Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 1860, Rokitansky menemukan adanya glandula endometrial


dalam myometrium yang disebut dengan cystosarcoma adenoids uterinum. Di
tahun 1896 Von Recklinghausen menjelaskan temuan yang sama dan disebut
dengan adenomyomata dan cystadenomata of the uterus and tubal wall. Istilah
adenomyosis uteri pertama kali digunakan oleh Frankl pada tahun 1925 1,2,3

Adenomiosis merupakan tumor jinak ginekologi yang ditandai dengan


adanya invasi kelenjar endometrial ektopik pada miometrium yang berhubungan
dengan terjadinya hyperplasia jaringan otot polos.3,4,5,6

Adenomiosis dapat mengenai rahim secara difus atau mungkin terjadi


sebagai lesi fokal (adenomioma). Pada wanita yang lebih muda dari 36 tahun,
terdapat hubungan yang kuat antara adenomiosis dan endometriosis panggul,
dengan adenomiosis dilaporkan pada sekitar 90% dari pasien endometriosis.
Adenomiosis dapat berhubungan dengan infertilitas, karena berkaitan dengan
kontraktilitas uterus.5,7,8,9

Pemahamam mengenai adenomiosis terhambat oleh kurangnya


kesepakatan mengenai terminologi atau consensus atau klasifikasi mengenai lesi
tersebut. Observasi mengenai ketidakteraturan antara permukaan endometrium
dan miometrium merupakan hal yang umum dan beberapa kelenjar basal yang
dapat terlihat pada permukaan miometrium menimbulkan pertanyaan mengenai
batasan adenomiosis. Kesulitan untuk mengidentifikasi gambaran klinis khas yang
berhubungan dengan adenomiosis mengarahkan bahwa adenomiosis dapat
dipertimbangkan sebagai variasi fisiologis.4

1
Gambaran karakteristik utama pada histerosalfingografi (HSG) berupa
daerah yang sakit dengan kontras intravasasi, meluas dari cavum uteri ke dalam
miometrium. HSG memiliki sensitivitas yang rendah

Adapun tujuan dari referat ini adalah untuk membahas gambaran


adenomyosis dengan menggunakan histerosalfingografi sehingga dapat membantu
klinisi dalam penegakan diagnosis dan penentuan tindakan selanjutnya pada
pasien dengan adenomyosis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Adenomiosis adalah penyakit jinak uterus yang dicirikan dengan adanya
kelenjar dan stroma endometrium ektopik dalam myometrium. Hal ini terjadi
akibat rusaknya batas antara stratum basalis endometrium dengan miometrium
sehingga kelenjar endometrium dapat menembus miometrium. Selanjutnya,
terbentuklah kelenjar intramiometrium ektopik yang dapat menyebabkan
hipertrofi & hiperplasia miometrium (difus atau lokal). 1,2,3,9
B. ANATOMI

Uterus merupakan organ berongga dimana myometrium melekat erat


dengan lapisan interna tipis dari endometrium. Secara anatomi uterus berada di
antara vesica urinaria (bagian anterior) dan colon rectosigmoid (bagian
posterior). Uterus merupakan organ berbentuk seperti buah pear dengan ukuran
panjang 8 cm dan lebar 5cm. Uterus terbagi menjadi dua bagian utama yaitu
corpus dan cervix. Bagian superior uterus disebut fundus, dan jalan masuk
antara tuba fallopi menuju uterus disebut cornu. 10,11,12,13

Dinding uterus tersusun dari tiga lapisan yaitu perimetrium di bagian


terluar , kemudian myometrium dan cavum uteri bagian terdalam yang dilapisi
oleh kelenjar epitel endometrium dengan stroma penyokongnya. Myometrium
normal terdiri dari tiga lapisan. Lapisan paling dalam adalah paling tipis, relatif
hipovaskular dan hypoechoic dibandingkan echogenic endometrium
didekatnya. Hal ini sering disebut subendometrial halo. Lapisan berikutnya
adalah lapisan intermediate, merupakan lapisan paling tebal, dan menampilkan

3
echostruktur yang homogen dari uterus normal. Lapisan paling luar juga tipis,
dan sedikit kurang echogenic. 11,14,15

