Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

IKGD dan KOMUNITAS

OLEH

GIFFORD ADIEL SANTOSO, drg

NIM : 21/476267/PKG/1494

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

PRODI PERIODONSIA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

JOGJAKARTA

2021
A. Anatomi dan Histologi Jaringan Pendukung Gigi dan Kelenjar Ludah
I. Anatomi dan Histologi Jaringan Pendukung Gigi
1. Gingiva

Gingiva merupakan bagian dari membran mukosa mulut tipe mastikasi yang melekat
pada tulang alveolar serta menutupi dan menggelilingi leher gigi. Pada permukaan rongga
mulut, gingiva meluas dari puncak marginal gingiva sampai ke pertautan muko gingiva. 1

Anatomi gingiva dibagi menjadi :

1) Unattached Gingiva (Free gingiva / Marginal Gingiva)

Unattached gingiva merupakan bagian dari gingiva yang tidak melekat pada gigi,
menggelilingi daerah leher gigi, membuat lekukan seperti kulit kerang. Unattached
gingiva ini mulai dari arah mahkota sampai pertautan semento enamel. Batas antara
marginal gingiva dengan gingiva cekat merupakan suatu lekukan dangkal yang dimana
free gingiva grove. Free gingiva groove ini berjalan sejajar dengan margin gingiva.1
Dalam keadaan normal free gingiva groove ini dapat dipakai sebagai petunjuk dasar
sulkus gingiva.2

2) Sulkus Gingiva
Sulkus gingiva merupakan suatu celah antara gigi dan marginal gingiva. Celah ini ke
arah medial dibatasi oleh permukaan gigi kea rah lateral dibatasi oleh epitelium
marginal gingiva sebelah dalam. Bagian dalam celah yang terbentuk seperti huruf V ini
dan kedalamanya berkisar antara 0-6 mm, dengan rata-rata 1,8 mm. 1,2
3) Papila Interdental
Papila interdental atau gingiva interdental merupakan bagian gingiva yang mengisi
ruang interdental yaitu ruangan di antara dua gigi yang letaknya berdekatan dari daerah
akar sampai titik kontak. Gingiva interdental ini terdiri atas bagian lingual dan bagian
fasial. Interdental gingiva dapat berbentuk piramida atau col. Bentuk interdental
gingiva bergantung pada titik kontak gigi dan adanya resesi. 1,2
4) Attached Gingiva
Attached gingiva merupakan lanjutan marginal gingiva, meluas dari gingiva groove
sampai kepertautan mukogingiva. Gingiva cekat ini melekat erat ke sementum mulai
dari sepertiga bagian akar ke periosteum tulang alveolar. Pada permukaan attached
gingiva ini terdapat bintik-bintik atau lekukan kecil yang disebut stipling. Luas attached
gingiva yang tipis atau sempit merupakan salah satu factor pendukung resesi gingiva. 1,2
2. Ligamen Periodontal

Ligamen periodontal terdiri atas pembuluh darah yang kompleks dan serabut jaringan
ikat (kolagen) yang mengelilingi akar gigi dan melekat ke prosesus alveolaris (inner wall
of the alveolar bone). Pada bagian korona, ligamen periodontal berartikulasi dengan
jaringan ikat gingiva, serta berartikulasi melalui saluran pembuluh darah yang ada pada
tulang dengan ruang sumsum. Ukuran ligamen periodontal pada gigi orang dewasa adalah
0,18-0,2 mm. Bentuknya seperti jam pasir (hourglass), pada daerah koronal lebih melebar,
sedangkan pada bagian apeksnya sedikit lebih sempit dan terlebih pada daerah pertengahan
alveolus pada daerah rotasi. Jika gigi tidak berfungsi, maka ruang ligamen periodontal akan
berkurang. Sebaliknya, jika berfungsi berlebihan, ligamen periodontal akan bertambah. 1

Gambar Anatomi Ligamen Periodontal

Gambar Histologi Ligamen Periodontal


Elemen terpenting dari ligament periodontal adalah principal fibers atau serabut-
serabut dasar yang terdiri atas kolagen, tersusun dalam bundles dan mengikuti alur
gelombang (longitudinal section). Fibers pada sambungan antara principal fibers dengan
sementum dan tulang disebut serabut Sharpey’s (sharpey’s fibers).1

Serat sharpey terdiri dari 6 kelompok yaitu transeptal, alveolar crest, horizontal,
oblique, interradikular, dan apikal.1
3. Sementum

Sementum merupakan struktur terkalsifikasi (avaskuler mesenchymal) yang menutupi


permukaan luar anatomis akar, terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut
kolagen.1,2

Sementum terdapat 2 tipe, yaitu1

1. Acellular (primer); banyak ditemukan di daerah koronal akar.

2. Cellular (sekunder); banyak ditemukan di daerah apical dan bifurkasi akar gigi.

Keduanya berisi matrix interfibrillar terkalsifikasi dan fibril-fibril kolagen.

Acelullar Sementum

Acellular sementum adalah sementum yang pertama kali terbentuk, yang


menutupi sekitar 1/3 servikal atau 1/2 akar, tidak mengandung sel, terbentuk sebelum
gigi mencapai occlusal plane (erupsi) serta memiliki ketebalan 30-230 µm. Serabut
sharpey membentuk sebagian besar struktur acellular sementum. Selain itu, acellular
sementum juga mengandung fibril-fibril kolagen yang terkalsifikasi dan tersusun tak
beraturan atau parallel terhadap permukaan. 1

Cellular Sementum

Cellular sementum terbentuk setelah gigi mencapai occlusal plane, tersusun


lebih tidak beraturan, terdiri atas sel-sel cementocytes pada lacuna yang berkomunikasi
antar sel melalui sistem anastomose canaliculi. Cellular sementum lebih sedikit
terkalsifikasi daripada tipe acellular. Serabut sharpey porsinya sedikit dan terpisah dari
serabut lain yang tersusun parallel pada permukaan akar. Cellular sementum juga lebih
tebal dibandingkan dengan acellular.1

4. Tulang Alveolar

Tulang alveolar (prosesus alveolar) adalah bagian tulang rahang (maksila dan
mandibula) yang membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi. Tulang alveolar
terdiri dari:1
1. Tulang Kompak
Plat kortikal dibentuk oleh tulang havers dan lamela tulang yang padat.
2. Plat Kribiformis
Dinding soket bagian dalam dari tulang tipis dan kompak yang disebut alveolus
tulang yang tepat terlihat sebagai lamina dura dalam radiografi.
3. Tulang Spongous

Trabekula antara dua lapisan kompak ini bertindak sebagai pendukung tulang
alveolar. Septum interdental terdiri dari tulang pendukung trabekula yang tertutup
dalam batas kompak
Komposisi Tulang Alveolar

