Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMISAHAN

“ SUBLIMASI DAN ADSORPSI

MAYANG APRILIANI

1948201062

PRAKTIKUM C 2019

DOSEN PENGAMPU:

Apt., LOVERA ANGGRAINI, M.si

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS ABDURRAB

2021
I. JUDUL PRAKTIKUM
Sublimasi : Pertumbuhan bakteri laut Shewanella indica LBF-1-0076 dalam
Naftalena dan deteksi gen Naftalena dioksigenase
Adsorpsi : Kajian model kesetimbangan adsorpsi logam pada limbah pelumas bekas
bentonit.
II. TUJUAN PRAKTIKUM
 Diharapkan mahasiswa dapat memahai apa itu sublimasi dan prinsip kerja
nya.
 Diharapkan mahasiswa dapat memahami apa aitu absorpsi dan prinsip
kerjanya.

III. PRINSIP
Sublimasi : memisahkan campuran dengan menguapkan zat padat tanda melalui
fase cair terlebih dahulu.
Adsorpsi : proses dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada
permukaan zat adsorben secara kimia maupun fisika..

IV. DASAR TEORI


Sublimasi adalah perubahan wujud zat dari padat ke gas atau dari gas ke
padat. Syarat pemisahan campuran dengan menggunakan sublimasi adalah
partikel yang bercampur harus memiliki perbedaan titik didih yang besar,
sehingga dapat, menghasilkan uap dengan tingkat kemurnian yang tinggi (Basset,
dkk, 1994). Pemanasan yang dilakukan terhadap senyawa organik akan
menyebabkan zat tersebut menjadi padat dalam suhu kamar dan pada tekanan
tertentu akan meleleh kemudian mendidih (Day & Underwood, 1987). Untuk bisa
menyublim, zat padat harus mempunyai tekanan uap yang relatif tinggi pada suhu
dibawah titik lelehnya. Sublimasi dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai
pemisahan kapur barus dengan zat pengotor (Willianson, 1999).
Syarat pemisahan campuran dengan menggunakan sublimasi adalah partikel yang
bercampur harus memiliki perbedaan titik didih yang besar, sehingga dapat
menghasilkan uap dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sublimasi juga diartikan
sebagai proses perubahan zat dari fase padat menjadi uap, kemudian uap tersebut
dikondensasi langsung menjadi padat tanpa melalui fase cair.(heru, 2013).
Prinsip kerja sublimasi yaitu perbedaan tekanan uap digunakan untuk
memisahkan / memurnikan senyawa padat yang dapat menyublim pada tekanan
kamar, mudah sekali dilakukan proses sublimasi pada tekanan kamar, tanpa
menurunkan tekanannya, hanya cukup langsung dipanaskan saja, maka senyawa
tersebut akan langsung menyublim(Underwood, 1981). Pada proses sublimasi,
senyawa padat bila dipanaskan akan menyublim, langsung terjadi perubahan dari
padat menjadi uap tanpa melalui fase cair dahulu. Kemudian uap senyawa
tersebut, bila didinginkan akan langsung berubah menjadi fase padat kembali.
Senyawa padat yang dihasilkan akan lebih murni dari pada senyawa padat semula,
karena pada waktu dipanaskan dipanaskan hanya senyawa senyawa tersebut
tersebut yang menyublim, menyublim, sedangkan sedangkan pengotornya
pengotornya tetap tertinggal dalam cawan / gelas piala.(Siregar, 2006).
Adsorpsi merupakan suatu proses pemisahan dimana molekul-molekul gas
atau cair diserap oleh suatu padatan dan terjadi secara reversibel. Pada proses
adsorpsi terdapat dua komponen yaitu adsorbat sebagai zat yang diserap dan
adsorben sebagai zat yang menyerap. Adsorben adalah padatan yang memiliki
kemampuan menyerap fluida ke dalam bagian permukaannya sedangkan adsorbat
dapat berupa bahan organik, zat warna dan zat pelembab. Kesetimbangan
adsorpsi terjadi apabila larutan dikontakkan dengan adsorben padat dan molekul
dari adsorbat berpindah dari larutan ke padatan sampai konsentrasi adsorbat
dilarutkan dan padatan dalam keadaan setimbang. Dalam mengukur