Lima pasang ligamentum menyelubungi dan mengikat uterus, yaitu


ligamentum kardinale (teres uteri), ligamentum latum (broad ligament),
ligamentum rotundum (round ligament), ligamentum sakrouterinum, dan
ligamentum vesicouterinum. Pada bagian anterior dari pangkal tuba fallopi
terdapat ligamentum rotundum, tepat di bawah ligamentum ovarii propium,
yang meluas ke anterolateral menuju canalis inguinalis dan masuk kedalam
fascia labia mayora.11,16,17

Uterus memiliki pemasok aliran darah ganda yaitu arteri uterina yang
berasal dari arteri illiaca interna dan pemasok aliran darah minor dari arteri
ovarii. Uterus mendapat pasokan arteri utama dari arteri uterina, cabang dari
divisi anterior a. Illiaca interna. Origin dari a. uterina berjalan di sebelah
medial dari levator ani ke titik sekitar 2 cm di atas cervix. A. Uterina berjalan
sepanjang margin uterus pada ligamentum mayora dan naik menuju ke cornua
lalu ke lateral menuju hillum ovarii dan bergabung dengan a. Ovarii. Cabang-
cabang dari a. uterina utama dan yang penetrasi ke myometrium membentuk
spoke wheel configuration dari pembuluh darah arcuata.11,18,19

Pembuluh darah arcuata memisahkan lapisan paling luar dari lapisan


intermediate. Arteri arcuata bercabang menjadi arteri radialis dan masuk ke
lapisan intermediate hingga mencapai lapisan paling dalam. Pembuluh darah
arcuata (khususnya vena), dapat tampak prominent dan menyerupai bentukan
kista. 11

Secara fisiologis uterus paling sering anteroversi atau anteroflexi, namun


dapat pula retroflexi ataupun retroversi. Cervix uterus terfiksasi di tengah
namun corpus uteri dapat mobile, dan berubah dengan variasi distensi rectum
maupun VU. Flexi diartikan hubungan antara corpus uteri dengan cervix
(biasanya pada sudut 270 derajat), dan versi diartikan hubungan antara cervix
dengan vagina.11

4
C. EPIDEMIOLOGI

Adenomiosis paling banyak mengenai wanita usia antara 35 dan 50 tahun.


Secara umum, wanita yang terkena adalah multipara, dan sekitar 5 hingga
70% dapat menyerang pada wanita dengan riwayat prosedur bedah rahim
(misalnya operasi Caesar, dilatasi dan kuretase). 12,13,20

D. ETIOLOGI

Etiologi adenomiosis belum diketahui. Namun, beberapa faktor mungkin


menjadi penyebab, di antaranya pertumbuhan jaringan invasive, kelainan
perkembangan rahim, peradangan rahim karena melahirkan dan adanya
sel punca sumsum tulang.

E. PATOGENESIS

Adenomiosis berkembang dari pertumbuhan ke bawah dan invaginasi dari


stratum basalis endometrium ke dalam miometrium sehingga bisa dilihat
adanya hubungan langsung antara stratum basalis endometrium dengan
adenomiosis di dalam miometrium. Di daerah ekstra-uteri misalnya pada plica
rectovagina, adenomiosis dapat berkembang de novo secara embriologis dari
sisa ductus Muller.1,5

Namun ada teori yang menyebutkan karena kerusakan dari membrane


basal dan atau adanya defek di permukaan membrane endometrial-myometrial
yang memungkinkan jaringan endometrium tumbuh menjadi miometrium. 7

Mekanisme terjadinya invasi endometrium ke dalam miometrium pada


manusia masih dipelajari lebih lanjut. Perubahan proliferasi seperti aktivitas
mitosis menyebabkan peningkatan secara signifikan dari sintesis DNA &
ciliogenesis di lapisan fungsional endometrium daripada di lapisan basalis.
Lapisan fungsional sebagai tempat implantasi blastocyst, sedangkan lapisan

5
basalis sebagai sumber produksi untuk regenerasi endometrium akibat
degenerasi dari lapisan fungsional saat menstruasi. Pada saat proses
regenerasi, sel-sel epitel dari kelenjar basalis berhubungan langsung dengan
sel-sel stroma endometrium yang membentuk sistem
mikrofilamentosa/trabekula intraselular dan gambaran sitoplasma
pseudopodia. Beberapa perubahan morfologi pada epitel kelenjar
endometrium adenomiosis tidak dapat digambarkan. Namun dalam studi
invitro menunjukkan sel-sel endometrium memiliki potensial invasif dimana
potensial invasif ini bisa memfasilitasi perluasan lapisan basalis endometrium
ke dalam miometrium. 12,21,22

