Anda di halaman 1dari 18

TETRALOGI OF FALLOT

Disusun oleh

FERDYNANDUS JIMYLIANO (011190020)

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMI-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran allah SWT, shalawat dan salam tak lupa pula
saya curahkan kepada junjungan kita nabi besar muhammad SAW, kepada keluarga, para
sahabatnya tabiin dan tabiat hingga sampai kepada kita sebagai ummatnya.

Alhamdulillah pada kesempatan ini kami telah menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “TETRALOGI OF FALLOT” sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah KMB 2.
pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimah kasih kepada dosen mata kuliah yang
bersangkutan, yang telah memberikan arahan tugas ini terselesaikan dengan baik, tidak lupa
kepada teman – teman mahasiswa yang telah memberikan doorongan semangat dan motifasi
kepada kami.

Kami menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
kesempurnaan. Semoga dengan adanya makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian dan
informasi kepada pihak – pihak yang akan mengembangkan lebih jauh untuk kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofsiologi
d. Manifestasi klinis
e. Pemeriksaan penunjang
f. Penatalaksanaan
g. Komplikasi
B. KONSEP KEPERAWATAN
a. Pengkajian
b. Diagnosa Keperawatan
c. Inteervensi Keperawatan
d. Evaluasi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tetralogi of vallot (penyakit jantung bawaan) terhadap angka kematian bayi dan
anak cukup tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk indonesia.
Penyakit jantung di indonesia dengan jumlah penduduk 235 juta maka diperkirakan akan
lahir 50.000 bayi dengan penyakit jantung bawaan sehingga prevalensinya cukup tinggi.
Kurangnya pengetahuan dan perhtian orang tua terhadap penyakit jantung bawaan
menjadi salah satu persoalan dalam penanganan anak denagn penyakit jantung bawaan
sehingga agar dapat bertahan hidup memerlukan penanganan medis yang canggih
segerah setelah lahir. Tujuan : untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit jantung bawaan meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan
evaluasi keperawatan. Metode : metode yang digunakan adalah dengan pendekatan studi
kasus yaitu metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa data dan
menarik kesimpulan.

B. Rumusan masalah

1. Menjelaskan pengertian penyakit tetralogi of vallot?


2. Apakah etiologi dari penyakit tetralogi of vallot?
3. Menjelaskan patofisiologi penyakit tetralogi of vallot?
4. Apakah manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of vallot?
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang penyakit tetralogi of vallot?
6. Apakah penatalaksanaan pemeriksaan penyakit tetralogi of vallot?
7. Apakah komplikasi yang terjadi pada penyakit tetralogi of vallot?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian penyakit tetralogi of vallot.


