Anda di halaman 1dari 8

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama

NURINDAH
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
Indonesian Tobacco and Fibre Crops Research Institute
Jl. Raya Karangploso, Kotak Pos 199, Malang-Jawa Timur

ABSTRAK PENDAHULUAN
Pengelolaan agroekosistem dalam pengendalian hama,
merupakan salah satu metode dalam Pengendalian
Konsep pengendalian hama terpadu (PHT)
Hama Terpadu (PHT) yang diterapkan dengan muncul pada tahun 1960an sebagai pemikiran
pendekatan ekologi. Penerapan metode ini dilakukan kepedulian terhadap lingkungan akibat peng-
setelah dipahami faktor-faktor penyebab suatu gunaan pestisida dan dampaknya terhadap
agroekosistem menjadi rentan terhadap eksplosi hama,
dan dikembangkan metode-metode yang dapat
lingkungan. PHT merupakan pengembangan
meningkatkan ketahanan agroekosistem tersebut metode-metode pengendalian alternatif dalam
terhadap eksplosi hama. Prinsip utama dalam perlindungan tanaman terhadap serangga hama.
pengelolaan agroekosistem untuk pengendalian hama Dengan demikian, yang berkembang adalah
adalah menciptakan keseimbangan antara herbivora
dan musuh alaminya melalui peningkatan keragaman
metode pengendalian yang bersifat silver bullet,
hayati. Peningkatan keragaman vegetasi dan yaitu satu metode yang prinsipnya adalah dapat
penambahan biomassa, dapat meningkatkan keragam- mengendalikan adanya peledakan populasi hama
an hayati dalam suatu agroekosistem. Peningkatan dan menekan kerusakan tanaman. Karakter dari
keragaman vegetasi dilakukan melalui pola tanam
polikultur dengan pengaturan agronomis yang
mertode ini adalah pengandalan dari suatu
optimal. Penambahan biomassa dilakukan dengan teknik pengendalian.
mengaplikasikan mulsa, penambahan pupuk hijau dan Pengembangan PHT selanjutnya lebih
pupuk kandang. Kedua metode ini ditujukan untuk mengarah pada pengelolaan agroekosistem yang
mendapatkan produktivitas lahan yang optimal dan
berkelanjutan.
dikembangkan berdasarkan teori-teori ekologi,
terutama dalam merancang suatu agroekosistem
Kata kunci: Kapas, Gossypium hyrsutum, Pengendalian
Hama Terpadu, pengelolaan agro-
yang lebih tahan terhadap peledakan populasi
ekosistem, , keragaman hayati. hama. Pada umumnya yang ditekankan adalah
pemanfaatan kekuatan alami yang dimung-
ABSTRACT kinkan dengan melakukan pengurangan peng-
gunaan insektisida pada suatu agroekosistem
Agroecosystem management for Pest Control
(Pimentel dan Goodman 1978; Levins dan Wilson
Agroecosystem management is an Integrated Pest 1979). Walaupun demikian, pada umumnya
Management (IPM) with ecological approaches. This konsep PHT dipraktekkan dengan prinsip
method can be applied when the factors that make the
penggunaan pestisida secara bijaksana (intellegent
agro ecosystem become vulnerable to pest outbreak are
known. The main agroecosystem management for pest pest management = IPM), yang ditunjukkan
management is to create the balance between dengan adanya konsep ambang ekonomi, dan
herbivores and their natural enemies by increasing teori-teori ekologi yang dikembangkan gagal
biodiversity, enhancing vegetations and biomasses.
diterapkan.
Increasing vegetation diversity can be done by
adopting poly culture systems, optimizing agronomic Lambatnya penerapan PHT berdasarkan
arrangements. Increasing biomasses can be done by teori-teori ekologi yang telah dikembangkan,
applying mulch, green manures, and cattle manures. disebabkan pada awalnya pengembangan PHT
Both methods are aimed to obtain optimal land
terfokus pada pengembangan-pengembangan
productivity and sustainability.
metode alternatif dari penggunaan pestisida
Key words: Cotton, Gossypium hirsutum, Integrated
dalam pengendalian hama (Lewis et al, 1997).
Pest Management, agroecosystem
management, biodiversity PHT hendaknya diterapkan berdasarkan evaluasi

