Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENELITIAN DOSEN DAN MAHASISWA

AGAMA DAN BUDAYA JAWA AJARAN SUNAN KALIJAGA


DI KOTA WALI

Disusun Oleh :
1. Adib cholilurrohman 2010910081
2. Muhammad khanan 2010910085
3. Moh. Ikhsan Maulana 2010910094

Dosen Pembimbing Lapangan:


Dany Miftah M. Nur, M.Pd

PROGRAM STUDI TADRIS IPS


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2021
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Jl. Conge Ngembalrejo Kotak Pos 51 Telp.(0291) 432677 Fax. 441613 Kudus 59322
E-mail : lppm@iainkudus.ac.id Website : www.iainkudus.ac.id

SURAT KETERANGAN
NOMOR : ……. /In.37/L1/12/2021

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : H. Mohammad Dzofir, M.Ag
NIP : 197311011999031004
Pangkat/Golongan : Pembina - IV/a
Jabatan : Ketua LPPM
Dengan ini menerangkan bahwa
A. Nama : Dany Miftah M. Nur. M. Pd
NIP : 198305021005092017

Pangkat/Golongan : Assisten Ahli / III-b

Jabatan : Sekretaris Prodi Tadris IPS – Dosen IAIN


Kudus

B. Nama : Adib Cholilurrohman (2010910081)


C. Nama : Muhammad Khanan (2010910085)
D. Nama : Moh. Ikhsan Maulana (2010910094)
Jabatan : Mahasiswa Prodi Tadris IPS

Adalah Dosen IAIN Kudus yang telah melaksanakan penelitian


berkolaborasi dengan mahasiswa dengan judul: "Agama Dan Budaya Jawa Ajaran
Sunan Kalijaga di Kota Wali" yang dibiayai oleh mandiri pada tahun 2021.
Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk digunakan
sebagaimana mestinya.

Kudus, 17 April 2021


Ketua LPPM,
H. Mohammad Dzofir, M. Ag
NIP. 19731101199903 1 004
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kondisi kehidupan masyarakat di Nusantara khususnya yang berada di Tanah


Jawa sangat erat kaitannya dengan alkuturasi budaya lokal mereka terhadap ajaran
agama Islam.1Dan lebih khusunya lagi di Demak atau sering disebut dengan Kota
Wali, masyarakatnya sangat erat sekali memegang teguh agama dan budaya Jawa
yang diajarkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu wali dari
Wali Sembilan atau orang Jawa sering menyebutnya dengan Walisongo.
Kebudayaan itu seolah telah melebur menjadi satu kebudayaan tersendiri yang
memiliki ciri khasnya masing-masing.

Sunan Kalijaga mempunyai peranan yang amat penting dalam penyebaran agama
Islam di Jawa. Selain Syekh Siti Jenar, hanya beliau yang aktif menyebarkan
agama Isam dengan menggunakan kultur Jawa sebagai medianya. 2 Dalam kisah
kewalian, Sunan Kalijaga dikenal sebagai orang yang menciptakan “pakaian
takwa”, tembang-tembang Jawa, seni memperingati Maulid Nabi yang lebih
dikenal dengan sebutan Grebeg Maulud. Upacara Sekaten (syahadatain,
pengucapan dua kalimat syahadat) yang dilakukan setiap tahun untuk mengajak
orang Jawa masuk Islam adalah ciptaanya.3

Dalam sejarahnya agama Islam dan budaya Jawa memiliki hubungan yang tak
terpisahkan. Dalam Islam sendiri. ada nilai universal dan absolut sepanjang
zaman. Namun demikian, Islam sebagai dogma tidak kaku (rigid) dalam
menghadapi zaman dan perubahannya. Islam selalu tampil dalam bentuk yang