1. Cells of Alveolar Bone


Osteoblas, osteoklas dan osteosit

Osteoblas membentuk matrix organik yang mengandung kolagen disebut


osteosit (prebone), yang kemudian terkalsifikasi membuentuk tulang (bone). Osteoblas
yang terjebak dalam matrix tulang menjadi osteosit, berlokasi dalam lacuna (ruang
dalam tulang) yang berkoneksi melalui celah kecil disebut canaculi.1
Resorpsi tulang terkait dengan sel bernama osteoklas, yang merupakan sel
berinti banyak dan ditemukan pada permukaan tulang yang cekung (Howship’s
lacunae). Di dalam tulang alveolar, lacuna terdapat pada periosteal (outer), endosteal
(marrow) maupun permukaan ligamen periodontal pada tulang. 1

2. Extra-cellular Matrix
Terdiri atas 2/3 bahan anorganik (calcium and phosphate) dan 1/3 bahan anorganik
(collagen type I, with small amounts of non collagenous proteins).1

B. Anatomi dan Histologi Jaringan Pendukung Gigi dan Kelenjar Ludah

1) Anatomi Kelenjar Ludah

Saliva diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor yaitu parotis, submandibular
dan sublingual beserta kelenjar minor yang tersebar di bawah epitelium oral. Tiap kelenjar
berkontribusi terhadap total volume saliva, sebanyak 30% diproduksi oleh kelenjar parotis,
60% dari kelenjar submandibular, 5% dari kelenjar sublingual, dan 5% dari kelenjar minor.1

Gambar 1. Kelenjar Saliva Mayor

Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva terbesar, dengan berat antara 15 sampai 30 gram
dan berukuran 6x3 cm. Kelenjar parotis memiliki lobus superfisial yang luas dan lobus
profunda dengan N. Facialis yang terletak di antara kedua lobus. Sebanyak 20% kelenjar
parotis memiliki kelenjar aksesoris dan duktus yang terletak di sekitar M. Masseter. Kelenjar
parotis memiliki 3 sampai 24 limfonodi yang terletak di lateral N. Facialis di lobus superfisial.2
Volume kelenjar parotis adalah 2,5 kali lebih besar daripada kelenjar submandibular dan 6 kali
lebih besar daripada kelenjar sublingual. 3 Saliva dari kelenjar parotis berhubungan dengan
rongga mulut melalui duktus ekskretori yang berukuran panjang 7 cm. Duktus kelenjar parotis
disebut Stensen’s ducts yang bermuara di daerah setinggi molar dua atas. 1
Kelenjar submandibular terletak di segitiga submandibular yang terdiri dari bagian
anterior dan posterior M. Digastricus dan tepi nferior mandibula. Beratnya adalah sekitar 50%
berat kelenjar parotis dengan berat antara 7 gram sampai 15 gram. Duktus kelenjar
submandibular bermuara di Wharton’s duct yang terletak di dasar mulut pada kedua sisi
frenulum lingualis.4 Wharton’s duct berukuran panjang 4 cm sampai 5 cm dan melintasi bagian
superior N. Hipoglosus dan bagian inferior menuju N. Lingualis. Kelenjar submandibular
memiliki 3 sampai 6 limfonodi yang ditemukan di segitiga submandibular. Refleks saraf seperti
stimulus mekanik karena pergerakan lidah dan bibir berperan dalam sel sekretori terutama pada
kelenjar submandibular.2

Kelenjar saliva mayor yang berukuran paling kecil adalah kelenjar sublingual dengan
berat antara 2 gram sampai 4 gram. Kelenjar sublingual terletak di dalam dasar mulut antara
mandibula dan M. Genioglossus.2 Kelenjar sublingual tidak memiliki kapsula fasial yang jelas
dan duktus yang dominan, namun terdapat drainase 10 duktus kecil yang disebut ducts of
Rivinus. Pada umumnya, beberapa duktus di bagian anterior menyatu membentuk satu duktus
yang lebih besar yaitu Bartholin’s ducts. Bartholin’s ducts menyatu dengan Wharton’s ducts
di sublingual carancula pada kedua sisi frenulum lingualis.4

Kelenjar saliva minor terletak di submukosa di bawah lamina propria dan paling banyak
ditemukan di bibir, lidah, mukosa pipi, palatum, dan glossopalatina. Kelenjar saliva minor
dinamakan berdasarkan lokasinya. Terdapat 600 sampai 1000 kelenjar saliva minor yang
berukuran 1mm sampai 5mm pada rongga mulut sampai orofaring. Setiap kelenjar memiliki
satu duktus yang mensekresikan secara langsung ke rongga mulut. 5 Saliva dari kelenjar saliva
minor seperti kelenjar bukal, palatina, labial, lingual, dan glossopalatina disekresikan melalui
duktus kecil yang tersebar di epitelium. Pada manusia, hanya kelenjar saliva minor yang
mensekresikan saliva secara spontan. Saliva yang dihasilkan beraliran lambat pada saat
istirahat.4

2) Histologi Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva merupakan kelenjar merokrin yang bentuknya berupa tubuloasiner atau
tubuloaveoler. Bagian dari kelenjar saliva yang menghasilkan sekret disebut asini. Berikut
adalah sel-sel yang menyusun asini kelenjar saliva. 6

a. Asini serous
Asini serous tersusun dari sel-sel berbentuk piramid yang mengelilingi lumen kecil
dan berinti bulat. Di basal sel terdapat sitoplasma basofilik dan di apeks terdapat
butir-butir pro-enzim eosinofilik, yang akan disekresikan ke lumen asini menjadi
enzim. Hasil sekresi aini serous berisi enzim ptialin dan bersifat jernih dan encer
seperti air.

b. Asini mukous

Asini mukous tersusun dari sel-sel berbentuk kuboid sampai kolumner yang
mengelilingi lumen kecil dan memiliki inti pipih atau oval yang terletak di basal.
Sitoplasma asini mukous yang berada di basal sel bersifat basofilik sedangkan
daerah inti dan apeks berisi musin yang bewarna pucat. Hasil sekresi asini mukous
berupa musin yang sangat kental.

c. Asini campuran

Asini campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous. Bagian serous yang
menempel pada bagian mukous tampak sebagai bangunan berbentuk bulan sabit.

Pada kelenjar saliva juga ditemukan struktur lain yaitu mioepitel. Mioepitel terdapat di
antara membran basalis dan sel asinus. Sel ini berbentuk gepeng, berinti gepeng, memiliki
sitoplasma panjang yang mencapai sel-sel sekretoris, dan memiliki miofibril yang kontraktil di
dalam sitoplama sehingga membantu memeras sel sekretoris mengeluarkan hasil sekresi. 7 Hasil
sekresi kelenjar saliva akan dialirkan ke duktus interkalatus yang tersusun dari sel-sel
berbentuk kuboid dan mengelilingi lumen yang sangat kecil. Beberapa duktus interkalatus akan
bergabung dan melanjut sebagai duktus striatus atau duktus intralobularis yang tersusun dari
sel-sel kuboid tinggi dan mempunyai garis-garis di basal dan tegak lurus dengan membrana
basalis yang berfungsi sebagai transport ion. Duktus striatus dari masing–masing lobulus akan
bermuara pada saluran yang lebih besar yang disebut duktus ekskretorius atau duktus
interlobularis.8

