Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SARANA BERFIKIR ILMIAH

Tugas Mata Kuliah:


Efistemologi dan Integrasi Ilmu

Dosen Pengampu:
Dr. Jefrin E. Hulawa, M. Ag

Oleh:
Abdur Rahim, S.Pd
NIM. 22090110014

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)


UNIVERSUTAS ISLAM NEGERI (UIN)
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021 M / 1442 H
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang berakal. Berpikir merupakan ciri utama
bagi manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya
dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan akalnya. Inilah perbedaan utama
antara manusia dan binatang yaitu terletak pada kemampuan manusia untuk
mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya. Oleh sebab itu manusia
sering disebut sebagai makhluk homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan
kemampuan membuat alat itu didapatkan dari pengetahuan. Berfikir adalah suatu
kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Dengan berfikir, manusia dapat
mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir disebut juga
sebagai proses bekerjanya akal. Manusia dapat berpikir karena manusia berakal
sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang berakal.
Secara garis besar, berfikir dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah berfikir yang
berdasarkan kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Sedangkan
berfikir ilmiah adalah berfikir yang berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan
cermat.
Sarana ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dengan
berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah
untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu adalah untuk
mendapatkan pengetahuan yang dapat memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, sarana ilmiah merupakan alat untuk mengembangkan
pengetahuan berdasarkan metode ilmiah.
Sarana ilmiah dalam ilmu pengetahuan ada empat, yaitu bahasa, logika,
matematika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Logika dan matematika
mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan
dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan logika dan statistika mempunyai peranan
penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah?
2. Apa saja sarana berpikir ilmiah?
3. Apa hubungan sarana berpikir ilmiah bahasa, logika, matematika dan
statistika?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah.
2. Untuk mengetahui apa saja sarana berpikir ilmiah.
3. Untuk mengetahui hubungan antara sarana berpikir ilmiah bahasa, logika,
matematika dan statistika.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah


Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berpikir. Proses berpikir
manusia memunculkan berbagai ilmu pengetahuan. Berpikir disebut juga sebagai
proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Dengan akal
inilah manusia dapat berfikir untuk mencari kebenaran hakiki.
Berpikir banyak sekali macamnya, namun secara garis besar dapat dibedakan
antara berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berpikir alamiah adalah pemikiran yang
biasa, yaitu berdasarkan kehidupan sehari-hari, seperti memikirkan nanti mau beli
apa, atau berpikir untuk pergi kemana. Sedangkan pemikiran ilmiah adalah
pemikiran yang didasarkan pada keilmuan.
Di dalam buku Mukhtar Latif juga dijelaskan bahwa berpikir ilmiah yaitu
berpikir yang logis dan empiris. Logis yaitu masuk akal, dan empiris adalah dibahas
secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, selain itu
juga menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan
mengembangkan.1
Sedangkan di dalam buku Jujun S. Suriasumantri, Bochenski juga
menerangkan bahwa berpikir ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan pada
keilmuan yaitu pemikiran yang sungguh-sungguh, artinya suatu cara yang
berdisiplin. Ide dan konsep itu diarahkan pada suatu tujuan tertentu.2
Berpikir alamiah dan berpikir ilmiah memiliki perbedaan dalam 2 faktor
mendasar, yaitu: pertama, sumber pengetahuan. Dalam hal ini berpikir ilmiah
menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan
berpikir non ilmiah mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan
manusia. Kedua, ukuran kebenaran. Dalam berpikir ilmiah mendasarkan ukuran
kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berpikir non
ilmiah mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan seseorang.

