Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

2.1.1. Definisi Tanah

Tanah adalah material bahan bangunan yang berasal dari alam, material tanah ini te
rdiri dari butir – butir tanah padat, air dan juga udara. Perbandingan kandungan air
dan udara dalam tanah mempengaruhi pada jenis atau kondisi tanah tersebut, apabil
a tanah tersebut bersifat jenuh maka dapat dipastikan bila keadaan pori tanah terseb
ut didominasi oleh air dibandingkan dengan udara yang ada didalam tanah tersebut,
begitu pula dengan sebaliknya bila kondisi tanah tersebeut bersifat kering maka da
pat dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut lebih didominasi angin dibandingka
n oleh air atau sama sekali tidak mengandung air.

2.1.2. Jenis Tanah

Sesuai dengan penjelasan diatas tanah dapat dikategorikan berdasarkan jenisnya m


enjadi 3 bagian yaitu :

1. Tanah Kohesif : Tanah kohesif merupakan tanah berbutir halus dan memiliki r
ekatan antara butir-butirnya contoh : Lempung (Clay), lanau (Silt).
2. Tanah non-Kohesif : Tanah non-kohesif merupakan tanah berbutir kasar dan ti
dak memiliki rekatan antar butir-butirnya contoh : Krikil (Gravel), Pasir (Sand).
3. Tanah Campuran : Tanah campuran merupakan campuran dari tanah kohesif d
an juga tanah non-kohesif, contoh : Pasir Kelempungan (Pasir > Lempung), Lem
pung Kepasiran (Lempung > Pasir).
2.1.3. Kestalibitasan Lereng
Untuk menentukan kestabilan lereng metode yang sering digunakan merupakan m
etode felenius, metode ini membagi massa longsoran tanah menjadi beberapa seg
men, dengan bidang gelincirnya yang berbentuk busur (arc-failure). Stabilitas Ler
eng Metode Fellenius Sumber: paulus (1994) Dengan rumus : 𝑊𝑛 = An. 𝛾 𝐹𝐾 =
(∑∆𝐿𝑛.𝑐)+(∑𝑊𝑛𝑐𝑜𝑠𝛼) 𝑡𝑎𝑛 𝜙 ∑𝑊𝑛𝑠𝑖𝑛𝛼 Dimana : ∆Ln = Panjang busur pda sag
men yang dihitung An = Luas bidang tanah yang dihitung 𝛷 = Sudut geser tanah

4
5

2.2. Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah merupakan suatu konstruksi yang ditujukan untuk menahan gaya
lateral tanah, menjaga kestabilitasan tanah, dan bisa juga untuk menopang atau menahan
timbunan tanah. Jenis – jenis dinding penahan tanah konvensional antara lain tembok din
ding pasangan batu, dinding gravitasi, dinding kantilever, dinding penahan tanah tipe ya
ng diperkuat dengan penopang, reinforced retaining wall, dinding counterfort, dan dindin
g krib. Namun dengan seiring perkembangan teknologi dan metode pelaksanaan, saat ini
ada jenis dinding penahan tanah modern (modern retaining wall). Jenis jenis dinding pen
ahan modern ini antara lain bored pile wall, secant pile, berliner, soldier pile, dan sheet p
ile. (Asiyanto,2012).

2.2.1. Jenis Dinding Penahan Tanah

Berikut jenis-jenis dinding penahan tanah :

1. Dinding Penahan Tanah Massa (Gravity Retaining Wall), Dinding penahan tan
ah jenis ini biasanya terbuat dari material beton bertulang ataupun material pasa
ngan batu. Bobot material yang berat dari dinding ini menjadi prinsip kerja uta
ma untuk kestabilan pada struktur badan konstruksi dan konstruksi ini sangat b
ergantung dengan berat dinding itu sendiri sehingga dinding penahan tanah jeni
s ini dinamakan Gravity Retaining Wall. Dengan prinsip kerja tersebut konstru
ksi dinding penahan tanah ini menjadi lebih stabil untuk menahan tekanan tana
h lateral pada tebing-tebing maupun tekanan tanah lateral pada timbunan tanah.
2. Dinding penahan Tanah Tipe Jepit (Cantilever Retaining Wall) Jenis konstruksi
dinding penahan tanah tipe ini umumnya digunakan untuk menahan tekanan ta
nah pada timbunan maupun pada tebing. Prinsip kerja dari jenis dinding penaha
n jenis ini yaitu dengan mengandalkan daya jepit atau fixed pada dasar tubuh st
rukturnya. Oleh karena itu ciri khas dari dinding penahan jenis kantilever yaitu
berupa model telapak atau spread memanjang pada dasar strukturnya yang bers
ifat jepit untuk menjaga kestabilan dari struktur penahan. Umumnya konstruksi
dinding penahan tipe jepit dibuat dari pasangan batu maupun dengan konstruksi
beton bertulang.
3. Dinding Penahan Tipe Turap (Sheet Pile), jenis konstruksi dinding penahan tip
e turap merupakan jenis konstruksi yang banyak digunakan untuk menahan tek
anan tanah aktif lateral tanah pada timbunan maupun untuk membendung air (c
6