Gambar 2. Histologi Kelenjar Saliva


C. Anomali Jaringan Keras
I. Torus

Torus terdapat dua macam yaitu torus palatinus dan torus mandibularis. Torus palatinus
terdapat di daerah tengah palatum durum sepanjang sutura palatinus media dan dapat meluas
ke lateral kiri atau kanan. Torus ini terdiri dari berbagai jenis ukuran dan bentuk seperti
multiloculated, basselated, dan irregular. Torus palatinus yang berukuran besar dapat
mengganggu fungsi bicara dan pengunyahan. Torus palatina biasanya tidak membutuhkan
terapi khusus, kecuali pada pasien edentulous yang akan memakai gigi tiruan dan pada pasien
yang merasa terganggu fungsi bicara dan pengunyahan. 9 Torus mandibularis merupakan
eksostosis yang biasanya terdapat pada lingual rahang bawah, pada salah satu sisi atau biasanya
terjadi pada kedua sisi regio kaninus atau premolar, ataupun regio premolar dan molar. Torus
mandibularis tidak berbahaya dan tidak memerlukan terapi khusus, kecuali jika pasien ingin
memasang gigi tiruan penuh. Hal ini dikarenakan torus mandibularis dapat mempersulit
penggunaan gigi tiruan yang nyaman, sebab tepi-tepi gigi tiruan secara langsung menekan
mukosa yang menutupi tonjolan tersebut. 10

II. Cleft / Celah

Cleft merupakan kondisi dimana terdapat celah pada atap atau langit-langit mulut sehingga
menimbulkan adanya hubungan langsung antara hidung dengan mulut. Celah ini terjadi karena
kegagalan fusi dari prosesus palatinus dekstra dan sinistra atau antara prosesus frontalis pada
saat pertumbuhan embrio. Sampai saat ini etiologi terjadinya cleft palate belum diketahui
secara pasti, tetapi terdapat bukti-bukti bahwa baik faktor genetik (herediter) maupun faktor
lingukungan (eksogen) berperan dalam timbulnya kecacatan. Faktor genetik yang
menyebabkan cleft palate antara lain gen autosom, serta gen yang terletak pada koromosom X.
Wanita lebih sering terkena daripada pria dan sisi kanan lebih sering terkena kelainan ini
daripada yang kiri. Faktor nutrisi yang berperan dalam terbentuknya cleft palate diantaranya
adalah defisiensi asam folat.10

a. Klasifikasi Cleft Palate


Klasifikasi dasar cleft palate menurut Siebert R.W. dan Bumsted R.M (1993) yaitu:
1. Berdasarkan lokasi dan letak foramen insisivus:
• Primer: anterior
• Sekunder: posterior
2. Unilateral dan Bilateral
3. Incomplete dan complete

Klasifikasi yang digunakan luas oleh klinisi untuk menggambarkan variasi celah bibir
dan langit-langit adalah klasifikasi menurut Veau (1931). Menurut sistem Veau, celah
langit-langit dapat dibagi menjadi empat tipe klinis, yaitu:
Kelas I : Celah terbatas pada palatum lunak
Kelas II : Celah pada palatum lunak dan keras, sampai foramen
insisivus.
Kelas III : Celah pada palatum lunak dan keras, meluas
unilateral melewati alveolus.
Kelas IV : Celah pada palatum lunak dan keras, meluas bilateral
melewati alveolus.

III. Mikrognasia

Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula dengan ukuran yang lebih
kecil dari normal, meskipun dapat pula dipakai untuk menunjukkan ukuran mandibula dan
maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali, sementara hidung dan bibir atas
menjadi menonjol sehingga muka seperti burung. 11

Mikrognasi dapat dibedakan menjadi dua tipe: 1. Pseudomikrognasia, 2. Mikrognasia


murni. Pseudomikrognasia merupakan kondisi rahang normal yang terlihat lebih kecil
dibandingkan rahang lainnya, sedangkan mikrognasia murrni adalah kondisi rahang
sebenarnya yang lebih kecil dari normal. 11
Kelainan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat
pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis rematoid juvenilis.
Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Cedera pada
kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau infeksi pada telinga dapat menyerang pusat
pertumbuhan kepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi
yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral. 11
Keadaan ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi
geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga gigi tidak dapat
beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi atau menggangu estetik. 11
IV. Makrognasia

Makrognasia adalah anomaly perkembangann dengan ciri rahang besar yang abnormal.
Kelainan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan (acquired) melalui
penyakit, seperti gigantisme putuitari, Paget’s disease, leantosis ossea, dan akromegali.
Kelainan ini dapat dikoreksi dengan tindakan bedah (ostoetomi) untuk memperbaiki fungsi
maupun estetik.11
Beberapa gambaran klinis makrognasia antara lain:
• Mandibula protrusif (jika terjadi di mandibula)
• Gummy smile (pada maksila)
• Ramus mandibula membentuk sudut yang tumpul terhadap badan mandibula
• Pertumbuhan kondilus yang berlebih
• Dagu yang menonjol

D. Kelainan pada Gigi

I. Jumlah Gigi

a) Anodonsia

Anodonsia adalah kondisi tidak adanya gigi-geligi secara kongenital di dalam


rongga mulut. Kondisi ini dibedakan menjadi dua jenis: 12
• Anodonsia lengkap : tidak adanya seluruh gigi-geligi
• Anodonsia parsial : tidak adanya satu atau beberapa elemen gigi, disebut
juga hipodonsia (kehilangan 1-6 gigi) dan oligodonsia (kehilangan lebih dari 6 gigi)
b) Supernumerary

Supernumerary teeth atau dens supernumerary atau hiperdonsia adalah kondisi


adanya satu atau lebih elemen gigi melebihi jumlah gigi yang normal, dapat terjadi pada
gigi sulung maupun gigi tetap. Berdasar lokasinya ada mesiodens, distomolar dan
paramolar.12

II. Kelainan Bentuk Gigi

a) Geminasi

Geminasi adalah kondisi bergabungnya dua gigi dari enamel yang sama. Gambaran
yang khas adalah pembelahan fasial dengan munculnya dua mahkota dan hanya
memiliki satu saluran akar. Pada geminasi, jumlah gigi adalah normal namun ada satu
gigi yang mahkotanya terlihat lebih besar. Geminasi lebih sering pada gigi susu
daripada pada gigi permanen, yaitu pada regio insisivus dan premolar. Secara klinis
terlihat sebagai gigi kembar atau dempet (fused teeth), umumnya sering terlihat di
daerah anterior.12

b) Fusi

Fusi dapat dijelaskan sebagai penyatuan dari dua benih gigi yang berdekatan (yang
secara normal terpisah), pada bagian dentin selama perkembangan. Hasilnya terlihat
penyatuan dua gigi pada dentin dan email, sedangkan ruang pulpa seringkali menyatu
atau dapat juga terpisah.
Secara klinis gigi yang fusi fusi terlihat sama dengan geminasi, namun kondisi ini
lebih sering ditemukan pada gigi anterior. Biasanya gigi ini masing-masing
mempunyai akar dan rongga pulpa terpisah. Pada gigi desidui lebih banyak daripada
gigi tetap dan pada rahang atas lebih sering daripada rahang bawah. Fusi gigi terbentuk
karena adanya tekanan waktu pembentukan akar. 12
Pada gigi yang fusi, terdapat groove pada bagian belakang gigi (palatal/
labial/lingual) yang berpotensi untuk terjadinya karies sehingga membutuhkan
penambalan.
c) Concresence