Dalam studi yang menggunakan hibridisasi & imunohistokimia insitu


menunjukkan kelenjar-kelenjar endometrium pada adenomiosis lebih
mengekspresikan reseptor mRNA hCG/LH secara selektif. Pada endometrium
yang normal, kelenjar-kelenjar ini tidak dapat mengekspresikan reseptor
hCG/LH. Hal ini mungkin meskipun belum terbukti bahwa peningkatan
ekspresi reseptor epitel endometrium berkaitan dengan kemampuan untuk
menembus miometrium dan membentuk fokal adenomiosis. Menjadi menarik
dimana peningkatan ekspresi reseptor hCG/LH ditemukan pada Carsinoma
endometrii dibandingkan kelenjar endometrium yang normal seperti halnya
yang ditemukan pada trofoblas invasif dibandingkan yang non-invasif pada
Choriocarsinoma.1,5,12

Studi tentang reseptor steroid menggunakan Cytosol, menunjukkan hasil


yang tidak konsisten. Beberapa menunjukkan tidak ada ekspresi reseptor
progesteron pada 40% kasus adenomiosis, sedangkan yang lain menunjukkan
ekspresi reseptor progesterone yang lebih tinggi dibandingkan estrogen.
Dengan menggunakan tehnik pelacak imunohistokimia, ditemukan
konsentrasi yang tinggi baik reseptor estrogen dan progesteron pada lapisan
basalis endometrium maupun adenomiosis.

6
Reseptor estrogen merupakan syarat untuk pertumbuhan endometrium
yang menggunakan mediator estrogen. Meskipun masih belum jelas
evidensnya, hiperestrogenemia memiliki peranan dalam proses invaginasi
semenjak ditemukan banyaknya hiperplasia endometrium pada wanita dengan
adenomiosis. Konsentrasi estrogen yang tinggi diperlukan dalam
perkembangan adenomiosis sebagaimana halnya endometriosis. Hal ini
didukung bahwa penekanan terhadap lingkungan estrogen dengan pemberian
Danazol menyebabkan involusi dari endometrium ektopik yang dikaitkan
dengan gejala menoragia & dismenorea.12,23

Pada penyakit uterus yang estrogen-dependent seperti Carsinoma


endometrii, endometriosis, adenomiosis & leiomioma, tidak hanya terdapat
reseptor Estrogen, namun juga aromatase, enzim yang mengkatalisasi konversi
androgen menjadi estrogen. Prekursor utama androgen, Andronostenedione,
dikonversi oleh aromatase menjadi Estrone. Sumber estrogen yang lain yaitu
Estrogen-3-Sulfat yang dikonversi oleh enzim Estrogen sulfatase menjadi
Estrone, yang hanya terdapat dalam jaringan adenomiosis. Nantinya Estrone
akan dikonversi lagi menjadi 17β-estradiol yang meningkatkan tingkat
aktivitas estrogen. Bersama dengan Estrogen dalam sirkulasi, akan
menstimulasi pertumbuhan jaringan yang menggunakan mediator estrogen. 12

F. KLASIFIKASI
Adenomyosis dapat dibedakan menjadi diffuse adenomyosis, focal
adenomysis dan cystic adenomyosis.13,24

G. MANIFESTASI KLINIS
Tidak ada gejala yang patognomonis untuk adenomiosis sehingga
menyebabkan rendahnya tingkat akurasi diagnosis preoperative. Dalam
sebuah studi dimana telah ditegakkan diagnosis patologis adenomiosis yang
dibuat dari specimen histerektomi, 35% penderitanya tidak memiliki gejala
yang khas. Gejala adenomiosis yang umum yaitu menorragia, dismenorea dan
pembesaran uterus. Gejala seperti ini juga umum terjadi pada kelainan

7
ginekologis yang lain. Gejala lain yang jarang terjadi yaitu dispareunia dan
nyeri pelvis yang kronis atau terus menerus.2,17,25

H. DIAGNOSIS

Adanya riwayat menorragia & dismenorea pada wanita multipara dengan


pembesaran uterus yang difus seperti hamil dengan usia kehamilan 12 minggu
dapat dicurigai sebagai adenomiosis. Dalam kenyataannya, diagnosis klinis
adenomiosis seringkali tidak ditegakkan (75%) atau overdiagnosis (35%).
Sehingga adanya kecurigaan klinis akan adenomiosis dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan pencitraan berupa HSG, USG transvaginal dan MRI.