78 Volume 5 Nomor 2, Desember 2006 : 78 - 85


fakta-fakta mengapa suatu agro-ekosistem tersebut perlu dilakukan pengembalian keseim-
menjadi rentan terhadap eksplosi hama dan bangan (resiliance), yaitu dengan mengembalikan
bagaimana membuat suatu agroekosistem fungsi dari masing-masing komponen yang ada
menjadi lebih tahan terhadap eksplosi hama. dalam agroekositem tersebut.
Pemikiran ini merubah konsep PHT dari suatu Beberapa praktek budidaya yang dapat
hubungan linier antara hama sasaran dan suatu meningkatkan kerentanan suatu agroekosistem
strategi pengelolaan hama, menjadi suatu terhadap hama adalah:
hubungan yang berupa jaringan (web) antara
1. Penurunan Keragaman Lanskap
serangga hama, musuh alami dan keragaman
tanaman (Altieri dan Altieri, 2004). Penekanan Pengembangan pertanian secara besar-
dari konsep ini adalah pencegahan timbulnya besaran di negara industri mengakibatkan
masalah hama, dengan meningkatkan ‘keke- perubahan terhadap keragaman lanskap, karena
balan’ agroekosistem dengan memadukan adanya penyederhanaan agroekosistem melalui
teknik-teknik pengelolaan hama melalui perluasan lahan, penambahan kepadatan
aktivitas-aktivitas budidaya yang lain, sehingga tanaman, peningkatan keseragaman tanaman
produktivitas lahan dan kesehatan tanaman dalam umur dan kualitas fisik, serta penurunan
dapat terjaga, serta mendapatkan keuntungan keragaman intra dan ekstra spesifik dalam
ekonomi. Konsep ini menekankan pada pen- pertanaman. Kondisi ini mengakibatkan
carian faktor-faktor penyebab suatu agro- terjadinya kesenjangan perkembangan antara
ekosistem menjadi rentan terhadap hama. herbivora dan musuh alaminya. Terdapat
Makalah ini akan mengemukakan pemikiran- fenomena bahwa serangga herbivora masuk
pemikiran dalam pengelolaan hama dengan dalam pertanaman dan memencar secara
memahami faktor-faktor penyebab rentannya bersamaan pada suatu pertanaman, sedangkan
suatu agroekosisitem terhadap infestasi hama, musuh alaminya masuk mulai dari tepi
serta teknik pengelolaan agroekosistem tersebut pertanaman dan menyebar ke tengah dengan
dalam pengendalian hama. selang waktu 3 minggu (Price, 1976). Kondisi ini
akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara
hama dan musuh alaminya. Dengan demikian,
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB perluasan lahan pertanaman monokultur akan
KERENTANAN AGROEKOSISTEM semakin merentankan agroekosistem tersebut
TERHADAP EKSPLOSI HAMA terhadap eksplosi hama.

Agroekosistem yang merupakan suatu 2. Penurunan Keragaman Tanaman


ekosistem pertanian dapat dikatakan produktif Kerentanan agroekosistem terhadap hama
jika terjadi keseimbangan antara tanah, hara, merupakan suatu akibat dari penyederhanaan
sinar matahari, kelembaban udara dan dari lanskap, seperti yang terjadi pada sistem
organisme-organisme yang ada, sehingga pertanian dengan input tinggi di negara-negara
dihasilkan suatu pertanaman yang sehat dan maju dan negara-negara yang mengembangkan
hasil yang berkelanjutan (Altieri dan Altieri, ekspor hasil pertanian dengan menerapkan
2004). Gangguan-gangguan terhadap agroeko- sistem tanam monokultur. Sistem pertanian
sistem tersebut dapat diatasi karena telah ada monokultur menurunkan jumlah dan aktivitas
sistem yang dapat mengatasi atau mentoleransi musuh alami karena terbatasnya sumber pakan,
adanya cekaman biotik dan abiotik yang ada. seperti polen, nektar dan mangsa atau inang
Jika terdapat gangguan pada suatu alternatif yang diperlukan oleh musuh alami
agroekosistem oleh patogen, serangga hama atau untuk makan, bereproduksi (Andow, 1991) serta
degradasi lahan, maka untuk mencegah tempat untuk refugia untuk bertahan pada suatu
terjadinya kerentanan pada agroekosistem ekosistem (Jervis et al, 2004). Sebaliknya, bagi