overdam). Jenis konstruksi tipe turap atau sheet pile umumnya terbuat dari mat
erial beton pra tegang (Prestrees Concrete) baik berbentuk corrugate-flat maupu
n dari material baja. Konstruksi dinding penahan tipe sheet pile berbentuk ramp
ing dengan mengandalkan tahanan jepit pada kedalaman tancapnya dan dapat p
ula dikombinasikan dengan sistem angkur/Anchord yang disesuaikan dengan h
asil perencangan. Dalam pelaksanaannya kedalaman sheet pile dapat mencapai
elevasi sampai tanah keras.
4. Dinding Penahan Bronjong (Gabion), Dinding penahan bronjong merupakan di
nding penahan tanah berbentuk menyerupai tangga-tangga atau terasiring, dindi
ng ini terbuat kumpulan ayaman kawat logam galvanis yang berisikan agregat k
asar berbentuk kerikil dan disusun secara vertikal. Kelebihan utama dari dindin
g ini yaitu dapat memperbesar konsentrasi resapan air kedalam tanah selain ber
fungsi untuk menahan tekanan tanah.
5. Dinding Penahan Tipe Blok Beton (Block Concrete) Dinding penahan ini biasa
nya terbuat secara modular dan di fabrikasi berupa beton pre-cast, dinding ini
merupakan blok-blok beton masif padan dan disusun secara vertikal dengan ant
ar blok yang di berikan sistem pengunci/locking disetiap susunannya.
6. Dinding Penahan Tanah Tipe Diaphragm Wall Jenis konstruksi dinding penaha
n tanah ini biasanya dibuat untuk membendung konstruksi bawah tanah khusus
nya pada konstruksi basement. dinding jenis ini biasanya digabungkan dengan s
intem ground anchor, sehingga daya dukung terhadap tekanan tanah lateral akti
f meningkat, dan juga berfungsi dalam proses dewatering untuk memotong alir
an muka air tanah.
7. Dinding Penahan Tanah Secant Pile Tipe secant pile ini dapat berfungsi sama d
engan dinding penahan tanah tipe diaphragm wall (dinding diafragma), tipe sec
ant pile ini dapat berfungsi 10 sebagai pemutus aliran air bawah tanah atau bias
a disebut juga cut off, dan juga dapat digabungkan dengan konstruksi ground a
nchor untuk meningkatkan daya dukung terhadap tekanan tanah lateral aktif. C
ontingous pile atau biasa disebut juga hard pile dibuat dengan cara di cor ditem
pat (cor in-situ) dengan sistem bored pile yaitu berupa rangkaian besi beton ber
tulang yang menggunakan profil baja serta dikombinasikan dengan bentonited
(soft pile) dan dirangkai membentuk dinding penahan tanah yang padat.
8. Revetment Konstruksi revetment merupakan sebuah kontruksi dinding penahan
tanah sederhana yang difungsikan untuk perkuatan lereng atau tebing maupun v
7

erfungsi juga untuk melindungi dari gerusan aliran sungai dan ombak di alur pa
ntai. Pada dasarnya konstruksi jenis ini tidak memiliki fungsi utama dalam men
ahan tekanan tanah lateral aktif, namun berfungsi untuk memproteksi tanah terh
adap efek erosi atau gerusan yang merusak kestabilan tanggul atau lereng yang
berpotensi menimbulkan longsor. Perhitungan Kestabilan Dinding Penahan Tip
e Turap Dinding dapat dikatakan berada dalam keadaan stabil atau seimbang bi
la jumlah gaya sektor antara gaya yang bekerja akan sama dengan nol (Hary Ch
risad y Hadiyatmo,2010).

2.3. Standar Pengujian Tanah

Sebelum digunakan sebagai bahan dan atau material untukpekerjaan kontruksi, tanah har
us memenuhi beberapa aspek , dan untuk mengeceknya dilakukan tes untuk melihat kek
uatan dan sifat tanah tersebut.

2.3.1. Tanah Sistem Klasifikasi American Association Of State Highway and T


ransportasi Officials Classification (AASHTO)

Sistem klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway And Tr


ansportation Officials Classification) berguna untuk menetukan kualitas tanah
dalam perencanaan timbunan jalan, subbesa, dan subgrade. Tanah-tanah dala
m tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung d
engan rumus-rumus empiris. Pengujian yang dilakukan adalah analisis saringa
n dan batas-batas Atterberg (Hary C. Hardiyatmo, 2012: 63).

Sistem klasifikasi AASHTO yang sekarang digunakan mengklasifikasikan tana


h ke dalam tujuh kelompok besar yaitu A-1 sampai A-7. Tanah-tanah yang dikl
asifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah-tanah berbutir ka
sar dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No.
200 Tanah-tanah yang 35% atau lebih lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan dal
am kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7. Pada umumnya tanah-tanah ini adalah la
nau dan lempung (Soedarmo, 1997: 64).

Menurut (Braja M. Das, 1995: 66), sistem klasifikasi AASHTO didasarkan pad
a kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Ukuran Butir:
8

Kerikil, bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 5 mm dan yang tert
ahan pada ayakan No. 10 (2 mm); Pasir, bagian tanah yang lolos ayakan No.
10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm); Lanau dan l
empung, bagian tanah yang lolos ayakan No.200.

2. Plastisitas:
Apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas
(PI) sebesar 10 atau kurang, maka tanah tersebut dinamakan lanau. Apabila b
agian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (PI) sebesa
r 11 atau lebih, maka tanah tersebut dinamakan lempung.