1
Naufaldi Alif, Laily Maftukhatul, Majidatun Ahmala”Akulturasi Budaya Jawa dan Islam Melalui Dakwah
Sunan Kalijaga”,Jurnal Al’Adalah Vol. 23 No.2 Hal.1
2
Achmad Chodjim, Mistik Dan Makrifat Sunan Kalijaga ( Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2003 ) h.1.
3
Achmad Chodjim, Mistik Dan Makrifat Sunan Kalijaga ( Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta ,2003) h.14-15 .
luwes pada saat berhadapan dengan masyarakat yang beraneka ragam dalam
budaya, adat kebiasaan atau tradisi. Sebagai sebuah fakta sejarah, agama dan
kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan
simbol. Agama adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Allah
SWT. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup
di dalamnya secara baik, damai dan bahagia. Agama memerlukan sistem simbol,
dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu
dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi dan tidak mengenal
perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relative dan
temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat berkembang sebagai agama
pribadi. Tetapi tanpa kebudayaan, agama sebagai kolektivitas tidak akan
mendapat tempat.4

Kanjeng Sunan Kalijaga memiliki peranan penting di Demak dalam menyebarkan


agama Islam dan kebudayaan yang beliau ajarkan kepada masyarakat Kota Wali
Demak. Sebelum Islam masuk di Idonesia, khususnya pulau Jawa, ada
kepercayaan lama yang telah berkembang lebih dulu, yaitu agama Hindu-Budha
yang pada masa itu banyak dipeluk oleh kalangan kerajaan-kerajaan, sedangkan
kepercayaan asli yang bertumpu pada animism dipeluk oleh kaum awam.5Disini
nanti peneliti tidak akan membahas secara lebar dan luas mengenai sejarah
masuknya Islam di Pulau Jawa , namun akan tetapi peneliti akan berfokus
membahas mengenai agama dan budaya Jawa ajaran Sunan Kalijaga di Kota
Wali.

4
Imam Subqi, M.SI.,M.Pd, Sutrisno,M.Pd.I, Reza Ahmadiansah, M.Si, Islam Dan Budaya Jawa (Solo:Penerbit
Taujih,2018) h.2.
5
Imam Subqi, M.SI.,M.Pd, Sutrisno,M.Pd.I, Reza Ahmadiansah, M.Si, Islam Dan Budaya Jawa (Solo:Penerbit
Taujih,2018) h.3.
B. RUMUSAN MASALAH

Dengan mengatahui latar belakang dan dengan mempertimbangkan luasnya


cakupan pembahasan, penelitian ini akan difokuskan pada peran Sunan Kalijaga
dalam mengajarkan agama dan budaya Jawa di Kota Wali Demak.

Berikut adalah rumusan masalah yang akan diteliti :

1. Bagaimana bentuk ajaran agama dan budaya Jawa yang diajarkan oleh
Kanjeng Sunan Kalijaga ?
2. Bagaimana strategi Kanjeng Sunan Kalijaga agar ajaran agama dan budaya
Jawa yang beliau ajarkan dapat diterima dan ikuti dengan baik oleh
masyarakat Demak ?
3. Apa saja yang menjadi faktor pendorong dan penghambat Kanjeng Sunan
Kalijaga dalam mengajarkan agama dan budaya Jawa di Demak ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu :

1. Dapat mengatahui ajaran-ajaran agama dan kebudayaan yang diajarkan


oleh Kanjeng Sunan Kalijaga.
2. Dapat mengetahui strategi Kanjeng Sunan Kalijaga dalam mengajarkan
agama dan kebudayaan yang dapat di terima dengan baik oleh masyarakat
Demak.
3. Mengetahui adanya faktor-faktor pendorong dan penghambat Kanjeng
Sunan Kalijaga dalam mengajarkan agama dan budaya Jawa di Demak.
4. Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai
agama dan budaya Jawa ajaran Sunan Kalijaga.
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat secara teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan pemikiran masyarakat sehingga menjadi paradigma
yang menyalahkan salah satu pihak maksutnya Agama identik dengan
kebudayaan. Karena keduanya merupakan pedoman petunjuk dalam
kehidupan. Bedanya, petunjuk agama dari Tuhan dan petunjuk budaya
dari kesepakatan manusia.6 Sehingga bisa menciptakan individu yag
kritis yang bisa menerapkan paradigma yang selaras antara budaya dan
agama.
b. Manfaat secara praktis
Diharapkan dari penelitian ini dapat memperbanyak jenis
penelitian di bidang budaya sehingga masyarakat paham dan melek
terhadap budaya dan juga dapat memperkaya khazanah ilmiah khususnya
dalam matakuliah Islam dan budaya lokal.