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama (Nurindah) 79


serangga herbivora, pertanaman monokultur tanaman oleh herbivora. Beberapa studi
merupakan sumber pakan yang terkonsentrasi melaporkan bahwa pemberian beberapa tingkat
dalam jumlah banyak, sehingga herbivora pupuk N berkorelasi positif dengan peningkatan
tersebut dapat bereproduksi dan bertahan populasi herbivora, karena adanya peningkatan
dengan baik. Beberapa serangga herbivora kapasitas reproduksinya (Brodbeck et al, 2001;
dilaporkan dapat berkembang biak dengan baik Luna, 1988; Altieri dan Nicholls, 2003).
pada pertanaman monokultur yang dipupuk, Penambahan dosis pupuk N dari 30 kgN/ha
disiang dan diairi secara intensif (Price, 1991). menjadi 60 – 90 kg N/ha meningkatkan populasi
Kondisi agroekosistem seperti ini secara terus Helicoverpa armigera, Amrasca biguttula dan Earias
menerus akan menyebabkan agroekosistem sp. pada kapas, sehingga meningkatkan frekuensi
menjadi rentan terhadap eksplosi hama. rata-rata penyemprotan dari 2,5 kali menjadi 3,7
kali; dan tidak meningkatkan hasil kapas berbiji
3. Penggunaan Pestisida secara nyata (Sahid et al., 2000).
Dampak negatif dari penggunaan insektisida
5. Iklim
kimia secara intensif dalam jangka panjang telah
banyak dilaporkan, yaitu timbulnya resistensi, Cuaca dapat menjadi faktor abiotik penting
resurgensi, munculnya serangga sekunder, dan pemicu peledakan populasi hama. Hal ini tidak
polusi. Sedikitnya telah dilaporkan adanya 50 terlepas dari faktor fisiologis herbivora.
spesies arthropoda yang telah resisten terhadap Komponen iklim yang paling berpengaruh
insektisida dan akarisida (van Driesche dan terhadap perkembangan populasi serangga
Bellows, 1996). Resistensi musuh alami terhadap adalah suhu dan kelembaban udara. Guiterez et
insektisida, kalau pun terjadi, sangat lambat, al. (1974) melaporkan bahwa beberapa kondisi
karena musuh alami berpeluang kecil suhu dan kelembaban udara dapat menyebabkan
mempunyai gen yang resisten, karena populasi perubahan pada populasi kutu daun, karena
rendah, serta proses evolusi yang berbeda adanya perubahan pada perkembangan fisiologi,
dengan herbivora. migrasi dan pemencaran, sehingga menyebabkan
Penggunaan insektisida kimia, pada banyak peledakan populasi lokal. Suhu dan kelembaban
kasus, tidak memecahkan masalah, bahkan tertentu pada pertanaman (iklim mikro) terjadi
menimbulkan masalah baru, yaitu terjadinya karena kondisi pertanaman yang merupakan
resistensi terhadap insektisida (Martin et al., 2000; akibat dari praktek agronomi dalam budidaya
Wolfenbarger dan Vargas-Camplis, 2002; tanaman, misalnya jarak tanam, populasi
Fakhrudin et al., 2003) dan terjadinya ledakan tanaman dan pemupukan. Populasi tanaman
populasi hama sekunder (Hallberg, 1989; Kelly, yang tinggi dan jarak tanam rapat
1995; Schultz et al., 2001). Salah satu contoh mengakibatkan tanaman tumbuh sangat rimbun,
dampak negatif penggunaan insektisida adalah sehingga terjadi iklim mikro pada pertanaman
penggunaan insektisida dari kelompok piretroid (suhu dan kelembaban udara tinggi) yang sangat
sintetik secara berlebihan untuk mengendalikan rentan terhadap infestasi herbivora.
populasi H. armigera pada kapas di Lamongan
pada MTT 2003 dan 2004. Penggunaan insekisida
PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM
kimia sintetik yang berlebihan tersebut
mengakibatkan peledakan populasi hama
Faktor-faktor penyebab rentannya suatu
sekunder Bemisia sp. dan menyebabkan petani
agroekosistem terhadap eksplosi hama dapat
gagal panen (Nurindah dan Mukani, 2005).
diatasi dengan melakukan pengelolaan
agroekosistem supaya menjadi lebih tahan
4. Pemupukan yang Tidak Berimbang
terhadap eksplosi hama. Tujuan dari pengelolaan
Pemupukan Nitrogen dengan dosis tinggi agroekosistem adalah menciptakan keseim-
dapat menyebabkan peningkatan kerusakan bangan dalam lingkungan, hasil yang