kesetimbangan adsorpsi dapat dilakukan dengan cara pengukuran konsentrasi
adsorbat larutan awal dan pada saat terjadi kesetimbangan, dimana model
kesetimbangan yang sering digunakan pada sistem adsorpsi adalah model isoterm
Freundlich dan Langmuir (zultiniar,dkk.2010).
Adsorpsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat padat atau cair
memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik ke
arah dalam. Kesetimbangan gaya tarik tersebut mengakibatkan zat padat dan cair
yang digunakan sebagai adsorben cenderung menarik zat lain yang bersentuhan
dengan permukaannya (Sudarja,dkk. 2012).
Sedangkan pada peristiwa cairan, adsorben digunakan misalnya untuk
menghilangkan warna pada hasil minyak dan pada larutan gula, serta
menghilangkan rasa dan bau air. Adsorpsi dari fase zat cair digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen organik dari limbah zat cair, untuk
memulihkan hasil-hasil reaksi yang tidak mudah dipisahkan dengan destilasi dan
kristalisasi (Maron, 1964).
Mekanisme proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana
molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben
secara kimia maupun fisika. Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika
suatu fluida baik cairan maupun gas terikat pada permukaan padatan dan akhirnya
membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan padatan tersebut (Isna.2012).
Beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu
(Teguh.2012):
a. Sifat Adsorben
b. Sifat serapan
c. Ph (sifat keasaman)
d. Waktu kontak
Proses adsorpsi pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu
(Cahyono,dkk.2010):
a. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika merupakan proses penyerapan dimana daya
tarik gaya Van Der Waals atau gaya tarik yang lemah dengan molekul
menarik bahan terlarut dari larutan adsorbat ke dalam permukaan
adsorben sehingga molekul yang teradsorpsi bebas bergerak di sekitar
permukaan adsorben dan tidak hanya menetap dengan adsorben itu.
b. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia merupakan penyerapan yang bersifaf spesifik
dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada penyerapan fisika,
dimana ikatan adsorbat biasanya terjadi tidak lebih dari satu lapisan.
Pada umumnya bahan yang teradsorpsi membentuk lapisan di atas
permukaan berupa molekul-molekul yang tidak bebas bergerak dari
satu permukaan ke permukaan lainnya sehingga menyebabkan
terbentuknya suatu lapisan pada permukaan adsorben yang memiliki
sifaf kimia lain sebagai akibat adanya reaksi adsorbat dengan
adsorben.
V. ALAT DAN BAHAN
V.I Sublimasi
Bahan : bubuk agarosa, buffer TAE 1x (Tris-asetat EDTA), 0,2 M buffer
fosfat pH 7, bubuk naftalena, bubuk agar, bubuk MB (Marine Broth),
bubuk MA (Marine Agar), bubuk ASW (Artificial Sea Water), kit
Wizard® Genomic DNA Purification, larutan DMSO (Dimethyl
Sulfoxide), Go Taq, DNA cetakan, ddH2O, EtBr, SYBR Green, etanol
70%, marker 100 bp, marker 1 kb, loading dye 6x, aplikasi NJ Plot,
aplikasi Clustal X dan aplikasi MEGA 6.
Alat : seperangkat alat sublimasi, mesin PCR (Polymerase Chain Reaction),
seperangkat alat elektroforesis, spektrofotometer nanodrop,
spektrofotometer UV-VIS, deep well, autoklaf, freezer, penggojok
(shaker), inkubator, sentrifus, microwave, water bath 37oC, UV
transilluminator, penangas air, tabung eppendorf 1,5 mL, termometer,
neraca analitik, pipet mikro dan seperangkat alat gelas lainnya.
V.II. Adsorpsi
Bahan : minyak pelumas bekas, bentonit teknis, aquademin, HCl 1,6 M.
Alat : ayakan 100 mesh, beaker glass, corong, Erlenmeyer, jar test, gelas
ukur, gunting, hot plate, ICP, kertas saring, neraca digital, oven, pH
meter, spatula, termometer.