BAB II
6
imam subqi,M,S.I.,M.pd. Sutrisno,M.Pd.I. Reza Ahmadiansyah,M.Si.2018.Islam dan Budaya
jawa.Solo:percetakan IVORIE
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU
A. Kajian Terdahulu yang Relevan (Literature Review)
Terdapat beberapa kajian terdahulu yang ada relevansinya dengan
penelitian ini. Beberapa penelitian diantaranya dilakukan Andik Wahyun
Muqoyyidin yang ber judul “dialektika islam dan budaya jawa”. Yang
menyimpulkan bahwa islam jawa memiliki karateristik yang unik. Hal ini
penyebaran islam lebih mengambil bentuk akulturasi. Baik yang menyerab
maupun dialogis. di samping bisa dilihat pada ekspresi masyarakat Jawa,
juga didukung dengan kekuasaan politik kerajaan Islam Jawa.
Penelitian yang di lakukan Ummi Sumbulah yang berjudul “Islam
Jawa dan akuLtuRasi budaYa: karakteristik, Variasi dan ketaatan
ekspresif”. Agama praktis yang tampil demikian elegan dan artikulatif
pada Islam Jawa, menunjukkan demikian variatif dan kompleksnya
pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap realitas spiritual.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Erlis Nur Mujiningsih dan
Erli Yetti yang berjudul “Sunan Kalijaga Dalam Novel Babad Walisongo,
Wali Songo, Dan Kisah Dakwah Wali Songo”. Sunan Kalijaga
diinformasikan sebagai seorang atau sosok yang multitalenta. Tokoh ini
disebutkan adalah pencipta jenis tembang “dandhanggula” dan “ilir-iir’.
Sunan Kalijaga disebutkan sebagai pengubah atau penyempurna wayang
kulit. Tokoh ini juga disebutkan sebagai seorang pecinta seni. Sunan
Kalijaga disebutkan sebagai pencipta gamelan Kanjeng Kiai Nagawilaga
dan Kanjeng Kiai Guntur Madu yang sampai saat ini masih ada di kraton
Yogyakarta. Yang kemudian mengilhami tradisi “grebeg maulud” di
beberapa daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Santosa yang berjudul “Prinsip-
Prinsip Toleransi Beragama Dalam Islam ( Tinjauan Sejarah Perjuangan
Sunan Kalijaga Dalam Islamisasi Di Pulau Jawa )” Hubungan antara Islam
dan Budaya Jawa dapat dikatakan sebagai dua sisi mata uang yang tidak
terpisahkan, yang secara bersama-sama menentukan nilai mata uang
tersebut.Pada suatu sisi Islam datang dan berkembang di Jawa dipengaruhi
oleh kultur atau budaya Jawa. Sementara itu pada sisi lain, budaya Jawa
makin diperkaya oleh khazanah Islam.Dengan demikian, paduan antara
keduanya menampakkan atau melahirkan ciri yang khas sebagai budaya
yang sinkretis, yakni Islam Kejawen ( agama Islam yang bercorak kejawen
). Pada titik inilah terjadi semacam “simbiosis mutualsme” antara Islam
dan budaya Jaw. (Prabowo 2003, hal.9-10).

B. Konsep atau Teori yang Relevan


Edward Burnett Tylor, dikutip dari Seven Theories of Religion (1996)
karya Daniel L. Pals, definisi agama adalah kepercayaan seseorang terhadap
makhluk spiritual, misalnya roh, jiwa, dan hal-hal lain yang punya peran
dalam kehidupan manusia. Agama merupakan suatu hal yang penting dalam
kepercayaan individu manusia maupun kelompok masayrakat sehingga
agama menjadi pedoman hidup bagi manusia 7

Agama di kelompokan menjadi dua yaitu agama samawi dan agama


budaya. Agama samawi atau banyak yang di sebut agama langit adalah
agama dari wahyu allah kepada rosulnya untuk di sampaikan kepada umat
manusia. Sedangkan Agama budaya adalah agama yang bersumber dari
pemikiran manusia.