Kondisi ini berupa penyatuan akar dari dua atau lebih gigi yang terbentuk sempurna
di sepanjang garis sementum. Concrescence merupakan bentuk fusi, yang terbatas pada
akar gigi dan terjadi akibat deposisi sementum setelah pembentukan akar gigi-gigi yang
terlibat selesai. Penyebabnya antara lain akibat trauma, gigi berjejal, dan
hipersementosis yang berhubungan dengan inflamasi kronis dan kelainan ini lebih
sering terjadi pada gigi molar permanen maksila dibandingkan gigi lainnya. 12

d) Dilaserasi

Dilaserasi atau pembengkokan akar abnormal merupakan gangguan perkembangan


bentuk gigi, berupa pembengkokan ekstrem/tajam pada akar atau mahkota gigi
(membentuk sudut 45o sampai lebih dari 90°). Dilaceratio (latin) berarti penyobekan.
Dapat diakibatkan karena trauma mekanis pada mahkota gigi yang telah mengalami
pembentukan sehingga tersobek dan akarnya. Sering terjadi pada kasus M3 bawah.
Pembengkokan biasanya terletak di pertemuan antara mahkota dan akar. Jika
pembengkokan hanya terjadi di bagian akar, disebut sebagi fleksi. 12
e) Dens in Dente

Dens in dente berupa suatu lipatan atau invaginasi pada permukaan gigi yang
mengarah ke pulpa, yang berawal sebelum kalsifikasi gigi dan saat kalsifikasi berakhir
defek tersebut akan terlihat sebagai “gigi di dalam gigi”. Kondisi ini pada umumnya
terjadi pada satu gigi dan lebih sering terjadi di gigi insisivus lateral maksila. 12

Dasar dari lipatan/invaginasi ini merupakan lapisan email dan dentin yang tipis dan
pada umumnya rusak, sehingga menjadikan gigi dengan kondisi ini sangat rentan
terhadap karies. Sebagai akibatnya, Sebagian besar gigi dengan dens in dente sering
mengalami pulpitis, nekrosis pulpa, kista periapical, ataupun abses periapikal.
Berbeda dengan kondisi di atas, dens evaginatus berupa proyeksi keluar pada
mahkota gigi membentuk tonjolan “globe shape” atau “nipple shape”. Bagian yang
menonjol sering terlihat sebagai tonjol (cusp) tambahan atau tuberkel. Dens evaginatus
terutama terjadi di premolar dan kemungkinan berkembang akibat proliferasi epitel
email dan mesenkim odontogenic yang belebihan. Kondisi ini biasanya terjadi selama
perkembangan gigi tahap awal.

f) Taurodontisme

Taurodontisme atau “bull-like tooth” adalah kondisi perkembangan yang khas, di


mana bagian mahkota gigi membesar dengan ruang pulpa yang memanjang dan akar
yang pendek. Kondisi ini kemungkinan muncul akibat selubung akar epitelial Hertwig
yang gagal melipat pada saat perkembangan gigi. Gigi yang terkena memiliki bentuk
persegi dan area furkasi yang terletak lebih apikal daripada normal. Taurodontisme
biasanya terjadi pada gigi molar permanen dan terkadang pada premolar. 12

III. Kelainan Ukuran Gigi

a) Makrodonsia

Makrodonsia adalah suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih besar dari
normal, hampir 80% lebih besar (bisa mencapai 7,7 - 9,2 mm). Keadaan ini jarang
dijumpai dibandingkan mikrodonsia, dan sering terjadi pada gigi insisivus sentral atas.
Makrodonsia dapat disebabkan oleh kondisi gigantisme pituitary, gigi yang fusi, facial
hemihypertrophy, hingga idiopatik.12

b) Mikrodonsia

Mikrodonsia adalah suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih kecil dari
normal. Bentuk mahkotanya seperti konus atau peg shaped. Jika kelainan ini terjadi
pada semua gigi, disebut mikrodonsia menyeluruh (generalized). Mikrodonsia sering
diduga sebagai gigi berlebih dan sering dijumpai pada gigi insisivus lateral atas atau
molar ke-tiga. Penyebab kondisi ini terutama faktor genetik, namun beberpa penyakit
dan kondisi dapat mempengaruhi, seperti dens-invaginatus, celah bibir dan palatum,
terapi radiasi selama kehamilan, sifilis kongenital, hipopituitarisme, maupun
idiopatik.12

Ukuran gigi yang kecil pada mikrodonsia dapat menimbulkan diastema. Perawatan
untuk menutup diastema pada gigi insisivus lateral dapat ditambal dengan resin
komposit sehingga kembali seperti ukuran normal atau dibuatkan mahkota jaket (jacket
crown) bila akarnya sudah tertutup sempurna. Sedangkan pada molar ke-tiga umumnya
tidak dilakukan perawatan.12

IV. Kelainan Stuktur Gigi

a) Kelainan pada Enamel

1) Amelogenesis Imperfecta
Amelogenesis imperfekta adalah kelainan pembentukan enamel herediter yang hanya
melibatkan enamel (komponen ektodermal), sedangkan komponen mesodermal gigi
(dentin, sementum, pulpa) tetap nomal.
Gambaran klinisnya enamel terlihat putih seperti kapur tetapi terkadang dapat
berwarna kuning atau coklat gelap. Gigi-gigi ini sensitif dan rapuh, serta titik kontaknya
terbuka (karena tidak terbentuk atau kerusakan enamel). Pada beberapa kasus, gigi
kehilangan enamel seluruhnya sehingga menyebabkan abrasi dentin yang parah, dan
konsistensi enamel seperti keju yang dapat dengan mudah dihilangkan dengan
eksplorer.12
Ada 4 bentuk dasar, yaitu:
• Tipe I (Hipoplastik): Terjadi akibat kerusakan pada pembentukan matriks
enamel.
• Tipe II (Hipomaturasi): Terjadi akibat adanya gangguan pada perkembangan
atau pematangan enamel.
• Tipe III (Hipokalsifikasi): Terjadi akibat kerusakan pada mineralisasi deposit
matriks enamel.
• Tipe IV (Hipomaturasi hipoplastik)

2) Hipoplasia Enamel

Hipoplasia enamel atau sering juga disebut enamel hipoplasia adalah suatu gangguan
pada enamel yang ditandai dengan tidak lengkap atau tidak sempurnanya pembentukan
enamel. Hal ini terjadi akibat trauma atau infeksi yang merusak sel ameloblast pada
saat odontogenesis, radiasi, maupun idiopatik. Jika ganggun terjadi pada gigi permanen,
disebut hypoplasia enamel fokal, sedangkan jika terjadi akibat gangguan sistemik
(hipokalemia, defisiensi vitamin, sifilis kongenital, kelebihan fluor) ataupun
lingkungan pada masa anak-anak, dapat terjadi hypoplasia enamel menyeluruh.12
Gambaran klinis hipoplasia enamel:
• Terdapatnya groove, pit dan fisur yang kecil pada permukaan enamel
• Pada keadaan yang lebih parah dijumpai adanya guratan guratan pit yang dalam,
tersusun secara horizontal pada permukaan gigi.
b) Kelainan pada Dentin

1) Dentinogenesis Imperfecta
Dentinogenesis imperfekta adalah kelainan herediter pada pembentukan dentin,
dengan ciri pembentukan dentin defektif yang berlebihan, sehingga mengakibatkan
tertutupnya ruang pulpa dan saluran akar gigi.