VI. CARA KERJA


VI.1 Sublimasi Naftalena
Metode uji sublimasi naftalena dilakukan sesuai penelitian Alley dan
Brown (2000). Isolat LBF-1-0076 diinokulasi ke dalam media ASW
(Artificial Sea Water) padat. Proses sublimasi dilakukan pada suhu 80oC
selama 1 menit. Inkubasi dilakukan selama 7 hari pada suhu 30oC. Adanya
pembentukan zona bening di sekeliling isolat LBF-1-0076 merupakan
indikator bahwa isolat tersebut memiliki kemampuan mendegradasi naftalena.
VI.II Absorpsi
Pada proses adsorpsi, bentonit teraktivasi dengan variasi massa 1, 5, 10,
15, dan 20 gram dimasukkan ke dalam 200 mL limbah pelumas bekas sambil
diaduk dengan kecapatan 200 rpm selama 4 jam. Selanjutnya disaring dan
filtrat pelumas bekas dianalisa logam Fe dengan ICP.
VII. HASIL PENGAMATAN
VII.1 Sublimasi
Hasil uji sublimasi naftalena oleh isolat bakteri laut LBF-1-0076
ditunjukkan pada :
Hasil sublimasi naftalena oleh isolat LBF-1-0076 pada hari ke-0 dan hari
ke-7. Tanda panah menunjukkan zona bening di sekitar koloni bakteri
LBF-1-0076
VII.II Adsorpsi
VIII. PEMBAHASAN
VIII.I Sublimasi
Metode uji sublimasi tidak melibatkan adanya penggunaan pelarut organik
sehingga penentuan kemampuan degradasi naftalena oleh bakteri laut pada
penelitian ini menggunakan metode uji sublimasi. Metode uji sublimasi
bertujuan mengetahui potensi kemampuan degradasi naftalena oleh suatu
isolat (Alley & Brown, 2000). Sublimasi dilakukan pada suhu yang sesuai
dengan titik leleh naftalena yaitu 80oC. Indikator keberhasilan uji sublimasi
ditunjukkan dengan adanya perubahan warna pada medium atau pembentukan
zona bening di sekeliling isolat (Alley & Brown, 2000). Hasil uji sublimasi
naftalena oleh isolat bakteri laut LBF-1-0076 ditunjukkan pada Gambar 1.
Pembentukan zona bening tidak terjadi pada hari ke-0 dan tampak jelas
pada hari ke-7. Terbentuknya zona bening di sekeliling isolat menunjukkan
bahwa isolat tersebut dapat menggunakan senyawa karbon aromatik yaitu
naftalena sebagai sumber karbon dan energi bagi pertumbuhannya karena
sumber karbon dari media ASW telah habis (Dykstershouse, et al., 1995).
Hasil uji sublimasi naftalena juga menunjukkan bahwa tidak terjadi
perubahan warna pada media agar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yetti, et al. (2015) dan Yetti, et al. (2016) dimana hasil uji
sublimasi naftalena hanya menunjukkan adanya pembentukan zona bening
tanpa adanya perubahan warna. Namun, hasil uji sublimasi akan menunjukkan
perubahan warna dan pembentukan zona bening di sekeliling isolat apabila uji
tersebut dilakukan untuk senyawa PAH lainnya seperti dibenzotiofen dan
fluorena karena degradasi senyawa tersebut akan menghasilkan metabolit
yang bewarna sebagai hasil dari aktivitas enzim pada metabolisme bakteri.
Penelitian yang dilakukan oleh Yetti, et al. (2015) menggunakan uji sublimasi
sebagai uji utama untuk penapisan bakteri laut yang mampu mendegradasi
berbagai senyawa Polyaromatic Hydrocarbons (PAH) sedangkan uji
sublimasi pada penelitian ini berupa uji pendahuluan sebelum melakukan uji
selanjutnya. Isolat LBF-1-0076 memiliki kemampuan degradasi naftalena
berdasarkan hasil uji sublimasi dan uji pertumbuhan.
VIII.II Adsorpsi
Dalam proses adsorpsi ini dilakukan pengadukan dengan kecepatan
pengadukan 200 rpm, suhu 100℃. Pengadukan dimaksudkan untuk mempercepat