3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan di dalam contoh
tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan terseb
ut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dik
eluarkan ters

Gambar 2.2 Nilai-Nilai Batas Atterberg untuk Subkelompok Tanah


Sumber: Mekanika Tanah 1, G. Djatmiko Soedarmo, 1997

Menurut (Hary C. Hardiyatmo, 2012: 63), untuk mengevaluasi lebih lanjut tana
h-tanah dalam kelompoknya digunakan indeks kelompok (GI) yang dihitung de
ngan menggunakan persamaan sebagai berikut:

GI = (F-35)[0,2 + 0,005 (LL-40)] + 0,01 (F-15)(PI-10) ............... (2.1)


9

GI = Indeks kelompok (group index);

F = Persen butiran lolos saringan No. 200 (0,075 mm);


LL = Batas cair;
PI = Indeks plastisitas.

Bila indeks kelompok (GI) semakin tinggi, maka tanah semakin berkurang kete
patan penggunaannya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-
3. Tanah A-1 merupakan tanah granuler bergradasi baik, sedangkan A-3 adalah
pasir bersih bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler (kurang dari
35% lolos ayakan No. 200), tetapi masih mengandung lanau dan lempung. Tan
ah berbutir halus diklasifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung lan
au.

Menurut (Soedarmo, 1997: 66), terdapat beberapa ketentuan dalam menentukan


indeks kelompok (GI), antara lain:

1. Jika persamaan (2.1) menghasilkan harga GI negatif, maka diambil GI = 0;


2. Indeks kelompok yang dihitung dari persamaan (2.1) dibulatkan ke bilanga
n bulat yang terdekat dan ditempatkan dalam tanda kurung di belakang kelo
mpok dan sub kelompok tanah, misalnya A-2-3 (3);
3. Dalam hal ini tidak ada batas lebih tinggi untuk indeks kelompok;
4. Indeks kelompok tanah digolongkan ke dalam kelompok-kelompo
k: A-1-a, A-1-b, A-2-4, A-2-5, dan A-3 akan selalu nol;
5. Jika menghitung indeks kelompok untuk tanah-tanah yang tergolong dalam
kelompok-kelompok A-2-6 dan A-2-7, maka bagian indeks kelompok untuk
PI
dapat digunakan persamaan:

GI = 0,01 (F-15)(PI-10) ............... (2.2)

2.4. Hubungan Antarfase

Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Tanah yang ben
ar-benar kering terdiri dari dua fase yang disebut partikel padat dan udara pengisi pori (voi
d). Tanah yang jenuh sempurna (fully saturated) juga terdiri dua fase, yaitu partikel padat
dan air pori. Sedangkan tanah yang jenuh sebagian terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat,
10

udara pori, dan air pori. Komponen-komponen tanah dan hubungannya dapat dilihat dala
m suatu diagram fase dan tabel berikut (R. F. Craig, 1987:20)

Tabel 2.7 Hubungan Antarfase pada Tanah

Sumbe
r: Buku Teknik Sipil, V. Sunggono K. H., 1995.

Tabel 2.7(a) Hubungan Antarfase pada Tanah (Lanjutan)


Sumber: Buku Teknik Sipil, V. Sunggono K. H., 1995
11

Tabel 2.7(a) Hubungan Antarfase pada Tanah (Lanjutan)


Sumber: Buku Teknik Sipil, V. Sunggono K. H., 1995.
2.3 Tekanan Tanah Lateral
Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di bel
akang struktur penahan tanah pada bidang horizontal. Tekanan tanah lateral dapat dibagi men
jadi 3 kategori, yaitu:
1. Jika dinding menjauhi tanah, hingga terjadi keruntuhan, nilai K mencapai minimum yang d
inamakan tekanan tanah aktif (Ka).
2. Jika dinding bergerak menekan kearah tanah hingga runtuh, koefisien K mencapai nilai m
aksimum yang dinamakan tekanan tanah pasif (Kp).
3. Jika dinding tidak bergerak, K menjadi koefisien tekanan tanah diam (K0).
12

Gambar 2.3. menunjukkan jenis tekanan tanah berdasarkan arah pergerakan dinding.

Gambar 2. 3. Jenis Tekanan Tanah Berdasarkan Arah Pergerakan Dinding.


(Sumber : Weber,2010)

Jenis tanah, tinggi dinding dan tekanan lateral yang bekerja mempengaruhi bes
arnya perpindahan dinding penahan tanah. Tabel 2.5 menunjukkan hubungan jenis tan
ah, tinggi dinding dan perpindahan dinding untuk tekanan tanah aktif. Tabel 2.6 menu
njukkan hubungan jenis tanah, tinggi dinding dan perpindahan dinding untuk tekanan
tanah pasif. Gambar 2.4 menunjukkan grafik arah perpindahan dinding terhadap tekan
an yang bekerja.