Sedangkan budaya menurut Kuntjaraningrat bahwa “kebudayaan”


berasal dari kata sansekerta buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang
berarti budi atau akal, sehingga menurutnya kebudayaan dapat diartikan
sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga yang
berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi- daya yang
artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal 8. Hal ini selaras dengan
paradigma masayarakt yang mana mereka memepercayai budaya adalah
sistem pemikiran masayarakt terdahulu dan masih di jalankan sampai
sekarang. Dan hal ini di lakukan masayarakt jawa sebelum islam datang dan
7
Yuda Prinada.2021. Apa Itu Agama Menurut Para Ahli: Sejarah, Macam, & Perkembangan. tirto.id - Sosial
Budaya). https://tirto.id/gaHK.19 maret 2021
8
Kjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993), hal 9
masih berjalan hingga sekarang dan pada waktu walisongo datang baru ke
tanah jawan sehingga menyelaraskan budaya jawa dengan ajaran-ajaran
islam. Keberhasilan walisongo khusnya kanjeng sunan kalijaga untuk
menyebarkan agama allah adalah tidak semata-mata langsung
menghilangkan kebudayaan dan di ganti ajaran agama islam tapi
mengulturasikan budaya jawa dan agama, Dengan semboyan jawa di gowo
arab di garap. Sunan Kalijaga diyakini telah menciptakan beberapa tokoh
dan lakon dalam pementasan wayang salah satu campur tangan sunan
Kalijaga dalam pementasan wayang adalah penggunaan tokoh Pandhawa
sebagai simbol rukun Islam. Kelima tokoh Pandhawa (Yudhistira, Bima,
Arjuna, Nakula dan Sadewa) masing-masing merupakan simbol dari
Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Haji9. Hal ini memudah kan masayarakat
untuk menenrima ajaran yang di bawa sunan kalijaga sunan kalijaga. Dan
sunan kalijaga juga tidak menerima upah uang dari penampilan dalangnya
tapi beliau mempunyai syarat untuk yang ikut menonton pertunjukan
kanjeng sunan kalijago mereka di wajibkan untuk mengucapkan jimat
kalimahsodo atau dua khalimah syahadat.

C. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang kami gunakan untuk penelitian ini adalah
metode kualitatif yaitu dengan bertujuan membedah sumber data dengan
rinci dan pasti. Peneliti melakukan kajian penelitian tentang agama dan
budaya jawa ajaran sunan kalijaga di kota wali, peneliti mencari nilai-nilai
yang tersirat dan terusrat dan juga keunikannya.
Jenis penelitian ini adalah kajian kepustakaan (library reseach),
(Sigit Joko Winaryo, 2018; 20) yaitu telaah yang dilaksanakan untuk
memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaah
kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Dalam
penelitian ini memaparkan nilai-nilai pendidikan akhlak dan relevansinya
terhadap pendidikan agama islam.

9
Bambang Marhiyanto, Sunan Kalijaga: Sosok Wali, Filsuf dan Budayawan, 136.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Sunan Kalijaga
Kanjeng Susuhunan Kalijaga) atau Sunan Kalijaga adalah seorang tokoh
Walisongo, lahir pada tahun 1450 Masehi dari Raden Ahmad Sahuri (seorang
Adipati Tuban VIII) dan Dewi Nawangarum (putri Raden Kidang Telangkas /
Abdurrahim Al-Maghribi)[1]. Dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan
muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke
dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden
Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta
atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh
Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi
masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon.
Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali),
atau jaga kali.