Kelainan ini diklasifikasikan ke dalam 3 tipe, yaitu:


• Tipe I: Dentinogenesis imperfekta yang berhubungan dengan osteogenesis
imperfekta
• Tipe II: Dentinogenesis inperfekta yang tidak berhubungan dengan osteogenesis
imperfekta
• Tipe III: Dentinogenesis imperfekta tipe Brandywine

Gambaran klinisnya antara lain:


• Gigi berwarna abu-abu atau coklat kekuningan, dengan refleksi kebiruan dari
enamel.
• Gigi berbentuk tulip, dengan ciri mahkota yang lebar dan bagian servikal yang
sempit.
• Enamel cenderung terpisah dari dentin yang relatif lunak dibanding enamel,
menyebabkan kehilangan dini enamel sehingga terjadi atrisi dentin yang parah.
2) Displasia Dentin

Displasia dentin yaitu kelainan pada dentin yang berupa pembentukan dentin defektif
dan morfologi pulpa yang abnormal sehigga akar terlihat pendek, namun enamel tetap
normal. Kelainan ini bersifat herediter yang diturunkan secara autosomal dominan dan
dikenal juga dengan sebutan “rootless teeth”. Ada 2 tipe kelainan: 1. Tipe I atau
displasia dentin radikular, 2. Tipe II atau displasia dentin koronal.12

E. Kelainan Jaringan Lunak Rongga Mulut


1. Fordyce Granules
Fordyce granules merupakan glandula sebasea yang berlokasi pada mukosa rongga
mulut dan vermilion bibir. Fordyce granules terlihat sebagai lesi mukopapular multiple
berwarna putih kekuningan dengan ukuran < 2mm. Keberadaannya meningkat seiring
dengan bertambahnya umur. Kondisi ini merupakan variasi normal yang tidak
memerlukan perawatan (Silverman dkk, 2002).
2. Linea Alba
Linea Alba dihasilkan oleh gesekan kronis dari oklusal gigi geligi, tampilannya berupa
garis putih horizontal yang memanjang pada mukosa bukal bilateral, sejajar dengan
oklusi gigi dan bentuknya menyerupai konfigurasi gigi (Bruch dkk., 2010).
3. Leukoedema
Leukoedema merupakan variasi normal mukosa mulut dengan tampilan adanya lapisan
film putih atau abu-abu yang merupakan penebalan jaringan yang membentuk kerutan
menonjol. Biasanya leukoedema terdapat pada mukosa bukal bilateral. Walaupun lebih
sering terdapat pada dewasa, tapi bisa juga ditemukan pada bayi baru lahir. Ketika
mukosa diregangkan leukoedema akan terlihat menghilang dan akan muncul kembali
jika dilepas. Tidak dibutuhkan perawatan pada kondisi ini (Silverman dkk, 2002)
4. Fissure Tongue
Fissure tongue ditandai dengan adanya celah atau parit-parit pada permukaan dorsal
lidah. Kondisi ini biasanya asimtomatik dan orang yang memilikinya tidak terlalu
mengkhawatirkannya (Bruch dkk., 2010).
5. Geographic Tongue/ Benign Migratory Glossitis
Geographic tongue terlihat dengan variasi tampilan klinis yang luas, mulai dengan
adanya makula kemerahan berbentuk irreguler dengan batas tepi putih meninggi sampai
area “patchy” depapilasi dan permukaan yang halus dan mengkilap. Tampilan ini
membuat lidah terlihat seperti berpulau-pulau sehingga disebut geographic, dan bentuk
pulau ini bisa berubah atau berpindah-pindah. Pada beberapa kasus keadaan ini
asimtomatik, dan ada juga yang merasakan lidahnya menjadi sensitif terhadap
makanan(Bruch dkk., 2010).
6. White Sponge Nevus
White sponge nevus merupakan lesi putih yang menebal dengan konsistensi seperti
sponge pada mukosa oral, hampir selalu bilateral dengan bentuk simetris dan biasanya
muncul pada usia muda sebelum pubertas. Karakteristik manifestasi klinisnya mirik
dengan keratosis dan paling banyak ditemukan pada mukosa bukal (Regezi dkk., 2003).
7. Physiologic Pigmentation/ Rasial Pigmentation
Melanin merupakan komponen normal pada lapisan basal epitelium, dan secara
fisiologis memberikan derajat pigmentasi yang berbeda mulai dari cokelat terang
hingga hitam. Mukosa terkeratinisasi terutama gingiva merupakan lokasi yang sering
ditemukannya rasial pigmentasi. Kondisi ini lebih banyak ditemukan pada orang kulit
gelap (Bruch dkk., 2010).
8. Sialolithiasis
- Terbentuknya batu (lith) pada duktus saliva. Lebih sering terjadi pada kelenjar saliva
submadibula, parotis, dan terakhir sublingualis.
- Apabila penderita mengonsumsi makanan asam atau pedas akan terasa sakit.
- Dapat terlihat pada radiografi oklusal cross sectional dan panoramik. Gambaran berupa
radiopak.
- Etiologi: iritasi kronis atau infeksi.
- Perawatan: apabila kecil dapat dilakukan ekstraksi batu sumbatan, besar dapat
dilakukan Extracorporal Shock Wave Litotripsi (ESWL).
9. Sialoductitis
- Radang pada saluran saliva (striktur: penyempitan, dilatasi: pelebaran).
- Apabila mengonsumsi makanan asam atau pedas akan teras sakit.
- Dapat dilakukan pemeriksaan sialografi, diberikan cairan kontras dan diamati pada
bagian mana cairan tersebut berhenti.
10. Sialadenitis
- Bakteri: bengkak, apabila ditekan akan mengeluarkan pus dari muara duktus,
disebabkan oleh S. Aureus (gram positif, fakultatif anaerob), perawatan: pemberian
antibiotik.
- Viral: disebut juga Mumps atau Parotitis Epidemica, disebabkan oleh paramyxovirus,
demam, bengkak, apabila ditekan tidak mengeluarkan pus, perawatan: diet TKTP,
multivitamin.
11. Sialadenosis
- Merupakan pembesaran kelenjar saliva non-inflammatory.
- Pada penderita anorexia, bulimia, alkoholism, dan diabetes melitus.
12. Mucocele
- Benjolan kecil yang berada di bibir. Terapi: eksisi.
- Ekstravasasi: kelenjar saliva rusak atau pecah, sehingga saliva berpencar.
- Retensi: kelenjar saliva tersumbat atau menyempit, sehingga saliva tertahan di duktus.
13. Ranula
- Benjolan di bawah lidah, berwarna transparan kebiruan. Terapi: marsupialisasi.
- Plunging ranula: benjolan meluas sampai ke dagu, kantong ranula mengalami
penurunan sampai ke M. Mylohyoid. Terapi: eksisi kelenjar.
14. Hemangioma
- Benjolan pada bibir, berisi darah.
- Blach test positif, pucat.
- Pulsation test positif, berdenyut.
- Perawatan: injeksi cairan sklerotik (pembuluh darah dihancurkan).
15. Epulis
- Biasanya muncul pada gingiva, konsistensi padat kenyal, terkadang mudah berdarah,
penyebab: iritasi kronis, hormonal.
- Fibromatosa: bertangkai, tidak mudah berdarah.
- Granulomatosa: tidak bertangkai, mudah berdarah.
- Granuloma pyogenik: bertangkai, mudah berdarah
- Fissuratum: diakibatkan sayap dari gigi tiruan.
- Gravidarum: pada wanita hamil, cukup diobeservasi.
- Gigantocellulare: central giant cell tumor.
16. Reccurent Aphtous Stomatitis
- Terjadi pada jaringan yang tidak berkeratin, dan berulang.
- Minor: diameter kurang dari 1 mm.
- Mayor: diameter lebih dari 1 mm.
- Herpetiform: diameter kurang dari 1 mm tetapi banyak dan berkumpul.
- Faktor predisposisi: stres, menstruasi.
17. Leukoplakia
- Berupa plak putih, tidak dapat dikerok, termasuk lesi ganas, faktor predisposisi
menyirih, merokok dan alkohol.
- Tipe homogenous (putih), non homogenous (eritroleukoplakia/speckled, ada benjolah
berwarna merah dan eksofitik), proliferatif verucous (berbentuk kembang kol)
18. Eritroplakia