80 Volume 5 Nomor 2, Desember 2006 : 78 - 85


berkelanjutan, kesuburan tanah yang dikelola nya pada waktu dan jumlah yang cukup,
secara biologis dan pengaturan populasi hama sangat berpengaruh terhadap produktivitas
melalui keragaman hayati serta penggunaan lahan. Pengelolaan air dapat dilakukan
input yang rendah (Altieri, 1994). Untuk dengan teknik-teknik pengawetan air tanah.
mencapai tujuan ini, strategi yang dikembangkan
4. Meningkatkan keragaman spesies dan
adalah optimalisasi daur hara dalam tanah dan
genetik dalam agroekosistem, sehingga
pengembalian bahan organik, konservasi air dan
terdapat interaksi alami yang mengun-
tanah serta keseimbangan populasi hama dan
tungkan dan sinergi dari komponen-kom-
musuh alaminya. Strategi ini mengarah pada
ponen agroekosistem melalui keragaman
suatu pengaturan lanskap yang ada, sehingga
hayati.
didapatkan kemantapan fungsi dari keragaman
hayati yang membantu dalam proses menuju
Prinsip-prinsip ini dapat diterapkan melalui
agroekosistem yang sehat.
berbagai teknik budidaya. Teknik-teknik tersebut
Konsep ekologi dalam PHT, merupakan
akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam
konsep dari proses alami dan interaksi-interaksi
produktivitas, stabilitas dan keseimbangan pada
biologi yang dapat mengoptimalkan sinergi
suatu agroekosistem, tergantung pada peluang-
fungsi dari komponen-komponennya. Dengan
peluang yang ada pada lokasi (spesifik lokasi),
demikian, lahan dengan keragaman hayati yang
sumberdaya alam yang ada serta pasar. Tujuan
tinggi, mempunyai peluang tinggi untuk terjaga
akhir dari pengelolaan agroekosistem adalah
kesuburan tanahnya melalui aktivasi biota tanah.
memadukan komponen-komponen yang ada
Selain itu, perkembangan populasi herbivora
sehingga efisiensi biologis dapat diperbaiki,
dapat terjaga melalui peningkatan peran
keragaman hayati dapat dilestarikan dan
arthropoda berguna dan antagonis. Pengelolaan
dihasilkan produksi yang berkelanjutan.
agroekosistem untuk mendapatkan produksi
Seperti telah dibahas di atas, pertanaman
yang berkelanjutan dan sesedikit mungkin
monokultur dapat memicu eksplosi hama, karena
berdampak negatif terhadap lingkungan dan
budidaya monokultur dapat menyebabkan
sosial, serta input rendah dimungkinkan dengan
agroekosistem menjadi tidak stabil. Ketidak-
menerapkan prinsip-prinsip ekologi sebagai
stabilan agroekosistem masih dapat diperbaiki
berikut (Reijntes et al., 1992):
dengan menambahkan keragaman tanaman pada
1. Meningkatkan daur ulang dan optimalisasi suatu pertanaman dan lanskap (Gillesman, 1999)
ketersediaan dan keseimbangan alur hara. yang disebut sebagai rekayasa ekologi (ecological
Prinsip ini dapat dilakukan dengan melaku- engineering). Keragaman tanaman yang tinggi
kan rotasi dengan tanaman-tanaman pupuk dapat menciptakan interaksi dan jaring-jaring
hijau. makan yang mantap dalam suatu agroekosistem.
Keragaman tanaman dalam suatu agroekosistem
2. Memantapkan kondisi tanah untuk per-
merupakan konsep dasar dalam pengendalian
tumbuhan tanaman dengan mengelola bahan
hayati (Noris dan Kogan, 2006).
organik dan meningkatkan biota tanah.
Peningkatan keragaman tanaman pada suatu
Pemberian biomassa pada lahan akan
agroekosistem dapat dilakukan melalui praktek
menambah bahan organik yang selanjutnya
budidaya dengan sistem tumpangsari, agrofo-
akan meningkatkan biota tanah yang
restry atau dengan menggunakan tanaman
berguna dalam peningkatan kesuburan
pelindung atau penutup tanah. Praktek budidaya
tanah.
ini telah umum dilakukan pada sistem pertanian
3. Meminimalkan kehilangan karena keter- di Indonesia. Pada tanaman perkebunan, kapas
batasan ketersediaan air melalui pengelolaan selalu ditanam secara tumpangsari dengan
air. Air dibutuhkan tanaman untuk dapat palawija (jagung, kedelai, kacang tanah atau
berproduksi optimal, sehingga ketersediaan- kacang hijau). Pada suatu agroekosistem dengan