2. Sejarah Sunan Kalijaga


Sunan Kalijaga adalah salah satu ulama Wali Songo yang dikenal paling
luas pengaruh dan cakupan dakwahnya di tanah Jawa. Sejarah hidup Sunan
Kalijaga tidak semulus yang dibayangkan. Sebelum menjadi pendakwah, ia
adalah bromocorah alias penjahat. Riwayat kehidupan Sunan Kalijaga
melintas-batas era kerajaan di Jawa yang silih-berganti. Ia menyaksikan
perubahan sejak masa akhir Kerajaan Majapahit, lalu Kesultanan Demak,
Kesultanan Pajang, hingga awal Kesultanan Mataram Islam. Dilahirkan dengan
nama Raden Said pada sekitar 1450 Masehi, Sunan Kalijaga merupakan putra
Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Di masa mudanya, Raden Said dikenal
dengan remaja nakal yang suka berjudi, minum minuman keras, mencuri, dan
melakukan banyak perbuatan tercela. Hal ini membuat ayahnya yang
merupakan bangsawan dan penguasa Tuban malu memiliki anak berandalan.
Akibatnya, Raden Said diusir dari rumah oleh orang tuanya. Kenakalan Raden
Said justru menjadi-jadi. Ia menjadi bromocorah alias penjahat. Kerjaannya
membuat onar dan kerusuhan, bahkan konon Raden Said pernah menghabisi
nyawa orang.

Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam (2020) yang ditulis Suhailid,


ketika Raden Said merampok dan merampas harta orang-orang, ia dikenal
dengan julukan Lokajaya, yang artinya adalah penguasa wilayah. Suatu waktu,
Raden Said kena batunya, orang yang akan dirampoknya adalah Sunan
Bonang. Karena pengaruh Sunan Bonang itulah, Raden Said akhirnya sadar
dan bertobat, serta tidak lagi merampas harta dan melakukan perbuatan tercela.
Sunan Bonang kemudian menjadi guru spiritual Raden Said. Selain belajar
Islam kepada Sunan Bonang, Raden Said juga menekuni kesusasteraan Jawa
dan belajar mendalang. Kelak, pengetahuan seni dan budayanya inilah yang
dijadikan sarana dakwah Islam oleh Sunan Kalijaga sehingga diterima oleh
masyarakat setempat.10

3. Agama Dan Kebudayaan Yang Diajarkan Oleh Kanjeng Sunan Kalijaga


Sebelum Hindu datang ke Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki
budayanya sendiri yang terlepas sama sekali dari tradisi lain maupun agama.
Akan tetapi, dengan datangnya agama Hindu, budaya Jawa kemudian berbaur
dengan tradisi Hindu sehingga kelak lahirlah apa yang dinamakan dengan
kebudayaan Hindu-Jawa. Artinya, kedunya mengalami pertemuan pada titik
yang terdapat kesamaan antara keduanya atau KalimahSawa’, dalam
konsepsial-Qur’an. SetelahI slam datang ke Jawa, Islam juga berbaur dengan
tradisi Hindu-Jawa ini, dan di sinilah terjadinya sinkretisasi antara Islam dan
budayasetempat.
Dalam konsepsi sosiologi pengetahuan, dinyatakan bahwa seseorang tidak
hidup dalam realitas yang kosong, melainkan dia dibentuk oleh realitas dan