Termasuk lesi merah, pra ganas, penyebab tidak diketahui.

19. Kaposi Sarkoma


- Keganasan yang berasal dari jaringan ikat.
- Menggantung di palatum.
- Berwarna biru keunguan.
- Salah atu manifestasi oral HIV.
20. Cheilitis
- Angular cheilitis: terdapat pada sudut mulut.
- Actinic cheilitis: berkaitan dengan paparan sinar UV matahari, sering diderita oleh para
pekerja yang kesehariannya berada di luar ruangan.
- Exfoliative cheilitis: mengelupas, bengkak, faktor predisposisi berupa stres.
- Cheilitis granulomatosis: bengkak pada salah 1 bibir, granuloma pada bibir. Gambaran
histologis terdapat sel epitel tuberculoid non caseating.
21. Oral Lichen Planus
- Lesi pre cancer, dapat merupakan autoimun.
- Tipe retikuler: terdapat wickham striae (jala putih), terdapat lesi di kulit berupa papula
datar ungu bersisik.
- Tipe erosif: menimbulkan area yang erosif, simptomatik.
22. Eritema Multiforme
- Lesi mukokutaneus yang reaktif, ditandai dengan terbentuknya krusta hitam. Dapat
bermanifestasi pada anggota tubuh lain berupa Bulls Eye atau sel target.
- Merupakan reaksi hipersensitivitas (biasanya karena obat-obatan). yang menyebabkan
apoptosis sel keratinosit dan menyebabkan kematian sel satelit
23. Squamous Cell Carcinoma
- Kanker daerah kepala dan leher terbanyak sekitar 95%.
- Neoplasma maligna dari sel berkeratin berbentuk kuboid sepanjang membran dasar
mukosa, dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal, berpotensi
metastasis baik regional atau jauh, dapat disertai gangguan nafas, bicara, dan menelan.
- Terjadinya SCC selalu dihubungkan dengan merokok, konsumsi alkohol, ekspos
radiasi, dan adanya EBV, HPV, HSV.

F. Perbedaan Anatomi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
1. Anak-Anak

Gingiva pada anak-anak, kontak area lebih rendah, datar dan lebar. Papila lebih
pendek dan bundar. Jarak interdental terjadi umumnya pada gigi desidui, sehingga
membentuk area sadel gingiva dan lebih resisten terhadap inisiasi penyakit
periodontal dibanding area COL yang terbentuk dengan kontak proksimal gigi.
Gingiva cekat kadang tampak berpigmentasi dan gingiva cekat pada anak-anak
tidak lebar.13

Sulkus gingiva pada anak-anak, kedalaman lebih dangkal dibanding pada


dewasa, berkisar 2,1 mm ± 0,2mm. Seiring pertumbuhan dan transisi dari gigi
desidui ke gigi permanen, gingiva akan melebar dan sulkus akan semakin dalam.
Tulang alveolar pada anak-anak, puncak alveolar terhadap CEJ berjarak 0,2mm.
Beberapa variasi diantaranya berjarak 0,4 mm pada area yang bersebelahan
dengan gigi permanen yang sedang erupsi dan gigi desidui yang akan tanggal. 14

2. Dewasa
Pada orang dewasa, gingiva normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi
sampai pada tingkat koronal dari CEJ. Stippling pada gingiva bervariasi dengan
usia. Tidak ada ketika bayi, muncul pada beberapa anak sekitar usia 5 tahun,
meningkat sampai dewasa. Marginal gingiva biasanya memiliki lebar sekitar 1
mm, dimensi apicocoronal dan mesiodistal bervariasi antara 0,06 dan 0,96 mm.
Lebar attached gingiva pada aspek facial berbeda di berbagai area. Umumnya
terbesar di daerah insisivus (yaitu, 3,5-4,5 mm pada rahang atas, 3,3-3,9 mm pada
mandibula) dan lebih sempit di segmen posterior (yaitu, 1,9 mm pada gigi
premolar pertama rahang atas dan 1,8 mm pada premolar pertama rahang bawah)
Pada interdental septum, jarak antara puncak tulang alveolar dan CEJ pada
dewasa muda bervariasi antara 0,75 dan 1,49 mm (rata-rata 1,08 mm). Jarak ini
meningkat seiring bertambahnya usia menjadi rata-rata 2,81 mm. Namun, hal ini
mungkin tidak sebanyak pada penyakit periodontal. 14
Ligamen periodontal pada gigi orang dewasa berukuran 0,18 – 0,2 mm.
Ketebalan sementum pada setengah koronal akar bervariasi dari 16 hingga 60 µm,
yaitu kira-kira setebal sehelai rambut. Sementum mencapai ketebalan terbesarnya
(≤150 hingga 200 µm) di sepertiga apikal dan di daerah furkasi. Ini lebih tebal di
permukaan distal daripada di permukaan mesial, karena stimulasi fungsional dari
pergeseran mesial dari waktu ke waktu. Antara usia 11 dan 70 tahun, ketebalan
rata-rata sementum meningkat tiga kali lipat, dengan peningkatan terbesar terlihat
di daerah apikal. Ketebalan rata-rata 95 µm pada usia 20 tahun. 14
3. Orang Tua
Gingiva pada orang tua, terlihat jaringan ikat pada gingiva lebih padat dan kasar.
Jaringan kolagen pada gingiva juga mengalami penurunan baik secara kuantitas
ataupun kualitas.14