proses adsorpsi. Karena jika fase cairan yang berisi adsorben dalam keadaan
diam, difusi adsorbat melalui permukaan adsorbent akan lambat
(Prasetiowati.2014).
Efisiensi adsorpsi bentonit dengan limbah pelumas bekas mulai terjadi pada
menit ke 240 lalu perlahan mulai menurun pada menit ke 320 dan 480 seperti
ditunjukkan pada grafik.
Proses adsorpsi dibagi menjadi 2 tahapan, dalam Sathasivam dan Haris
(2010), Pada tahap pertama laju adsorpsi cepat dikarenakan masih banyaknrya
ketersediaan gugus aktif pada adsorben. Pada penelitian ini tahap pertama terjadi
hingga menit ke 240 hal ini dapat dilihat pada kenaikan konsentrasi logam Fe
yang terserap. Selanjutnya terjadi tahapan kedua , dimana pada tahapan ini
adsorpsi berjalan lebih lambat dan apabila tidak signifikan secara kuantitatif
apabila adsorpsi dilanjutkan maka akan terjadi penurunan presentasi adsorpsi
dikarenakan keterbatasan area adsorben. Setelah waktu tertentu yang disebut
sebagai kondisi kesetimbangan peningkatan jumlah adsorbat yang teradsorp
menjadi tidak signifikan lagi.
Adsorpsi atau penyerapan oleh suatu sorben dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, dan juga adsorpsi memiliki pola isoterm adsorpsi tertentu yang spesifik.
Adapun faktor yang berpengaruh dalam dalam proses adsorpsi antara lain suhu,
konsentrasi, zat yang diadsorpsi, luas permukaan adsorbent, jenis adsorbent.
Sebab itu setiap adsorbent yang menjerap suatu zat tidak akan sama dengan
adsorbent yang menjerap zat lain (Prasetiowati.2014).
Penyerapan logam Fe dengan adsorpsi bentonit selanjutnya dievaluasi dengan
bantuan model adsorpsi isoterm Freundlich. Model isoterm Freundlich adalah
salah satu model adsorpsi empirik yang menyatakan hubungan antara massa
adsorbat yang teradsorpsi, massa adsorben yang ditambahkan, dan konsentrasi
sisa adsorbat pada kondisi kesetimbangan.(Suprihati. 2010).
del kesetimbangan persamaan Freundlich maupun Langmuir memiliki
linierisasi. Model kesetimbangan Freundlich memiliki harga koefisien
determinasi R2 ≥ 0,9 dan harga koefisien determinasi R2 ≥ 0,6 pada model
kesetimbangan Langmuir. Hal ini menandakan bahwa adsorpsi logam Fe oleh
bentonit pada limbah pelumas bekas lebih memenuhi persamaan adsorpsi
Freundlichdengan R2=0,992. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan Langmuir
kurang sesuai diterapkan dalam kajian model kesetimbangan adsorpsi bentoni
dalam pengolahan limbah pelumas bekas. Freundlich dapat diterapkan pada
proses adsorpsi logam Fe oleh bentonit dalam limbah pelumas bekas.
Persamaan garis yang diperoleh pada Gambar 3 dan 4 lalu diintepretasikan
pada masing-masing persamaan, sehingga diperoleh koefisien parameter
isotermal seperti yang tersaji dalam Tabel 4.
Nilai K pada isotermal Freundlich merupakan daya adsorpsi bentonit terhadap
limbah pelumas bekas yaitu sebesar 5,824 mg/g, dan nilai n sebesar 0,022 yang
merupakan konstanta Freundlich (Siti Sulastri dkk., 2014). Menurut Rasmiah
(2013), nilai n menunjukkan karakteristik adsorpsi. Kesesuaian sangat baik
apabila nilainya 2-10, cukup apabila nilainya 1- 2 dan buruk apabila nilainya <1
(Rasmiah.2013). Nilai n pada penelitiann ini adalah 0,022 nilai ini kurang dari 1
dan mengindikasikan bahwa proses adsorpsi yang terjadi pada limbah pelumas
bekas masih sangat sulit.
DAFTAR PUSTAKA

