DENGAN OSTEOPOROSIS
Disusun oleh :
JAKARTA
2021
TINJAUAN TEORI
LAPORAN PENDAHULUAN
Lanjut Usia adalah fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap
individu. UU No. IV. Tahun 1965 pasal 1. menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan
lanjut usia setelah mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya, mencari
nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain
(Aspiani, 2014).
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 tahun. Dari kedua pengertian yang sudah
disebutkan dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah berusia di atas 60
tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (Aspiani, 2014).
Menurut (Dewi, S. R 2014) Lanjut usia dibagi oleh sejumlah pihak dalam klasifikasi
dan batasan:
a. Menurut WHO batasan lanjut usia meliputi:
- Middle Age :45-59 tahun
- Elderly : 60-70 tahun
- Old: 75-90 tahun
- Very Old :> 90 tahun
b. Maryam (2008) mengklasifikasikan lansia antara lain:
- Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
- Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
- Lansia Risiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
- Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan/jasa (Depkes RI, 2003),
- Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
c. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokkan menjadi usia
lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan).
B. Ciri-ciri Lansia
Menurut Hurlock (1980) dalam buku (Padila, 2014) terdapat beberapa ciri-ciri lansia
adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia Perlakuan yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga
dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia
yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan
keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga
diri yang rendah.
C. Karakteristik Lansia
Menurut Pusat Data dan Informasi. Kementerian Kesehatan RI (2016), Karakteristik
lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut ini:
a. Jenis kelamin
Dari data Kemenkes RI (2015), lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin
perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi
adalah perempuan.
b. Status perkawinan
Usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan
hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati
lebih banyak dibandingkan dengan lansia laki-laki. Sebaliknya, lansia laki-laki
yang bercerai umumnya segera kawin lagi.
c. Living arrangement
Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menunjukkan perbandingan
banyaknya orang tidak produktif (umur <15 tahun dan >65 tahun) dengan orang
berusia produktif (umur 15-64). Angka tersebut menjadi cermin besarnya beban
ekonomi yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai
penduduk usia nonproduktif.
D. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah, 2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra Sistem pendengaran
Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan
(daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2)Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.
2) Sistem Muskuloskeletal
- Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur.
-Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi,
sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
- Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan
fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
-Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan
lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat
sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan
elastisitas.
3) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat
4) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
5) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati)
makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya
aliran darah.
6) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
oleh ginjal.
7) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
8) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1. Memory (Daya ingat)
2. IQ (Intellegent Quotient)
3. Kemampuan Belajar (Learning)
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7. Kebijaksanaan (Wisdom)
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi
c. Perubahan Mental faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental
-Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
-Kesehatan umum
-Tingkat Pendidikan
-Keturunan (hereditas)
-Lingkungan
-Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
-Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.Rangkaian dari
kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
-Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode
depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan
menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-
gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang barangnya atau berniat
membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main
dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.
Menurut Nugroho (2000) dalam buku (Abdul, 2016) Perubahan Fisik pada
lansia adalah :
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati,
jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyaratan menurun. berat
otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah. kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara
atau nada yang tinggi. suara tidak jelas. sulit mengerti kata kata, 50%
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga
pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah.
Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan
darah meninggi, karena meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer.
f. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat (menetapkan suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi karena
beberapa faktor yang mempengaruhi yang sering ditemukan adalah
temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi aktifitas otot rendah.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu meningkat,
mengakibatkan menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman nafas menurun pula. Selain itu, kemampuan batuk
menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75
mmHg, dan CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun. waktu
pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi,
fungsi absorbsi menurun.
i. Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai
200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva,
selaput lendir mengering, elastisitas jaringan menurun dan disertai
penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
f. Perubahan Psikososial
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya
tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini
semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain (Padila, 2014).
Seorang lansia agar dapat menjaga kondisi fisik yang sehat, perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial, dengan cara mengurangi kegiatan yang bersifat melelahkan secara fisik.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya
makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang (Padila, 2014).
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti: Gangguan jantung, gangguan
metabolism (diabetes millitus, vaginitis), baru selesai operasi: prostatektomi),
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer (Padila, 2014).
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
-Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
-Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
-Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupan
-Pasangan hidup telah meninggal.
-Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun.
g. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan (Hidayatus,
2018).
Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa
perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai
berikut :
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3) Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadangkadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personality), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
h. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri.
Kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun
(pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-
masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan
hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan kegiatan untuk mempersiapkan
diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh
gaji penuh (Nugroho, 2012).
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi
masing masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
senentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.
Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat
dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.
Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya.
i. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan. gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil (Dewi, S. R, 2014).
Menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit,
sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan
penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga
atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun
tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup sendiri di
perantauan, seringkali menjadi terlantar (Nugroho, 2012)
a) Faktor genetic
Factor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari seseorang
denfan tulang yang besar.
b) Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut pasti
akan menurun dengan bertambahnya usia.