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama (Nurindah) 81


keragaman tanaman yang tinggi, akan kandungan bahan organik tinggi dan aktivitas
mempunyai peluang adanya interaksi antar biologi yang tinggi biasanya menunjukkan
spesies yang tinggi, sehingga menciptakan adanya kesuburan yang tinggi dan adanya jaring-
agroekosistem yang stabil dan akan berakibat jaring makanan (food web) serta mikroorganisme
pada stabilitas produktivitas lahan dan yang kompleks, sehingga mencegah terjadinya
rendahnya fluktuasi populasi spesies-spesies infeksi patogen (Magdoff dan van Es, 2000).
yang tidak diinginkan (van Emden dan Williams, Dengan demikian, interaksi multitropik yang
1974). Pada pertanaman kapas yang ditum- terjadi di atas permukaan tanah dan di bawah
pangsarikan dengan kedelai, dilaporkan permukaan tanah merupakan suatu food web yang
mempunyai keragaman spesies parasitoid telur saling tergantung dan menyebabkan terjadinya
penggerek buah kapas Helicoverap armigera yang stabilitas populasi herbivora. Hal ini disebabkan
lebih tinggi dibandingkan dengan pada oleh adanya keseimbangan antara herbivora dan
pertanaman kapas monokultur (Lusyana, 2005). musuh alaminya dan patogen dengan
Keragaman spesies parasitoid telur yang lebih antagonisnya. Keseimbangan ini akan men-
tinggi berakibat pada peningkatan kontribusi jadikan suatu agroekosistem menjadi sehat dan
mortalitas H. armigera oleh faktor mortalitas dapat menciptakan sistem pertanian yang
biotiknya. berkelanjutan.
Pengelolaan habitat untuk pengendalian
hama dengan menambahkan keragaman hayati PENGENDALIAN HAMA MELALUI
hendaknya diikuti dengan perbaikan kualitas PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM
tanah. Kualitas kesuburan tanah yang baik,
merupakan media untuk mendapatkan tanaman Pengendalian hama merupakan salah satu
yang sehat dan tanaman yang sehat merupakan aktivitas dari budidaya tanaman. Kegiatan ini
dasar dari pengelolaan hama yang berbasis dapat dilakukan melalui perancangan agro-
ekologi. Pada sistem pertanian organik, populasi ekosistem yang stabil. Berdasarkan fakta-fakta
serangga hama dilaporkan selalu lebih rendah yang telah diuraikan di atas, perancangan
dibandingkan dengan pada sistem pertanian agroekosistem yang stabil melibatkan penge-
konvensional (Elzaker, 1999). Pemberian biomasa lolaan komponen-komponen dalam agro-eko-
tanaman dapat meningkatkan ketersediaan air, sistem tersebut. Perancangan agroekosistem
karena berpengaruh pada perbaikan sifat fisik untuk pengendalian hama dapat dilakukan
tanah seperti bobot isi, porositas, dan melalui pengeloaan habitat yang targetnya
permeabilitas (Mastur dan Sunarlim, 1993). Pem- adalah:
berian mulsa pada tanah juga dilaporkan dapat
1. Meningkatkan keragaman vegetasi melalui
meningkatkan efisiensi pengendalian hama
sistem tanam polikultur.
(Mathews et al., 2002; 2004; Afun et al., 1999).
Aplikasi mulsa jerami padi pada pertanaman 2. Meningkatkan keragaman genetik melalui
kapas selain dapat meningkatkan bahan organik penggunaan varietas dengan ketahanan
dalam tanah yang dapat memperbaiki struktur horizontal yang dirakit dari plasma nutfah
fisik dan kimia tanah yang menyebabkan tanah lokal.
menjadi lebih subur, juga meningkatkan aktivasi 3. Memperbaiki pola tanam dan menerapkan
predasi terhadap penggerek buah kapas, karena sistem rotasi tanaman kacang-kacangan,
populasi kompleks predator pada kanopi pupuk hijau, tanaman penutup tanah dan
meningkat (Subiyakto, 2006). dipadukan dengan ternak.
Kemampuan tanaman untuk bertahan atau
toleran terhadap serangga hama atau patogen 4. Mempertahankan keragaman lanskap
berhubungan erat dengan properti fisik, kimia dengan meningkatkan koridor-koridor
dan biologi tanah yang optimal. Tanah dengan biologis.