Diagnosis adenomiosis secara klinis sulit dan seringkali tidak akurat. Hal
ini disebabkan gejala adenomiosis yang tidak khas, dimana gejala tersebut
juga ditemukan pada fibroid uterus, perdarahan uterus disfungsional (PUD)
maupun endometriosis. Dulu, diagnosis adenomiosis hanya dapat ditegakkan
secara histologis setelah dilakukan histerektomi. Dengan kemajuan dalam
tehnik pencitraan, diagnosis prehisterektomi bisa ditegakkan dengan tingkat
akurasi yang tinggi.

Pencitraan mempunyai 3 peran utama dalam mengelola pasien yang


dicurigai adenomiosis secara klinis. Pertama, untuk menegakkan diagnosis
dan diagnosis diferensial adenomiosis dari keadaan lain yang mirip seperti
leiomioma. Kedua, beratnya penyakit dapat disesuaikan dengan gejala
klinisnya. Ketiga, pencitraan dapat digunakan untuk monitoring penyakit pada
pasien dengan pengobatan konservatif. Beberapa pencitraan yang digunakan
pada pasien yang dicurigai adenomiosis yaitu Histerosalpingografi (HSG),
USG transabdominal, USG transvaginal dan MRI.

I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari adenomiosis adalah leiomyoma. Leiomyoma
merupakan tumor jinak di uterus yang paling sering dan merupakan penyebab
pembesaran uterus paling banyak pada wanita tidak hamil. Leiomioma dapat

8
ditemukan di submukosa, intramural, maupun subserosal. Lesi tersebut
seringkali multiple namun bisa juga ditemukan tunggal. Infertilitas dapat
terjadi bila leiomioma berjumlah banyak atau berada di submukosa atau
intracavitary yang dapat mengganggu transfer embrio dan implantasi. Pada
pemeriksaan HSG dapat ditemukan adanya filling defect yang berbatas tegas,
dan memiliki berbagai penampilan tergantung pada ukuran dan lokasi
tumor.15,16,26

J. PENATALAKSANAAN4
1. MEDIKAMENTOSA
a. Pil Kontrasepsi Oral dan Progestin
Walaupun belum adanya penelitian randomized controlled
trial (RCT) terhadap penggunaan pil kontrasepsinoral secara
kontinyu pada pasien adenomiosis, pasien dengan keluhan
dismenorea dan menoragia, namun terapi ini dapat menyebabkan
berkurangnya gejala.
Penggunaan progestin dosis tinggi secara kontinyu
misalnya penggunaan norethindrone acetate atau depot
medroxyprogesterone subkutan belum diteliti sebagai terapi
adenomiosis, namun mereka berperan sebagai agen hormonal
supresif yang dapat menyebabkan regresi adenomosis sementara
b. Levonogestrel Intrauterine Device
Levonogestrel intrauterine system (LNG-IUS) melepaskan
20 µg levonogestrel perhari, dosis tersebut efektif untuk terapi
adenomiosis. Levonogestrel intrauterine system menyebabkan
desidualisasi endometrium untuk mengurangi perdarahan dan
diduga bekerja langsung pada deposit adenomiotik dengan cara
melakukan down regulation reseptor estrogen. Hal ini yang akan
memperkecil ukuran focus, memperbaiki kontraktilitas uterus
untuk mengurangi perdarahan dan mengurangi dismenorea dengan
cara mengurangi produksi prostaglandin dalam endometrium.