1) Faktor lain
1. Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang
rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium
yang negatif begitu sebaliknya.
2. Protein
Parotein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negatif
3. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium
diginjal.
4. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap penurunan massa
tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
5. Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat.Mekanisme yang pasti belum diketahui.
C)Patofisiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang
sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidpu (merokok, minum kopi), dan
aktifitas fisik mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera
setelah tercapai puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause
mengakibatkan percepatan resorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca
menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis.Vitamin D penting untuk
absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal.Diet mengandung kalsium dan
vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh.
Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
D)Manifestasi Klinis
a. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Nyeri timbul secara mendadadak
c. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
d. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau karena
pergerakan yang salah
e. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
f. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
g. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
h. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
E)Pengkajian
a) Identitas : meliputi nama, umur, jenis kelamin. Pada kasus RA biasanya terjadi pada usia
25-50 tahun, insiden puncak pada usia 40-60 tahun.
b)Keluhan utama : terdapat nyeri pada tulang-tulangnya.
c)Riwayat kesehatan
Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur
pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua,
kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur
dan bersifat weight bearing.
Obat-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti
kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium,
sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor
resiko terjadinya osteoporosis.
c) Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause
dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple
fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body
image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak
atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa
terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan
cemas dan takut bagi penderita.
d) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga.Pengisian
waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat
membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu
mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang
adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi
yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi
sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak
cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity
(kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
F)Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada
fungsional paru.
b. Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung menurun
1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah. Berkurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah
meninggi, karena meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
c. Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus
merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d. Sistem perkemihan
e. Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi,
abdominal distance.
f. Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis
seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan
dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae
thorakalis 8 dan lumbalis 3.
G.Pemeriksaan Diagnostik
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi
demineralisasi 25% sampai 40%.Tampak radiolusesnsi tulang.Ketika vertebra
kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi
bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu,
ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah),
dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain
(missal: osteomalasia, hiperparatiroidisme, dlll) yang juga menyumbang terjadinya
kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada
tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual
energy x-ray absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi
menganai massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk
mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Identitas Klien Ny. S umur 60 tahun datang ke RS Haji Surabaya dengan keluhan nyeri yang
sering dirasakannya pada punggung dan pinggang bagian kiri sejak 3 bulan yang lalu, rasa nyeri
itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya.
Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent di bagian
punggung dan pinggang bagian kiri. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S menderita
osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien mengalami menopause sejak 9
tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia muda dan tidak
menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena usianya
yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak pernah
mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah dirawat di RS. Pola aktifitas
diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya bekerja sebagai staf administrasi
dan tidak suka olahraga karena tidak sempat. Pemeriksaan TB 160 cm, BB 65 kg (BB
sebelumnya 70 kg). Pasien makan 2x sehari dengan porsi yang sedikit. Pasien ketika makan
dibantu oleh keluarganya.
1. Identitas:
Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status Pernikahan : Menikah, 3 anak, 4 cucu
Alamat : Jl. kenangan no.45
Diagnosa Medis : Osteoporosis
Waktu/Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2015 jam 20.45
Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. kenangan no.45
Hubungan dengan klien : Anak klien
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri punggung dan pinggang bagian kiri.
3. Riwayat Kesehatan:
a. Riwayat Psikososial
Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny.S agak pendiam dan sering murung. Pasien
selalu di dalam kamar karena bentuk tubuh yang berubah dan pasien mengalami
keterbatasan fisik sehingga tidak mampu beraktivitas secara mandiri. Pasien merasa
cemas karena hawatir dengan kondisi kesehatannya saat ini.
b. Sosial
Sebelum sakit klien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan selalu berbincang-
bincang dengan anak dan cucunya.
c. Budaya
Pasien menganut budaya jawa dan tidak ada aspek budaya yang merugikan kesehatan
pasien.
d. Spiritual
Klien mengatakan sholat 5 waktu, terkadang ikut puasa di bulan Ramadhan dengan
penuh, klien juga ikut pengajian setiap minggunya jika kondisinya sehat.
d. Nutrisi
Pada saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan. Pasien
mengatakan tidak ada pantangan terhadap makanan tertentu pasien makan di bantu
oleh keluarganya. Jenis makanan yang di konsumsi adalah nasi, ikan, dan sayur.
