Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN (NEONATUS)

DENGAN HIRSCHPRUNG

OLEH :

NI LUH GEDE CANDRA PRAMITA

2014901060

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2020/2021
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal
dengan panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai congenital
aganglionesis, aganglionic megacolon, atau Hirschsprung’s disease
(Prihastuti, 2011.) Hircshprung adalah malformasi kongenital di mana
saraf dari ujung distal usus tidak ada. Hircshprung disebut juga penyakit
yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan
dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau
Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanyasel– sel gangglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi
usus spontan( Betz, Cecily &Sowden, 2000 dalam Prihastuti, 2011).
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu penyakit yang menyerang
sistem pencernaan manusia, terutama menyerang usus besar (colon).
Pada penyakit ini, dijumpai pembesaran usus besar (megacolon), akibat
absennya sel ganglion pada bagian distal usus. Penyakit Hirschsprung
sering menyerang neonatus bahkan anak-anak, yang sering ditandai
dengan keterlambatan pengeluaran mekonium pertama, muntah bilious,
distensi abdomen (Surya & Dharmajaya, 2015).
Hirschprung disease adalah suatu kelainan berupa terjadinya
obstruksi usus karena tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak
ada evakuasi usus spontan yang sering menyerang neonatus dan anak-
anak. Jadi penyakit hirschaprung adalah suatu kelainan bawaan dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani
interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari
kolon sampai pada usus halus.
2. Etiologi
a. Faktor Prediposisi
1) Faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding
plexus
b. Faktor presipitasi
1) Terjadinya obstruksi fungsional colon yang berkepanjangan
2) Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach
dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke
arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 %
sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh
usus sampai pylorus.
3) Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding
plexus

3. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub
mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum
dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik)
dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat
berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran
cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon (Cecily Betz & Sowden, 2010:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul
didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang
proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan
dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 2009 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena
tidak adanya ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan
mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari
kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal
menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien
mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi
sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan
pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa
pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama
berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan
peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus
dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang
mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh
Dona L.Wong,1999:2010).

4. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28
jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2009 :
317).Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah,
bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis
sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi
abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi
mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala
rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare,
distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada
colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis
nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang
dapat berdarah ( Nelson, 2010 : 317 ).
Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Periode neonates
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi
abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit
Hirchsprung tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam
pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan mekonium setelah
24 jam pertama (24-48 jam). Muntah bilious (hijau) dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat
dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang
mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena
tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan
feses jadi berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah (Kessman,
2008 dalam Surya & Dharmajaya, 2015)
b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada
beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga
usia kanak-kanak (Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul pada
anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan malnutrisi.
Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen
disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan.
Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal
impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam jiwa dan
sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008 dalam Surya & Dharmajaya,
2015).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden,
2010:197)
a. Masa neonatal
1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
2) Muntah berisi empedu
3) Enggan minum
4) Distensi abdomen
b. Masa bayi dan anak – anak
1) Konstipasi
2) Diare berulang
3) Tinja seperti pita dan berbau busuk
4) Distenssi abdomen
5) Adanya masa difecal dapat dipalpasi
6) Gagal tumbuh
7) Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia

5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Radiologi
1. Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen terlihat tanda-tanda
obstruksi usus letak rendah.Umumnya gambaran kolon sulit
dibedakan dengan gambaran usus halus.Pada foto polos
abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan
dilatasi kolon proksimal.Penyakit hirschaprung pada neonatus
cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus letak rendah
dan daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara.Pada pasien bayi
dan anak gambaran distensi kolon dan masa feses lebih jelas
dapat terlihat.
2. Foto barium enema
Fotobarium enema memberikan gambaran yang sama
disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang
sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada
bagian proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnose
penyakit hirschaprung ditegakkan dengan melihat perlambatan
evakuasi barium karena gangguan peristaltic.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai
pada foto enema barium:
1) Abrupp, perubahan mendadak;
2) Cone, bentuk seperti corng atau kerucut;
3) Funnel, bentuk seperti cerobong.
b. Pemeriksaan Biopsi
Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang
terinfeksi, merupakan langkah penting dalam mendiagnosis penyakit
Hirschsprung. Ada beberapa teknik, yang dapat digunakan untuk
mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang didapatkan akan
lebih akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh
ahli patologi yang berpengalaman. Apabila pada jaringan ditemukan
sel ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi.
Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di
pilih teknik lain yang kurang invasive, seperti Barium enema dan
anorektal manometri, untuk menunjang diagnosis (Schulten, 2011
dalam Surya & Dharmajaya, 2015).
c. Pemeriksaan Anorectal Manometry
Pada individu normal, distensi pada ampula rectum
menyebabkan relaksasi sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh
saraf intrinsic pada jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf
internal ini ditemukan pada pasien yang terdiagnosis penyakit
Hirschsprung. Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam
laboratorium motilitas dengan menggunakan metode yang disebut
anorectal manometry Selama anorektal manometri, balon fleksibel
didekatkan pada sfingter anal. Normalnya pada saat balon dari
posisi kembang didekatkan pada sfingter anal, tekanan dari
balon akan menyebabkan sfingter anal relaksasi, mirip seperti
distensi pada ampula rectum manusia. Namun pada pasien dengan
penyakit Hirschsprung sfingter anal tidak bereaksi terhadap
tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir, keakuratan anorektal
manometri dapat mencapai 100% (Schulten, 2011 dalam Surya &
Dharmajaya, 2015).
d. Laboratorium
a) Kimia darah : pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan
panel renal biasanya pada batas normal. Anak dengan diare
memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan
elektrolit.
b) Darah rutin : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
hematokrit dan platelet preoperative
c) Profil koagulasi : pemeriksaan ini dialkukan untuk memastikan
tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi
sebelum operasi dilakukan

6. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini
merupakan 70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering
ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak perempuan.
b. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki
maupun perempuan

7. Komplikasi
Menurut corwin (2011:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2011:381) menyebutkan komplikasi penyakit
hirschsprung adalah :
a. Peneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses perikolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya
endotoksin karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada
dinding usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru-paru
sehingga mengganggu ekspansi paru.
b. Entrokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran
endotoksin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tidak pernah mengadakan gerakan
kontraksi dan relaksasi karena ada kolostomi sehingga terjadi
kekakuan ataupun penyempitan.
8. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Tindakan bedah sementara
Tindakan ini berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion
normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan untuk
menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebgai
salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari
kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat
dilakukan bedah definitif usus dan mengecilkan kaliber usus yang
telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose.
2) Tindakan bedah definitive
a) Prosedur Swenson
Merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk
mengangani penyakit Hirschsprung. Segmen aganglionik
direseksi sehingga kolon sigmoid kemudian dianastomose
oblique dilakukan antar kolon normal dengan rectum bagian
distal.
b) Prosedur Duhamel
Pertama kali diperkenalkan tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson. Poin utamanya adalah pendekatan
retrorectal digunakan dan beberapa bagian rectum yang
aganglionik dipertahankan. Usus aganglionik direseksi hingga
bagian rectum dan rectum dijahit. Usus bagian proksimal
kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rectum
dan sacrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan
pada rectum yang tersisa.
c) Prosedur Soave
Diperkenalkan pada tahun 1960, intinya membuang mukosa
dan submukosa dari rectum dan menarik ganglionik ke arah
ujung maskuler rectum aganglionik.
d) Myomectomy Anorectal
Prosedur ini merupakan alternative operasi lain bagi anak
dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang sangat
pendek, membuang sedikit bagian midline posterior rektal.
Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektalekstra-mukolas
yang bermula sekitar proksimal garis dentate. Mukosa dan
submukosa dipertahankan.
b. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain:
1) Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan
kongenital pada anak secara dini;
2) Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak;
3) Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis
(pembedahan);
4) Memberikan perawatan colostomy pada pasien dengan tindakan
bedah sementara;
5) Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah
rencana pulang

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau
bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis
dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama
banyak pada anak laki-laki dan perempuan. (Ngastiyah, 2015)
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias
yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar
(lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah
berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.
Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi,
muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama
beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis
dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk
dapat terjadi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita klien selain penyakit Hirschsprung.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan
kepada anaknya.
5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
6) Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a) Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret.
b) Keadaan turgor kulit biasanya menurun
c) Peningkatan atau penurunan berat badan.
d) Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral
7) Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif
pada bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi
hiperperistaltik usus.
8) Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a) Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme
koping yang digunakan.
b) Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang
digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress
menghadapi penyakit anaknya.
9) Observasi manifestasi penyakit hirschprung
a) Periode bayi baru lahir
(1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah
lahir.
(2) Menolak untuk minum air.
(3) Muntah berwarna empedu
(4) Distensi abdomen
b) Masa bayi
(1) Ketidakadekuatan penembahan berta badan
(2) Konstipasi
(3) Distensi abdomen
(4) Episode diare dan muntah
(5) Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya
enterokolitis : diare berdarah, letargi berat)
c) Masa kanak –kanak
(1) Konstipasi.
(2) Feses berbau menyengat dan seperti karbon.
(3) Distensi abdomen.
(4) Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan
pertumbuhan yang buruk.
c. Pola kebiasaan
1) Bernafas
Dikaji untuk mengetahui status pernafasan anak dapakah
mengalami perubahan. Pada hirschprung mengalami sesakkarena
penekanan diafragma yang menyebabkan ekspansi paru menurun
Masalah keperawatan: pola napas tidak efektif
2) Kebutuhan nutrisi
Dikaji untuk mengetahui status gizi. Pada anak hirschprung
mengalami Mual disertai muntah yang berlebihan
Masalah keperawatan : Defisit nutrisi, resiko hipovolemik
3) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui BAB dan BAK anak. Pada anak
hirschprung mengalami gangguan defekasi pengeluaran feses.
Masalah keperawatan: konstipasi
4) Pola aktifitas
Dikaji untuk mengetahui pola aktivitas anak sehari-hari. Mulai
dari aktivitas dan pergerakan anak
5) Istirahat tidur
Kaji jumlah jam tidur anak, ada tidaknya anak susah tidur, ada
tidaknya penggunaan obat tidur
6) Kebersihan diri
Kaji kebersihan diri anak.
7) Rasa nyaman
Kaji kenyamanan anak dengan melihat pergerakan dan ekspresi
anak. Biasanya anak dengan hirschprung dilakukan pembedahan
colostomy anak akan merasakan nyeri
Masalah keperawatan: Nyeri Akut, Gangguan Integritas Kulit
8) Belajar
Kaji apakah orang tua paham tentang perubahan
fisiologis/psikologis dan pemahaman meningkatkan kesehatan
dengan kualitas gizi yang baik. Saat pengkajian dilakukan pada
keluarga, keluarga merasa cemas karena Kurang informasi
pengobatan dan perawatan
Masalah keperawatan : Ansietas
9) Pola spiritual
Untuk mengetahui kegiatan spiritual anak
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : pada keadaan anak hisrchsprung kesadaran
composmentris (kesadaran penuh dengan memberikan respon
yang cukup terhadap stimulus yang diberikan)
b) Keadaan kulit : kaji adanya tugor kulit, kemerahan, odema
c) Gejala cardinal :
(1) Nadi
Frekuensi nadi normalnya 100-160 kali per menit.
(2) Respirasi
Frekuensi pernapasan anak berkisar antara 20-30 kali per
menit.
(3) Suhu
Suhu normal selama hamil adalah 36,2-37,5°C.
Peningkatan suhu menandakan terjadi infeksi dan
membutuhkan perawatan medis
(4) Ukuran lain:
(a) Berat badan
Untuk mengetahui adanya penurunan berat badan anak
(b) Tinggi badan
Mengetahui tinggi badan anak
d) Kepala
(1) Rambut:
Untuk mengetahui warna rambut klien, kebersihan rambut
dan rambut mudah rontok atau tidak
(2) Muka
Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak ada
oedema dan cloasma gravidarum atau tidak.
e) Mata
Untuk mengetahui warna conjungtiva dan sklera, kebersihan
mata, ada kelainan atau tidak dan adakah gangguan
penglihatan seperti rabun jauh/dekat.
f) Hidung
Untuk mengetahui kebersihan hidung klien, ada polip atau
tidak, apakah klien alergi terhadap debu atau tidak
g) Telinga
Untuk mengetahui kebersihan telinga klien serta ada gangguan
pendengaran atau tidak
h) Mulut
Untuk mengetahui keadaan bibir, lidah dan. Mengkaji warna
bibir, integritas jaringan (lembab, kering ). Mengkaji lidah
klien tentang warna
i) Leher
Untuk mengetahui adakah pembesaran kelenjar gondok atau
pembesaran kelenjar limfe
j) Dada dan Axilla
Untuk mengetahui kesimetrisan dada
k) Abdomen
Umumnya anak dengan hirschprung obstipasi. Perut
kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau
l) Anus
Tidak terdapatnya lubang anus
m) Ekstermitas
Untuk mengetahui pergerakan pada anak
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan diagnostic
a) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar
atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian
menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan
terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c) Simple suction rectal biopsy (biopsi isap) mencari sel ganglion
pada daerah sub mukosa.
d) Biopsy rectal (biopsi otot rectum) yaitu pengambilan lapisan
otot rektum.
e) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolineseterase.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kimia darah
b) Darah rutin
c) Profil koagulasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Pre operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan penurunan mortilitas traktus
gastrointestinal;
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan diet kurang;
3) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
ketidakadekuatan asupan nutrisi.
4) Resiko hipovolemik berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif
5) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
b. Diagnosa Post Operasi
1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif;
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
kurang;
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis;
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis;
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi;
6) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran tentang perubahan
dalam peristiwa hidup;
3. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Hasil
1 Konstipasi Setelah di lakukan 1. Observasi bising 1. Untuk menyusun
berhubungan asuhan usus dan periksa rencana penanganan
dengan penurunan keperawatan adanya distensi yang efektif dalam
mortilitas traktus selama …x24 jam abdomen pasien, mencegah
gastrointestinal di harapkan pantau dan catat konstipasi dan
masalah konstipasi frekuensi dan impaksi fekal.
dapat teratasi karateristik feses.
dengan kriteria
hasil : 2. Dorong pasien untuk 2. Untuk
a. Pasien sudah mengkomsumsi meningkatkan
bisa BAB cairan 2,5L setiap terapi pengganti
b. Peristaltik usus hari, bila tidak ada cairan dan hidrasi.
dalam batas kontraindika.
normal 5- 3. Untuk
15x/menit 3. Berikan laksatif meningkatkan
enema atau eliminasi feses
supositorial sesuai padat atau gas dari
kondisi pasien. saluran pencernaan
dan pantau
efektifitasnya.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Catat status nutrisi 1. Berguna dalam
nutrisi kurang dari tindakan perawatan pada penerimaan, mendefinisikan
kebutuhan tubuh selama …x24 jam catat turgor kulit dan derajat atau luasnya
berhubungan diharapkan badan dan derajat masalah dan pilihan
dengan asupan diet kebutuhan nutrisi kekurangan berat intervensi yang
kurang. terpenuhi, dengan badan, integritas tepat.
kriteria hasil: mukosa oral,
a. Nafsu makan kemampuan/ketidak
meningkat mampuan menelan
b. BB meningkat adanya tonus usus,
atau normal riwayat 2. Membantu dalam
sesuai umur mual/muntah/diare. mengidentifikasi
2. Pastikan pola diet kebutuhan atau
pasien yang disukai kekuatan khusus.
atau yang tidak Pertimbangan
disukai. keinginan individu
dapat memperbaiki
masukan diet.
3. Berguna dalam
mengukur
keefektifan nutrisi
dan dukungan
cairan.
3. Awasi masukan atau 4. Dapat
pengeluaran dan mempengaruhi
berat badan secara pilihan diet dan
periodik. mengidentifikasi
area pemecahan
masalah untuk
meningkatkan
4. Selidiki anureksia, pemasukan atau
mual dan muntah penggunaan
dan cacat nutrient.
kemungkinan 5. Membantu
hubungan dengan menghemat energy
obat. Awal khususnya bila
frekuensi,volume, kebutuhan metabolic
konsistensi feses. meningkat saat
demam.
6. Menurunkan rasa
tak enak karena sisa
skutum atau obat
untuk pengobatan
5. Dorong dan berikan respirasi yang
periode istirahat merangsang sisa
sering. muntah.
7. Memaksimalkan
masukan nutrisi
tanpa kelemahan
yang tak
perlu/kebutuhan
6. Berikan perwatan energy dari makanan
mulut sebelum dan banyak dan
sesudan tindakan menurunkan iritasi
pernafasan. gaster.

7. Dorong makan
sedikit dan sering
dengan makana
tinggi protein dan
karbohidrat.

3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan 1. Penurunan sirkulasi


volume cairan tindakan gejala kekurangan volume cairan
berhubungan keperawatan cairan dan elektrolit. menyebabkan
dengan asupan selama ...x24 jam kekeringan mukosa
cairan kurang diharapkan dan pemekatan urin.
kebutuhan volume Deteksi dini
cairan terpenuhi, memungkinkan
dengan kriteria terapi pergantian
hasil: Tanda-tanda cairan segera untuk
dihidrasi tidak ada, memperbaiki deficit.
mukosa mulut dan 2. Dehidrasi dapat
bibir lembab, meningkatkan laju
balance cairan filtrasi glomeruls
seimbang, turgor membuat keluaran
kulit elastis. 2. Pantau intake dan takadekuat untuk
output. membersihkan sisa
metabolisme.
3. Mendeteksi
kehilangan cairan,
penurunan 1 kg BB
sama dengan
kehilangan cairan
1liter.
3. Timbang berat badan 4. Mengganti cairan
setiap hari. dan elektrolit yang
hilang secara oral.
5. Koreksi keseimbang
cairan dan elektrolit,
BUN untuk
mengetahui faal
4. Anjurkan keluarga ginjal (kompensasi).
untuk banyak 6. Mengganti cairan
memberi minum air dan elektrolit secara
putih (2000-2500 adekuat dan cepat.
cc/hari). 7. Anti sekresi untuk
5. Pemeriksaan menurunkan sekresi
laboratorium serum cairan dan elektrolit
elektrolit (Na, K,Ca, agar simbang,
BUN). antispasmolitik
untuk proses
absorbsi normal,
antibiotik sebagai
antibakteri
6. Cairan parenteral berspektrumluas
( IV line ) sesuai untukmenghabt
dengan umur. endotoksin.

7. Obat-obatan:
(antisekresin,
antispasmolitik,
antibiotik)
4 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Monitor tanda- 1. Untuk mengetahui
berhubungan asuhankeperawatan tanda vital. keadaan umum
dengan agen cidera selama …x24 pasien.
biologis jamdiharapkan 2. Untuk mengetahuin
nyeri akut dapat 2. Kaji keluhan nyeri batasan nyeri pada
berkurang dengan (skala nyeri 0-10, pasien.
kriteria hasil : intensitas,
1. Melaporkan frekuensi, dan 3. Untuk mengalihkan
bahwa nyeri tanda nyeri). rasa nyeri pasien.
berkurag
dengan 3. Ajarkan pasien 4. Untuk membantu
menggunakan untuk melakukan menghilangkan
manajemen teknik distraksi nyeri.
nyeri. reaksasi. 5. Agar pasien
2. Mampu mengetahui
mengenalinyer 4. Kolaborasidalam penyebab dari nyeri.
i (skala, pemberian terapi
intensita, obat analgetik.
frekuens, 5. Berikan HE
dantanda tentangpenyebab
nyeri). nyeri.
3. Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan O: O : Untuk mengetahui
berhubungan tindakan Observasi tanda dan terdapat resiko infeksi
dengan efek keperawatan gejala infeksi atau tidak
prosedur infasif selama …x24 jam N: N:
diharapkan resiko a. Cuci tangan sebelum a. Cuci tangan dapat
infeksi dengan dan sesudah kontak membunuh bakteri
kriteria hasil: dengan lingkungan sehingga perawat
suhu dalam rentan sekitar tidak menyebarkan
normal tidak ada bakteri kepada
pathogen yang pasien
terlihat dalam b. Pertahankan tehnik b. Teknik aseptic dapat
kultur, luka dan aseptic mengurangi resiko
insisi terlihat penularan kuman
bersih, merah muda dan infeksi
dan bebas dari E:
drainase purulent 1. Jelaskan tanda dan 1. Agar keluarga dapat
gejala infeksi pada melaporkan segera
keluarga bila terjadi tanda-
tanda infeksi
2. Mengajarkan tehnik 2. Keluarga yang
mencuci tangan paling sering
dengan baik ban bertemu dengan
benar pada keluarga pasien sehingga
rentan untuk
menyebarkan bakteri
pada pasien
6 Defisit Setelah dilakukan 1. Berikan bimbingan 1. Pasien mengetahui
pengetahuan tindakan mengenai penyakit. dan dapat mengenali
berhubungan keperawatan gejala dini dari
dengan kurang selama …x24 jam penyakitnya.
informasi diharapkan pasien 2. Berikan strategi 2. Penyuluhan dapat
dan keluarga penyuluhan membantu pasien
mengetahui tentang mengenai penyakit memahami
penyakitnya, pasien. informasi yang
prognosis, berhubungan dengan
kebutuhan proses penyakit.
pengobatannya 3. Mencegah dan
demgan kriteria 3. Berikan informasi melakukan deteksi
hasil : tentang dini infeksi pada
1. Pasien dan perlindungan pasien berisiko.
keluarga infeksi.
mampu
mengidentifikas
i kebutun
terhadap
informasi
mengenai
penyakita
2. Memperlihatka
n
kemampuanme
ngenai penyakit
7 Ansietas Setelah dilakukan 1. Anjurkan untuk 1. Mendukung
berhubungan tindakan mengungkapkan danmendorog
dengan keperawatan perasaannya. emosiklien sehingga
kekhawatiran selama …x24 jam merasa diperhatikan.
tentang perubahan diharapkan pasien 2. Memberianperasaan
dalam peristiwa dan keluarga tenang karena
hidup mengetahui tentang 2. Berikan penjlasan kondisinya dan bayi
penyakitnya, tentang kondisi dalam keadaan baik.
prognosis, klien. 3. Membantu
kebutuhan mefasilitasi peran
pengobatannya sebagai ibu baru
demgan kriteria sehingga cemas
hasil : berkuang.
a. Klien dan 3. Anjurkan dan bantu
keuarga koping untuk
mengungkapka mengatasi masalah.
n perasaanna
dan
mempunyai
cara untuk
mengatasinya.
8 Ganguan tumbuh Setelah diberikan 1. Monitor tinggi dan 1. Mengetahui
kembang asuhan berat badan setiap perubahan berat
berhubungan keperawatan …x24 hari dengan badan.
dengan jam diharapkan timbangan yang
ketidakadekuatan pertumbuhan dan sama dan waktu
asupan nutrisi perkembangan yang sama dan
tidak terganggu didokumentasikan
dengan kriteria dalam bentuk grafik.
hasil: 2. Izinkan anak untuk
1. BB dan TB beristirahat dan 2. Tidur dapat
mencapai ideal hindarkan gangguan mempercepat
pada saat tidur. pertumbuhan dan
perkembangan anak.
9 Ketidak efektifan Setelah dilakukan O :
pola nafas ashuan 1. monitor pola 1. keadaan pola napas
berhubungan keperawatan pola nafas (frekuensi, dapat mengetahui
dengan penurunan nafas tidak efektif kedalaman, terapi apa yang
ekspansi paru diharpakan usaha nafas) diperlukan
Ditandai dengan : mendapatkan selanjutnya
DS : kriteria hasil : N:
1. Pasien 1. pasien tidak 1. Posisikan pasien 1. posisi semi fowler
mengeluh menggunkan nafas semifowler atau dapat
sesak saat cuping hidung fowler meminimalkan
berbaring 2. retraksi dinding tekanan pada dada
2. Pasien dada berkurang sehingga
merasa tidak 3. Pasien tidak memudahkan
nyaman menggunakan alat pasien dalam
bernafas bantu napas seperti melakukan
DO : O2 inspirasi dan
1. Pasien 4. keluhan pada 2. pertahankan ekspirasi
nampak pasien berkurang kepatenan jalan 2. teknik headlift dan
menggunakan 5. RR dalam batas nafas dengan chinlift dapat
cuping normal headlift dan memudahkan
hidung saat chinlift sirkulasi airway
bernafas C:
2. Pasien 1. kolaborasi 1. pemberian terapi
nampak pemberian oksigen dapat
menggunakan oksigen jika membantu pasien
otot bantu perlu memenuhi
nafas kebutuhan O2

10 Kerusakan Setelah dilakukan O:


integritas kulit asuhan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
berhubungan keperawatan penyebab penyebab gangguan
dengan faktor diharapkan gangguan integritas kulit dapat
mekanis kerusakan integritas kulit menentukan
Yang ditandai integritas kulit tindakan
dengan : dapat teratasi keperawatan
DS :- dengan kriteria selanjutnya
DO : hasil : 2. Monitor 2. Aktivitas dan
1. Kerusakan 1. Gangguan aktivitas dan mobilisasi pasien
jaringan dan integritas mobilisasi dapat mempercepat
atau lapisan dapat pasien maupun
kulit berkurang menghambat
2. Perdarahan 2. Adanya penyembuhan luka
3. Hematoma perbaikan 3. Status nutrisi dapat
jaringan 3. Monitor status menggambarkan
3. Tidak ada nutrisi pasien apakah
tanda-tanda penyembuhan luka
infeksi akan lebih cepat atau
4. Menunjukkan lambat
adanya proses
penyembuhan 1. Menghindari
luka N: terjadinya infeksi
5. Tidak ada 1. Lakukan pada luka
perubahan perawatan luka 2. posisi yang tepat
warna kulit dapat mengurangi
2. Berikan posisi tekanan pada luka
yang sehingga tidak
mengurangi memperparah luka
tekanan pada
luka 1. keluarga orang yang
akan merawat pasien
E: secara lebih lanjut
1. Ajarkan pada sehingga penting
keluarga tentang untuk memberikan
luka dan edukasi kepada
perawatannya. keluarga
2. luka bersih dan kering
dapat mempercepat
penyembuhan luka
2. Ajarkan pada
keluarga agar
menjaka luka
agar tetap bersih 1. Diet TKTP dapat
dan kering membantu
pemenuhan nutrisi
C: untu mempercepat
1. Kolaborasikan penyembuhan luka
pada ahli gizi
untuk
pemberian diet
TKTP

4. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen keempat dari proses
keperawatan setelah merumuskan rencana asuhan keperawatan.
Implementasi merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam
teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti
komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2010).
5. Evaluasi
Tarwoto & Wartonah (2015) menyatakan evaluasi keperawatan
merupakan tindakan akhir dalam proses keperawatan. Menurut Deswani
(2011), evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi
merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi pasien.
C. WOC HIRSCHPRUNG

Faktor Predisposisi: Kegagalan sel neural pada masa embrio


Genetik atau herediter, gangguan dalam dinding usus, gagal eksistensi
perkembangan dari system saraf enteric kranio kaudal pada miyenterik dan sub
dengan keadaan aganglionik pada bagian mukosa dinding plexus
Sel ganglion pada colon tidak ada atau sedikit
distal colon
Ketidakmampuan pengembangan
Control contraksi dan relaksasi peristaltik abnormal
dari pengempisan pada udara
aganglionik

