Anda di halaman 1dari 3

Benign Prostatic Hyperplasia

Terapi Farmakologi

Tujuan terapi adalah untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Untuk memulai terapi, pasien akan
diberikan AUA. Pertanyaan didalam AUA memiliki 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki
nilai 0 hingga 5 dengan nilai maksimum 35. Pasien nantinya akan digolongan keparahannya
berdasarkan skor :
• Skor 0 - 7 : bergejala ringan
• Skor 8 - 19 : bergejala sedang
• Skor 20 - 35 : bergejala berat
Pasien akan mendapatkan perawatan sesuai dengan tingkat keparahan. Berdasarkan skor AUA,
dapat dikatakan bahwa pasien digolongkan pada BPH dengan gejala berat.

Obat yang biasa digunakan untuk terapi BPH, antara lain :


1. α1-blocker
Pengobatan dengan antagonis adrenergik α bertujuan menghambat kontraksi otot polos
prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Mekanisme kerja dari oba
golongan ini adalah .
Dibandingkan dengan plasebo, antagonis adrenergik-α terbukti dapat memperbaiki gejala
BPH, menurunkan keluhan BPH yang meng- ganggu, meningkatkan kualitas hidup (QoL), dan
meningkatkan pancaran urine. Rata-rata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala miksi
hingga 30-45% atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan sebelum
terapi.
Perbaikan gejala meliputi keluhan iritatif maupun keluhan obstruktif sudah dirasakan sejak
48 jam setelah pemberian obat. Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka waktu lama dan
belum ada bukti-bukti terjadinya intoleransi dan takhipilaksis sampai pemberian 6- 12 bulan .
Efektifitas obat golongan antagonis adrenergik-α tergantung pada dosis yang diberikan,
yaitu makin tinggi dosis, efek yang diinginkan makin nyata, namun disamping itu komplikasi yang
timbul pada sistem kardiovaskuler semakin besar. Untuk itu sebelum dilakukan terapi jangka
panjang, dosis obat yang akan diberikan harus disesuaikan dahulu dengan cara meningkat-kannya
secara perlahan-lahan (titrasi) sehingga diperoleh dosis yang aman dan efektif
Contoh obat : Fenoksibenzamin, prazosin, afluzosin, indoramin, doksazosin, terazosin dan
tamsulosin.
2. 5α-reductase inhibitor
Mekanisme dari obat golongan ini adalah menginduksi proses apoptosis sel epitel prostat
yang kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20 – 30%. 5a-reductase inhibitor juga dapat
menurunkan kadar PSA sampai 50% dari nilai yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada
deteksi dini kanker prostat.
Contoh obat dari golongan ini adalah Finasteride dan dutasteride. Finasteride digunakan bila
volume prostat >40 ml dan dutasteride digunakan bila volume prostat >30 ml. Efek samping yang
terjadi pada pemberian finasteride atau dutasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi disfungsi
ereksi, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-bercak kemerahan di kulit

3. Antagonis Reseptor Muskarinik


Mekanisme menghambat atau mengurangi stimulasi reseptor muskarinik sehingga akan
mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih. Penggunaan antimuskarinik terutama untuk
memperbaiki gejala storage LUTS. Analisis pada kelompok pasien dengan nilai PSA <1,3 ng/ml

(≈volume prostat kecil) menunjukkan pemberian antimuskarinik bermanfaat.


Penggunaan antimuskarinik dapat menimbulkan efek samping, seperti mulut kering (sampai
dengan 16%), konstipasi (sampai dengan 4%), kesulitan berkemih (sampai dengan 2%),
nasopharyngitis (sampai dengan 3%), dan pusing (sampai dengan 5%)

4. Phospodiesterasi 5 Inhibitor
Meningkatkan konsentrasi dan memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) intraseluler, sehingga data mengurangi tonus otot polos detrusor, prostate,
dan uretra.
Contoh : Sildenafil, vardenafil dan tadalafil.

5. Kombinasi
1. α1-blocker + 5α-reductase inhibitor
Terapi ini bertujuan untuk mendapatkan efek sinergis dengan menggabungkan manfaat
yang berbeda dari kedua golongan. Namun, efek samping dari 5α-reductase inhibitor tidak
bisa hilang.

2. α1-blocker + antagonist reseptor muskarinik


Kombinasi ini bertujuan until memblok α1-adrenoceptor dan cholinoreceptors muskarinik
M2 dan M3 pada saluran kemih bawah. Kombinasi ini data mengurangi frekuensi
berkemih, nokturia, urgensi, episode inkonitinensia, skor AUA dan memperbaiki kualitas
hidup dibandingkan dengan α1-blocker atau plasebo.
Efek samping dari kombinasi ini dilaporkan lebih tinggi daripada efek terapi nya.
Diperlukan residu urin selama pemberian terapi ini.

Pasien direkomendasikan Tamsulosin 0,4mg dan Finasteride. Berdasarkan mekanisme, Tamsulosin


lebih cepat memberikan efek klinis. Sedangkan Finasteride yang terrasuk ke dalam golongan 5α-
reductase inhibitor akan lebih lama memberikan efek klinis yaitu sekitar 6 bulan. Finasteride
mamapu memperkecil prostat namun efek samping dari Finasteride adalah menurunkan libido,
impoten, ginekomastia dan timbul bercak-bercak pada kulit.

Perlu dilakukan pengawasan terapi secara berkala agar mengetahui apakah obat bekerja efektif
untuk mengurangi gejala atau tidak.

Tamsulosin adalah boat golongan α1-blocker, oleh karena itu pengawasan dilakukan 1 tahun setelah
terapi pada mingau ke 12 dan 24.

Anda mungkin juga menyukai