82 Volume 5 Nomor 2, Desember 2006 : 78 - 85


Penambahan keragaman tanaman dalam hanya toksik bagi herbivora, tetapi juga sebagai
program pengendalian hama telah banyak antifeedant dan penolak (Isman, 2006). Insektisida
dilakukan. Penambahan keragaman tersebut botani yang dikembangkan adalah dari ekstrak
ditujukan untuk meningkatkan populasi pre- piretrum atau mimba. Insektisida botani dari
dator, misalnya dengan tata tanam strip cropping ekstrak biji mimba yang dipadukan dengan
kapas dengan sorgum (Slosser et al., 2000). pelepasan predator mempunyai efektivitas yang
Tanaman kedelai yang ditumpangsarikan dengan tinggi, yaitu menyebabkan 99% mortalitas thrips
kapas dilaporkan dapat menarik predator, seperti Frankinella accidentalis pada kacang hijau
Kepik Mirid (Nabis spp.), kepik bermata besar (Thoeming dan Poehling, 2006).
(Geocoris spp.) dan laba-laba (Anderson dan
Yeargan, 1998). KESIMPULAN
Peningkatan keragaman vegetasi melalui
sistem tanam tumpangsari merupakan praktek Pengendalian hama dengan pengelolaan
budidaya yang mudah diterima oleh petani. agroekosistem pada dasarnya adalah teknik
Walaupun demikian, pemilihan jenis tanaman pengendalian hayati dengan mengoptimalkan
yang akan ditumpangsarikan dan sistem tanam peran musuh alami sebagai faktor pembatas
yang tepat perlu dipertimbangkan untuk perkembangan populasi herbivora dalam suatu
mendapatkan produktivitas lahan yang optimal ekosistem. Optimalisasi peran musuh alami
dan mempunyai keuntungan sosial dan ekonomi tersebut dilakukan melalui peningkatan ke-
yang sesuai dengan lokasi setempat (spesifik ragaman hayati dengan meningkatkan keragam-
lokasi). Penerapan sistem tumpangsari hendak- an vegetasi. Peningkatan keragaman vegetasi
nya tidak menurunkan produksi secara nyata dilakukan melalui penerapan pola tanam
dari tanaman-tanaman yang dipadukan. Oleh polikultur dengan pengaturan agronomis yang
karena itu diperlukan pengetahuan tentang optimal, sehingga didapatkan produktivitas
pengaturan jarak tanam, populasi tanaman, serta lahan yang optimal dan berkelanjutan.
umur panen untuk diterapkan dengan
mempertimbangkan aspek pengendalian hama DAFTAR PUSTAKA
dan produktivitas lahan yang optimal.
Dalam program pengendalian hama, Afun, J. V. K, Johnson, D. E, Russell, dan Smith.
penambahan keragaman vegetasi bukan A. 1999. The effects of weed residue
merupakan suatu strategi pengendalian yang management on pests, pest damage,
dapat berdiri sendiri (standalone tactic) dalam predators and crop yield in upland rice in
menyelesaikan masalah hama yang ada. Teknik- Cote d'Ivoire. Biological Agriculture and
teknik pengendalian hama yang penekanannya Horticulture 17(1): 47 - 58.
adalah pengendalian ramah lingkungan dengan Altieri, M. A. 1994. Biodiversity and Pest
pemanfaatan sumberdaya alam yang telah ada Management in Agroecosystems.
untuk menuju sistem pertanian yang Haworth Press, New York.
berkelanjutan, perlu dikembangkan. Teknik- Altieri, N and Altieri, M. A. 2004. Agroecological
teknik tersebut difokuskan pada optimalisasi bases of ecological engineering for pest
peran musuh alami sebagai faktor mortalitas management. In: G. M. Gurr, S. D.
biotik bagi serangga hama atau sebagai Wratten dan M. A. Altieri (Eds.), Eco-
penghambat perkembangan patogen penyakit. logical Engineering for Pest Mana-
Salah satu teknik pengendalian hama dan gement. Comstock Publishing Associates,
penyakit yang ramah lingkungan adalah New York. p. 32 – 54.
penggunaan pestisida botani. Beberapa ekstrak Altieri, M. A. dan Nicholls, C. I. 2003. Soil
tanaman telah dilaporkan dapat digunakan fertility management and insect pests:
sebagai pestisida botani yang sifatnya tidak harmonizing soil and plant health in