9
c. Danazol
Danazol adalah turunan 19-nortestosterone androgen yang
memiliki efek seperti progestin yang menyebabkan inhibisi
langsung enzim ovarium yang berperan terhadap produksi estrogen
dan sekresi gonadotropin hipofisis. Penggunaan preparat ini pada
adenomiosis terbatas karena efek samping yang ditimbulkan
seperti kenaikan berat badan, kram otot, berkurangnya ukuran
payudara, timbulnya jerawat, hirsutisme, kulit berminyak,
penurunan tingkat lipoprotein densitas tinggi, peningkatan
konsentrasi enzim hati, hot flashes, perubahan mood, depresi dan
perubahan suara. Setelah terapi sistemik dengan danazol terjadi
penurunan reseptor estrogen yang menyebabkan ukuran uterus
mengecil dan membaiknya gejal.
d. GnRH agonist
GnRH agonist berikatan dengan reseptor GnRh di hipofisis
yang akan meyebabkan downregulation aktivitas Gn RH. Cara
pemberian terapi ini adalah injeksi secara subkutan atau
intramuscular. Terapi ini diberikan terbatas dalam 3-6 bulan karena
efek samping yang ditimbulkan, misalnya hot flushes dengan
penurunan densitas tulang.Beberapa penelitian yang menggunakan
preparat ini menunjukkan hasil adanya reduksi ukuran uterus,
induksi amenorea dan menghilangnya nyeri pelvis selama terapi 3-
6 bulan.
e. Aromatase Inhibitor
Ekspresi aromatase cytochrome P-450 telah diteliti pada
implant endometriosis. Enzim ini mengubah androgen menjadi
estrogen. Pada beberapa laporan kasus dan randomized trial terapi
ini berhasil untuk mengobati endometriosis derajat berat. Namun
belum ada penelitian mengenai peran aromatase inhibitor sebagai
pilihan pengobatan adenomiosis
2. PEMBEDAHAN

10
a. Histerektomi
Histerektomi telah lama menjadi alat diagnostik utama
sekaligus pilihan terapi yang efektif untuk adenomiosis.
Prosedurnya dapat dilakukan per abdominal, per vaginam dan
laparaskopi tergantung pada ukuran uterus, ada atau tidaknya
patologi pelvis serta pengalaman operator.
b. Ablasi dan Eksisi Menggunakan Histeroskopi
Histeroskopi operatif dapat digunakan untuk mereseksi
polip adenomatous. Ablasi endometrial dapat digunakan dengan
menggunakan teknik rollerball resection atau global ablation. Pada
pasien dengan adenomiosis superficial dengan penetrasi kurang
dari 2 mm dilakukan prosedur ablasi dengan hasil yang baik
c. Laparascopic Electrocoagulation
Prosedur laparaskopi dengan menggunakan jarum
monopolar ke dalam miometrium yang terlibat, kira-kira dengan
interval 1-2cm tergantung pada luasnya adenomiosis. Koagulasi
dilakukan menggunakan arus 50W ke kedalaman 3-25mm
sehingga menyebabkan nekrosis dan penyusutan miometrium.
d. Pembedahan Eksisi
Adenomiomektomi adalah eksis surgical jaringan
miometrium yang terkena adenomiosis pada pasien yang ingin
mempertahankan uterusnya. Pembedahan sitoreduktif ini dapat
dilakukan melalui insisi mini laparatomi atau dengan laparaskopi
tergantung pada luasnya dan lokasi adenomiosis. Adenomioma
yang terlokalisir lebih memungkinkan dilakukan eksisi secara
laparoskopi karena bentuknya menyerupai mioma.

11
BAB III

PEMBAHASAN

Histerosalpingografi (HSG) sekarang ini telah menjadi pemeriksaan yang


umum dilakukan akibat dari makin berkembangnya kedokteran reproduksi. HSG
berperan penting dalam evaluasi kelainan yang berhubungan dengan uterus dan
tuba fallopii. Kelainan uterus yang dapat terdeteksi oleh HSG yaitu anomali
kongenital, polip, leiomioma, kelainan pasca pembedahan, sinekia dan
adenomiosis. Kelainan tuba yang dapat terdeteksi dengan HSG yaitu oklusi tuba,
SIN, polip, hidrosalpingx dan adhesi peritubal. Beberapa komplikasi dapat terjadi
akibat HSG terutama perdarahan dan infeksi sehingga penting untuk waspada
terhadap kemungkinan komplikasi HSG. Namun demikian HSG tetap merupakan
pemeriksaan yang berharga untuk mengevaluasi uterus dan tuba fallopii. Dokter
spesialis radiologi seharusnya menguasai teknik HSG dan interpretasi citra
HSG.18,19,20,27

HSG paling baik dilakukan sesudah menstruasi tetapi sebelum ovulasi


biasanya antara hari ketujuh dan empatbelas dari siklus menstruasi (fase
proliferasi di mana endometrium masih tipis). HSG tidak boleh dilakukan pada
pasien hamil ataupun dengan infeksi pelvis aktif. Pasien pada posisi lithotomi di
meja sinar X. Spekulum dan cahaya terang digunakan untuk memperlihatkan
ostium cervix uteri yang kemudian diusap dengan larutan betadin. Kanula
(misalnya kanula Leech-Wilkinson, Rubens atau Jarcho) atau kateter (kateter
HSG atau Foley) dipilih dan dipasang pada ostium uteri eksterna. Bahan kontras
diinjeksikan perlahan dengan tekanan lembut di bawah kontrol fluoroskopi
dengan volume yang cukup untuk mengisi tetapi tidak terlalu mendistensi cavum
uteri. Hal ini untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang dialami pasien. Spill