1
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 144
2
Jujun S Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1984), hal. 52
Berpikir ilmiah juga disebut sebagai proses atau aktivitas manusia untuk
menemukan dan mendapatkan ilmu. Seseorang yang tidak berpikir akan berada
sangat jauh dari kebenaran dan menjalani suatu kehidupan yang penuh kepalsuan dan
kesesatan. Akibatnya, ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam dan arti
keberadaan dirinya di dunia. Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah dengan
baik, maka diperlukan sarana berpikir ilmiah.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan
sarana yang tertentu pula. Sarana ilmiah diperlukan untuk membantu kegiatan
berpikir ilmiah. Tanpa sarana berpikir ilmiah maka kegiatan berpikir ilmiah tidak
akan berjalan dengan baik. Dan pada hakikatnya sarana berpikir ilmiah terdiri dari
empat bagian, yaitu bahasa, matematika, statistik dan logika.
Sarana berpikir ilmiah mutlak perlu dipelajari dan dikuasai bagi seorang
ilmuan, karena sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang
pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode-
metode ilmiah.
Adapun tujuan mempelajari sarana ilmiah yaitu untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa
memecahkan masalah sehari-hari.
Dalam proses pendidikan kita, sarana berpikir ilmiah merupakan bidang studi
tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita
mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal,
yaitu:
Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana
ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmiah. Seperti diketahui salah satu karakteristik dari ilmu umpamanya adalah
penggunaan berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan
pengetahuannya. Secara lebih tuntas dapat diakatakan bahwa sarana berpikir ilmiah
mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda
dengan metode ilmiah.
Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan untuk mengembangkan kita untuk
bisa memecahkan masalah kita sehari-hari.
Dalam hal ini sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang
pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode
ilmiah. Atau secara lebih sederhana, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi
metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jelaslah sekarang kiranya
mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan
metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya, sebab fungsi sarana ilmiah
adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu tersendiri.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka
diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik. Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah
di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu
merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka
penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika
induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini
sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Proses
pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian
ilmiah yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau
menolak hipotesa yang diajukan.
Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan
sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu
adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut
dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.
Dari penjelasan yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa sarana
ilmiah sangat penting untuk diketahui dan dikuasai oleh seorang ilmuan, karena
tanpa sarana ilmiah, kegiatan berpikir ilmiah tidak dapat dilakukan dengan baik,
karena sebenarnya sarana ilmiah itu adalah alat untuk membantu dilakukannya
kegiatan ilmiah. Sarana ilmiah ada beberapa macam yaitu bahasa, logika, matematika
dan statistika.

B. Sarana-sarana Berpikir Ilmiah


1. Bahasa
Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan
kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan
bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan
berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan
termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. hal ini senada dengan apa
yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa
keunikan manusia bukan terletak pada kemampuannya berpikir melainkan terletak
pada kemampuannya berbahasa.3
Bahasa merupakan sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tidak akan
ada komunikasi. Bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol
bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai
alat bergaul satu sama lain.4
Berpikir sebagai proses bekerjanya akal dalam menelaah sesuatu merupakan
ciri hakiki dari manusia, dan hasil bekerjanya akal ini tidak dapat diketahui oleh
orang lain jika tidak dinyatakan dalam bentuk bahasa. Bahasa merupakan pernyataan
pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Unsur-unsur bahasa, yaitu:
a. Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti things stand for other things atau sesuatu yang
menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan “sesuatu” yang
dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau
sesuatu yang bersifat alamiah, mengandung makna bahwa ucapan si pembicara
dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia
praktis.

3
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1995), hal. 171
4
Joseph Broam, Language and society, (Garden City: Doubleday and Company Inc, 1995), hal.
2
b. Simbol-simbol Vokal
Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia yaitu bunyi-bunyi yang
urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh
dengan sistem pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut
haruslah didengar oleh orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk
memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari
lainnya.
c. Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan
yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini
akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untuk
mengatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang Inggris
menyebutnya horse, orang Perancis chevel, orang Indonesia kuda, dan orang
Arab hison. Semua kata ini sama tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah
konvensi sosial yakni sejenis persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan
secara diam-diam antara sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata
makna tertentu.
d. Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati
nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara bunyi-bunyi itu sendiri, di
dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern. Misalnya
saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan ciri-
ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan intonasi).
e. Yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat
bergaul satu sama lain.
Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Para ahli
social menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut
mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku
sosial sebagai tindakan atau aksi yang ditujukan terhadap yang lainnya.
Dalam konteks bahasa ilmiah tentu memiliki karakter tersendiri, yaitu:
1. Informatif, yaitu bahasa ilmiah yang mengungkapkan informasi atau
pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan
jelas untuk menghindari kesalahpahaman informasi.
2. Reproduktif, yaitu pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama
dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
3. Intersubjektif, yaitu ungkapan yang dipakai mengandung makna yang sama
bagi para pemakainya.
4. Antiseptik, berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur
emotif, walaupun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur
informatif.5
Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa di sini yaitu bahasa
ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk
menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Sebagaimana yang
dikemukakan, bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai
sarana komunikasi antar manusia dan sarana budaya yang mempersatukan kelompok
manusia yang menggunakan bahasa itu.
Bahasa merupakan alat yang tepat untuk menyatakan pikiran atau perasaan,
oleh karena itu, bahasa merupakan alat pokok dalam hubungan antar manusia.
Bahasa sangat penting juga dalam pembentukan penalaran ilmiah, karena penalaran
ilmiah mempelajari bagaimana caranya mengadakan uraian yang tepat dan sesuai
dengan pembuktian-pembuktian secara jelas.
Dalam penelaahan bahasa pada umumnya dibedakan antara bahasa alami dan
bahasa buatan. Bahasa alami adalah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk
menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya.6 Bahasa
alami dibedakan atas dua macam, yaitu bahasa isyarat dan bahasa biasa. Bahasa
isyarat dapat berlaku umum dan dapat pula berlaku khusus. Misal yang berlaku
umum: menggelengkan kepala tanda tidak setuju, mengangguk tanda setuju, hal ini
tanpa ada persetujuan dapat dimengerti secara umum. Sedangkan yang berlaku
5
Mukhtar Latif, Op.Cit, hal. 151
6
M.A.K. Halliday dan Ruqaya Hasan, Bahasa Konteks Dan Teks, diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh Asruddin Barori Tou, (Yogyakarta: Gajahmada Press, 1994), hal. 21
khusus adalah untuk kelompok tertentu dengan isyarat yang tertentu pula. Sedangkan
bahasa biasa yaitu bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
Selain itu, ada juga yang disebut bahasa buatan. Bahasa buatan ialah bahasa
yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal pikiran
untuk maksud tertentu. Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah
bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut:
1. Fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat
materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
2. Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah
laku.
3. Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan
pemikiran antara seseorang dan orang lain.
4. Fungsi personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan
dan pikiran.
5. Fungsi Heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir
fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
6. Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi
seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai
dengan realita (dunia nyata).
7. Fungsi Representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran
dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.7
Kneller mengemukakan tiga fungsi bahasa sebagaimana yang dikutip oleh
Jujun dalam filsafat ilmu, yaitu simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik dan
fungsi emotif menonjol dalam komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif menonjol
dalam komunikasi estetik.8
Sedangkan Buhler membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif,
bahasa konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif yaitu bahasa yang
terarah pada diri sendiri yakni si pembicara, bahasa konatif yaitu bahasa yang terarah

7
Rushdi Ahmad Thaimah, Ta’lim al-Arabiyyah li Ghairi al-Nathiqina Biha Manahijuhu wa
Asalibuhu, (Rabath: Isesco, 1998), hal. 119.
8
Jujun S. Suriasumantri, op. cit., hal. 175
pada lawan bicara dan bahasa representasional yaitu bahasa yang terarah pada
kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain si pembicara atau lawan bicara.9
Bahasa adalah alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir
ilmiah, di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang
berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir
ilmiah ini sangat berkaitan dengan bahasa.
Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan
kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis
yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas
dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.
Di samping itu bahasa ilmiah juga harus bersifat reproduktif, dengan arti jika
si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi berupa X, si pendengar juga
harus menerima X. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadi kesalahan informasi, di
mana suatu informasi berbeda maka proses berpikirnya juga akan berbeda.
Untuk bahasa ilmiah, yang harus diperhatikan adalah fungsi simbolik, karena
komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa
pengetahuan. Agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik maka bahasa yang
dipergunakan harus terbebas dari unsur-unsur emotif. Komunikasi ilmiah harus
bersifat reproduktif, artinya bila si pengirim komunikasi menyampaikan suatu
informasi yang katakanlah x, maka si penerima komunikasi harus menerima
informasi yang berupa x pula. Informasi x yang diterima harus merupakan
reproduksi yang benar-benar sama dari informasi x yang dikirimkan. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah apa yang dinamakan sebagai suatu salah informasi,
yakni suatu proses komunikasi yang mengakibatkan penyampaian informasi yang
tidak sesuai apa yang dimaksudkan, di mana suatu informasi yang berbeda akan
menghasilkan proses berpikir yang berbeda pula. Oleh sebab itu, proses komunikasi
ilmiah harus bersifat jelas dan dan objektif.
Bahasa ilmiah sebagai sarana dalam menyampaikan informasi dalam kegiatan
ilmiah berupa pengetahuan, berbeda dengan bahasa agama. Ada dua pengertian

9
M.A.K. Halliday dan Ruqaya Hasan, Bahasa Konteks Dan Teks, diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh Asruddin Barori Tou, (Yogyakarta: Gajahmada Press, 1994), hal. 21
mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah kalam ilahi yang
terabadikan ke dalam kitab suci. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta
perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok sosial. Dengan kata lain,
bahasa agama dalam konteks kedua ini merupakan wacana keagamaan yang
dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu
menunjuk serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci.10
Walaupun ada perbedaan antara kedua bahasa ini namun keduanya
merupakan sarana untuk menyampaikan sesuatu dengan gaya bahasa yang khas.
Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah, selalu dituntut secara
deskriptif sehingga memungkinkan pembaca (orang lain) untuk ikut menafsirkan dan
mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa agama selain menggunakan
deskriptif juga menggunakan gaya preskriptif, yakni struktur makna yang dikandung
selalu bersifat imperatif dan persuasif di mana pengarang menghendaki si pembaca
mengikuti pesan pengarang sebagaimana terformulasikan dalam teks. Dengan kata
lain, gaya bahasa ini cenderung memerintah.11
Gaya bahasa yang demikian kurang diperkenankan dalam bahasa ilmiah yang
tentu tidak mengembangkan pemikiran dan pengertian para pembaca. Bahasa ilmiah
yang nota bene kreasi manusia bagaimanapun indahnya gaya bahasanya dan
teraturnya urutan katanya namun tetap akan berhadapan dengan kritik dan saran dari
para pembaca. Hal inilah yang sangat berbeda dengan bahasa agama, di mana para
jagoan sastra harus mengakui kekalahan mereka jika dihadapkan dengan gaya bahasa
agama yang termaktub dalam al-qur‟an.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa bahasa adalah salah satu
sarana berpikir ilmiah, sehingga dalam epistemologi pengetahuan ilmiah peran
bahasa harus bersifat komunikastif, informatif, dan reproduktif. Namun bahasa
mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya tidak bisa melepaskan dari unsur
emotif dan afektif, dan juga sering menimbulkan kekacauan semantik karena bahasa
bersifat pluralistik dan sikular dalam mendefenisikan arti atau membuat defenisi
baru. Maka diperlukan sarana lain untuk kegiatan penelitian ilmiah, yaitu sarana
matematika dan statistika.

10
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 75
11
Ibid.
2. Logika
Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.12
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme atau ilmu logika (ilmu
pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan
kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke
dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan
masuk akal.
Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah
orang yang pertama kali menggunakan kata „logika‟ dalam arti ilmu yang
menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika disebut juga sebagai ilmu berpikir
tepat yang dapat menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan di dalam rantai proses
berpikir. Dengan batasan itu, logika pada hakikatnya adalah teknik berpikir. Logika
mempunyai tujuan untuk memperjelas isi atau komprehensi serta keluasan atau
akstensi suatu pengertian atau istilah dengan menggunakan definisi-definisi yang
tajam.
Munculnya logika dalam proses berpikir ialah pada waktu diciptakan
“sesuatu” sehubungan dengan “sesuatu” yang lain yang dikaitkan dalam hubungan
tertentu. Atau pada waktu dikemukakan “dua sesuatu” yang dikaitkan dengan
penilaian tertentu dan dari kaitan itu ditarik simpulan. Fungsi logika adalah (1)
membedakan ilmu yang satu dengan yang lain apabila objeknya sama, dan (2)
menjadi dasar ilmu pada umumnya dan falsafah pada khususnya.
Dalam logika, berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya.
karena berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika. Menurut the liang
gie, logika dapat digolongkan menjadi lima macam yaitu:

12
Amsal Bakhtiar, Op.Cit, hal. 212
Pertama, logika makna luas dan sempit. Dalam arti sempit istilah ini dipakai searti
dengan logika deduktif atau logika formal. Adapun dalam arti yang lebih luas,
pemakaiannya mencakup kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana
sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan
mengenai logika itu sendiri.
Kedua, logika deduktif dan induktif. Logika deduktif yaitu suatu ragam logika yang
mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang
menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga
bersifat betul menurut bentuknya saja. logika induktif merupakan suatu ragam logika
yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai
pada kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi (probabilitas).
Ketiga, logika formal dan material. Logika formal mempelajari asas, aturan, atau
hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan benar dan
mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta
menilai hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang
sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber dan asalnya pengetahuan, alat
pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu
pengetahuan itu. logika formal dinamakan juga logika minor, sedangkan logika
material dinamakan logika mayor. Yang disebut logika formal yaitu ilmu yang
mengandung kumpulan kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.
Keempat, logika murni dan terapan. Logika murni merupakan suatu pengetahuan
mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian
dari pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu
dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud. Logika terapan yaitu
pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan
juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari.
Kelima, logika filsafati dan matematik. Logika filsafati dapat digolongkan sebagai
suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan sangat erat dengan
pembahasan dalam bidang filsafat. Adapun logika matematik merupakan suatu
ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode
tematik, serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna
ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.
Cara-cara berfikir logis dalam rangka mendapatkan pengetahuan baru yang benar:
1. Induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum
dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini diawali dari
kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum.
2. Deduksi adalah cara berfikir dari pernyataan yang bersifat umum menuju ke
kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang
berlawanan dengan induksi.
3. Analogi adalah cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang
serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan secara
tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai
persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.
4. Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu
yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama
dengan analogi yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya
ditujukan pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.
Jadi, logika merupakan sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Logika merupakan satu kata yang memiliki arti tertentu,
serta memberikan contoh penerapan dalam kehidupan nyata.

3. Matematika
Dalam melakukan kegiatan ilmiah agar lebih baik maka diperlukan sarana
berpikir ilmiah yang salah satunya adalah matematika. Sarana itu memungkinkan
dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat
“artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.
Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Pada abad ke 20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan
matematika, baik matematika sederhana untuk menghitung satu dua dan tiga maupun
sampai matematika yang sangat rumit seperti perhitungan antariksa. Sarana berpikir
ini pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang
tertentu pula.
Alfred North Whitehead mengatakan bahwa “X itu sama sekali tidak berarti”
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang
terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini, kita
katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat
majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang lambang matematika dapat
dibuat bersifat artifisial dan individual yang merupakan ketentuan khusus untuk
masalah yang sedang dikaji. Sebuah objek yang sedang dikaji dapat dilambangkan
dengan apa saja sesuai dengan ketentuan yang kita buat. Misalnya jumlah uang kita
lambangkan dengan Y, jumlah buah mangga dilambangkan dengan X dan harga
mangga per biji dilambang dengan B. Jika ditanya berapa nilai uang yang harus
dibayar untuk mendapatkan sejumlah buah mangga dapat dilambangkan dengan Y =
BX. Pernyataan dengan bahasa matematika bersifat jelas, tidak multitafsir dan
terbebas dari konotasi emosional.
Kelebihan Matematika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah sifat
kuantitatif matematika. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa
verbal bila membandingkan 2 benda yang berbeda misal tikus dengan kucing.
Dengan bahasa verbal kita dapat menyampaikan bahwa kucing lebih besar dari tikus.
Kalau kita ingin mengetahui lebih jauh mengenai ukuran kucing dan tikus tersebut,
maka kita akan menemukan kesulitan. Dan jika kita ingin menyampaikan secara
eksakta berapa besar perbandingan kedua objek tersebut, maka bahasa verbal tidak
dapat menyampaikannya. Dan untuk menjelaskan semua itu secara eksakta, maka
memerlukan bahasa matematika yang bersifat kuantitatif.
Kesimpulannya, bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang
bersifat kualitatif. Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika merupakan daya
prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak
yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat. Matematika
sebagai sarana berpikir deduktif. Ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang
terdapat didalam ilmu-ilmu empirik, melainkan didasarkan atas deduksi
(penjabaran).
Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan
premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya
bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan
sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam logika” (Ludwig
Wittgenstein), namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif sangat berguna
dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis yang kita
telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya
yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita. Namun demikian menurut Jujun,
tidak semua ahli filsafat setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah
pengetahuan yang bersifat deduktif.
Selain itu, matematika juga dapat digunakan untuk kegiatan praktis sehari-
hari misalnya untuk mengukur luas sebuah rumah diperlukan pengukuran dan
perhitungan secara matematik. Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya.
Pernyataan-pernyataannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak
digunakan, baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses
pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya
telah ditentukan. Misalnya: jika diketahui A termasuk dalam lingkungan B,
sedangkan B tidak ada hubungan dengan C, maka A tidak ada hubungan dengan C.
Kebenaran kesimpulan di atas ditentukan bagaimana hubungan antara dua
pernyataan sebelumnya. Pola penalaran ini tampaknya akan lebih jelas lagi jika
dinyatakan dengan bahasa simbolik. Dengan contoh ini matematika bukan saja
menyampaikan informasi secara jelas namun juga singkat.13