2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit tetralogi of vallot.
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit tetralogi of vallot.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of vallot.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit tetralogi of vallot.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pemeriksaan penyakit tetralogi of vallot.
7. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada penyakit tetralogi of vallot.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep medis
a. Definisi
Penyakit jantung bawaan terdiri dari berbagai jenis dan salah satunya adalah
tetralogi of fallot, yang mana tetralogi of fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan
bawaan yang merupakan kelainan jantung bawaan sianotik. penyakit jantung bawaan
ialah kelainan” susunan” jantung “ mungkin “ sudah terdapat sejak lahir. Perkataan
“susunan” berarti menyingkirkan aritmia jantung, sedangkan “mungkin” sudah terdapat
sejak lahir berarti tidak selalu dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulan setelah
lahir. Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu kelainan
formasi dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung. "congenital" hanya berbicara
tentang waktu tapi bukan penyebabnya. Itu artinya "lahir dengan" atau "hadir pada
kelahiran". (Bailliard F, 2009).
Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung bawaan adalah kelainan
jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum bayi lahir.
Tetapi kelaianan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir
tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan
atau bahkan beberapa tahun. (Bailliard F, 2009).
b. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak di ketahui
secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. (Muttakin, arif. 2009)
Faktor – faktor tersebut antara lain yaitu:
1. Faktor endogen
a) Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom.
b) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung
bawaan.
c) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes
melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
2. Faktor eksogen
a) Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB atau
suntuik, minum obat – obatan tanpa resep dokter..
b) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
c) Pajanan terhadap sinar –x.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90 % kasus
penyebab adalah multifaktor. Adapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus
ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan
pembentukan jantung janin sudah selesai. TOF lebih sering di temukan pada anak –
anak yang menderita sindrom down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik
karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh,
sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruaan) dan sesak nafas. Mungkin
gejalah sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik
karena menyusu atau menangis.
c. Patofisiologi
Proses pembentukan jaringan pada janin mulai terjadi pada hari ke -18
usia kehamilan. Pada minggu ke -3 jantung hanya berbentuk tabung yabg disebut
fase tubing. Mulai akhirminggu ke -3 sampai minggu ke -4 usi kehamilan, terjadi
fase looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan
penyekatan ruang – ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri
pulmonalis. Pada minggu ke -5 sampai ke -8 pembagian dan penyekatan hampir
sempurna. Akan tetapi, proses pembentukan dan perkembangan.
jantung dapat terganggu jika selama masa kehamilan terjadi faktor –
faktor resiko. Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta
yang abnormal(overriding), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis, serta
terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan lahir dengan
kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar,
stenosis pulmonal infundibular atau valvular, dekstro pangkat aorta dan hipertrofi
ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada
derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibuler.
(baradero, mary.2008)
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang
bersamaan, maka:
1. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui
lubang pada septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari
ventrikel kiri, sehingga terjadi percampuran darah yang sudah
teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang
mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari
normal.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui
lubang septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke
aorta, akan tetapi apabila tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi
dari ventrikel kiri maka darah akan mengalir dari ventrikel kanan
ke ventrikel kiri (right to left shunt).
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar
darah ke dalam aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan
tekanan tinggi akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot-
ototnya akan mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan
berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis
pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke
dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal
inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis.
Tetralogi fallot di klasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik oleh karena
pada tetralogi falot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa ke tubuh. Pada saat
lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi kemudian dapat berkembang menjadi
episode menakutkan, tiba-tiba kulit membiru setelah menangis atau setelah pemberian
makan. Defek septum ventrikel ini menuju ventrikel kiri. Pada Tetralogi fallot jumlah
darah yang menuju paru kurang oleh karena obstruksi akibat stenosis pulmonal dan
ukuran arteri pulmonalis lebih kecil. Hal ini menyebabkan pengurangan aliran darah yang
melewati katup pulmonal. Darah yang kekurangan O2 sebagian mengalir ke ventrikel
kiri, diteruskan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh. Shunting darah miskin O2
dari Ventrikel Kanan ke tubuh menyebabkan penurunan saturasi O2 arterial sehingga
bayi tampak sianosis atau biru. Sianosis terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak
lebih gelap dan berwarna biru sehingga menyebabkan bibir dan kulit tampak biru.
Apabila penurunan mendadak jumlah darah yang menuju paru pada beberapa bayi dan
anak mengalami cyanotic spells atau disebut juga paroxysmal hypolemic spell,
paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi sangat biru, bernapas dengan cepat dan
kemungkinan bisa meninggal.
Selanjutnya, akibat beban pemompaan Ventrikel kanan bertambah untuk melawan
stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar dan menebal (hipertrofi
ventrikel kanan). Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat, menangis
lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF mengalami hipoksia
spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien menjadi biru), mengalami kesulitan
bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi kejang bahkan
pingsan. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera,
misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan posisi
lutut ke dada (knee chest position)Defek septum ventrikular rata-rata besar. Pada pasien
dengan tetralogy of fallot, diameter aortanya lebih besdar dan norma, sedang ateri
pulomernya lebih kecil dan normal. Gagal jantung kongestif jarang terjadi karena tekanan
di dalam ventrikel kiri dan kanan sama besar akibat defek septum tersebut. Masalah
utama dari gangguan ini adalah hipoksia. Derajad sianosis berhubungan dengan beratnya
obtruksi anatomik terhadap aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam arteri pulmoner
selain dengan status fisiologik anak tersebut.
d. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis dari penyakit tetralogi of fallot yaitu:
1. Sianosis (sianosis terutama pada bibir dan kuku)
Sianosis muncul setelah berusia beberapa bulan, jarang tampak pada saat
lahir, bertambah berat secara progresi. Serangan sianotik atau “ blue
speels( Tet apeels)” yang di tandai oleh dyspnea; pernafasan yang dalam dan
menarik dan nafas panjang, bradikardia keluhan ingin pingsan, serangan
kejang, dan kehilangan kesadaran, yang semua ini dapat terjadi setelah pasien
melakukan latihan, menangis, mengejan, mengalami infeksi, atau damam
(keadaan ini dapat terjadi karena penurunan oksigen pada otak akibat
peningkatan pemintasan atau shunting aliran darah dari kanan ke kiri yang
mungkin disebabkan oleh spasme jalur keluar ventrikel kanan, peningkatan
aliran balik sestemik atau penurunan resistensi arterial sistemik).(Nur Ain,
didik hariyanto 2015).
2. Serangan hipersianotik
a) Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan.
b) Sianosis akut.
c) Iritabilitas sistem saraf pusat yang dapat berkembang sampai
lemah dan pingsan dan akhirnya menimbilkan kejang, strok dan
kematian.