Sementum merupakan jaringan ikat terkalifikasi yang menyelimuti permukaan


akar gigi. Seiring bertambahnya usia, sementum mengalami penebalan. Penebalan
pada sementum di usia tua, bisa mencapai 5-10 kali lipat lebih lebar dibandingkan
dengan usia muda.14
Ligamen periodontal menjadi irregular seiring bertambahnya usia dan
mengalami penipisan. Permukaan tulang alveolar lebih irregular dan insersi
kolagen fiber yang lebih sedikit seiring bertambahnya usia. 14

G. Perbedaan Histologi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
1. Anak-Anak

Gingiva pada anak-anak memiliki epitelium lebih tipis, sedikit derajat


kornifikasi dan banyak vaskularisasi dari jaringan ikat. Hal ini yang menyebabkan
warnanya lebih merah muda. Epitelium junctional pada gigi desidui lebih tebal pada
gigi desidui, yang bisa saja mengurangi permeabilitas epitel terhadap toksin bakteri.
Kurangnya stipling karena papila yang lebih pendek dan datar dari lamina propria.
Sementum seringkali lebih tipis dan kurang padat daripada orang dewasa. Hal ini
menunjukkan kecenderungan hiperplasia sementoid apikal pada perlekatan epitel.
Sebelum gigi mencapai bidang oklusal, sementum seluler terbentuk. 14

2. Dewasa

Seiring bertambahnya usia menyebabkan lapisan epitel dan keratin pada gingiva
berkurang/ menipis. Retepeg mengalami flattening dibandingkan dengan usia muda.
Ligamen periodontal terdapat distrik fibroblas yang berbeda secara fenotipik dan
fungsional pada ligamen periodontal dewasa. Mereka tampak identik pada tingkat
mikroskopis cahaya dan elektron, tetapi mungkin memiliki fungsi yang berbeda, seperti
sekresi berbagai jenis kolagen dan produksi kolagenase. Meskipun jaringan tulang
alveolar secara konstan mengubah organisasi internalnya, namun mempertahankan
bentuk yang kira-kira sama dari masa kanak-kanak hingga kehidupan dewasa. Deposisi
tulang oleh osteoblas diimbangi dengan resorpsi oleh osteoklas selama remodeling dan
pembaruan jaringan. Telah diketahui dengan baik bahwa jumlah osteoblas menurun
dengan bertambahnya usia; namun, tidak ada perubahan banyak pada jumlah
osteoklas.14

3. Orang Tua

Seiring bertambahnya usia menyebabkan lapisan epitel dan keratin pada gingiva
berkurang/ menipis. Retepeg mengalami flattening dibandingkan dengan usia muda.
Ligamen periodontal terdapat distrik fibroblas yang berbeda secara fenotipik dan
fungsional pada ligamen periodontal dewasa. Mereka tampak identik pada tingkat
mikroskopis cahaya dan elektron, tetapi mungkin memiliki fungsi yang berbeda, seperti
sekresi berbagai jenis kolagen dan produksi kolagenase. Meskipun jaringan tulang
alveolar secara konstan mengubah organisasi internalnya, namun mempertahankan
bentuk yang kira-kira sama dari masa kanak-kanak hingga kehidupan dewasa. Deposisi
tulang oleh osteoblas diimbangi dengan resorpsi oleh osteoklas selama remodeling dan
pembaruan jaringan. Telah diketahui dengan baik bahwa jumlah osteoblas menurun
dengan bertambahnya usia; namun, tidak ada perubahan banyak pada jumlah
osteoklas.14

H. Perbedaan Komposisi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
1. Anak-Anak

Komposisi ligamen periodontal pada anak-anak lebih lebar dan serat fibernya
lebih tidak padat dan tidak sebanyak di orang dewasa. Tingkat hidrasinya lebih tinggi
dengan suplai darah dan limfatik yang lebih banyak daripada dewasa. Pada saat erupsi,
principal fiber parallel dengan panjang aksis gigi. Aransemen bundel akan terbentuk
setelah gigi bertemu dengan antagonisnya. 14

Tulang alveolar pada anak-anak lamina duranya lebih tipis, lebih sedikit
trabecular dan lebih banyak rongga sumsum. Belum terlalu terkalsifikasi, banyak suplai
pembuluh darah dan limfatik dan crestal interdental yang lebih datar.

2. Dewasa
Epitel junctional gingiva terdiri dari collar-like band dari epitel skuamosa
nonkeratin berlapis, dengan 3 sampai 4 lapisan tebal pada early life, tetapi jumlah itu
meningkat seiring bertambahnya usia menjadi 10 atau bahkan 20 lapisan. Panjang epitel
junctional berkisar antara 0,25 hingga 1,35 mm

Ligamen Periodontal terdapat principal fibers yang terdiri dari 6 kelompok :


transeptal, horizontal, vertikal, oblique, apical, interradicular. Tulang alveolar pada
dinding soket/socket wall lebih banyak tulang cancellous ada di rahang atas daripada di
rahang bawah. Pada orang dewasa, sumsum rahang/ marrow of the jaw biasanya dari
jenis yang terakhir, dan terkadang terdapat sumsum merah/ red marrow yang hanya
terdapat tulang rusuk, tulang dada, tulang belakang, tengkorak, dan humerus. Immune
and Inflammatory Response : Pada orang dewasa, kadar folat serum lebih tinggi
dibanding orang tua (>60 tahun)14
3. Orang Tua
Selular elemens gingiva seperti gingival fibroblast mengalami penurunan
seiring bertambahnya usia. Serat dan komponen seluler pada ligament periodontal
berkurang seiring bertambahnya usia. Jumlah fibroblast yang menurun, produksi
organic matrix yang menurun, jumlah ephitelial cell rest yang menurun, peningkatan
jumlah elastic fiber. Penurunan massa tulang alveolar dimulai 40 tahun ke atas,
kepadatan tulang akan berkurang dan pada usia 65 ke atas mineral pada tulang aakan
hilang hal ini terjadi terutama pada perempuan (estrogen menurun) 14

I. Perbedaan Regenerasi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang


Tua
1. Anak-Anak
Pada anak-anak, gingiva dan ligament periodontalnya masih terdapat banyak
vaskularisasi dan juga pada jaringan ikatnya terdapat banyak kolagen. Hal ini menjadi
alasan kemungkinan bahwa pada anak-anak regenerasi dan reparasi jaringan
periodontalnya lebih baik dan lebih cepat dibanding pada dewasa. Tetapi hal ini hanya
didasarkan pada teori dan belum dibuktikan pada temuan klinis.14

