Reichardt, 2019). Pada penelitian ini
sample penelitian pertama-tama diberikan pretest terlebih dahulu, kemudian diberikan
perlakuan / intervensi. Setelah itu diadakan posttest untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh pengaruh health education dengan menggunakan media sosial terhadap
perilaku 3M remaja siswa SMP.

3.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara hubungan antara dua variabel
atau lebih yang harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan uji statistik
yang sesuai. (Rinaldi & Mujianto, 2017). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1 : Ada Pengaruh Health Education Dengan Menggunakan Media Sosial Terhadap
Perilaku 3M Pada Remaja SMP

3.4 Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan deskripsi dari batas-batas variabel yang
bersangkutan atau apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Rinaldi &
Mujianto, 2017). Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian ini:
Tabel kesehatan melalui
kegiatan  Bertanggungja
pendidikan wab
kesehatan. Tindakan
 Respon
terpimpin
 Mekanisme
 Adopsi
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek/subjek penelitian yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan (Rinaldi & Mujianto, 2017).
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja Sekolah Menengah Pertama / SMPN 2
Banjar dengan kriteria:
a. Inklusi: siswa/siswi SMP kelas 9, memiliki handphone (HP) dengan aplikasi
WhatssApp
b. Eksklusi: HP yang dimiliki sedang rusak, siswa malas menggunakan media
sosial

3.5.2 Sample
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu probability sampling
dengan menggunakan jenis Cluster Random Sampling. Cluster sampling atau area
random sampling merupakan sampel acak sederhana yang setiap unitnya dicatat
sebagai satu kelompok atau klaster (Yusuf, 2017). Sample pada penelitian ini adalah
siswa/siswi kelas 9 SMPN 2 Banjar. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
ini ditentukan melalui rumus Pocock sebagai berikut (Seldrup & Pocock, 1985):

n= × f (α , β)
(μ 1−μ 2) 2
Keterangan:
n = besar sampel
σ = standar deviasi
α = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)
β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)
f (α , β) = konstanta berdasarkan tabel pocock (sesuai tabel pocock yakni 10,5)
μ1 = rerata skor empowerment (sebelum perlakuan / pre test)
μ2 = rerata skor empowerment yang diestimasi (setelah perlakuan / post test)

3.6 Tempat Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di SMPN 2 Banjar yang terletak di Desa
Kayuputih, Kec. Banjar, Kabupaten Buleleng.
3.7 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada ………………………….

3.8 Etika Penelitian


……………………………………………………………

3.9 Alat Pengumpulan Data


Instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan kuisioner dengan menggunakan skala Guttman

3.10 Prosedur Pengumpulan Data


Penelitian ini dalam proses pengambilan dan pengumpulan data diperoleh
setelah sebelumnya mendapat izin dari pihak kepala sekolah untuk mengadakan
penelitian, dengan langkah-langkah:
a. Sebagai langkah awal penelitian, tahap persiapan peneliti membagi kelompok
sesuai dengan data sampel yang ditemukan
b. Melakukan identifikasi kelompok sesuai dengan kriteria inkluasi dan eksklusi.
c. Persiapan alat-alat dalam penelitian
d. Meminta persetujuan orang tua wali agar anak dapat dijadikan responden
penelitian. (Inform Concent). Selanjutnya, peneliti membagikan pre-test
sebelum dilakukan intervensi (pre-test pada empat kelompok)
e. Melakukan intervensi pendidikan kesehatan
f. Membagikan post-test kepada responden ketika telah diberikan intervensi
g. Melakukan penghitungan score dan evaluasi tentang pengaruh semua
perlakuan

3.11 Validasi dan Realibilitas

3.12 Pengolahan Data

3.13 Analisis Data


Analisis data dilakukan setelah seluruh kuesioner dari responden terkumpul.
Setelah data terkumpul selanjutnya melakukan pengolahan data, dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Editing, dilakukan penataan data untuk mengadakan pengolahan lebih lanjut.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : Mengecek nama dan
kelengkapan identitas responden untuk menghindari kesalahan ataupun
kekurangan data dari responden, Mengecek kelengkapan data, memeriksa isi
instrumen pengumpulan data, Mengecek macam isian data untuk menghindari
ketidakpastian pengisian.
b. Coding, mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut macamnya.
Memberi nilai (score) pada masing-masing jawaban menurut item pada
kuesioner sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam definisi operasional.
Memberikan total nilai (total score) untuk memperoleh kategori responden
pada masing-masing variabel dependen. Kategori yang diperoleh dari masing-
masing variabel dependen pada pretest dan posttes
c. Tabulasi, dalam bentuk tabel sesuai dengan variabel-variabel yang diukur
untuk mengetahui pengaruhnya masing-masing terhadap perilaku personal
hygiene di tempat penelitian. Data dari setiap tabel yang diperoleh agar mudah
dianalisis, maka untuk tafsiran datanya digunakan padoman penafsiran data
(Arikunto, 2006)
d. Data dianalisis secara dekriptif maupun statistik untuk mengetahui gambaran
distribusi dan variasi dari masing-masing variabel dilakukan dengan perangkat
lunak komputer program statistik IBM SPSS, dengan Uji Wilcoxon untuk
mengetahui perbedaan pre-test dan post-test, Mannwhitney perbedaan setiap
kelompok pre-test dan post-test, dan Kruskal Wallis untuk mengetahui nilai
median dari masing-masing kelompok semua dengan kriteria data tidak
berdistribusi normal dan tidak homogen. α < 0,05
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai