Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk

terbanyak di Indonesia, dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah tentu

penggunaan listrik di negara kita ini juga semakin bertambah setiap tahun bahkan

setiap harinya. Saat ini Indonesia masih didukung dengan penggunaan listrik

berbahan dasar minyak mentah, batubara dan juga potensi sumber daya lainnya

seperti air dan angin. Dengan semakin bertambahnya jumlah kebutuhan listrik

negara, tentu cadangan dari beberapa sumber daya fosil yang dipercaya sebagai

penyuplai utama listrik di Indonesia ini semakin hari semakin terkuras jumlahnya

hingga diprediksi akan mengalami kehabisan dalam kurun waktu yang akan

datang. Kini beberapa energi terbarukan mulai dirambah untuk dipergunakan,

salah satu sumber energi terbarukan yang mulai dipergunakan untuk daya

penyuplai listrik dunia adalah energi panasbumi atau geothermal. Energi

panasbumi atau energi geothermal merupakan salah satu bentuk energi terbarukan

yang berasal dari dalam bumi. Energi ini tercipta dari aktivitas lempeng mantel

bumi yang mengalami geseran dan menimbulkan adanya gerakan atau aktivitas

tektonik dan juga aktivitas magma gunung berapi di dalamnya.

Panasbumi merupakan sumber energi alternatif yang diharapkan mampu

menggantikan sumber energi fosil berupa minyak bumi dan batubara dalam

menghasilkan listrik. Dari keseluruhan total potensi sumber daya panasbumi

global, 40% berada di Indonesia. Salah satu cara menentukan daerah prospek

1
2

panasbumi adalah dengan eksplorasi geokimia. Eksplorasi ini meliputi analisa

kimia pada manifestasi geothermal di permukaan bumi seperti mataair panas,

resapan gas maupun analisa kimia pada fluida (gas dan air) dari hasil pemboran

terutama pemboran eksplorasi.

Berdasarkan hal tersebut maka pada seminar ini akan diuraikan tentang

sistem panasbumi dengan analisa Tipe fluida panasbumi untuk mengetahui jenis

fluida panasbumi dengan diagram Thernary. Dikarenakan belum adanya

penelitian yang lebih lanjut mengenai tipe fluida air panas di Daerah penelitian

Khususnya di mata air hidup.

1.2 Maksud dan Tujuan Seminar

Maksud dari penyusunan draft seminar ini adalah untuk melengkapi

persyaratan akademik di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,

Institus Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Tujuan dalam penyusunan seminar ini adalah mengetahui tipe fluida

panasbumi daerah Sapta Tirta Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten

Karanganyar Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode analisis

geokimia.

1.3 Letak dan Kesampaian Daerah

Daerah penelitian panasbumi penyusun tepatnya pada komplek panasbumi

Sapta Tirta yang berada pada Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten

Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Dengan koordinat 07°37’0” -07°38’30” LS

dan 111°02’30” - 111°04’00” BT, sekitar 88 km ke arah baratdaya Gunung Lawu.


3

Daerah Pablengan dan sekitarnya berada pada gunung api aktif yaitu Gunung

Lawu. Kesampaian daerah dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan

beroda dua atau beroda empat dengan waktu yang ditempuh kurang lebih 3 jam

dari kota yogyakarta. (Gambar 1.1)

Gambar 1.1 Peta Indeks Lokasi Penelitian

1.4 Batasan Masalah

Permasalahan yang diangkat dan akan dibahas kali ini adalah tentang

adanya manifestasi panasbumi yang dianggap merupakan indikasi adanya

panasbumi di daerah tersebut. Yang dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan

untuk daerah tersebut.

Pengambilan sampel guna analisis kimia dan pengujian Laboratorium

juga hanya dibatasi pada manifestasi panasbumi (Hot Springs) di daerah Sapta
4

Tirta Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa

Tengah. Analisis kimia pada manifestasi panasbumi tersebut akan digunakan

untuk penentuan jenis fluida pada sistem panasbumi tersebut.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Geologi Regional

Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian tenggara yang meliputi

kawasan G. Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi

menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen,

1949). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah (Central

Depression Zone) Pulau Jawa.

Kondisi geologi di Surakarta tidak lepas dari kondisi geologi Pulau Jawa

pada umumnya. Pada Paleogen Awal, Pulau Jawa masih berada dalam bagian

batas tepi lempeng mikro Sunda sebagai hasil interaksi (tumbukan) antara

lempeng Indo- Australia dengan lempeng Eurasia. Ketika kala Eosen, Pulau Jawa

bagian utara yang semula berupa daratan, menjadi tergenang oleh air laut dan

membentuk cekungan.

Pada kala Oligosen, hampir seluruh Pulau Jawa mengalami pengangkatan

menjadi geoantiklin Jawa. Pada saat yang bersamaan terbentuk jalur gunung api di

Jawa bagian selatan. Pulau Jawa yang semula merupakan geoantiklin berangsur-

angsur mengalami peurunan lagi sehingga pada Miosen Bawah terjadi genang

laut. Gunung api yang bermunculan di bagian selatan membentuk pulau-pulau

gunung api. Pada pulau – pulau tersebut terdapat endapan breksi vulkanik dan
5

endapan-endapan laut. Semakin jauh dari pantai terbentuk endapan gamping koral

dan gamping foraminifera.

Pada Miosen Tengah, pembentukan gamping koral berkembang dengan

diselingi batuan Vulkanik di sepanjang Pulau Jawa bagian Selatan. Kemudian

pada Miosen Atas terjadi pengangkatan. Keberadaan pegunungan jawa bagian

selatan ini tetap bertahan sampai sekarang dengan batuan penyusun yang

didominasi oleh batugamping yang dibeberapa tempat berasosiasi dengan batuan

vulkanik, dalam bentuk vulkanic neck atau terobosan batuan beku.

Pada kala Plistosen paling tidak terjadi dua kali deformasi, yang pertama

berupa pergeseran bongkahan yang membentuk Pegunungan Baturagung, Plopoh,

Kambangan, dan Pejalan Panggung. Sedangkan yang kedua di kala Plistosen

Tengah yang diduga merubah aliran Bengawan Solo Purba, yang diikuti aktivitas

G. Lawu dan G. Merapi, serta sesar Keduwan, akibatnya endapan G. Lawu

membendung aliran Bengawan Solo dan membentuk Danau Baturetno.

Pada (Gambar 1.2) menjelaskan peta Geologi Regional Ponorogo dan

sekitarnya. Terdapat beberapa formasi, salah satu formasi yang terdapat pada

lembar ponorogo merupakan lokasi penilitian penyusun yaitu masuk pada formasi

Qlla (Quarter Lahar Lawu). Pada formasi Qlla terdapat litologi penyusun berupa

breksi laharik dengan fragmen andesit, basalt dan sebagian tertutup oleh endapan

aluvial.
6

Gambar 1.2 Peta geologi regional Ponorogo (Sampurno dan H. Samodra 1997)

A. Geomorfologi Regional

Bentang alam daerah Surakarta dan sekitarnya berupa perbukitan, pedataran,

dan lereng kerucut gunung api. Daerah perbukitan terletak di selatan Surakarta

yang dibentuk oleh batuan sedimen Miosen – Pliosen, lereng kerucut gunung api

di sebelah barat dan timur Surakarta, dan pedataran terletak di Surakarta dan

daearah di utaranya. Uraian satuan morfologi di daerah ini adalah:

1. Satuan Pedataran, tersebar di sekitar Surakarta, Klaten, Sukoharjo, sekitar

Wonogiri, dengan ketinggian 50-100 m. Satuan Pedataran dibentuk oleh

dataran aluvial sungai, berelief halus, kemiringan antara 0 – 5%, sungai

sejajar agak berkelok dengan tebing sungai tidak terjal.


7

2. Satuan Daerah Kaki Gunung Api, tersebar di sekitar lereng G. Merapi(Klaten,

Boyolali), dan lereng G. Lawu (Karanganyar) dengan ketinggian 75 -130 m.

Daerah ini dibentuk oleh endapan gunung api dengan medan agak miring,

relief halus, sungai sejajar dengan tebing sungai agak terjal.

3. Satuan perbukitan Kars, Terletak di bagian selatan (daerah Wonogiri), dengan

ketinggian 45 – 400 m, dicirikan oleh lembah dan bukit terjal, relief kasar.

Satuan ini disusun oleh batuan karbonat batugamping yang mudah larut oleh

air, sehingga membentuk bentang alam kars yang unik

4. Satuan Perbukitan Bergelombang landai, Satuan ini terletak di utara Surakarta

dengan ketinggian 40 – 100m, dengan medan miring dan bergelombang

landai.

5. Satuan Perbukitan Terjal, Satuan ini tersebar di sekitar Wonogiri dan Klaten

bagian selatan dengan ketinggian 200 – 700 m. Dicirikan dengan perbukitan

kasar, terjal, bukit tajam. Penyusun satuan ini adalah breksi vulkanik, lava

andesit, dan batupasir tufan.

B. Stratigrafi Regional

Berdasarkan peta geologi Lembar surakarta – Giritontro (Sampurno, dkk,

1992), batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah batuan malihan (KTm)

yang diduga berumur Kapur – Paleosen Awal, terdiri dari sekis, marmer,

batusabak, batuan gunungapi malih, batuan sedimen malih. Satuan ini tersingkap

di perbukitan Jiwo Klaten. Daerah Surakarta dan sekitarnya tersusun oleh litologi

yang secara stratigrafi dari Muda ke Tua adalah sebaga berikut (Gambar 1.3) :
8

1. Aluvium (Qa) : Terdiri dari kerakal, kerikil, lanau, dan lempung yang

merupakan endapan sungai.

2. Aluvium Tua (Qt) : Tersusun oleh konglomerat, batupasir, lanau, dan

lempung.

3. Formasi Baturetno (Qb) : Tersusun oleh lempung hitam, lumpur, lanau, dan

pasir.

4. Batuan Gunung api Merapi (Qvm) : Tersusun oleh breksi gunung api, lava,

dan tufan.

5. Batuan Gunung api Lawu (Qvl) : Tersusun oleh breksi gunung api, lava,

dan tufan.

6. Formasi Wonosari (Tmwl) : Tersusun oleh batugamping, batugamping

napalan-tufan, batugamping-konglomerat, batupasir-konglomerat, batupasir

tufaan dan lanau.

7. Formasi Kepek (Tmpk) : Terdiri dari napal dan batugamping berlapis

8. Formasi Nampol (Tomk) : Terdiri dari konglomerat, batupasir

konglomerat, aglomerat, batu lanau, batulempung dan tufan.

9. Formasi Oyo (Tmo) : Terdiri dari napal tufaan, tufa andesitan, dan

batugamping konglomeratan.

10. Formasi Sambipitu : Tersusun oleh batupasir dan batulempung.

11. Formasi Nglanggeran (Tmmg) : Tersusun dari breksi gunung api,

aglomerat, batulanau, batulempung dan tufan.

12. Formasi Wuni (Tmw) : Terdiri dari aglomerat dengan sisipan batupasir

tufan dan batupasir kasar.


9

13. Formasi Semilir (Tms) : Tersusun dari tufa, breksi batuapung dasitan,

batupasir tufaan dan serpih.

14. Formasi Mandalika (Tomm) : Tersusun dari lava dasit-andesit dan tufa

dasit.

15. Formasi Gamping Wungkal (Tew) : Tersusun oleh batupasir, napal pasiran,

batulempung, dan batugamping.

16. Batuan Malihan : Tersusun oleh sekis, genes, dan marmer.

17. Diorit Pendul (Tpdi) : Tersusun oleh intrusi diorit.

Gambar 1.3 Stratigrafi geologi regional lembar ponorogo (Sampurno dan H.


Samodra 1997)
10

C. Struktur Geologi Regional

Strktur geologi didaerah ini berupa lipatan, sinklin dan antiklin, serta sesar

yang terdapat di daerah selatan Surakarta. Antiklin dan Sinklin berarah timurlaut-

baratdaya dan timur-barat, sesar atau patahan berarah utara-selatan dan baratdaya-

timurlaut.

Gunung Lawu, Jawa Tengah, merupakan salah satu gunungapi yang

berada pada busur vulkanik Pulau Jawa yang memiliki sumber daya panas bumi

yang direpresentasikan dengan pemunculan mataair panasbumi permukaan di

daerah Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi

Jawa Tengah. Sumber daya panasbumi ini dapat dijadikan sebagai salah satu

sumber energi alternaif yang berperan cukup signifikan dalam memenuhi

kebutuhan energi nasional. Meskipun demikian, potensi panasbumi ini belum

banyak terungkap secara rinci karena masih kurangnya penelitian.

Salah satu manifestasi panasbumi pada Gunungapi Lawu terdapat di Desa

Pablengan berupa mataair panas.

1.5.2 Manifestasi panasbumi

Berbeda dengan sistim minyak-gas, adanya suatu sumber daya panasbumi

di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi

di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mataair panas,

kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya,

dimana beberapa diantaranya, yaitu mataair panas, kolam air panas sering

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak


11

dan lain-lain. Manifestasi panasbumi di permukaan diperkirakan terjadi karena

adanya

perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan-rekahan

yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke

permukaan berikut ini adalah contoh manifestasi panasbumi menurut

Hazuardi,1992.

A. Tanah Hangat (Warm Ground)

Adanya sumber daya panasbumi yang ada dibawah permukaan tanah dapat

ditunjukan antara lain adanya tanah yang hangat atau temperatur dipermukaan

ditempat tersebut lebih tinggi dari temperatur tanah yang ada disekitarnya. Hal ini

terjadi karena adanya perpindahan panas secara konduksi dari batuan bawah

permukaan ke batuan permukaan. Berdasarkan pada besarnya gradien temperatur,

Saptadji (1992) mengklasifikasikan di area panasbumi sebagai berikut:

1. Area tidak panas (non-thermal area) Suatu area diklasifikasikan sebagai area

tidak panas apabila gradien temperatur di area tersebut sekitar 10-40 0C/km.

2. Area panas (thermal area) Area panas dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Area semi thermal, yaitu area yang mempunyai gradien temperatur sekitar

70-800C/km.

b. Area hyperthermal, yaitu sekitar >800C/km area yang mempunyai

gradien temperatur sangat tinggi. Contohnya adalah di Lanzarote (Canary

Island) besarnya gradien temperatur sangat tinggi sekali hingga besarnya

tidak lagi dinyatakan dalam 0C/km tetapi dalam 0C/cm.


12

B. Permukaan Tanah Beruap

Di beberapa tempat dimana uap panas (steam) nampak keluar dari

permukaan tanah. Jenis manifestasi ini disebut steaming ground dimana uap panas

tersebut berasal dari suatu lapisan tipis dekat permukaan yang mengandung air

panas yang mempunyai temperatur sama atau lebih besar dari titik didihnya

(boiling point). Untuk mengukur temperatur dapat digunakan bimetallic strip type

thermometer. Besarnya temperatur di permukaan sangat tergantung dari laju aliran

uap (steamflux). Saptadji (1992) mengelompokkan steaming ground berdasarkan

pada besarnya laju aliran panas seperti diperlihatkan pada (Tabel 1.1)

Tabel 1.1 Klasifikasi Steaming Ground (Saptadji,1992)


Tingkat Kekuatan Laju Aliran Air
panas(J/s m2)
Sangat Kuat 500-5000
Kuat 50-500

Lemah < 50

Umumnya intensitas panas di daerah steaming ground diperkirakan dari

besarnya gradien temperatur. Pemetaan temperatur dilakukan dengan cara

membagi daerah tersebut menjadi sejumlah blok berukuran sama, di mana jarak

antara satu tempat pengukuran ke tempat pengukuran lainnya (titik pusat blok)

berjarak sekitar 20 meter.


13

C. Mataair Hangat atau Panas (Hot or Warm Spring)

Mataair panas ini terbentuk karena aliran air panas atau hangat dari bawah

permukaan melalui rekahan-rekahan batuan. Istilah hangat digunakan bila

temperatur air lebih kecil dari 500°C dan istilah panas bila temperatur lebih besar

dari 500°C.

Sifat air permukaan seringkali digunakan untuk memperkirakan jenis

reservoar dibawah permukaan. Ada beberapa jenis dari kandungan matair panas

yaitu :

1. Mataair panas yang bersifat asam biasanya merupakan manifestasi

permukaan dari suatu sistem panasbumi yang didominasi uap.

2. Sedangkan mataair panas yang bersifat netral biasanya merupakan

manifestasi permukaan dari suatu sistem panasbumi yang didominasi air.

Mata air panas yang bersifat netral, yang merupakan manifestasi

permukaan dari sistem dominasi air,umumnya jenuh dengan silika.

3. Apabila laju aliran air panas tidak terlalu besar umumnya di sekitar mata

air panas tersebut terbentuk teras-teras silika yang berwarna keperakan

(silica sinter terraces atau sinter platforms). Bila air panas banyak

mengandung karbonat maka akan terbentuk teras-teras travertine

(travertine terrace).
14

4. Namun di beberapa daerah, yaitu di kaki gunung, terdapat mata air panas

yang bersifat netral yang merupakan manifestasi permukaan dari suatu

sistem panasbumi dominasi air.

D. Geyser

Geyser didefinisikan sebagai mataair panas yang menyembur ke udara

secara intermitten (pada selang waktu tak tentu) dengan ketinggian air sangat

beraneka ragam, yaitu dari kurang satu meter hingga ratusan meter hingga ratusan

meter. Selang penyeburan air (erupsi) juga beraneka ragam, yaitu dari beberapa

hari. Lamanya air menyembur kepermukaan juga sangat beraneka ragam, yaitu

dari beberapa detik hingga beberapa jam (Prihadi, 2006).

E. Kubangan Lumpur Panas (Mud Pools)

Kubangan Lumpur panas (Mud Pools) umumnya mengandung

noncondensable gas (CO2) dengan sejumlah kecil uap panas. Lumpur terdapat

dalam keadaan cair karena kondensasi uap panas. Sedangkan letupan-letupan

yang terjadi adalah karena pancaran CO2 (Prihadi, 2005).

1.5.3 Jenis-Jenis Energi dan Sistem Panasbumi

Dari semua energi tersebut di atas, energi dari sistem hidrotermal

(hydrothermal system) yang paling banyak dimanfaatkan karena pada sistem

hidrotermal, pori-pori batuan mengandung air atau uap, atau keduanya, dan

reservoir umumnya letaknya tidak terlalu dalam sehingga masih ekonomis untuk
15

diusahakan. Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida

utamanya, sistem hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistem 1 fasa atau

sistem 2 fasa.

Pada sistem 1 fase yaitu, sistem umumnya berisi air yang mempunyai

temperatur 90-180ºC dan tidak terjadi pendidihan bahkan selama eksploitasi.

Contoh dari sistem ini adalah lapangan panasbumi di Tianjin (Cina) dan Waiwera

(Selandia Baru).

Ada 2 jenis pada sistem ini, fluida di dalam reservoar terdiri atas 2 fasa,

yaitu uap dan air dengan proporsi yang bervariasi. Contoh lapangan bersistem dua

fasa adalah Tongonan (Filipina), Dieng dan Lahedong (Indonsia), Broadlands-

Ohaaki dan Kawerau (New Zealand), Hatchobaru dan Otake(Jepang), Aluto

(Ethopia), Olkaria (Kenya), dan Krafla (Iceland). Sistem dua fasa, yaitu: Pri

Utami 1998.

1. Sistim dominasi uap atau vapour dominated system

Sistim dominasi uap atau vapour dominated system yaitu sistem panasbumi

dimana sumur-sumurnya memproduksikan uap kering atau uap basah

karena

rongga-rongga batuan reservoirnya sebagian besar berisi uap panas. Dalam

sistem dominasi uap, diperkirakan uap mengisi rongga-rongga, saluran

terbuka atau rekahan-rekahan. Sedangkan air mengisi pori-pori batuan.

Karena jumlah air yang terkandung di dalam pori-pori relatif sedikit, maka

saturasi air mungkin sama atau hanya sedikit lebih besar dari saturasi air
16

konate (Swc) sehingga air terperangkap dalam pori-pori batuan dan tidak

bergerak, lihat (Gambar 1.4)

Gambar 1.4 Sistem Dominasi Uap (Vapour) (Saptadji,1992)

2. Sistem dominasi air atau water dominated system

Sistem dominasi air atau water dominated system yaitu sistem panasbumi

dimana sumur-sumurnya menghasilkan fluida 2 fasa berupa campuran uap

air. Dalam sistim dominasi air, diperkirakan air mengisi ronggarongga,

saluran terbuka atau rekahan-rekahan. Lapangan Awibengkok termasuk

kedalam jenis ini, karena sumur-sumur umumnya menghasilkan uap dan air.

Profil tekanan dan temperatur terhadap kedalaman sangat berlainan. Pada

sistem dominasi air, baik tekanan maupun temperatur tidak konstant

terhadap kedalaman, lihat (Gambar 1.5)


17

Gambar 1.5 Sistem Dominasi Air (Saptadji,1992)

Dibandingkan dengan temperatur reservoar minyak, temperatur reservoar

panasbumi relatif sangat tinggi, bisa mencapai 350°C. Berdasarkan pada besarnya

temperatur, Petrucci Ralph H (1985) membedakan sistem panasbumi menjadi

tiga,yaitu:

1. Sistem panasbumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistem yang reservoirnya

mengandung fluida dengan temperatur lebih kecil dari 125ºC.

2. Sistem/reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya

mengandung fluida bertemperatur antara 125ºC dan 225ºC.

3. Sistem/reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya

mengandung fluida bertemperatur diatas 225ºC.