2. Dewasa
Regenerasi jaringan periodontal yang terlibat dalam konsep tissue engineering
memiliki tiga komponen utama yaitu sinyal molekul yang sesuai, regenerasi sel dan
scaffold. Sinyal molekul (salah satunya berupa faktor pertumbuhan/growth factor)
berperan untuk memodulasi aktivitas seluler serta merangsang sel-sel untuk
berdiferensiasi dan memproduksi matrik untuk perkembangan jaringan. Vaskularisasi
jaringan yang baru membentuk sinyal angiogenik sebagai pensuplai nutrisi untuk
pertumbuhan jaringan serta mempertahankan keadaan homeostasis dalam jaringan.
Scaffold atau membran yang merupakan biomaterial atau matriks berperan sebagai
kerangka untuk membentuk struktur guna memfasilitasi proses regenerasi jaringan.
Regenerasi sel atau stem sel, yang merupakan precursor sel. Komplikasi utama dan
faktor yang membatasi regenerasi jaringan periodontal adalah mikroba patogen yang
melekat pada permukaan gigi dan mengkontaminasi jejas periodontal. Kontrol infeksi
harus dilakukan agar proses regenerasi optimal.14

Pada Sulkus Gingiva, epitel junctional adalah struktur yang terus


memperbaharui diri, dengan aktivitas mitosis terjadi di semua lapisan sel. Sel-sel epitel
yang beregenerasi bergerak ke arah permukaan gigi dan sepanjang itu dalam arah
koronal ke sulkus gingiva, di mana mereka terlepas migrating daughter cells
memberikan perlekatan terus menerus ke permukaan gigi. 14

Pada sementum regenerasi membutuhkan sementoblas, tetapi asal sementoblas


dan faktor molekuler yang mengatur rekrutmen dan diferensiasinya tidak sepenuhnya
dipahami. Namun, penelitian memberikan pemahaman yang lebih baik; misalnya, sisa
sel epitel Malassez adalah satu-satunya sel epitel odontogenik yang tersisa di
periodonsium setelah erupsi gigi, dan mereka mungkin memiliki beberapa fungsi dalam
perbaikan dan regenerasi sementum dalam kondisi tertentu. Sisa Malassez mungkin
berhubungan dengan perbaikan/ repair/reparasi sementum dengan mengaktifkan
potensinya untuk mensekresi protein matriks yang telah diekspresikan dalam
perkembangan gigi, seperti amelogenin, enamelin, dan sheath proteins. Beberapa
faktor pertumbuhan telah terbukti efektif dalam regenerasi sementum, termasuk
members of the transforming growth factor superfamily (i.e., bone morpho genetic
proteins), platelet-derived growth factor, insulin-like growth factor, and enamel matrix
derivatives. Pada ligamen periodontal : Serat oxytalan telah terbukti berkembang de
novo pada ligamen periodontal yang diregenerasi. 14

J. Perbedaan Reparasi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
Gingiva (jaringan ikat): Karena tingkat turnover yang tinggi, jaringan ikat
gingiva memiliki kemampuan penyembuhan dan regeneratif yang sangat baik. Namun,
kapasitas reparatif jaringan ikat gingiva tidak sebesar ligamen periodontal atau jaringan
epitel. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rekonstruksi yang cepat dari fibrous
architecture jaringan.14

Tulang Alveolar : Remodeling adalah jalur utama perubahan bentuk tulang,


resistensi terhadap kekuatan, perbaikan luka, dan homeostasis kalsium dan fosfat dalam
tubuh. Memang, penggabungan resorpsi tulang dengan pembentukan tulang merupakan
salah satu prinsip dasar dimana tulang perlu dirombak sepanjang hidupnya.
Remodeling tulang melibatkan koordinasi aktivitas sel dari dua distinct lineages yang
berbeda, osteoblas dan osteoklas, yang membentuk dan menyerap jaringan ikat tulang
yang termineralisasi.14

Ligamen periodontal : Pembentukan tulang rawan di ligamen periodontal,


meskipun tidak biasa, dapat mewakili fenomena metaplastik dalam perbaikan ligamen
setelah cedera14
Sementum : periode perbaikan dan pengendapan sementum baru bergantian
dengan proses resorpsi. Sementum yang baru terbentuk dibatasi dari akar oleh garis
ireguler yang sangat berwarna yang disebut garis reversal, yang menggambarkan batas
resorpsi sebelumnya. Satu studi menunjukkan bahwa garis pembalikan gigi manusia
mengandung beberapa fibril kolagen dan proteoglikan yang sangat terakumulasi
dengan mukopolisakarida (glikosaminoglikan) dan bahwa penggabungan fibril hanya
terjadi di beberapa tempat antara sementum reparatif dan dentin atau sementum yang
diserap. Serat tertanam dari ligamen periodontal membangun kembali hubungan
fungsional dalam sementum baru. Perbaikan sementum membutuhkan adanya jaringan
ikat yang viable (aktif terus menerus). Jika epitel berproliferasi ke area resorpsi,
perbaikan tidak akan terjadi. Perbaikan sementum dapat terjadi pada gigi yang
mengalami devitalisasi maupun gigi vital. Secara histologis penyembuhan membentuk
long junctional epithelium, adesi jaringan ikat baru, dan ankilosis.14
DAFTAR PUSTAKA

1. Newman MG., Takei HH., Carranza FA. 2019. Carranza’s Clinical Periodontology.
13th Ed. Philadelphia: WB. Saunders Co.
2. Vedi PF., Vernino AR., Gray JL., 2012. Silabus Periodonti. Ed 4. The Periodontics
Syllabus. Editor Lilian Juwono. Jakarta: EGC.
3. Ekström Jorgen, dkk. 2012. Saliva and the Control of its Secretion. Dysphagia,
Medical Radiology. Springer. Berlin
4. Tanakchi S, Aly Fatima Z. 2015. Salivary Glands Anatomy and Histology. Diakses
pada 5 September 2021.
https://www.pathologyoutlines.com/topic/salivaryglandsnormalhistology.
5. Ono K, dkk. 2006. Relationship of the Unstimulated Whole Saliva Flow Rate and
Salivary Gland Size Estimated by Magnetic Resonance Image in Healthy Young
Humans. Archives of Oral Biology.
6. Holsinger, F. C., & Bui, D. T. 2007. Anatomy, Function and Evaluation of the
Salivary Glands. Salivary Gland Disorders (pp. 1-16). Springer. Berlin
7. Garrant, PR. 2003. Oral Cells and Tissue. 1st Ed. New York. Quintessence Books.
8. Soejoto, Soetedjo, Faradz SMH, Witjahyo RB, Susilaningsih N, Purwati RD, et al.
Lecture Notes Histologi II. Semarang: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2010. 25-30.

9. Winkler S. Essenstials of Complete Denture Prosthodontics. 2nd ed. Delhi:


A.L.T.B.S. Publisher; 2000. hal.48-50,110.

10. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark A. Textbook of General and Oral Surgery.
Churchill Livingstone. Edinburgh. 2003, hal. 247-9.

11. Díaz Del Arco C, Oliva A, Pelayo Alarcón A. Agnathia-microstomia-synotia syndrome


(otocephaly). Autops Case Rep. 2020;10(1):e2020152. Published 2020 Feb 28.
doi:10.4322/acr.2020.152

12. Itjingningsih, W.H., 1995, Anatomi Gigi ECG, Jakarta.

13. Purkait SK. Essentials of Oral Pathology. 3rd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. 2011

14. Primasari A. Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut. Medan: USU Press.
2018

Anda mungkin juga menyukai