10
abdul hadi, "Sejarah Hidup Sunan Kalijaga: Dakwah Wali Songo Mantan Bromocorah",
https://tirto.id/gb1r. 14 juni 2021
bahkan dia berpikir melalui realitas tempat seseorang hidup. Demikian pula
Sunan Kalijaga sebagai orang asli Jawa, dia berpikir pragmatis sesuai dengan
tradisi Jawa. Bukti asumsi ini adalah dia menawarkan penggunaan budaya
Jawa dalam menyebarkan Sebagaimana Wali Songo yang lain, Sunan Kalijaga
berdakwah dengan pendekatan seni dan budaya. Ia amat mahir mendalang dan
menggelar pertunjukan wayang. Sebagai dalang, ia dikenal dengan julukan Ki
Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki Dalang Kumendung, atau Ki
Unehan. Berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya, Sunan Kalijaga tidak
mematok tarif bagi yang ingin menyaksikan pertunjukan beliau, melainkan
cukup dengan menyebut Kalimosodo atau dua kalimat syahadat sebagai tiket
masuknya. Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan pertunjukan
wayang Sunan Kalijaga sudah masuk Islam. Berkat kelihaian Sunan Kalijaga
berbaur, lambat laun masyarakat setempat mengenal Islam pelan-pelan dan
mulai menjalankan syariat Islam.11
Menurut Geertz, seni alus adalah yang paling populer dan menyebar luas
di masyarakat dibanding seni-seni lainnya, terutama wayang. Menurutnya, seni
wayang bukan saja populer di daerah Jawa, melainkan juga telah menyebar ke
seluruh dunia. Kisah wayang di sini hendak peneliti cantumkan sebagai objek
analisis karena wayang bukanlah apa yang tampak, tapi ia juga mengandung
muatan fiolosofis. Menurut Mark, wayang merupakan salah satu komponen
kebudayaan Jawa yang paling kompleks dan canggih. Kebanyakan muslim
kejawen menganggap bahwa wayang dapat mengungkapkan kebenaran
filosofis dan etis, bahkan ia sangat penting dalam memandang dunia. Oleh
karena itu, banyak sarjana Barat yang memandang dunia Jawa melalui wayang.
Memang, ada sisi lain yang dipandang sebagai sisi negatif dari wayang, yaitu
munculnya nilai-nilai syirik ketika dipadukan dengan ajaran Islam. Karena itu,
muncullah berbagai kritik terhadap ajaran yang mencoba memadukan antara
tradisi Jawa yang termuat dalam wayang dengan ajaran Islam, seperti Sunan
Kalijaga. Menurut Mark, hal ini penting dijernihkan agar pandangan negatif
11
abdul hadi, "Sejarah Hidup Sunan Kalijaga: Dakwah Wali Songo Mantan Bromocorah",
https://tirto.id/gb1r. 14 juni 2021
tersebut tidak menjalar. Penjelasan ini penting dalam arti agar mereka
memahami betul bagaimana sinkretisasi yang dilakukan Sunan Kalijaga.12

12
4. Demak Kota Wali
Kabupaten Demak (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦢꦼꦩꦏ꧀ Pegon: ‫دمك‬, translit.
Dêmak) adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya
adalah Demak. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat,
Kabupaten Jepara di utara, Kabupaten Kudus di timur, Kabupaten Grobogan di
tenggara, serta Kota Semarang dan Kabupaten Semarang di sebelah barat.
Kabupaten Demak memiliki luas 897,43 km² dan berpenduduk 1.158.772 jiwa
(2019). anggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten Demak.
Hal ini merujuk pada peristiwa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro
yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka
(dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).

a. Alasan dan sejarah Demak Menjadi Kota Wali


Dahulu Demak bernama Glagahwangi, daerah perkampungan
nelayan di tepi Sungai Tuntang yang bermuara di Laut Jawa. Sebagian
besar daerahnya berupa rawa-rawa berlumpur, berhias rumah-rumah
panggung. Pada 1476, Raden Fatah, keturunan Raja Majapahit
Kertabhumi bergelar Prabu Brawijaya V, mengubah perkampungan itu
menjadi kerajaan atau kesultanan. Rawa-rawa pun disulap menjadi
kawasan permukiman dan pertanian, sedangkan Sungai Tuntang menjadi
jalur lalu lintas perdagangan. Di perkampungan yang bertumbuh menjadi
Kasultanan Demak itulah syiar Islam di Jawa pertama kali bergaung.
Sebagai wadah utama dan pusat syiar itu, Raden Fatah dan Wali Songo
mendirikan Masjid Demak pada 1479. Masjid yang terletak di kompleks
Alun-alun Demak itu mempunyai kekhasan berupa empat saka guru atau
tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati setinggi 16,30 meter. Keempat
saka guru itu dibangun Sunan Bonang, Ampel, Gunung Jati, dan Kalijaga.
Saka guru Sunan Kalijaga dibuat dengan tatal atau serpihan-serpihan kayu
yang dilingkari papan jati dua lapis setebal 8-11 sentimeter. Keempat saka
guru itu kemudian dilengkapi dengan delapan tiang lain yang konon
berasal dari Kerajaan Majapahit. Selain itu, Masjid Demak berhiaskan pula
porselen-porselen dari China yang diyakini sebagai pemberian Putri
Campa, ibunda Raden Fatah. Adapun pintu masuk masjid konon
merupakan pintu kotak sangkar petir yang ditangkap Ki Agung Sela. Di
kompleks masjid itu pula Raden Fatah dimakamkan sehingga banyak
peziarah masjid yang juga mengunjungi makam pendiri Kasultanan
Demak itu. Tak mengherankan jika sastrawan asal Blora, Pramoedya
Ananta Toer, menyebut pesona Masjid Agung Demak dalam Jalan Raya
Pos, Jalan Daendels (2007).13