Tabel 2. 5. Hubungan jenis tanah, tinggi dinding dan perpindahan dinding untu
k tekanan tanah aktif. (Gouw,2009)

Jenis Tanah ∆x Aktif

Pasir padat 0,001H – 0,002H

Pasir lepas 0,002H – 0,004H

Lempung Keras 0,01H – 0,02H

Lempung lunak 0,02H – 0,05H

Tabel 2. 6. Hubungan Jenis Tanah, Tinggi Dinding dan Perpindahan Dinding u


ntuk Tekanan Tanah Pasif. (Gouw,2009)
13

Jenis Tanah ∆x Aktif

Pasir padat 0,005H

Pasir lepas 0,01H

Lempung Keras 0,01H

Lempung lunak 0,05H

Gambar 2. 4. Grafik arah perpindahan dinding terhadap tekanan


yang bekerja

A. Tekanan Tanah Aktif


Suatu dinding penahan tanah dalam keseimbangan menahan tekanan tanah
horizontal. Tekanan ini dapat dievaluasi dengan menggunakan koefisien tanah Ka.
Jadi bila berat suatu tanah sampai kedalaman H maka tekanan tanahnya adalah γH
dengan γ adalah berat volume tanah, dan arah dari tekanan tersebut adalah arahny
a vertical ke atas. Sedangkan untuk mendapatkan tekanan horizontal maka Ka adal
ah konstanta yang fungsinya mengubah tekanan vertical tersebut menjadi tekanan
horizontal.

B. Tekanan Tanah Pasif


Dalam hal tertentu suatu dinding penahan tanah dapat terdorong kearah tan
ah yang ditahan. Hal itu disebut sebagai tekanan tanah pasif. Arah dari tekanan tan
ah pasif berlawanan dengan arah tekanan tanah aktif.
14

C. Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam


Bila dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak b
ergerak ke salah satu arah baik ke kanan maupun ke kiri dari posisi awal, maka ma
ssa tanah akan berada dalam keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tek
anan arah horizontal dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tana
h dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest).

Gambar 2. 5. Distribusi Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam (at rest) Pa


da Tembok.

1.6 Pengaruh Tekanan Rembesan pada Stabilitas Dinding Penahan

Pada waktu hujan deras, berat volume tanah di belakang dinding penahan ta
nah akan bertambah akibat naiknya kadar air tanah. Jika perlengkapan drainase tida
k diberikan air akan merembes kebawah melewati dasar fondasi dan kemudian naik
sampai permukaan tanah di depan dinding. Rembesan air melewati tanah urug, ber
akibat:

Berat tanah urug bertambah. Akibatnya, tekanan tanah juga bertambah, kare
na berat volemu tanah (γ) bertambah. Karena itu, jika tanah urug berupa lanau atau
tanah berlempung, perencangan sebaiknya didasarkan pada kondisi jenuh air. Kare
na tanah-tanah ini cenderung menahan air pada jangka waktu yang lama;
1. Gaya angkat (uplift) akan timbul pada permukaan bidang runtuh;
2. Gaya angkat timbul pada dasar fondasi dinding penahan;
15

3. Pengurangan tekanan tanah pasif di depan dinding.


Tekanan rembesan pada bagian depan dinding yang arahnya keatas akan be
rakibat mengurangi berat volume efektif tanah. Bila tekanan rembesan sangat besar
tanah bagian depan dapat kehilangan beratnya, sehingga tanah dalam kondisi men
gapung. Untuk mengurangi tekanan rembesan yang terlalu besar tersebut, struktur
penahan tanah perlu dilengkapi dengan bangunan drainase. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggunakan material granuler sebagai bahan timbunan yang dilengkapi d
engan bangunan drainase.

2.8 Tekanan tanah aktif dan pasif menurut metode Rankine


Tekanan aktif tanah yang bekerja pada bidang vertikal (yang merupakan
bidang utama) adalah tekanan tanah aktif menurut Rankine (Rankine's active earth
pressure).
Tekanan tanah pasif merupakan tekanan tanah ke samping yang berlawanan
dengan tekanan aktif, yang merupakan tegangan utama besar (major principal
stress), kita namakan tekanan tanah pasif menurut Rankine (Rankine's passive earth
pressure).
Analisa tekanan tanah aktif dan pasif pada kondisi kohesif menggunaka n
formula berdasarkan metode (Rankine) sebagai berikut:

c = Kohesi tanah
𝜙 = Sudut geser tanah
- Tekanan tanah pasif :
16

2.1.4. Stabilitas terhadap Penggeseran


Gaya-gaya yang menggeser dinding penahan tanah akan ditahan oleh:
1. Gesekan antara tanah dengan dasar fondasi;
2. Tekanan pasif bila di depan dinding penahan terdapat tanah timbunan. Fakto
r aman terhadap penggeseran (Fgs), didefinisikan sebagai berikut :
Hh
F gs = ≥ 1,5 ............... (2.29)
∑ Ph
Untuk tanah granuler (c = 0):

∑ R h=Wf ............. (2.30a)

¿ W tan δ b ; dengan δ b ≤ φ ............. (2.30b)

Untuk tanah kohesif (φ = 0):

∑ R h=c a B ............... (2.31)

Untuk tanah c- φ (φ > 0 dan c > 0):

∑ R h=c a B+ W tan δ b ............... (2.32)

Dengan,

ΣRh = Tahanan dinding penahan tanah terhadap penggeseran;

W= Berat total dinding penahan dan tanah di atas pelat fondasi (KN);

δb= Sudut gesek antara tanah dan dasar fondasi, biasanya diambil 1/3 – (2/3)φ;
17

ca= ad x c = adhesi antara tanah dan dasar dinding (kN/m2);

c= Kohesi tanah dasar (kN/m2);

ad= Faktor adhesi;

B= Lebar fondasi (m)

ΣPh= Jumlah gaya-gaya horizontal (kN);

F= Koefisien gesek antara tanah dasar dan dasar fondasi.