3. Gagal tumbuh
Pada anak dengan kelainan jantung yang kecil atau ringan tidak
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Tetapi pada PJB
yang tipe biru, resiko untuk terjadi gagal tumbuh jauh lebih tinggi. Ada
tiga sebab yaitu:
a) Asupan kalori yang tidak adekuat
b) Gangguan pencernaan makanan (melabsorpsi)
c) Pengaruh hormon pertumbuhan
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang di sebut “blue spell”
terjadi ketika kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode
biasanya terjadi bila anak melakukan aktifitas (misalnya menangis, setelah
makan atau mengedan). (Ruhyanudin, F, 2007)
e. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang dari penyakit tetralogi of fallot yaitu:
(Ramaswamy, p. pfliege, kurt. 2008).
1. Pemeriksaan laboraturium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit
(Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah.
2. Sinar X
Pada torakx menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung
tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. EKG
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdivisiasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar di jumpai
P pulmonal. Memperlihatkn dilatsi aorta overriding aorta dengan
dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri.
f. Penatalaksanaan
pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena
peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis.
Selain itu untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung
(venous).
2. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu
tepat karena permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen,
tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha di atas
diharapkan anak tidak lagi takipneu, sianosis berkurang dan anak
menjadi tenang. (Djer M, madiyono B 2010).
g. Komplikasi
Komplikasi dari ganggun ini antara lain:
1. Penyakit vaskuler pulmonel.
2. Deformitas arteri pulmoner kanan.
3. Pendarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia.
4. Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada
polisistemia, anemia atau sepsis.
5. Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalu besar.

