Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
NIM : 21/476267/PKG/1494
PRODI PERIODONSIA
JOGJAKARTA
2021
A. Anatomi dan Histologi Jaringan Pendukung Gigi dan Kelenjar Ludah
I. Anatomi dan Histologi Jaringan Pendukung Gigi
1. Gingiva
Gingiva merupakan bagian dari membran mukosa mulut tipe mastikasi yang melekat
pada tulang alveolar serta menutupi dan menggelilingi leher gigi. Pada permukaan rongga
mulut, gingiva meluas dari puncak marginal gingiva sampai ke pertautan muko gingiva. 1
Unattached gingiva merupakan bagian dari gingiva yang tidak melekat pada gigi,
menggelilingi daerah leher gigi, membuat lekukan seperti kulit kerang. Unattached
gingiva ini mulai dari arah mahkota sampai pertautan semento enamel. Batas antara
marginal gingiva dengan gingiva cekat merupakan suatu lekukan dangkal yang dimana
free gingiva grove. Free gingiva groove ini berjalan sejajar dengan margin gingiva.1
Dalam keadaan normal free gingiva groove ini dapat dipakai sebagai petunjuk dasar
sulkus gingiva.2
2) Sulkus Gingiva
Sulkus gingiva merupakan suatu celah antara gigi dan marginal gingiva. Celah ini ke
arah medial dibatasi oleh permukaan gigi kea rah lateral dibatasi oleh epitelium
marginal gingiva sebelah dalam. Bagian dalam celah yang terbentuk seperti huruf V ini
dan kedalamanya berkisar antara 0-6 mm, dengan rata-rata 1,8 mm. 1,2
3) Papila Interdental
Papila interdental atau gingiva interdental merupakan bagian gingiva yang mengisi
ruang interdental yaitu ruangan di antara dua gigi yang letaknya berdekatan dari daerah
akar sampai titik kontak. Gingiva interdental ini terdiri atas bagian lingual dan bagian
fasial. Interdental gingiva dapat berbentuk piramida atau col. Bentuk interdental
gingiva bergantung pada titik kontak gigi dan adanya resesi. 1,2
4) Attached Gingiva
Attached gingiva merupakan lanjutan marginal gingiva, meluas dari gingiva groove
sampai kepertautan mukogingiva. Gingiva cekat ini melekat erat ke sementum mulai
dari sepertiga bagian akar ke periosteum tulang alveolar. Pada permukaan attached
gingiva ini terdapat bintik-bintik atau lekukan kecil yang disebut stipling. Luas attached
gingiva yang tipis atau sempit merupakan salah satu factor pendukung resesi gingiva. 1,2
2. Ligamen Periodontal
Ligamen periodontal terdiri atas pembuluh darah yang kompleks dan serabut jaringan
ikat (kolagen) yang mengelilingi akar gigi dan melekat ke prosesus alveolaris (inner wall
of the alveolar bone). Pada bagian korona, ligamen periodontal berartikulasi dengan
jaringan ikat gingiva, serta berartikulasi melalui saluran pembuluh darah yang ada pada
tulang dengan ruang sumsum. Ukuran ligamen periodontal pada gigi orang dewasa adalah
0,18-0,2 mm. Bentuknya seperti jam pasir (hourglass), pada daerah koronal lebih melebar,
sedangkan pada bagian apeksnya sedikit lebih sempit dan terlebih pada daerah pertengahan
alveolus pada daerah rotasi. Jika gigi tidak berfungsi, maka ruang ligamen periodontal akan
berkurang. Sebaliknya, jika berfungsi berlebihan, ligamen periodontal akan bertambah. 1
Serat sharpey terdiri dari 6 kelompok yaitu transeptal, alveolar crest, horizontal,
oblique, interradikular, dan apikal.1
3. Sementum
2. Cellular (sekunder); banyak ditemukan di daerah apical dan bifurkasi akar gigi.
Acelullar Sementum
Cellular Sementum
4. Tulang Alveolar
Tulang alveolar (prosesus alveolar) adalah bagian tulang rahang (maksila dan
mandibula) yang membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi. Tulang alveolar
terdiri dari:1
1. Tulang Kompak
Plat kortikal dibentuk oleh tulang havers dan lamela tulang yang padat.
2. Plat Kribiformis
Dinding soket bagian dalam dari tulang tipis dan kompak yang disebut alveolus
tulang yang tepat terlihat sebagai lamina dura dalam radiografi.
3. Tulang Spongous
Trabekula antara dua lapisan kompak ini bertindak sebagai pendukung tulang
alveolar. Septum interdental terdiri dari tulang pendukung trabekula yang tertutup
dalam batas kompak
Komposisi Tulang Alveolar
2. Extra-cellular Matrix
Terdiri atas 2/3 bahan anorganik (calcium and phosphate) dan 1/3 bahan anorganik
(collagen type I, with small amounts of non collagenous proteins).1
Saliva diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor yaitu parotis, submandibular
dan sublingual beserta kelenjar minor yang tersebar di bawah epitelium oral. Tiap kelenjar
berkontribusi terhadap total volume saliva, sebanyak 30% diproduksi oleh kelenjar parotis,
60% dari kelenjar submandibular, 5% dari kelenjar sublingual, dan 5% dari kelenjar minor.1
Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva terbesar, dengan berat antara 15 sampai 30 gram
dan berukuran 6x3 cm. Kelenjar parotis memiliki lobus superfisial yang luas dan lobus
profunda dengan N. Facialis yang terletak di antara kedua lobus. Sebanyak 20% kelenjar
parotis memiliki kelenjar aksesoris dan duktus yang terletak di sekitar M. Masseter. Kelenjar
parotis memiliki 3 sampai 24 limfonodi yang terletak di lateral N. Facialis di lobus superfisial.2
Volume kelenjar parotis adalah 2,5 kali lebih besar daripada kelenjar submandibular dan 6 kali
lebih besar daripada kelenjar sublingual. 3 Saliva dari kelenjar parotis berhubungan dengan
rongga mulut melalui duktus ekskretori yang berukuran panjang 7 cm. Duktus kelenjar parotis
disebut Stensen’s ducts yang bermuara di daerah setinggi molar dua atas. 1
Kelenjar submandibular terletak di segitiga submandibular yang terdiri dari bagian
anterior dan posterior M. Digastricus dan tepi nferior mandibula. Beratnya adalah sekitar 50%
berat kelenjar parotis dengan berat antara 7 gram sampai 15 gram. Duktus kelenjar
submandibular bermuara di Wharton’s duct yang terletak di dasar mulut pada kedua sisi
frenulum lingualis.4 Wharton’s duct berukuran panjang 4 cm sampai 5 cm dan melintasi bagian
superior N. Hipoglosus dan bagian inferior menuju N. Lingualis. Kelenjar submandibular
memiliki 3 sampai 6 limfonodi yang ditemukan di segitiga submandibular. Refleks saraf seperti
stimulus mekanik karena pergerakan lidah dan bibir berperan dalam sel sekretori terutama pada
kelenjar submandibular.2
Kelenjar saliva mayor yang berukuran paling kecil adalah kelenjar sublingual dengan
berat antara 2 gram sampai 4 gram. Kelenjar sublingual terletak di dalam dasar mulut antara
mandibula dan M. Genioglossus.2 Kelenjar sublingual tidak memiliki kapsula fasial yang jelas
dan duktus yang dominan, namun terdapat drainase 10 duktus kecil yang disebut ducts of
Rivinus. Pada umumnya, beberapa duktus di bagian anterior menyatu membentuk satu duktus
yang lebih besar yaitu Bartholin’s ducts. Bartholin’s ducts menyatu dengan Wharton’s ducts
di sublingual carancula pada kedua sisi frenulum lingualis.4
Kelenjar saliva minor terletak di submukosa di bawah lamina propria dan paling banyak
ditemukan di bibir, lidah, mukosa pipi, palatum, dan glossopalatina. Kelenjar saliva minor
dinamakan berdasarkan lokasinya. Terdapat 600 sampai 1000 kelenjar saliva minor yang
berukuran 1mm sampai 5mm pada rongga mulut sampai orofaring. Setiap kelenjar memiliki
satu duktus yang mensekresikan secara langsung ke rongga mulut. 5 Saliva dari kelenjar saliva
minor seperti kelenjar bukal, palatina, labial, lingual, dan glossopalatina disekresikan melalui
duktus kecil yang tersebar di epitelium. Pada manusia, hanya kelenjar saliva minor yang
mensekresikan saliva secara spontan. Saliva yang dihasilkan beraliran lambat pada saat
istirahat.4
Kelenjar saliva merupakan kelenjar merokrin yang bentuknya berupa tubuloasiner atau
tubuloaveoler. Bagian dari kelenjar saliva yang menghasilkan sekret disebut asini. Berikut
adalah sel-sel yang menyusun asini kelenjar saliva. 6
a. Asini serous
Asini serous tersusun dari sel-sel berbentuk piramid yang mengelilingi lumen kecil
dan berinti bulat. Di basal sel terdapat sitoplasma basofilik dan di apeks terdapat
butir-butir pro-enzim eosinofilik, yang akan disekresikan ke lumen asini menjadi
enzim. Hasil sekresi aini serous berisi enzim ptialin dan bersifat jernih dan encer
seperti air.
b. Asini mukous
Asini mukous tersusun dari sel-sel berbentuk kuboid sampai kolumner yang
mengelilingi lumen kecil dan memiliki inti pipih atau oval yang terletak di basal.
Sitoplasma asini mukous yang berada di basal sel bersifat basofilik sedangkan
daerah inti dan apeks berisi musin yang bewarna pucat. Hasil sekresi asini mukous
berupa musin yang sangat kental.
c. Asini campuran
Asini campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous. Bagian serous yang
menempel pada bagian mukous tampak sebagai bangunan berbentuk bulan sabit.
Pada kelenjar saliva juga ditemukan struktur lain yaitu mioepitel. Mioepitel terdapat di
antara membran basalis dan sel asinus. Sel ini berbentuk gepeng, berinti gepeng, memiliki
sitoplasma panjang yang mencapai sel-sel sekretoris, dan memiliki miofibril yang kontraktil di
dalam sitoplama sehingga membantu memeras sel sekretoris mengeluarkan hasil sekresi. 7 Hasil
sekresi kelenjar saliva akan dialirkan ke duktus interkalatus yang tersusun dari sel-sel
berbentuk kuboid dan mengelilingi lumen yang sangat kecil. Beberapa duktus interkalatus akan
bergabung dan melanjut sebagai duktus striatus atau duktus intralobularis yang tersusun dari
sel-sel kuboid tinggi dan mempunyai garis-garis di basal dan tegak lurus dengan membrana
basalis yang berfungsi sebagai transport ion. Duktus striatus dari masing–masing lobulus akan
bermuara pada saluran yang lebih besar yang disebut duktus ekskretorius atau duktus
interlobularis.8
Torus terdapat dua macam yaitu torus palatinus dan torus mandibularis. Torus palatinus
terdapat di daerah tengah palatum durum sepanjang sutura palatinus media dan dapat meluas
ke lateral kiri atau kanan. Torus ini terdiri dari berbagai jenis ukuran dan bentuk seperti
multiloculated, basselated, dan irregular. Torus palatinus yang berukuran besar dapat
mengganggu fungsi bicara dan pengunyahan. Torus palatina biasanya tidak membutuhkan
terapi khusus, kecuali pada pasien edentulous yang akan memakai gigi tiruan dan pada pasien
yang merasa terganggu fungsi bicara dan pengunyahan. 9 Torus mandibularis merupakan
eksostosis yang biasanya terdapat pada lingual rahang bawah, pada salah satu sisi atau biasanya
terjadi pada kedua sisi regio kaninus atau premolar, ataupun regio premolar dan molar. Torus
mandibularis tidak berbahaya dan tidak memerlukan terapi khusus, kecuali jika pasien ingin
memasang gigi tiruan penuh. Hal ini dikarenakan torus mandibularis dapat mempersulit
penggunaan gigi tiruan yang nyaman, sebab tepi-tepi gigi tiruan secara langsung menekan
mukosa yang menutupi tonjolan tersebut. 10
Cleft merupakan kondisi dimana terdapat celah pada atap atau langit-langit mulut sehingga
menimbulkan adanya hubungan langsung antara hidung dengan mulut. Celah ini terjadi karena
kegagalan fusi dari prosesus palatinus dekstra dan sinistra atau antara prosesus frontalis pada
saat pertumbuhan embrio. Sampai saat ini etiologi terjadinya cleft palate belum diketahui
secara pasti, tetapi terdapat bukti-bukti bahwa baik faktor genetik (herediter) maupun faktor
lingukungan (eksogen) berperan dalam timbulnya kecacatan. Faktor genetik yang
menyebabkan cleft palate antara lain gen autosom, serta gen yang terletak pada koromosom X.
Wanita lebih sering terkena daripada pria dan sisi kanan lebih sering terkena kelainan ini
daripada yang kiri. Faktor nutrisi yang berperan dalam terbentuknya cleft palate diantaranya
adalah defisiensi asam folat.10
Klasifikasi yang digunakan luas oleh klinisi untuk menggambarkan variasi celah bibir
dan langit-langit adalah klasifikasi menurut Veau (1931). Menurut sistem Veau, celah
langit-langit dapat dibagi menjadi empat tipe klinis, yaitu:
Kelas I : Celah terbatas pada palatum lunak
Kelas II : Celah pada palatum lunak dan keras, sampai foramen
insisivus.
Kelas III : Celah pada palatum lunak dan keras, meluas
unilateral melewati alveolus.
Kelas IV : Celah pada palatum lunak dan keras, meluas bilateral
melewati alveolus.
III. Mikrognasia
Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula dengan ukuran yang lebih
kecil dari normal, meskipun dapat pula dipakai untuk menunjukkan ukuran mandibula dan
maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali, sementara hidung dan bibir atas
menjadi menonjol sehingga muka seperti burung. 11
Makrognasia adalah anomaly perkembangann dengan ciri rahang besar yang abnormal.
Kelainan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan (acquired) melalui
penyakit, seperti gigantisme putuitari, Paget’s disease, leantosis ossea, dan akromegali.
Kelainan ini dapat dikoreksi dengan tindakan bedah (ostoetomi) untuk memperbaiki fungsi
maupun estetik.11
Beberapa gambaran klinis makrognasia antara lain:
• Mandibula protrusif (jika terjadi di mandibula)
• Gummy smile (pada maksila)
• Ramus mandibula membentuk sudut yang tumpul terhadap badan mandibula
• Pertumbuhan kondilus yang berlebih
• Dagu yang menonjol
I. Jumlah Gigi
a) Anodonsia
a) Geminasi
Geminasi adalah kondisi bergabungnya dua gigi dari enamel yang sama. Gambaran
yang khas adalah pembelahan fasial dengan munculnya dua mahkota dan hanya
memiliki satu saluran akar. Pada geminasi, jumlah gigi adalah normal namun ada satu
gigi yang mahkotanya terlihat lebih besar. Geminasi lebih sering pada gigi susu
daripada pada gigi permanen, yaitu pada regio insisivus dan premolar. Secara klinis
terlihat sebagai gigi kembar atau dempet (fused teeth), umumnya sering terlihat di
daerah anterior.12
b) Fusi
Fusi dapat dijelaskan sebagai penyatuan dari dua benih gigi yang berdekatan (yang
secara normal terpisah), pada bagian dentin selama perkembangan. Hasilnya terlihat
penyatuan dua gigi pada dentin dan email, sedangkan ruang pulpa seringkali menyatu
atau dapat juga terpisah.
Secara klinis gigi yang fusi fusi terlihat sama dengan geminasi, namun kondisi ini
lebih sering ditemukan pada gigi anterior. Biasanya gigi ini masing-masing
mempunyai akar dan rongga pulpa terpisah. Pada gigi desidui lebih banyak daripada
gigi tetap dan pada rahang atas lebih sering daripada rahang bawah. Fusi gigi terbentuk
karena adanya tekanan waktu pembentukan akar. 12
Pada gigi yang fusi, terdapat groove pada bagian belakang gigi (palatal/
labial/lingual) yang berpotensi untuk terjadinya karies sehingga membutuhkan
penambalan.
c) Concresence
Kondisi ini berupa penyatuan akar dari dua atau lebih gigi yang terbentuk sempurna
di sepanjang garis sementum. Concrescence merupakan bentuk fusi, yang terbatas pada
akar gigi dan terjadi akibat deposisi sementum setelah pembentukan akar gigi-gigi yang
terlibat selesai. Penyebabnya antara lain akibat trauma, gigi berjejal, dan
hipersementosis yang berhubungan dengan inflamasi kronis dan kelainan ini lebih
sering terjadi pada gigi molar permanen maksila dibandingkan gigi lainnya. 12
d) Dilaserasi
Dens in dente berupa suatu lipatan atau invaginasi pada permukaan gigi yang
mengarah ke pulpa, yang berawal sebelum kalsifikasi gigi dan saat kalsifikasi berakhir
defek tersebut akan terlihat sebagai “gigi di dalam gigi”. Kondisi ini pada umumnya
terjadi pada satu gigi dan lebih sering terjadi di gigi insisivus lateral maksila. 12
Dasar dari lipatan/invaginasi ini merupakan lapisan email dan dentin yang tipis dan
pada umumnya rusak, sehingga menjadikan gigi dengan kondisi ini sangat rentan
terhadap karies. Sebagai akibatnya, Sebagian besar gigi dengan dens in dente sering
mengalami pulpitis, nekrosis pulpa, kista periapical, ataupun abses periapikal.
Berbeda dengan kondisi di atas, dens evaginatus berupa proyeksi keluar pada
mahkota gigi membentuk tonjolan “globe shape” atau “nipple shape”. Bagian yang
menonjol sering terlihat sebagai tonjol (cusp) tambahan atau tuberkel. Dens evaginatus
terutama terjadi di premolar dan kemungkinan berkembang akibat proliferasi epitel
email dan mesenkim odontogenic yang belebihan. Kondisi ini biasanya terjadi selama
perkembangan gigi tahap awal.
f) Taurodontisme
a) Makrodonsia
Makrodonsia adalah suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih besar dari
normal, hampir 80% lebih besar (bisa mencapai 7,7 - 9,2 mm). Keadaan ini jarang
dijumpai dibandingkan mikrodonsia, dan sering terjadi pada gigi insisivus sentral atas.
Makrodonsia dapat disebabkan oleh kondisi gigantisme pituitary, gigi yang fusi, facial
hemihypertrophy, hingga idiopatik.12
b) Mikrodonsia
Mikrodonsia adalah suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih kecil dari
normal. Bentuk mahkotanya seperti konus atau peg shaped. Jika kelainan ini terjadi
pada semua gigi, disebut mikrodonsia menyeluruh (generalized). Mikrodonsia sering
diduga sebagai gigi berlebih dan sering dijumpai pada gigi insisivus lateral atas atau
molar ke-tiga. Penyebab kondisi ini terutama faktor genetik, namun beberpa penyakit
dan kondisi dapat mempengaruhi, seperti dens-invaginatus, celah bibir dan palatum,
terapi radiasi selama kehamilan, sifilis kongenital, hipopituitarisme, maupun
idiopatik.12
Ukuran gigi yang kecil pada mikrodonsia dapat menimbulkan diastema. Perawatan
untuk menutup diastema pada gigi insisivus lateral dapat ditambal dengan resin
komposit sehingga kembali seperti ukuran normal atau dibuatkan mahkota jaket (jacket
crown) bila akarnya sudah tertutup sempurna. Sedangkan pada molar ke-tiga umumnya
tidak dilakukan perawatan.12
1) Amelogenesis Imperfecta
Amelogenesis imperfekta adalah kelainan pembentukan enamel herediter yang hanya
melibatkan enamel (komponen ektodermal), sedangkan komponen mesodermal gigi
(dentin, sementum, pulpa) tetap nomal.
Gambaran klinisnya enamel terlihat putih seperti kapur tetapi terkadang dapat
berwarna kuning atau coklat gelap. Gigi-gigi ini sensitif dan rapuh, serta titik kontaknya
terbuka (karena tidak terbentuk atau kerusakan enamel). Pada beberapa kasus, gigi
kehilangan enamel seluruhnya sehingga menyebabkan abrasi dentin yang parah, dan
konsistensi enamel seperti keju yang dapat dengan mudah dihilangkan dengan
eksplorer.12
Ada 4 bentuk dasar, yaitu:
• Tipe I (Hipoplastik): Terjadi akibat kerusakan pada pembentukan matriks
enamel.
• Tipe II (Hipomaturasi): Terjadi akibat adanya gangguan pada perkembangan
atau pematangan enamel.
• Tipe III (Hipokalsifikasi): Terjadi akibat kerusakan pada mineralisasi deposit
matriks enamel.
• Tipe IV (Hipomaturasi hipoplastik)
2) Hipoplasia Enamel
Hipoplasia enamel atau sering juga disebut enamel hipoplasia adalah suatu gangguan
pada enamel yang ditandai dengan tidak lengkap atau tidak sempurnanya pembentukan
enamel. Hal ini terjadi akibat trauma atau infeksi yang merusak sel ameloblast pada
saat odontogenesis, radiasi, maupun idiopatik. Jika ganggun terjadi pada gigi permanen,
disebut hypoplasia enamel fokal, sedangkan jika terjadi akibat gangguan sistemik
(hipokalemia, defisiensi vitamin, sifilis kongenital, kelebihan fluor) ataupun
lingkungan pada masa anak-anak, dapat terjadi hypoplasia enamel menyeluruh.12
Gambaran klinis hipoplasia enamel:
• Terdapatnya groove, pit dan fisur yang kecil pada permukaan enamel
• Pada keadaan yang lebih parah dijumpai adanya guratan guratan pit yang dalam,
tersusun secara horizontal pada permukaan gigi.
b) Kelainan pada Dentin
1) Dentinogenesis Imperfecta
Dentinogenesis imperfekta adalah kelainan herediter pada pembentukan dentin,
dengan ciri pembentukan dentin defektif yang berlebihan, sehingga mengakibatkan
tertutupnya ruang pulpa dan saluran akar gigi.
Displasia dentin yaitu kelainan pada dentin yang berupa pembentukan dentin defektif
dan morfologi pulpa yang abnormal sehigga akar terlihat pendek, namun enamel tetap
normal. Kelainan ini bersifat herediter yang diturunkan secara autosomal dominan dan
dikenal juga dengan sebutan “rootless teeth”. Ada 2 tipe kelainan: 1. Tipe I atau
displasia dentin radikular, 2. Tipe II atau displasia dentin koronal.12
F. Perbedaan Anatomi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
1. Anak-Anak
Gingiva pada anak-anak, kontak area lebih rendah, datar dan lebar. Papila lebih
pendek dan bundar. Jarak interdental terjadi umumnya pada gigi desidui, sehingga
membentuk area sadel gingiva dan lebih resisten terhadap inisiasi penyakit
periodontal dibanding area COL yang terbentuk dengan kontak proksimal gigi.
Gingiva cekat kadang tampak berpigmentasi dan gingiva cekat pada anak-anak
tidak lebar.13
2. Dewasa
Pada orang dewasa, gingiva normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi
sampai pada tingkat koronal dari CEJ. Stippling pada gingiva bervariasi dengan
usia. Tidak ada ketika bayi, muncul pada beberapa anak sekitar usia 5 tahun,
meningkat sampai dewasa. Marginal gingiva biasanya memiliki lebar sekitar 1
mm, dimensi apicocoronal dan mesiodistal bervariasi antara 0,06 dan 0,96 mm.
Lebar attached gingiva pada aspek facial berbeda di berbagai area. Umumnya
terbesar di daerah insisivus (yaitu, 3,5-4,5 mm pada rahang atas, 3,3-3,9 mm pada
mandibula) dan lebih sempit di segmen posterior (yaitu, 1,9 mm pada gigi
premolar pertama rahang atas dan 1,8 mm pada premolar pertama rahang bawah)
Pada interdental septum, jarak antara puncak tulang alveolar dan CEJ pada
dewasa muda bervariasi antara 0,75 dan 1,49 mm (rata-rata 1,08 mm). Jarak ini
meningkat seiring bertambahnya usia menjadi rata-rata 2,81 mm. Namun, hal ini
mungkin tidak sebanyak pada penyakit periodontal. 14
Ligamen periodontal pada gigi orang dewasa berukuran 0,18 – 0,2 mm.
Ketebalan sementum pada setengah koronal akar bervariasi dari 16 hingga 60 µm,
yaitu kira-kira setebal sehelai rambut. Sementum mencapai ketebalan terbesarnya
(≤150 hingga 200 µm) di sepertiga apikal dan di daerah furkasi. Ini lebih tebal di
permukaan distal daripada di permukaan mesial, karena stimulasi fungsional dari
pergeseran mesial dari waktu ke waktu. Antara usia 11 dan 70 tahun, ketebalan
rata-rata sementum meningkat tiga kali lipat, dengan peningkatan terbesar terlihat
di daerah apikal. Ketebalan rata-rata 95 µm pada usia 20 tahun. 14
3. Orang Tua
Gingiva pada orang tua, terlihat jaringan ikat pada gingiva lebih padat dan kasar.
Jaringan kolagen pada gingiva juga mengalami penurunan baik secara kuantitas
ataupun kualitas.14
G. Perbedaan Histologi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
1. Anak-Anak
2. Dewasa
Seiring bertambahnya usia menyebabkan lapisan epitel dan keratin pada gingiva
berkurang/ menipis. Retepeg mengalami flattening dibandingkan dengan usia muda.
Ligamen periodontal terdapat distrik fibroblas yang berbeda secara fenotipik dan
fungsional pada ligamen periodontal dewasa. Mereka tampak identik pada tingkat
mikroskopis cahaya dan elektron, tetapi mungkin memiliki fungsi yang berbeda, seperti
sekresi berbagai jenis kolagen dan produksi kolagenase. Meskipun jaringan tulang
alveolar secara konstan mengubah organisasi internalnya, namun mempertahankan
bentuk yang kira-kira sama dari masa kanak-kanak hingga kehidupan dewasa. Deposisi
tulang oleh osteoblas diimbangi dengan resorpsi oleh osteoklas selama remodeling dan
pembaruan jaringan. Telah diketahui dengan baik bahwa jumlah osteoblas menurun
dengan bertambahnya usia; namun, tidak ada perubahan banyak pada jumlah
osteoklas.14
3. Orang Tua
Seiring bertambahnya usia menyebabkan lapisan epitel dan keratin pada gingiva
berkurang/ menipis. Retepeg mengalami flattening dibandingkan dengan usia muda.
Ligamen periodontal terdapat distrik fibroblas yang berbeda secara fenotipik dan
fungsional pada ligamen periodontal dewasa. Mereka tampak identik pada tingkat
mikroskopis cahaya dan elektron, tetapi mungkin memiliki fungsi yang berbeda, seperti
sekresi berbagai jenis kolagen dan produksi kolagenase. Meskipun jaringan tulang
alveolar secara konstan mengubah organisasi internalnya, namun mempertahankan
bentuk yang kira-kira sama dari masa kanak-kanak hingga kehidupan dewasa. Deposisi
tulang oleh osteoblas diimbangi dengan resorpsi oleh osteoklas selama remodeling dan
pembaruan jaringan. Telah diketahui dengan baik bahwa jumlah osteoblas menurun
dengan bertambahnya usia; namun, tidak ada perubahan banyak pada jumlah
osteoklas.14
H. Perbedaan Komposisi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
1. Anak-Anak
Komposisi ligamen periodontal pada anak-anak lebih lebar dan serat fibernya
lebih tidak padat dan tidak sebanyak di orang dewasa. Tingkat hidrasinya lebih tinggi
dengan suplai darah dan limfatik yang lebih banyak daripada dewasa. Pada saat erupsi,
principal fiber parallel dengan panjang aksis gigi. Aransemen bundel akan terbentuk
setelah gigi bertemu dengan antagonisnya. 14
Tulang alveolar pada anak-anak lamina duranya lebih tipis, lebih sedikit
trabecular dan lebih banyak rongga sumsum. Belum terlalu terkalsifikasi, banyak suplai
pembuluh darah dan limfatik dan crestal interdental yang lebih datar.
2. Dewasa
Epitel junctional gingiva terdiri dari collar-like band dari epitel skuamosa
nonkeratin berlapis, dengan 3 sampai 4 lapisan tebal pada early life, tetapi jumlah itu
meningkat seiring bertambahnya usia menjadi 10 atau bahkan 20 lapisan. Panjang epitel
junctional berkisar antara 0,25 hingga 1,35 mm
2. Dewasa
Regenerasi jaringan periodontal yang terlibat dalam konsep tissue engineering
memiliki tiga komponen utama yaitu sinyal molekul yang sesuai, regenerasi sel dan
scaffold. Sinyal molekul (salah satunya berupa faktor pertumbuhan/growth factor)
berperan untuk memodulasi aktivitas seluler serta merangsang sel-sel untuk
berdiferensiasi dan memproduksi matrik untuk perkembangan jaringan. Vaskularisasi
jaringan yang baru membentuk sinyal angiogenik sebagai pensuplai nutrisi untuk
pertumbuhan jaringan serta mempertahankan keadaan homeostasis dalam jaringan.
Scaffold atau membran yang merupakan biomaterial atau matriks berperan sebagai
kerangka untuk membentuk struktur guna memfasilitasi proses regenerasi jaringan.
Regenerasi sel atau stem sel, yang merupakan precursor sel. Komplikasi utama dan
faktor yang membatasi regenerasi jaringan periodontal adalah mikroba patogen yang
melekat pada permukaan gigi dan mengkontaminasi jejas periodontal. Kontrol infeksi
harus dilakukan agar proses regenerasi optimal.14
J. Perbedaan Reparasi Jaringan Rongga Mulut Anak-Anak, Dewasa dan Orang Tua
Gingiva (jaringan ikat): Karena tingkat turnover yang tinggi, jaringan ikat
gingiva memiliki kemampuan penyembuhan dan regeneratif yang sangat baik. Namun,
kapasitas reparatif jaringan ikat gingiva tidak sebesar ligamen periodontal atau jaringan
epitel. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rekonstruksi yang cepat dari fibrous
architecture jaringan.14
1. Newman MG., Takei HH., Carranza FA. 2019. Carranza’s Clinical Periodontology.
13th Ed. Philadelphia: WB. Saunders Co.
2. Vedi PF., Vernino AR., Gray JL., 2012. Silabus Periodonti. Ed 4. The Periodontics
Syllabus. Editor Lilian Juwono. Jakarta: EGC.
3. Ekström Jorgen, dkk. 2012. Saliva and the Control of its Secretion. Dysphagia,
Medical Radiology. Springer. Berlin
4. Tanakchi S, Aly Fatima Z. 2015. Salivary Glands Anatomy and Histology. Diakses
pada 5 September 2021.
https://www.pathologyoutlines.com/topic/salivaryglandsnormalhistology.
5. Ono K, dkk. 2006. Relationship of the Unstimulated Whole Saliva Flow Rate and
Salivary Gland Size Estimated by Magnetic Resonance Image in Healthy Young
Humans. Archives of Oral Biology.
6. Holsinger, F. C., & Bui, D. T. 2007. Anatomy, Function and Evaluation of the
Salivary Glands. Salivary Gland Disorders (pp. 1-16). Springer. Berlin
7. Garrant, PR. 2003. Oral Cells and Tissue. 1st Ed. New York. Quintessence Books.
8. Soejoto, Soetedjo, Faradz SMH, Witjahyo RB, Susilaningsih N, Purwati RD, et al.
Lecture Notes Histologi II. Semarang: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2010. 25-30.
10. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark A. Textbook of General and Oral Surgery.
Churchill Livingstone. Edinburgh. 2003, hal. 247-9.
13. Purkait SK. Essentials of Oral Pathology. 3rd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. 2011
14. Primasari A. Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut. Medan: USU Press.
2018