Faktor aman terhadap penggeseran dasar fondasi (Fgs) minimum, diambil 1,5.

Bowles (1997) menyarankan:

Fgs ≥ 1,5 untuk tanah dasar granuler;

Fgs ≥ 2 untuk tanah dasar kohesif.

Dalam Tabel 2.9 ditunjukkan nilai-nilai f dari berbagai macam jenis tanah d
asar. Jika dasar fondasi sangat kasar, seperti beton yang dicor langsung ke tanah, k
oefisien gesek f = tan = tan , dengan φ adalah sudut gesek dalam tanah dasar.

Tabel 2.9 Koefisien Gesek (f) antara Dasar Fondasi dan Tanah Dasar
Jenis tanah dasar fondasi f = tan δ
Tanah granuler kasar tak mengandung lanau atau lempung 0,55
Tanah granuler kasar tak mengandung lanau 0,45
Tanah lanau tak berkohesi 0,35
Batu keras permukaan kasar 0,60
Sumber: Analisis dan Perencanaan Fondasi I, Hary C.Hardiyatmo, 2014

Perhatian perlu diberikan jika dinding penahan tanah terletak pada tanah lan
au dan lempung. Segera sebelum fondasi dicor, dasar fondasi lebih baik digali sedal
am 10 cm, setelah itu ditimbun dengan tanah pasir kasar atau pasir campur kerikil y
ang dipadatkan setebal 10 cm. Koefisien gesek antara pasir dan tanah di bawahnya
(f) dapat diambil 0,35. Tetapi, jika kuat geser tak terdrainase (undrained strength) d
ari lapisan lunaknya lebih kecil dari tahanan geser dasar fondasi, penggeseran akan
terjadi pada tanah lunak di bawak dasar fondasi tersebut. Untuk itu, nilai adhesi ant
ara dasar fondasi dan tanah bawahnya dianggap sama dengan nilai kohesi tanah (c),
dan sudut geser dalam (φ) dianggap sama dengan nol. Jika tanah berupa lempung k
aku atau keras, tanah dasar harus dibuat kasar sebelum pengecoran. Hal ini untuk m
18

enyakinkan berkembangnya adhesi secara penuh. Dalam menggunakan nilai kohesi


(c), pengurangan kohesi akibat penggalian, atau gangguan waktu pelaksanaan harus
diperhitungkan.

Jika dinding penahan tanah harus didukung oleh fondasi tiang, semua beban
harus dianggap didukung oleh tiang. Karena itu, tahanan gesek dan adhesi pada das
ar fondasi harus tidak diperhitunkan.

2.1.5. Stabilitas terhadap Pergulingan

Tekanan tanah lateral yang diakibatkan oleh tanah urug di belakang dinding
penahan, cenderung menggulingkan dinding dengan pusat rotasi pada ujung kaki d
epan pelat fondasi. Momen penggulingan ini, dilawan oleh momen akibat berat sen
diri dinding penahan dan momen akibat berat tanah di atas pelat fondasi (Gambar 2.
12).

Faktor aman terhadap penggulingan (Fguling), didefinisikan sebagai berikut:

F
Gulling=
∑ Mw ............... (2.33)
∑ M Gulling

Dengan,

∑ M w =W b1 ;
∑ M Gulling =∑ Pah h1 +¿ ∑ Pav B ; ¿
ΣMw = Momen yang melawan penggulingan (kN.m);

ΣMGuling = Momen yang mengakibatkan penggulingan (kN.m);

B = Lebar kaki dinding penahan (m);

W = Berat tanah di atas pelat fondasi + berat sendiri dinding penahan (kN);

ΣPah = Jumlah gaya-gaya horizontal (kN);

ΣPav = Jumlah gaya-gaya vertikal (kN).

Faktor aman terhadap penggulingan (Fguling) bergantung pada jenis tanah, yaitu:

Fguling ≥ 1,5 untuk tanah dasar granuler


19

Fguling ≥ 1,5 untuk tanah dasar kohesi

Tahanan tanah pasif, oleh tanah yang berada di depan kaki dinding depan se
ring diabaikan dalam menghitung stabilitas. Jika tahanan tanah pasif yang ditimbul
kan oleh pengunci pada dasar fondasi diperhitungkan, maka nilainya harus direduk
si untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh erosi, iklim dan retakan akibat teganga
n-tegangan tarik tanah dasar yang kohesif.

2.1.6. Stabilitas terhadap Keruntuhan Kapasitas Daya Dukung

Persamaan Terzaghi
1. Kapasitas dukung ultimit (qu) untuk fondasi memanjang dinyatakan dengan persa
maan:

q u=c N c + D f γ N γ +0,5 Bγ N γ ............... (2.34)

Dengan:
c = Kohesi tanah (kN/m2);

Df = Kedalaman fondasi (m);

γ = Berat volume tanah (kN/m3);

B = Lebar fondasi dinding penahan tanah (m);

NC, Nq, dan Nγ = Faktor-faktor kapasitas dukung Terzaghi

Tabel 2.10 Nilai-nilai faktor kapasitas dukung Terzaghi (1943)


Φ Keruntuhan geser umum Keruntuhan geser lokal
Nc Nq Nγ c’ Nq’ Nγ’
0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 347,6 415,1 1153,2 81,3 65,6 87,1
20

2. Persamaan Hansen (1970) dan Vesic (1975)


Kapasitas dukung ultimit (qu) dihitung dengan menggunakan persamaan

Hansen (1970) dan Vesic (1975) untuk beban miring dan eksentris:

q u=d c ic γc N c +d q iq D f γ N q +d γ i γ 0,5 Bγ N γ ............... (2.35)

Dengan:

dc, dq, dγ = Faktor kedalaman;

ic, iq, iγ = Faktor kemiringan beban;

B = Lebar dasar fondasi sebenarnya (m);

e = Eksentrisitas beban (m);

γ = Berat volume tanah (kN/m3);

Nc, Nq, Nγ = Faktor-foktor kapasitas dukung.