B. Konsep keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,suku
bangsa, bahasa,pekerjaan, pendidikan, status, alamat.
2. Pada kepala
a) Inspeksi
Lihat kebersihan kulit kepala,apakah ada ketombe,kutu
kepala,warna rambut,persebaran rambut kepala,dan bentuk kepala.Bentuk
kepala dipengaruhi oleh ras,penyakit,dan lingkugan.
b) Palpasi
Rasakan adanya massa pada kepala, adanya perubahan kontur
tengkorak, atau diskontinuitas tengkorak tanyakan apakah klien merasa
nyeri, minta klien untuk menunjukkan dan jangan lanjutkan palpasi.
3. Pemeriksaan fisik pada mata
a) Inspeksi
1) Perhatikan kesismetrisan kedua mata dan alis serta
persebarannya.
2) Perhatikan kondisi di sekitar mata, lihat warna kelopak
mata apakah tampak kantung mata.
3) Lihat konjungtiva klien.
4) Periksa sklera mata klien.
5) Perhatikan kesimetrisan kedua pupil mata. Normalnya
pupil mata berdiameter3-7 mm, bertepi rata, dan simetris.
Kondisi pupil yang tidak simetris disebut anisokor, pupil
mata yang berdilatasi maksimal disebut midriasis
maksimal, serta pupil mata yang kecil dan berdiameter 1
mm disebut pin point.
6) Kaji reflek cahaya mata klien. Normalnya pupil mata akan
mengecil (miosis) jika terkena sinar. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan kodisi ruangan yang agak redup.
7) Dilanjutkan dengan pemeriksaan gerakan bola mata.
8) Lihat kornea mata klien. Normalnya kornia tidak berwarna
(bening) dan bertepi rata.
b) Palpasi
Kaji kekenyalan bola mata. Caranya, minta klien menutup
kedua mata, tekan perlahan dengan kedua tangan pemeriksa.
Normalnya bola mata teraba kenyal dan melenting. Bola mata yang
teraba keras seperti batu dan tidak ada melenting menandakan adanya
peningkatan tekanan intraokuler. Peningkatan tekanan intraokuler
biasaya terjadi pada klien yang menderita glaukoma. Penderita
glaukoma biasanya berusia 40 tahun.
4. Pemeriksaan hidung
a) Inspeksi
1) Perhatikan kesimetrisan lubang hidung kiri dan kanan.
2) Letak hidung terletak di tengah wajah.
3) Adanya pernafasan cuping hidung dan munculnya sianosis
pada ujung hidung.
4) Adanya produksi sekret (jika ada), perhatikan warna,
produksi,dan bau secret.
5) Adanya massa pada daerah luar atau didalam hidung.
6) Perhatikan kepatenan tiap lubang hidung.
7) Periksa apakah tampak perforasi, massa, sekret, sumbatang,
deviasi, pendarahan atau adanya polip dibagian dalam
hidung.
b) Palpasi
Lakukan palpasi pada sinus-sinus hidung dengan
menggunakan ujung ketiga jari tengah. Normalnyaklien tidak
mengeluh nyeri atau teraba panas saat dipalpasi.
5. Pemeriksaan Fisik pada telinga
a) Inspeksi
1) Lihat kesimetrisan kedua daun telinga
2) Lihat adanya luka/bekas luka pada telinga dan sekitarnya.
3) Lihat apakah ada darah atau sekret yang keluar (catat
warna, banyaknya, bau, lama produksi )
4) Lihat apakah gendang telinga dalam kondisi utuh.
b) Palpasi
1) Palpasi telinga pada daerah tragus, normalnya tidak akan
terasa nyeri.
2) Palpasi limfe disekitar aurikel
6. Pemeriksaan pada mulut
a) Inspeksi
1) Berdiri agak jauh dari klien,cium aroma
nafasnya,normalnya tercium segar.
2) Lipatan nasolabial normalnya terletak ditengah. Lihat
adanya kelainan kogenital seperti sumbing.
3) Bibir terletak tepat ditengah wajah,warna bibir merah
muda, lembap, tidak tampak kering (pecah-pecah), tidak
tampak sianosis. Pada penderita herpes biasanya tampak
vesikel disekitar bibir. Vesikel ini akan pecah dan
meninggalkan krustae disekitar bibir.
4) Jika klien memakai gigi palsu, lepaskan dahulu. Lihat
kelengkapan gigi klien lihat warna gusi (normalnya
berwarna merah mudah).
5) Perhatikan adanya stomatitis (radang mukosa) dan
kelembapan mulut.
6) Posisi lidah tepat ada di tengah perhatikan kebersihan lidah,
lidah yang kotor (coated)bisa ditemukan pada kebersihan
mulut yang kurang.
7) Posisi uvula tepat ditengah,normalnya berwarna merah
muda.
7. Pemeriksaan fisik pada leher
a) Inspeksi
1) Perhatikan kesimetrisan leher, lihat apakah ada bekas luka
dileher. Ketidak simetrisan dapat disebabkan oleh
pembengkakan.
2) Pulasai yang abnormal, adanya bendungan vena. Jika ada
bendungan aliran kedarah ke V. Trokalis, vena dijugularis
akan menonjol.
3) Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan oleh
pembengkakan. Ada tidaknya kaku kuduk (saat klien
diangkat kepalanya,leher dan tubuh akan ikut terangkat),
terutama pada klien dengan tetanus dan meningitis.
4) Tortiolis : pada kondisi ini, leher akan miring ketempat
yang sakit dan sulit digerakkan karenatersa nyeri.
5) Adanya pembesaran kelenjar limfe. bisa ditemukan pada
klien dengan tuberkulosis kelenjar, leukimia,limfoma
maligna.
6) Lihat adanya pembesaran pada kelenjar gondok.
Dokumentasikan besar dan bentuknya (difus atau
nodular),konsistensinya (lunak atau keras).
b) Palpasi
1) Palpasi deviasi trakea
 Digunakan untuk memeriksa adanya deviasi
trakea