PENYAKIT HIRSCHPRUNG

Gangguan gastrointestinal

Peristaltik tidak sempurna

Obstruksi parsial

Refluks peristaltik Akumulasi benda padat, gas, cair

Mual muntah, perut kembung dan anoreksia Obstruksi dikolon

Intake cairan Intake nutrisi Pelebaran kolon Intervensi pembedahan

tidak adekuat tidak adekuat (megakolon)

Gangguan pada Kurangnya informasi Pasca operasi


Kehilangan cairan
saat defekasi terkait tindakan medis
dan elektrolit Ketidakseimbanga
yang akan diterima Luka akibat prosedur
n nutrisi kurang pembedahan
Kekurangan Konstipasi
dari kebutuhan
volume cairan
Port de entree
Penyaluran nutrisi ke Adanya kekhawatiran Defisit luka pasca bedah
seluruh tubuh tidak adekuat akan adanya perubahan pengetahuan
dalam peristiwa hidup Resiko infeksi
Berat badan sulit naik
Terputusnya jaringan dan saraf
Ansietas
Gangguan tumbuh kembang Merangsang pengeluaran reseptor nyeri

Sekresi histamine, bradikinin dan prostaglandin

Nyeri akut Dipersepsikan sebagai nyeri


DAFTAR PUSTAKA

Amin,Hardi. (2015). Nanda NIC NOC Jili 2. Yogjakarta.mediaction yogja.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah. Volume
2, (edisi Delapan). Jakarta: EGC.

Betz, Cecily, dkk. (2010). Buku Saku Keperawatan Pediatrik.(Edisi 3). Jakarta,
Indonesia: EGC
Cahyaningsih, Dwi.2013.Analisi Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Anak Dengan Post Colostomi Hari Ke-2
Karena Hirschprung Di ruang Teratai Lantai 3 RSUP
FATMAWATI.Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.Depok. Diakses dari (http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20351519-PR-Dwi%20Cahyaningsih.pdf).
Sukri.Sarina.dkk.(2017).”MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM
GASTROISTESTINAL HIRSCHPRUNG”. Diakses dari
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://lms2.unhas.ac.id/cl1/claroline/wor
k/user_work.php%3Fcmd%3DexDownload%26authId
%3D35520%26ASSIGiD%3D1%26workId%3D7%26cidReset
%3Dtrue%26cidReq
%3D302_001&ved=2ahUKEwiwy9i96fngAhVFKo8KHQrBBA44FBA
WMAV6BAgAEAE&usg=AOvVaw0p1b64OfKsmyJYXsFuF5XX.
Wahyu.(2018).”Laporan Pendahuluan Megakolon”.Diakses dari
https://kupdf.net/download/laporan-pendahuluan-
megacolon_5b68bddfe2b6f53e11bcf7d6_pdf.
Herdman, T Heather & Shigemi Kamitsuru. (2017). NANDA-I Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Naufal, Syahabuddin. 2015. LP Megacolon/Hirschprung. Diakses dari


https://www.academia.edu/10352389/LP_Megacolon_Hirschprung_dis
ease. (Diakses pada 11 Maret 2020)

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Prihastuti, Iis, M. Ilham Nurhidayat, & Ronny Juliandita. 2011. Asuhan


Keperawatan Anak Hirschprung. Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/56613064/LP-dan-ASKEP-Hirschprung.
(Diakses pada 11 Maret 2020)

Setyorini, Heni & Ika Pramulya S. 2018. WOC Pre Op dan Post Op Hirscprung.
Diakses dari https://www.scribd.com/document/415129785/Woc-Post-
Op-Hirschprung. (Diakses pada 11 Maret 2020)

Surya, Putu Ayu Ines Lassiyani & I Made Dharmajaya. 2015. Gejala dan
Diagnosis Penyakit Hirschprung. Diakses dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8099. (Diakses pada
11 Maret 2020).

Anda mungkin juga menyukai