Dalam tabel 2.12, bila dasar fondasi tidak sangat kasar, maka c (kohesi) diganti ca
(adhesi) = faktor adhesi (ad) x kohesi (c).

Faktor Nilai Keterangan


kemiringan
beban
ic (1−i q)
i q−
Sum N Q −1 ber:
Anal ic '
0,5-0,5√ 1−H ¿ A ' isis d
ca
an P iq 5 eren
0,5 H
cana
onda
Hary
[ 1−
V + A ' c a ctgφ ]
≥0 an F
si I,
C.Ha
iy 0,7 H
5
rdiya
2014 [ 1− '
V + A c a ctgφ
≥0
] Untuk dasar horizontal tmo,

iy a°
5
Untuk dasar miring Den
gan:
[ 1−
0,7 H−
450°
V + A ' c a ctgφ
≥0 ] Batasan :
H ≤ c aA+V tg δ

A’ = Luas efektif fondasi = B’L’;

L’ = L – 2eL = panjang efektif;

B’ = B – 2eB = lebar efektif;


21

eL = Eksentrisitas beban terhadap pusat luasan fondasi arah L;

eB = Eksentrisitas beban terhadap pusat luasan fondasi arah B;

Df = Kedalaman fondasi;

ca = Faktor adhesi (ad x c) = adhesi antara tanah dan dasar fondasi;

c = kohesi tanah di dasar fondasi;

φ = Sudut gesek dalam tanah;


δ = Sudut gesek antara tanah dan dasar fondasi;
H = Komponen beban sejajar dasar fondasi;

V = Komponen beban tegak lurus dasar fondasi;

α = Sudut kemiringan dasar fondasi (positif searah jarum jam);


β = Sudut lereng pendukung fondasi (positif searah jarum jam).

Tabel 2.14 Faktor kemiringan beban (Vesic, 1975)

Faktor
Kemiringan
Nilai Keterangan
beban
ic 1−i q
i q−
N c tg φ Untuk φ > 0
ic mH
1− '
'

A ca N c Untuk φ > 0
iy H
m

[1−
V + A ' c a ctgφ ] ≥0
Untuk V/A’ca ≤ 1
iy H
m
Untuk dasar horizontal
[ 1− '
V + A c a ctg φ ] ≥0
Kemiringan beban searah lebar B
2+ B /L Kemiringan beban searah panjan
m=mg=
1+ B /L gL
2+ L/B
m=mg= H ≤ ca A' +V tan δ
1+ L/B
Jika inklinasi beban pada ar
ah n dan membuat sudut ∅ nt
erhadap arah Lfondasi, mak
a m n diperoleh dari m n =
22

m l cos2 ∅ n+ m B sin 2 ∅ n
Sumber: Analisis dan Perencanaan Fondasi I, Hary C.Hardiyatmo, 2014

Stabilitas kapasitas dukung tanah dapat dihitung dengan:

X e=
∑ M W −∑ M gl ............... (2.36)
∑W
B
e= −x e ............... (2.37)
2

B1=B−2 e ............... (2.38)

Dengan :

ΣMW = Momen yang melawan penggulingan (kN.m);

ΣMGuling = Momen yang mengakibatkan penggulingan (kN.m);

ΣM = Total berat tanah di atas pelat fondasi + berat sendiri


dinding penahan (kN);

E = Eksentrisitas beban (m);


B = Lebar dasar fondasi (m);

B’ = Lebar efektif (m).

Jika tekanan fondasi ke tanah terbagi rata maka dapat dihitung:


V
q'= ............... (2.39)
B'

Dengan :
q’ = Tekanan akibat beban struktur (kN/m2);
V = Beban vertikal total (kN);

B = Lebar efektif (m).


Setelah didapat q’ maka dapat dihitung faktor aman:

qu
F = ≥3 ............... (2.40)
q

Dengan :
Qu = Kapasitas dukung ultimit (kN/m 2 ¿ ;
23

Q = Tekanan akibat beban struktur (kN/m 2 ¿ .

2.1.7. Penurunan

Seperti halnya struktur-struktur yang lain, dinding penahan tanah juga akan
mengalami penurunan. Untuk ini, prinsip-prinsip dasar untuk menghitung besarnya
n penurunan sama dengan cara menghitung penurunan fondasi (Hary C. Hardiyatm
o, 2014: 492).

Menurut (Bambang Surendro, 2015: 93−94), persyaratan yang harus dipenuh


i supaya konstruksi tidak turun adalah bahwa titik potong resultante gaya harus masi
h di dalam inti dasar fondasi atau nilai exentrisitas (e) ≤ 1/6 b,

e=
∑M
∑W
Dimana :
ΣM = Jumlah Momen Dari Semua Gaya Terhadap Pusat Berat Fondasi;
ΣW = Jumlah gaya vertikal.