Pasien makan 2x sehari dengan porsi makanan sedikit.
e. Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa
Pasien mengatakan bisa minum atau mampu menghabiskan 4 gelas air minum dan
pasien tidak mengalami dehidrasi.
f. Oksigenasi
Pasien tidak menggunakan alat bantu bernapas. Pasien tidak mengeluh batuk.
h. Eliminasi Urine
Pasien mengatakan bisa berkemih 2-3x/hari, pasien tidak menggunakan kateter,
pasien bisa BAK dengan di bantu oleh keluarganya.
i. Sensori, Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, dan pasien tidak mengalami
gangguan penglihatan, penciuman, pengecapan maupun sensasi taktil.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran: composmentis
TD: 130/90 mmHg N: 80x/menit S: 36,50c RR: 20x/mnt
b. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan/lebam. Mata simetris, konjungtiva
anemis, hidung simetris tidak menggunakan pernapasan cuping hidung.
c. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri
telan.
d. Dada
Bentuk dada simetris
Pulmo : Inspeksi : bentuk pengembangan paru simetris
Palpasi : premitus taktil kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi: vesikuler
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada midclavicula ICS 5
Perkusi : pekak/redup
Auskultasi : tidak ada suara jantung tambahan
e. Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat pembesaran abdomen dan
tidak terdapat luka.
Auskultasi : suara pristaltik usus 7x/ mnit.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa dan tidak terdapat
asites.
Perkusi : timpani.
f. Genetalia
Tidak terkaji
g. Rectum
Tidak terkaji
h. Ekstremitas:
Atas : ROM ka/ki: 5/5 CRT: 2 detik Akral: hangat
Bawah : ROM ka/ki: 4/5 CRT: 2 detik Akral: hangat
4. B4 (Bladder)
Pasien mengatakan bisa berkemih 2-3x/hari, pasien tidak menggunakan kateter,
pasien bisa BAK dengan di bantu oleh keluarganya.
5. B5 (Bowel)
Klien mengatakan ketika buang air besar di bantu oleh keluarganya, saat dikaji
oleh perawat BAB klien padat dan berwarna coklat dan berbau kas.
6. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumnavertebralis. Punggung pasien kifosis
atau gibbus (dowager’shump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-lenghtine quality dan nyeri spinal.
Lokasi fraktur antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian
dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi
tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan.
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak dapat diklasifikasikan
sebagai C, D, E, F dan G.
Interpretasi :
Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat
Setelah diajukan beberapa pertanyaan (10 pertanyaan) sesuai dengan format
SPMSQ pasien dapat menjawab semua pertanyaan dengan jumlah nilai jawaban
yang benar 6 dan jawaban yang salah 4. Dapat diambil kesimpulan fungsi
intelektual kerusakan ringan.
Interpretasi hasil :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
1 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat
Untuk aspek kognitif klien yang meliputi orientasi, registrasi, perhatian dan
kalkulasi, mengingat dan bahasa klien tidak ada gangguan kognitif berat. Klien mampu
menjawab semua pertanyaan dengan nilai 22 dan skor klien 18 – 23 yaitu Gangguan
kognitif sedang.
d. Inventaris Depresi Beck untuk mengetahui tingkat depresi lansia dari Beck &
Deck (1972)
Skore Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih / tidak bahagia diamana saya tak dapat menghadapinya
2 Saya galau / sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat
membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan
1 Saya merasberkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan
1. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai seorang orang tua (suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat hanya
kegagalan
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang tua pada umumnya
0 Saya tidak merasa gagal
2. KetidakPuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas
3. Rasa bersalah
3 Saya merasa seolah – olah sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk / tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
4. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
1
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
5. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri
0
sendiri
6. Menarik Diri dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli
pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai
sedikit perasaan pada mereka
Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
1
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
7. Keragu-raguan
Dari hasil pengkajian Inventaris Depresi Beckpasien mengalami depresi sedang.
Total penilaiannya pasien dalam batas depresisedang (8-15).
8. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan laboratorium
Jam/Tgl : 08.00/ 18 Oktober 2015
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI INTERPRETASI
NORMAL
Darah Lengkap :
N, 14 gr% 14-16 Normal
Hb 11 ribu/ul 4-11 Normal
AL (angka leukosit) 4,76 juta/ul 4,5-5,5 Normal
AE (angka eritrosit) 350 ribu/ul 150-450 Normal
AT (angka 42,4 gr% 42-52 Normal
trombosit) 2,74 mg/dl 3,5-5,5 Normal
HMT 137,2 mmol/l 135-148 Normal
Albumin 4,32 mmol/l 3,5-5,3 Normal
Natrium 102,0 mmol/l 98-107 Normal
Kalium 95 gr/dl <105 Normal
Keterangan:
- Kadar Ca, P, dan fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata
- Kadar HPT (pada pascamenopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen
merangsang pembentukan Ct)
- Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorpsi Ca menurun
- Ekskresi fosfat dan hidroksiprolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
- Pemeriksaan Bone Densitometry DEXA menunjukkan hasil -2,3 normalnya berada
diatasscore -1
a. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus polposus ke dalam
ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
I. Pemeriksaan Fisik
4 5
II. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas Sehari-hari Di rumah
e) Pola Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi makan 3x sehari
- Nafsu makan Nafsu makan baik
- Makanan tidak Ayam
disukai
- Makanan dipantang Ninjo/ tangkil, kubis/kol, dan udang
b. Minum
- Frekuensi minum 8x/hari
- Minuman disukai Kopi dan teh
- Minuman tidak Air es
disukai
- Minuman pantangan Tidak ada
f) Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi 1x/sehari
- Waktu Pagi hari
- Warna -
- Konsistensi Lunak
- Pemakaian laksatif Tidak
- Keluhan Tidak ada
b. BAK
- Frekuensi 7x/hari
- Warna Kuning jernih
- Keluhan Tidak ada
g) Personal Hygiene
a. Mandi
- Frekuensi 2x/hari
- Pemakaian sabun Ya
b. Sikat gigi
- Frekuensi 2x/hari
- Pemakaian pasta Ya
gigi
c. Keramas 2x/hari
- Frekuensi Ya
- Pemakaian shampoo
h) Pola tidur
- Lama tidur 6 jam
- Tidur siang Jarang
- Kebiasaan sebelum Menonton tv
tidur
- Keluhan Tidak ada
i) Pola Aktifitas
- Jenis kegiatan Sehari-hari mulung aqua bekas,
- Lama kegiatan membei makan ayam dan burung.
Sisa waktunya untuk istrirahat dan
bermain dengan cucu
a. Psikososial
Tn. M mengatakan dapat bersosialisasi dan mempunyai banyak teman/kerabat
b. Emosional
Status mental Tn. M stabil dan kooperatif saat diajak bicara, sikap klien terhadap
keluarga dan tetangga terlihat baik
c. Spiritual
Tn. M beragama islam, klien melakukan sholat 5 waktu dirumah, mengikuti acara
seperti maulid dan tahlil
IV. Pengkajian Fungsional Klien
a. KATZ indeks
Table
Kriteria :
- Mandiri : 20
- Ketergantungan ringan : 12-19
- Ketergantungan sedang : 9-11
Setelah dilakukan pengkajian Bhartel Index Capacity Tn. M termasuk kategori
ketergantungan ringan dengan skor 19
c. Status Quesioner (SPMSQ)
Intruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban. Catat jumlah
kesehatan total berdasarkan 10 pertanyaan.
Tabel
9 1 Jumlah : 9
Tabel
Pengkajian Skala Nilai
o) Status mental : 0
- Lansia menyadari kondisinya
sendiri/normal Tidak = 0
- Lansia mengalami Ya = 15
penurunan/keterbatasana kognitif
Total skor 50
Kategori :
Tidak berisiko 0-24
Risiko rendah 25-50
Risiko tinggi ≥51
Tabel
Intetpretasikan hasil :
Jumlah total klien dan maukan ke dalam kategori berikut ini :
24-30 = tidak ada gangguam kognitif
18-23= gangguan kognitif sedang
0-17 gangguan kognitif berat
V. Analisa Data
4 5
DO :
1. Agar resiko
Edukasi
jatuh tidak
1. Jelaskan terjadi
tujuan dan
prosedur
Edukasi
mobilisasi
2. Ajarkan 1. Agar klien
mobilitas mengetahui
sederhana tujuan dan
yang harus prosedur dari
dilakukan mobilisasi
(seperti 2. Agar klien
gerakan ROM) mengetahui
jenis gerakan
ROM
O:
- Klien tampak
meringgis
3. S :
- Klien mengatakan
rasa nyeri timbul
ketidak habis
duduk dan jalan
seharian
O:
- Klien tampak
kesulitan untuk
bangun dan
berjalan
2. 24 1. Mengdentifikasi adanya 1. S :
Desember keluhan fisik - Klien mengatakan
2020 2. Mengdentifikasi dari telapak kaki
tolenransi fisik melakukan hingga ke betis
mobilitas teras terasa nyeri
3. Memonitor kondisi umum (pegal, kaku)
selama melakukan sehingga berat
mobilitas untuk berjalan
O:
- Klien tampak
berhati-hati saat
berjalan
2. S :
- Klien mengatakan
hanya mampu
berdiri/berjalan
selama 30 menit
O:
- Kekuatan otot
ekstermitas bawah
4
3. S :
- Klien mengatakan
sudah memahami
tujuan dan prosedur
mobilitas
O:
- Klien tampak
semangat dan
memperhatikan
3. 26 1. Mengidentifikasi kesiapan 1. S :
Desember dan kemampuan - Klien mengatakan
2020 menerima informasi siap menerima
informasi dari
tenaga kesehatan
O:
- Klien tampak
memperhatikan dan
merasa senang
dalam menerima
informasi
O:
- Klien tampak melakukan
aktivitas (ketika berjalan
kakinya sudah tidak diseret
lagi)
A : - masalah teratasi
P : - intervensi dihentikan