12
intraperitoneal biasanya tampak jika tuba fallopii paten. Foto posisi supine
proyeksi anteroposterior dan oblik untuk memperoleh gambaran cavum uteri.19,20,28

Komplikasi akibat pemeriksaan HSG antara lain: nyeri, perdarahan,


infeksi, reaksi terhadap bahan kontras serta perforasi. Pengembangan balon dalam
canalis endocervix, distensi usus akibat pengisian bahan kontras, teknik yang
kasar dan penggunaan tenakulum dapat menambah rasa nyeri. Perdarahan
biasanya ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam terutama jika balon kateter
mengiritasi canalis endocervix. Infeksi dapat dicegah dengan penggunaan
instrumen steril. Reaksi terhadap bahan kontras jarang terjadi dengan penggunaan
bahan kontras non-ionik osmolaritas rendah dan larut air.18,19,20,29

Irregularitas dari kontur uterus yang ditemukan pada pemeriksaan


hysterosalpingography mungkin karena berbagai sebab, yaitu adenomiosis,
leiomioma uterus, dan anomali duct mullerian. USG pelvis, MRI pelvis, atau
keduanya sering diperlukan untuk karakterisasi lebih lanjut dari kelainan kontur
yang sering ditemukan di HSG. (Tabel 1) 20

HSG merupakan modalitas yang pertama yang digunakan untuk


mendiagnosis adenomiosis. Pada awal tahun 1949, Goldberger et al melaporkan
karakteristik adenomiosis pada pemeriksaan HSG tampak adanya kontras
berbentuk linier atau saccular yang menonjol di luar kontur normal dari cavum
endometrium dengan panjang 1-4mm. Cavum endometrium dapat terlihat
membesar atau terdistorsi. Atau, akumulasi lokal dari bahan kontras dalam
miometrium kadang-kadang dapat memberikan gambaran honey comb
appearance.

Karena sensitivitas dan spesifitasnyarendah, HSG tidak lagi digunakan


dalam evaluasi pasien yang diduga adenomiosis. Namun, HSG tetap menjadi
bagian dari pemeriksaan rutin di berbagai klinik infertilitas.

Temuan pembesaran rahim, distorsi, atau efek massa pada rongga


endometrium pada pemeriksaan HSG sugestif untuk leiomioma. Pada HSG

13
leiomyoma dapat ditemukan filling defect yang besar maupun kecil, tunggal
maupun multiple dengan kontur yang halus maupun irregular.8,15,30

Adenomiosis dan leiomioma sering terjadi bersama-sama dan memiliki


manifestasi klinis yang hampir sama.

HSG merupakan teknik yang dapat diandalkan untuk diagnosis kelainan


intrauterin. Meskipun histeroskopi adalah standar emas dalam deteksi patologi
intrauterin pada pasien dengan infertilitas, HSG tetap penyelidikan yang paling
sensitif dalam evaluasi lumen uterus dan tuba falopii, terutama, pada pasien
dengan infertilitas baik itu primer maupun sekunder.

14
BAB IV

KESIMPULAN

Adenomiosis adalah penyakit jinak uterus yang dicirikan dengan adanya


kelenjar dan stroma endometrium ektopik dalam myometrium. Hal ini terjadi
akibat rusaknya batas antara stratum basalis endometrium dengan miometrium
sehingga kelenjar endometrium dapat menembus miometrium

HSG merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk


mendiagnosis adenomiosis. Karakteristik adenomiosis pada pemeriksaan HSG
tampak adanya kontras berbentuk linier atau saccular yang menonjol di luar
kontur normal dari cavum endometrium dengan panjang 1-4mm. Cavum
endometrium dapat terlihat membesar atau terdistorsi. Atau, akumulasi lokal dari
bahan kontras dalam miometrium kadang-kadang dapat memberikan gambaran
honey comb appearance.