 Jika ditemukan deviasi (miring) seperti pada
klien pasca kecelakaan dengan hemotoraks,flail
chest.
 Posisi klien agak menengadah, dalam posisi
semi fowler (45 derajat).
 Menggunakan tiga jari tengah tangan
dominan,dua jari yang samping menempel pada
ujung klavikula, jari tengah menyusuri trakea.
2) Palpasi kelenjar limfe
Ada beberapa kelenjar limfe pada leher. Normalnya
kelenjar limfe tidak akan teraba dan tidak akan nyeri saat
dipalpasi
3) Palpasi kelenjar toroid
Minta klien untuk menelan,letakkan tangan ditengah
leher,rasakan kelenjar tiroid yang ikut bergerak saat menelan.
8. Pemeriksaan fisik pada toraks
a) Inspeksi
1) Lihat gerakan dinding dada, bandingkan kesimetrisan
gerakan dinding dada kiri dan kanan saat pernafasan
berlansung.
1) Lihat adanya bekas luka, bekas operasi,atau adanya lesi.
2) Perhatikan warna kulit di daerah dada, apakah ada
warna kulit yang bereda dengan warna sekitarnya.
3) Kaji pola nafas klien,perhatikan adanya retaksi
interkosta, dan penggunaan otot bantu pernafasan bisa
ditemukan pada klien dengan gangguan pemenuhan
oksigen.
4) Perhatikan bentuk dinding dada klien,bebrapa bentuk
dinding dada adalah Dada barel (barrel chest), Dada
corong (funnel chest) ,Dada burung (pigeon chest)
,Dada normal (normal chest).
9. Pemeriksaan fisik pada abdomen
a) Inspeksi
1) Perhatikan bentuk abdomen klien, apakah bentuknya
datar, cembung, atau ke dalam?
2) Inspeksi warna kulit abdomen (kuning,
hijau,kecoklatan)
3) Perhatikan elastisitas kulit abdomen.
4) Lihat bentuknya, adakah asimetris, adakah gerakan
peristaltik usus yang tampak dari luar, kesimetrisan
bentuk abdomen, stria, massa, asites, kaput medusa.
5) Inspeksi umbilikus, normalnya tidak menonjol.
6) Lihat apakah klien menggunakan tipe pernapasan
abdomen.
b) Auskultasi
1) Auskultasi dilakukan pada keempat kuadran abdomen.
Dengarkan peristaltik ususnya selama satu menit penuh.
Peristaltik usus adalah bunyi seperti orang berkumur,
terjadi karena pergerakan udara dalam saluran
pencernaan.
2) Bising usus normalnya terdengar 5-30 x/menit jika
kurang dari itu atau tidak ada sama sekali kemungkinan
ada paralitik ileus, konstipasi peritonitis atau obstruksi.
3) Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal,
kemungkinan klien sedang mengalami diare.
4) Bunyi bising usus yang lebih dari normal, terasa nyeri,
dan tampak dari luar peristaltiknya tampak dari luar
(darm countor) karena adanya obstruksi disebut
borborigmi.
5) Dengarkan apakah ada bisingpada pembuluh darah
aorta,fermoral dan renalis. Jika terdengar bising ini
kemungkinan ada gangguan pada pembuluh darah
tersebut. Jika adanya gangguan pada atrium kanan,akan
tampak pulsasi pembuluh darah disekitar umbilikus.
c) Perkusi
1) Lakukan perkusi pada kesembilan regio abdomen.
2) Jika perkusi terdengar timpani, berarti perkusi
dilakukan diatas organ yang berisi udara.
3) Jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ
pada
4) Perhatikan perubahan bunyi ini. Bunyi normal perkusi
abdomen adalah timpani,jika ada kelebihan udara akan
terdengar lebih nyaring atau disebut hipertimpani.
5) Perkusi khusus:perkusi ginjal minta klien untuk
miring,cari batas akhir kosta, ikuti alurnya kebelakang
lalu berhenti pada ujung vertebra (sudut
costovertebrae).
6) Letakkan pada punggung tangan pada area tersebut, lalu
pukulkan kepalan tangan kanan pada punggung tangan
anda.
7) Normalnya prosedur ini tidak akan rasa nyeri pada
klien.
10. pemeriksaan ekstermitas bawah
a) inspeksi dan palpasi
1) pengkajian kaki dan tumit dilakukan dengan posisi
berbaring,inspeksi adanya pembengkakan,kalus tulang
dan kaki yang menonjol,nodul atau deformitas.
2) palpasi pada bagian anterior sendi pada tumit catat
adanya pembengkakan, nyeri atau deformitas. Lakukan
juga palpasi pada tendon.
3) lakukan palpasi pada sendi-sendi jari kaki. Catat jika
menemukan abnormalitas, lakukan inspeksi pada
telapak kaki catat jika ada bagia kulit yang pecah-pecah
atau terluka perhatikan pula penonjolan pada tumit.
4) kaji kemampuan gerak daerah tumit dan kaki
normalnya kaki dan tumit bisa bisa bergerak tanpa rasa
nyeridan gerakan bagian bawah sejajar dengan bagian
paha.
5) aji kekuatan otot kaki minta klien untuk mengankat
kaki tahan dengan tangan anda.
6) kaji lutut klien. Inspeksi adanya perubahan bentuk atau
abnormalitas pada patella,lakukan semua palpasi pada
semua sisi patella normal lutut pada patella sejajar
dengan kaki bagian atas dan bawah tidak menonjol ke
bagian lateral atau medial
7) akukan pengkajian punggul dan pinggul dengan
posisiklien berdiri perhatikan kesimetrian pantat dan
pinggul serta cara berdiri klien normal klien bisa
berjalan dengan tegak dan kedua kaki berayun simetris.
b. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan Pola nafas.
2) Keletihan.
3) Resiko keterlambatan perkembangan
c. Intervensi
1) Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan hiperfentilasi
a) Batasan karakteristik
 Dispnea
 Penurunan tekanan ekspirasi
 Penurunan ventilasi semenit
 Penurunan kapasitas vital
b) Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Gangguan musculoskeletal
 Hiperventilasi
 Keletihan otot pernafasan
c) NIC
 Posisikan pasien untuk memaksimalkanventilasi
 Identifikasikan kebutuhan aktual/potensial pasien untuk
memasukkan alat membuka jalan nafas
 Buang sekret dengan memotifasi pasien untuk melakukan
batuk atau menyedot lender
d) NOC : setelah di lakukan pemeriksaan keperawatan selama 2 x 24 jam
pasien menunjukkan:
 Tidak ada deviasi dari kisaran normal frekuensi pernafasan
 Defiasi ringan dari kisaran normal irama pernafasan
 Defiasi sedang dari kisaran normal suara auskultasi nafas
2) Keletihan
a) Batasan Karakteristik
 Apatis
 Gangguan konsentrasi
 Kelelahan
 Penurunan performa
 Tidak mampu mempertahankan aktifitas fisik pada tingkat
yang biasanya
b) Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Depresi gangguan tidur
 Peningkatan kelelahan fisik
c) NIC
 Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dengan perkembangan
 Ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
 Rencanakan kegiatan pada saat pasien memiliki banyak energy
 Monitor pemberian dan efek obat stimulan dan depresan
 Evaluasi secara lengkap kenaikan level aktifitas pasien
d) NOC: setelah dilakukan pemeriksaan keperawatan selama 2 x 24 jam
pasien menunjukkan :
 pasien tidak merasa kehilangan selera makan
 pasien merasa ringan saat terjadi penurunan motifasi
 gangguan konsentrasi sedang
3) resiko keterlambatan perkembangan Batasan
a) Karekteristik
 asuhan prenatal tidak adekuat
 gangguan genetik
 nutrisi tidak adekuat
 perawatan prenatal yang tidak adekuat
b) NIC
 tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi
 identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien
 tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
c) NOC
 tidak ada defiasi dari kisaran normal persentil tinggi/panjang
badan berdasarkan umur
 deviasi ringan dari kisaran normal indeks masa tumbuh
 defiasi sedang dari kisaran normal berat badan
d. Implementasi keperawatan
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005) Implementasi
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun /
ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal
dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat
secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya
seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang
akan diberikan kepada pasien. Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk
mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1) Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukaan
2) Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3) Menyiapkan lingkungan terapeutik
4) Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5) Memberikan asuhan keperawatan langsung
Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan Implementasi dari asuhan
keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan dan
personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi
singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada
tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan
terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar
keperawatan.
e. Evaluasi
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri
O : Data yang diambil dari hasil observasi
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara lain defek
septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan eksogen. Anak dengan tetralogi
fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang tidak
bertambah, clubbing fingers, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan
darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.
B. Saran
Dengan disusunya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar dapat menelah
dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini, sehingga sedikait banyak bisa
menambah pemngetahuan pembaca. Disamping kami juga mengharapkan sarn dan kritikan dari
para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bailliard F, Anderson R. Tetralogy of fallot. Orphanet jurnal of rare Diseases.


2009;4:2.
Baradero, mary. 2008. Klien gangguan kardiovaskuler. EGC. Jakarta

Djer M, Madiyono B. Tatalaksana penyakit jantung bawaan.Sari pediatri.


2010; 2(3):155 -62.
Muttakin, arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : salemba medika

Ramaswamy, P. Pflieger, Kurt. 2008.Tetralogi of fallot with Absent pulmonary valve

Ruhyanudin, F, 2007, asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler,


Malang: Upt. Penerbitan Universitas Muhammadiya Malang

Winaya A. Tumbuh kembang anak pada penyakit jantung bawaan, dalam tumbuh kembang anak
edisi 2. Jakarta : EGC. 2014

Anda mungkin juga menyukai