b. Demak pusat Islam masa lampau


Demak adalah kesultanan Islam pertama di pulau Jawa. Kesultanan
Demak
didirikan oleh Raden Fatah. Ia adalah anak dari istri Prabu Brawijaya V,
seorang mulimah keturunan Cina yang dihadiahkan kepada Ario Damar
sebagai Adipati Palembang. Raden Fatah tumbuh dan dibesarkan di
Palembang. Raden Fatah mendirikan Kesultanan Demak pada tahun 1478.
Sebelum berdirinya Kesultanan Demak, di Jawa telah berkembang
beberapa bandar niaga Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik, tetapi
bandar-bandar niaga ini masih berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Demak merupakan wilayah yang dihadiahkan oleh Kertabumi Brawijaya
V kepada anaknya yang bernama Sultan Fatah. Banyaknya sungai dan
pantai yang berada di
wilayah ini menjadikan Demak mampu berkembang karena didukung oleh
para syah Bandar di Tuban, Gresik, dan Ampeldenta, juga para saudagar
Islam, disamping potensi sumber daya alam yang melimpah. Menurut
Rachmad dalam (Farida, 2015: 305), pada
kurun waktu 1476-1478, Demak menjadi wilayah yang ramai dan pusat
ilmu pengetahuan dan penyebaran agama Islam. Sejak dipegang Sultan
Fatah sebagai penguasanya, Demak juga memiliki pelabuhan yang besar
yang menjadi lalu lintas bagi para nelayan dan perdagangan, sampai
akhirnya Kesultanan Demak menjadi Pusat Kerajaan Islam pertama di
13
Hendriyo Widi, "Demak, Nagari Para Wali",
https://travel.kompas.com/read/2011/08/22/17161272/~Travel~Travel%20Story?page=all. 14
juni 2021
Jawa. Pada masa mudanya Raden Fatah memperoleh pendidikan yan
berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup
di istana Adipati Palembang. Setelah dewasa ia kembali ke Majapahit.
Raden Fatah mendalami agama Islam Bersama pemuda-pemuda lainnya,
seperti Raden Paku (Sunan Giri), Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), dan
Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dinyatakan lulus, Raden Fatah
dipercaya menjadi ulama dan membuat pemukiman di Bintara. Raden
Fatah
memerintah Kerajaan Demak sampai tahun 1518, dan mampu menjadikan
Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa sejak pemerintahannya.
Keberhasilan Raden Fatah dalam memperluas dan mempertahankan
Kerajaannya dapat dilihat ketika beliau menaklukan Girindra Wardhana
yang merebut tahta Majapahit (1478), sampai dapat menggambil alih
kekuasaan Majapahit. Dalam bidang dakwah Islam dan
pengembangannya, Raden Fatah mencoba menerapkan hukum Islam
dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun demikian, ajaran Islam
memiliki sifat yang toleransi dengan para umatnya.
Sebagai Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak
sangat berperan besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan
Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat
penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara,
Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan.
Disamping itu, Kerajaan Demak juga memiliki Pelabuhan pelabuhan
penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang
berkembang menjadi Pelabuhan transito (penghubung).Demak adalah
Kesultanan Islam
Pertama di Pulau Jawa dengan pendiri Raden Fatah. Kesultanan Demak
dapat menjadi Kerajaan Islam yang utuh di bawah kekuasaan Sultan dan
dengan bimbingan para Wali.14

14
Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, Vol. 19 No. 1, Juni 2019 (70-83)

Anda mungkin juga menyukai