Alley, J.F. & Brown, L.R.(2000). Use of sublimation to prepare solid microbial media with
water-insoluble substrates. Applied and Enviromental Microbiology, 66(1), 439-442.
Cahyono, Ari Dwi dan Tuhu Agung R, “Pemanfaatan Karbon Aktif Tempurung Kenari
Sebagai Adsorben Fenol dan Klorofenol dalam Perairan”. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingungan, vol. 4, no.1 (2010): h, 4.
Day,R.A, dan A.L.Underwood.(1981). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
keempat.Jakarta: Erlangga.
Dykstershouse, S.E., Gray, J.P., Herwig, R.P., Canolara & Staley, J.T. (1995). Cycloclasticus
pugetii gen nov sp nov on aromatic hydrocarbon degrading bacterium from marine
sadiments. International Journal of Systematic Bacteriology, 116-123.
Farini, N., Thontowi, A., Yetti, E., Suryani, S., & Yopi, Y. (2017). Pertumbuhan Bakteri
Laut Shewanella indica LBF-1-0076 dalam Naftalena dan Deteksi Gen Naftalena
Dioksigenase-(The Growth of Marine Bacteria Shewanella indica LBF-1-0076 in
Naphthalene and Naphthalene dioxygenase Gene Detection). Biopropal Industri,
8(1), 19-31.
Hasyim, U. H., Ningrum, D. A., & Apriliani, E. (2017). KAJIAN MODEL
KESETIMBANGAN ADSORPSI LOGAM PADA LIMBAH PELUMAS
BEKAS MENGGUNAKAN BENTONIT. Prosiding Semnastek.
Isna Syauqiah, Mayang Amalia dan Hetty A. Kartini,2012. “Penurunan Limbah Fenol
dengan Menggunakan Arang Aktif Bagasse dan Tempurung Kelapa”, h, 12.
Maron, S.H., Prutton, C.F., 1964, Principles of Physical Chemistry, The Macmillan
Company, New York.
Prasetiowati, Y. Koestiari, T. 2014. KAPASITAS ADSORPSI BENTONIT TEKNIS
SEBAGAI ADSORBEN ION Cd²⁺ . UNESA Journal Of Chemistry. 3(3) : P. 194 –
200
Siregar, K., dkk., 2006, Pengeringan Beku Dengan Metode Pembekuan Vakum Dan
Lempeng Sentuh Dengan Pemanasan Terbalik Pada Proses Sublimasi Untuk Daging
Buah Durian, Buletin Agricultural Engineering BEARING, Vol: 2 (1).
Sulastri, Siti, et al. "KINETICS AND BALANCE ADSORPSI ION KROMIUM (III) IN
SOLUTIONS ON SILICA AND COMPOUND MODIFICATION OF SILICA
RESULTS SYNTHESIS FROM GREEN RICE DRINKS." Jurnal Penelitian Saintek
19.2 (2014).
Sudarja, Novi Caroko, “Studi Pemanfaatan Sabut Kelapa Sebagai Karbon Aktif untuk
Menurunkan Konsentrasi Fenol”. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, vol. 14, no. 1
(2012): h, 51.
Suprihatin, Indrasti, N.S. 2010. Penyisihan Logam Berat Dari Limbah Cair Laboratorium
Dengan Metode Presipitasi Dan Adsorpsi. Makara, Sains. 14(1). P: 44-50.
Teguh Wirawan, 2012.“Adsorpsi Fenol oleh Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.)”, h, 22-23.
Wirawan, T., 2012. Adsorpsi fenol oleh arang aktif dari tempurung biji jarak pagar (jatropha
curcas l.). Universitas Mulawarman-Samarinda, 3.
Yetti, E., Thontowi, A., Yopi & Lisdiyanti, P. (2015). Screening of marine bacteria capable
of degrading various polyaromatic hydrocarbons. Squalen Bulletin of Marine &
Fishereies Postharvest & Biotechnology, 10(3), 121-127.
Zultiniar, Desi Heltina, “Kesetimbangan Adsorpsi Senyawa fenol dengan Tanah Gambut”
(2010): h, 3.

Anda mungkin juga menyukai