Tekanan maksimum yang timbul tidak boleh melebihi daya dukung ijin tanah
(σ) atau σ > σ’. Tegangan maksimum timbul (σ’) dapat dihitung dengan sebagai berik
ut :

V 6.e
𝜎𝑒𝑘𝑡𝑟𝑖𝑚 = A 1± b(x
) ............... (2.42)

Dengan :

A = b.L;

L = dipandang 1 m tegak lurus bidang gambar.

Catatan:

1. Didalam melakukan perhitungan stabilitas konstruksi, apabila tanah yang di


tahan banyak mengandung air, perlu diperhitungkan gaya angkat ke atas (u
p lift) oleh air.
24

2. Kalau dasar fondasi berupa lapisan batu/cadas, maka harga e < 1/6 b boleh
tidak terpenuhi asal persyaratan lainnya terpenuhi, misal telah aman terhada
p bahaya penggeseran.
Jika dinding terletak pada tanah fondasi yang normal, resultan gaya-gay
a vertikal V sebaiknya terletak pada sepertiga lebar fondasi bagian tengah. Untu
k tanah fondasi berupa lapisan batu, eksentrisitas resultan beban dapat diambil
e < (B/4). Untuk tanah fondasi yang sangat lunak, resultan beban vertikal V har
us terletak di dekat pusat fondasi,berhubungan tekanan fondasi bertambah cepat
bila eksentrisitas bertambah. Jika resultan beban eksentrisitas, ujung luar fonda
si turun lebih besar daripada ujung dalamnya. Kemiringan struktur akibat tidak
seragam tersebut akan semakin menambah besar eksentrisitas resultan beban. F
enomena ini berlangsung dengan sendirinya sampai dinding penahan mencapai
keruntuhan.

Kadang-kadang, dinding penahan tanah dibangun memanjang sampai bebe


rapa puluh meter. Pada kondisi ini, kondisi tanah dasar mungkin bervariasi. Karen
a itu, penurun tak seragam ataupun miringnya dinding sulit dihindarkan. Dalam ha
l demikian, sumbangan-sumbangan dibutuhkan untuk memisahkan bagian-bagian
nya supaya penurunan pada bagian yang satu tidak berpengaruh pada bagian yang
lain.

3. Perencanaan Dinding Penahan Tanah


Untuk melaksanakan perencanaan dinding penahan tanah, langkah-langkah kegiatan a
dalah sebagai berikut :
1. Memperkirakan ukuran/dimensi yang diperlukan dari dinding penahan tanah.
2. Mencari besarnya tekanan tanah baik secara analitis maupun secara grafis berdasarkan
cara yang sesuai dengan tipe dinding penahan tanahnya : apakah dengan cara Coulomb
atau dengan cara Rankine.
3. Lebar dasar dinding penahan tanah harus cukup untuk memobilisasi daya dukung tana
hnya atau dengan perkataan lain, tegangan yang bekerja akibat konstruksi ditambah de
ngan gaya-gaya lainnya tidak melebihi daya dukung izin. Disamping itu diusahakan sel
alu tegangan yang timbul pada dasar dinding penahan tanah adalah tekan.
4. Perhitungan kekuatan struktur dari konstruksi dinding penahan tanah.
Periksa : terhadap tegangan geser dan tegangan tekan yang di izinkan dari struktur dind
ing penahan tanah.
25

5. Diding penahan tanah harus aman terhadap stabilitas geser nya (sliding stability).
6. Dindig penahan tanah harus aman terhadap stabiiitas guling nya (overturning stability)
7. Tinjauan terhadap lingkungan lokasi dari penempatan dinding penahan tanah.
Dinding penahan tanah harus terletak pada suatu daerah dimana stabilitas dari kemirin
gan lerengnya memenuhi suatu angka keamanan tertentu yaitu :
SF ≥ 1,5 untuk pembebanan tetap
SF ≥ 1,3 untuk pembebanan sementara, termasuk apabila ada gempa.
Dimensi atau ukuran Dinding penahan tanah waktu perancangan.
Dimensi atau ukuran diding penahan tanah dibedakan sebagai berikut :
a. Dinding gravitasi atau dinding berbobot (gravity walls)

H/12 min 30 cm

Kemirngan 1 : 50

H/6
min 75 cm
H/8 - H/6

0,5 - 0,7 H 0,3 - 0,4 H


Pada umumnya untuk perencanaanGbr.
gravity walls
7 . 1 Ukuran padadilaksanakan
dinding gravitasi sebagai berikut :

- Untuk mendaptkan total tekanan tanah yang bekerja perhitungan dilaksanakan dengan
grafis apabila digunakan cara Coulomb.
- Pada umumnya dihitung dengan cara Rankine apabila tinggi dinding penahan tanah H
> 6,00 m

b. Dinding kantilever ( cantilever walls ).

min 20 cm

H H/10 - H/8

H/12 - H/10

min 75 cm
26

2/5 - 2/3 H

Gmbar. 7.2.Ukuran pada dinding kantilever


Perhitungan mencari tekanan tanah dilakukan dengan cara Rankine.

c. Dinding kantilever berusuk ( counterfort walls ).

1/3 - 2/3 H

min. 20 cm
beban besar 30 cm

min 75 cm

min 20 cm
H/8

2/5 - 2/3 H

Gbr. 7 . 3 Ukuran pada dinding kantilever berusuk

Perhitungan mencari tekanan tanah pada dinding kantilever berusuk digunakan cara Rankine.