Sistem panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida

yaitu sistim entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai

dasar klasifikasi pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalpi, akan

tetapi berdasarkan pada temperatur mengingat entalpi adalah fungsi dari

temperatur (Tabel 1.2)


18

Tabel 1.2 Klasifikasi sistem panasbumi berdasarkan temperatur (Petrucci Ralph H, 1985)
Muffer Bederiter & Haenel, Hochestein
&Cataldi cormy Rybach & (1990)
(1978) (1990) Stegna
(1988)
Sistem panasbumi <900C <1000C <1500C <1250C
entalphi rendah
Sistem panasbumi 900C–1500C 100-2000C - 125-2250C
entalphi rendah
Sistem panasbumi >1500C >2000C >1500C >2250C
entalphi rendah

1.5.4 Tipe Fluida Panasbumi

Sampel air dari mataair panas yang dapat digunakan untuk perhitungan

geothermometer hanya sampel yang memiliki kriteria-kriteria yang memenuhi

asumsi-asumsi formula geothermometer. Pada bagian ini diperkenalkan cara

menentukan tipe air dari suatu mataair panas yang dapat digunakan untuk

geothermometer. Metoda yang digunakan adalah metoda ternary plot Cl-SO4-

HCO3, lihat (Gambar 1.6)


19

Gambar 1.6 Ternary Plot diagram digunakan untuk mengklasifikasi air


panasbumi (Nicholson,1993)

Berdasarkan proporsi relatif ion-ion klorida, sulfat dan bikarbonat.

Menurut Nicholson, 1993. Formula yang digunakan dalam menghitung proporsi

masing-masing ion untuk kemudian diplot pada diagram Ternary Plot adalah

sebagai berikut :

1. Jumlahkan konsentrasi klorida (ppm), sulfat (ppm) dan bikarbonat

(ppm).

Σ Konsentrasi = Cl + SO4 + HCO3 .......................................................[1]

2. Hitung proporsi relatif dari masing-masing komponen jumlah di atas

dalam persen.

%Cl = (Cl / Σ Konsentrasi) 100……...........................................……...[2]

% SO4 = (SO4 / Σ Konsentrasi) 100….....................................…..……[3]

% HCO3 = (HCO3 / Σ Konsentrasi) 100…...........….............................[4]


20

3. Plot posisi masing-masing mata air pada diagram Ternary Plot.

Diagram ini membantu menentukan sampel dari mata air mana yang

paling sesuai untuk perhitungan geothermometer; yaitu yang paling

mendekati puncak titik Cl.

Nicholson (1993) membagi air panas menjadi beberapa tipe berdasarkan

kandungan anion Cl-SO4-HCO3 yaitu:

a. Air Panas Klorida

Tipe air ini merupakan ciri khas dari fluida panasbumi dalam (deep

geothermal fluid) dan termasuk ke dalam sistem panasbumi bertemperatur tinggi.

Air panas klorida memiliki kandungan Cl, Na, dan K yang tinggi, Ca seringkali

rendah, SiO2 cukup tinggi (tergantung temperatur).

b. Air Panas Sulfat

Air panas sulfat biasanya terjadi di daerah panasbumi yang dikontrol oleh

kegiatan vulkanik aktif dimana uap terkondensasi menjadi air permukaan.Air

panas tipe ini memiliki ion SO4 yang tinggi, Cl dan HCO3 sangat rendah

(terkadang 0), mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, dan pH rendah (<2-3).

c. Air Panas Bikarbonat

Air panas bikarbonat merupakan hasil dari kondensasi uap air dan gas ke

dalam air bawah permukaan yang miskin oksigen, ditemukan di daerah non-

vulkanik dengan sistem bertemperatur tinggi. Kandungan ion utamanya adalah

HCO3 dan memiliki pH mendekati netral sebagai hasil dari reaksi air dengan

batuan lokal. Di permukaan, air panas tipe ini dicirikan oleh kehadiran endapan

sinter karbonat atau travertine.


21

1.5.5 Zona Upflow dan Outflow

Zona Upflow merupakan zona potensi panasbumi yang memiliki

permeabilitas serta gradient suhu bawah permukaan yang lebih tinggi dari pada

zona Outflow. Zona Upflow di dominasi oleh mataair dengan tipe fluida sulfat

(SO₄). Keberadaan Zona Upflow disekitar puncak gunung api dengan penciri

fumarol.

Zona Outflow merupakan zona tempat terjadinya lateral flow fluida

panasbumi, dicirikan oleh air panas berupa airpanas bikarbonat dan klorida

(Nicolson, 1993).

Anda mungkin juga menyukai