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama (Nurindah) 83


agroecosystem. Soil and Tillage Research Hallberg, G. R. 1989. Pesticide pollution of
72: 203 – 211. groundwater in the humid United States.
Anderson, A. C. dan Yeargan, K. V. 1998. Agriculture Ecosystems and Environ-
Influence of soybean canopy closure on ment 26 (3-4) : 299 - 367.
predator abundances and predation on Isman, M. B. 2006. Botanical insecticides,
Helicoverpa zea (Lepidoptera: Noctuidae) deterrents and repellents in modern
eggs. Environmental Entomology 27: agriculture and increasingly regulated
1488-1495. world. Annual Review of Entomology 51:
Andow, D.A. 1991. Vegational diversity and 45 – 66.
arthropod population response. Annual Jervis, M.A., Lee, J. C., dan Heimpel, G. E. 2004.
Review of Entomology 36: 561 – 586. Use of behavioural and life-history
Brodbeck, B., Stavisky, J., Funderburk, J., studies to understand the effects of
Andersen, P. dan Olson, S. 2001. Flower habitat manipulation. In: G. M. Gurr, S.
nitrogen status and populations of D. Wratten and M. A. Altieri (Eds.),
Frankinella occidentalis feeding on Ecological Engineering for Pest
Lycopersicon escullentum. Entomologia Management. Comstock Publishing
Experimentalis et Applicata 99 (2): 165 – Associates, New York. p. 65 – 100.
172. Kelly, A. G. 1995. Accumulation and persistence
van Driesche, R.G. and Bellows, T.S. Jr. 1996. of chlorobiphenyls, organochlorine
Biological Control. Chapman and Hall, pesticides and faecal sterols at the
New York. Garroch Head sewage sludge disposal
van Elzaker, Bo. 1999. Organic cotton product- site, Firth of Clyde. Environmental
ion. In: D Myers dan S. Stolton. (Eds.) Pollution 88(2): 207 - 217.
Organic cotton, from field to final Levins, R. and Wilson. 1979. Ecological theory
product. Intermediete Technology Publi- and pest management. Annual Review
cations, London. p. 21 – 35. of Entomology 25: 7 – 29.
van Emden, H.F. and Williams, G. F. 1974. Insect Lewis, W.J., van Lenteren, J.C., Pathak, S.C. and
stability and diversity in agroecosystems. Tumlinson, J.H. 1997. A total system
Annual Review of Entomology 19: 455 – approach to sustainable pest mana-
475. gement. Proceedings of the National
Fakhrudin, B., Badariprasad, Krishnareddy, K. Academy of Sciences USA 94: p.12243 –
B., Prakash, S. H., Vijaykumar, Patil, B. 12248.
V. and Kuruvinashetti, M. S. 2003. Luna, J. M. 1988. Influence of soil fertility prac-
Insecticide resistance in cotton bollworm, tices on agricultural pest. In: Global
Helicoverpa armigera (Hubner) in South perspectives on agroecology and sus-
Indian cotton ecosystems. Resistant Pest tainable agricultural systems. Procee-
Management Newsletter 12(2):13 - 16. dings of the Sixth International Scientific
Gillesman, S. R. 1999. Agroecology: Agro- Conference of IFOAM. St Cruz. p. 589 –
ecological Processes in Agriculture. Ann 600.
Arbor Press, Michigan. Lusyana, N. R. 2005. Keragaman parasitoid telur
Guiterez, A.P., Havenstein, D.E., Nix, H. A. and Helicoverpa armigera pada tanaman kapas
Moore, P.A. 1974. The ecology of Aphis (Gossypium hirsutum L.) monokultur dan
cracivora Koch and subteranean clover tumpangsari di Asembagus, Kabupaten
stunt virus in South East Australia. II. A Situbondo. Skripsi, Universitas Negeri
model of cowpea aphid population in Malang.
temperate pastures. Journal of Applied Magdoff, F dan van Es, H. 2000. Building Soils
Ecology. 11: 1 – 20. fo Better Crops. SARE, Washington.