4. Statistik
Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang
dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara.14
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status yang mempunyai persamaan
arti dengan kata state, yang dalam bahasa indonesia diterjemahkan dengan negara.
Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data),
13
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dan Perspektif, op. Cit, hal. 79
14
Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik, Jilid I, (Pustaka LP3ES Indonesia, 2000), hal. 2
baik yang berupa angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berupa angka (data
kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara.
Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada
kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.15
Secara terminology, dewasa ini istilah statistik terkandung berbagai macam
pengertian :
1. Statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistic yaitu kumpulan bahan
keterangan berupa angka atau bilangan.
2. Kegiatan statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan
3. Metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka
mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan menganalisis dan
memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa
angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.
4. Ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan
memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan
statistik.
Adapun metode dan prosedur yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam rangka:
1. Pengumpulan data angka
2. Penyusunan atau pengaturan data angka
3. Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka
4. Penganalisaan terhadap data angka
5. Penarikan kesimpulan (conclusion)
6. Pembuatan perkiraan (estimation)
7. Penyusunan ramalan (prediction)
Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik, data
informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu
pengumpulan, analisis dan klarifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi. Jadi
statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana
dalam keadaan yang tidak menentu.
Statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek
tertentu melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan.

15
Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode, sebenarnya tak lebih dari
apa yang dilakukan seseorang dalam mempergunakan pikiran-pikiran tanpa ada
sesuatu pun yang membatasinya.
Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan
sah sering kali dilupakan orang. Berpikir logis secara deduktif sering sekali
dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang
menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita. Kita cenderung untuk
berpikir logis cara deduktif dan menerapkan prosedur yang sama untuk kesimpulan
induktif.
Untuk mempercepat perkembangan kegiatan keilmuan di negara kita maka
penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus
mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Dalam perjalanan sejarah, statistika
memang sering mendapat tempat yang kurang layak. Statistika sebagai disiplin
keilmuwan sering dikacaukan dengan statistika yang berupa data yang dikumpulkan.
Statistika merupakan sarana berpikir yang diperluaskan untuk memproses
pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, maka
statistika membantu kita untuk mengeneralisasikan dan menyimpulkan karakteristik
suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.
Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika
berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun
belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen,
dilakukan lebih cermat dan teliti dengan mempergunakan teknik-teknik statistika
yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan
dalam bidang penelitian sangat meningkat, baik kegiatan akademik maupun
pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang baik untuk pendidikan
statistika. Dengan memasyarakatnya berpikir secara ilmiah tidak terlalu berlebihan
apa yang dikatakan oleh Welles bahwa setiap hari berpikir statistik akan merupakan
keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan menulis. Peranan statistika dalam
tahap-tahap Metode Keilmuan dapat dirinci sebagai berikut:
1. Observasi
Statistik dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis yang akan dipakai
dalam observasi.
2. Hipotesis
Untuk menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan
dalam sebuah hipotesis. Dalam tahap kedua ini statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan hasil observasi.
3. Ramalan
Dari hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan memenuhi
syarat deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta baru ini disebut ramalan.
4. Pengujian kebenaran
Untuk menguji kebenaran ramalan, mulai dari tahapan-tahapan berulang seperti
sebuah siklus.
Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan
dalam bidang manajemen. Statistika diterapkan dalam penelitian pasar, penelitian
produksi, kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai,
kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing dan masih banyak lagi.
Jadi, hakikat statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh
pengetahuan untuk mengelola dan menganalisis data dalam mengambil suatu
kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan
ilmiah diperlukan data, metode penelitian, serta penganalisisan harus akurat.
Statistika diterapkan secara luas dan hampir semua pengambilan keputusan dalam
bidang manajemen.
Dalam perspektif metode keilmuan, peran statistika ini dapat digunakan
sebagai:
a. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan diambil dari
populasi.
b. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen.
c. Teknik untuk menyajikan data, sehingga data lebih komunikatif.
d. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.

5. Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika, dan


Statistika
Adapun hubungan antara statistika dengan sarana berpikir ilmiah bahasa,
matematika, dan statistika, yaitu sebagaimana yang kita bahas sebelumnya agar dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana bahasa,
matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai
dalam kegiatan berpikir ilmiah, di mana bahasa menjadi alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola
berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir
induktif.
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif,
sedangkan statistika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir induktif.
Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan yang memiliki ruang
lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Adapun deduktif merupakan cara berpikir di mana
dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Jadi,
keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain.
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang berkaitan
dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam
menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan
berbahasa, maka seseorang tidak dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis
dan teratur.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.
Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran,
proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan
baru dianggap valid kalau proses penarikan kesimpulan itu dilakukan menurut cara
tertentu.
Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika dapat
didefenisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih. Terdapat bermacam-
macam cara penarikan kesimpulan, di antaranya penarikan kesimpulan dengan cara
logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan
penarikan kesimpulan dari kasus individual nyata menjadi kesimpulan umum.
Adapun logika deduktif membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang
bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual.
BAB III
KESIMPULAN

1. Sarana berpikir ilmiah adalah alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya
diperlukan sarana yang tertentu pula. Sarana ilmiah diperlukan untuk membantu
kegiatan berpikir ilmiah. Tanpa sarana berpikir ilmiah maka kegiatan berpikir
ilmiah tidak akan berjalan dengan baik. Dan pada hakikatnya sarana berpikir
ilmiah terdiri dari empat bagian, yaitu bahasa, matematika, statistik dan logika.
2. Macam-macam sarana berpikir ilmiah yaitu:
a) Bahasa
b) Logika
c) Matematika
d) Statistika
3. Bahasa yaitu suatu sistem simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh suatu
kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi dan sebagai alat bergaul satu
sama lain.
4. Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Logika berasal dari kata yunani kuno (logos) yang
berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa.
5. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-
rumus yang mati.
6. Statistika yaitu sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana
dalam keadaan yang tidak menentu. Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik
berarti tabel, grafik, daftar informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata
statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan klasifikasi data, angka sebagai
dasar untuk induksi.
7. Hubungan sarana berpikir ilmiah bahasa, logika, matematika dan Statistika.
Keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat antara satu dengan yang
lainnya. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan
berpikir ilmiah, dimana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya,
maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif.
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif,
sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka
mengumpulkan, menyusun, atau mengatur, menyajikan, menganalisis, dan
memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa
angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Anto Dajan. 2000. Pengantar Metode Statistik. Jilid I. Pustaka LP3ES Indonesia.
Anas Sudijono. 1996. Pengantar Statistik Pendidikan.Jakarta: Rajagrapindo Persada.
Mukhtar Latif. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana.
Jujun S Suriasumantri. 1984. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia.
Jujun S. Suriasumantri. 1995. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Joseph Broam. 1995. Language and society. Garden City: Doubleday and Company
Inc.
Tim Dosen Filsafat Ilmu. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: liberty
Rushdi Ahmad Thaimah. 1998. Ta’lim al-Arabiyyah li Ghairi al-Nathiqina Biha
Manahijuhu wa Asalibuhu. Rabath: Isesco.
M.A.K. Halliday dan Ruqaya Hasan. 1994. Bahasa Konteks Dan Teks.
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Asruddin Barori Tou.
Yogyakarta: Gajahmada Press.
Komaruddin Hidayat. 1996. Memahami Bahasa Agama. Jakarta: Paramadina.
W. Poespropojo. 1999. Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung:
Pustaka Grafika.

Anda mungkin juga menyukai