Syarat-syarat yang harus denuhi :


1. Dinding penahan tanah tersebut tidak boleh terguling.
2. Dinding penahan tanah tersebut tidak boleh tergeser.
3. Tekanan pada tanah tidak boleh lebih dari tekanan tanah yang diijinkan σt < σt
4. Tanah dibelakang dinding penahan tanah tidak boleh longsor.
5. Kesetabilan dalam dinding penahan tanah itu sendiri.

1) Dinding penahan tanah tidak boleh terguling.


q (t/m²)

Gq

H Ea1
G4
G1 G5 Ea2
G3
h Ep
27

A G2
G = berat tembok dan bobot² tanah di belakang tembok.
Gq = berat beban merata.
Ea = tekanan tanah aktif.
Ep = tekanan tanah pasif.

Jika δ = 0
λa = tg² ( 45˚- ϕ/2 )
λp = 1/λa
gaya-gaya Horizontal :
Ea1 = q . λa . H
Ea2 = ½ . ϒ . λa . H²
Ep = ½ . ϒ . λp . h²
Momen akibat adanya gaya-gaya Horizontal terhadap titik A
MAH = Ea1 . (½H) + Ea2 . (⅓H) – Ep . (⅓h
Momen akibat adanya gaya-gaya Vertikal terhadap titik A
MAV = G1.a1 + G2.a2 + G3.a3 + Gq.aq + G4.a4 + G5.a5

Syarat : Tidak guling M ᴀV


≥ 2
MᴀH

2 ). Dinding penahan tanah tidak boleh tergeser.

Syarat : Tidak geser ΣV . f


≥ 1,5
ΣH

Dimana : ΣV = Jumlah gaya-gaya vertikal G1 + G2 + G3 + dst...


ΣH = Jumlah gaya-gaya horizontal Ea1 + Ea2 – Ep
f = frection ( koefisien gesek ) = tg ϕ

3 ). Tekanan tanah yang timbul tidak boleh lebih dari tekanan tanah yang diijinkan.

σt < σt

Dalam perhitunngan diambil stroke 1 m


28

Dimana : ΣG = Jumlah tekanan Vertikal


= G1 + G2 + G3 + G4 + G5
ΣH = Jumlah tekanan Horizontal
A = Luas bidang dasar tembok

P
Rumus dasar : σ =
A
P = ΣG

σ =
ΣG
A

Tetapi karena adanya ΣH yang akan menimbulkan momen di titik tengah-tengah bi


dang dasar tembok maka :

ΣG ΣH


T
M ΣV

T

σ2
σ1

ΣV
σ1 ; 2 = A
± dimana : W = Momen perlawanan

4 ). Tanah tidak boleh longsor.


Banyak terjadi pada tanah lempung lembek
29

bidang longsor

5). Kesetabilan dalam dinding penahan tanah itu sendiri.

ΣH =Ea−Ep
⅔H
ΣM =0
H
ΣHY =Ea ( ⅓ H ) −Ep(⅓h) Ea

h Ep ΣH ⅓H
Ea ( ⅓ H )−Ep(⅓ h)
Y =
ΣH

Ea
ΣH
Ep ⅓H
Y
⅓h

Kesetabilan juga dapat di control dari total gaya-gaya aktif (ΣH ¿=R, berada di dala
m titik kern = B/6 atau di luar itu, kalau diluar titik kern menurut Vesic dapat terjadi
:
- Pondasi akan terangkat
- Terjadinya kehilangan kontak pondasi dengan lapis tanahnya.

ΣH CL ΣH
ΣH =¿ Jumlah gaya-gaya Horizontal
ΣG = Jumlah gaya-gaya Vertikal
ΣG
T = Titik tengah bidang dasar pondasi R

Kr Kn
Syarat : Tekanan dari gaya² ( R ) harus berada • ᶦ • ᶦ
M T
di dalam daerah kern ( e ). B/6 B/6
x
x ≤ e = B/6 terhadap titik T
B
30

Pada gambar di samping adalah keadaan berbahaya


karena R berada di luar kern.
Kesetabilan pondasi bisa juga dengan memperbaiki kondisi/kesetabilan tanah dibawah ponda
si, missal dengan pemadatan tanah, urugan pasir, cerucuk gelam dan tiang pancang.
Misal : σt = 0,5 kg/cm²
P M
σt = ±
F W
P = Beban diatas pondasi
F = Luas bidang dasar tembok
M = Momen terhadap titik T
W = Momen perlawanan = ⅙ bh²
ΣG
Tekanan tanah yang harus ada akibat ΣG adalah σt timbul = kg/cm²
F
ΣG
Jika ≥ σt = 0,5 kg/cm² , maka yang diperhitungkan untuk perbaikan tanah/cerucuk dl
F
l.
adalah :
σ’t = σt timbul - σt

misal : diagram tegangan yang terjadi,

σ2 < σ t
σt < σ 1 σt = 0,5 kg/cm²
σ’t

0,015b
P
σ’t =
F
P
 Untuk diameter cerucuk F = σ ’t . . . . cm²

cerucuk
Fungsi cerucuk untuk memperbesar
0,015b
31

tekanan tanah.

⅓(b-0,015)
⅔(b-0,015)

Anda mungkin juga menyukai