84 Volume 5 Nomor 2, Desember 2006 : 78 - 85


Martin, T., Ochou, G. O., Hala. N'., Klo, F. Price, P. W. 1991. The plant vigor hypothesis and
Vassal, J. M., dan Vaissayre, M. 2000. herbivore attack. Oikos, 62: 244 – 251.
Pyrethroid resistance in the cotton Reijntes, C., Haverkort, B. Dan Water-Bayer, A.
bollworm, Helicoverpa armigera (Hubner), 1992. Farming for the Future, Macmillan,
in West Africa. Pest Management Science London.
56(6): 549 - 554. Sahid, M., Cholid, M. dan Yulianti, T. 2000.
Mastur dan N. Sunarlim 1993. Pengaruh Pengeruh cara tanam kedelai dan dosis
drainase/irigasi dan mulsa jerami padi nitrogen pada tanaman kapas terhadap
terhadap sifat fisik tanah dan keragaan perkembangan hama dan hasil kapas.
kedelai. Risalah Hasil Penelitian Jurnal Tanaman Industri 5:128 – 134.
Tanaman Pangan. 1:67-74. Schultz, R., Peall, S. K. C., Dabrowski, J. M., and
Mathews, C. R., Bottrell, D. G. dan Brown, M. W. Reinecke, A. J. 2001. Spray deposition of
2002. A comparison of conventional and two insecticides into surface waters in a
alternative understory management South African orchard area. Journal of
practices for apple production: multi- Environmental Quality 30(3): 814 - 822.
trophic effects. Applied Soil Ecology Slosser,J. E., Parajulee, M. N. and Bordovsky, D.
21(3): 221 - 231. G. 2000. Evaluation of food sprays and
Mathews, C. R., Bottrell, D. G. dan Brown, M. W. relay strip crops for enhancing biological
2004. Habitat manipulation of the apple control of bollworms and cotton aphids
orchard floor to increase ground in cotton. International-Journal-of-Pest-
dwelling predators and predation of Management 46: 267-275.
Cydia pomonella (L.) (Lepidoptera: Subiyakto. 2006. Peran Mulsa Jerami Padi
Tortricidae). Biological Control 30(2): Terhadap Keanekaragaman Arthropoda
265 - 273. Predator dan Manfaatnya Dalam Pengen-
Noris, R. F. dan Kogan, M. 2006. Ecology of Dalian Serangga Hama Kapas Pada
interactions between weeds and Tumpangsari Kapas dan Kedelai. Diser-
arthropods. Annual Review of Entomo- tasi Program Doktor Ilmu Pertanian,
logy 50: 479 – 503. Universitas Brawijaya.
Nurindah dan Mukani. 2005. Peningkatan daya Thoeming, G. dan Poehling, H. M. 2006.
saing kapas dengan PHT. Lokakarya Integrating soil-applied azadirachtin with
Revitalisasi Agribisnis Kapas Diinte- Amblyseius cucumeris (Acari: Phyto-
grasikan dengan Palawija di Lahan seiidae) and Hypoaspis aculeifer (Acari:
Sawah Tadah Hujan, Lamongan 8 Laelapidae) for the management of
September 2005. 10 hlm. Frarnkinella occidentalis (Thysanoptera:
Pimentel, D dan Goodman, N. 1978. Ecological Thripidae). Environmental Entomology
basis for the management of insect 35 (3): 746 – 756.
populations. Oikos 30: 422 – 437. Wolfenbarger, D. A., Vargas-Camplis, J. 2002.
Price, P. W. 1976. Colonization of crops by Profenofos: response of field, collected
arthropods: non-equilibrium commu- strains of bollworm and tobacco
nities in soybean fields. Environmental budworm in South Texas, USA and
Entomology. 5: 605 – 612. Mexico. Resistant Pest Management
Newsletter 11(2): 11 -13.

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama (Nurindah) 85

Anda mungkin juga menyukai