HSG merupakan teknik yang dapat diandalkan untuk diagnosis kelainan


intrauterin. Meskipun histeroskopi adalah standar emas dalam deteksi patologi
intrauterin pada pasien dengan infertilitas

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Alex F. Patophysiology of Adenomyosis. Human Reproduction Update.


1998 ; 4(4): 312-22.
2. Caroline R, Faranak T, Lin W. Imaging features of adenomyosis. Human
Reproduction Update. 1998; 4(4); 337-349
3. Roland D, Thomas DH, Dirk T. Uterine adenomyosis in the infertility
clinic. Human Reproduction Update. 2003; 9 (2) :139-147.
4. Hanom HS. Penatalaksanaan medikamentosa dan pembedahan
adenomiosis terkini. Dalam : Tono D, Hartanto B, Wiryawan P. Step by
step penanganan kelainan endokrinologi reproduksi dan fertilitas dalam
praktik sehari-hari. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran; 2012.pp185-191.
5. Ruswana A, Diagnosis dan patofisiologi adenomiosis. Dalam : Tono D,
Hartanto B, Wiryawan P. Step by step penanganan kelainan endokrinologi
reproduksi dan fertilitas dalam praktik sehari-hari. Departemen Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran; 2012.pp165-
177.
6. Sebastiano C, Vincenzo C, Giuseppe B. Adenomyosis and infertility.
Reproductive BioMedicine Online. 2012; 24:35–46
7. Sheetal C, Anna SL, Fatih O, Diane B. Adenomyosis: Common and
Uncommon Manifestations on Sonography and Magnetic Resonance
Imaging American Institute of Ultrasound in Medicine. J Ultrasound Med.
2006; 25:617–627.
8. Jill AS, Courtney AW, Elizabeth L, Mary MH. Female Infertility: A
Systematic Approach to Radiologic Imaging and Diagnosis.
RadioGraphics. 2009;29:1353–1370.

16
9. Sachit KV, Anna SL, Oksana HB, Diane B, Manisha V, Donald GM.
Adenomyosis: Sonohysterography with MRI Correlation. AJR. 2009;
192:1112–6
10. Henry K, Maohamed R. Uterus. Available from
http://radiopaedia.org/articles/uterus
11. Ie-Ming S. Functional anatomy: Female Genital System. Available from :
http://pathology2.jhu.edu/shihlab/index.cfm
12. Jo K. Adenomyosis: the pathophysiology of an oestrogen-dependent
disease. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology.
2006;20(4):493-502.
13. Alexandra S, Frank G. Adenomyosis of the uterus. Available from
http://radiopaedia.org/articles/uterus
14. Mesbahi S, Pourisa M, Refahi S, Tabarraei Y, Dehghan MH.
Hysterosalphingographic abnormalities in infertile woman. Research
Journal of Biological Sciences. 2009;4(4):430-2.
15. Firoozeh A, Fatemeh Z, Maryam N, Ahmad V. Uterine Leiomyoma:
Hysterosalpingographic Appearances. Royan Institue International Journal
of Fertility and Sterility. 2008;1(4): 137-144.
16. Benagiano G, Brosens I. Adenomyosis and Endometriosis Have a
Common Origin. The Journal of Obstetrics and Gynecology of India.
2011;146-152.
17. Sahni BS. Adenomyosis. Available from www.homeopathyclinic.com
18. Adrian CS, Nikola F, Cornelia UR, Michael KH, Rahel AKH,
Hysterosalpingography in the workup of female infertility: indications,
technique and diagnostic findings. Insights Imaging. 2012; 3:475–483.
19. Mesbahi S, Pourissa M, Refahi S, Tabarraei Y. Hysterosalpingographic
Abnormalities Infertile Women. Res.J.Biol.Sci. 2009;4:430-2.
20. William LS, Laura GB, Jolinda M. Hysterosalpingography: A Reemerging
Study. RadioGraphics 2006;26:419 – 431

17
21. Berek, JS. Berek & Novak's Gynecology 14th Ed. 2007. Pennsylvania :
Lippincott Williams & Wilkins.
22. Benagiano G and Brosens I. History of adenomyosis (Abstract). Best Pract
Res Clin Obstet Gynaecol. 2006 Aug;20(4):449-63. Epub 2006 Mar 2.
23. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article
ID 786132.
24. Chopra S, Lev-Toaff AS, Ors F, Bergin D. Adenomyosis:Common and
Uncommon Manifestations on Sonography and Magnetic Resonance
Imaging, J Ultrasound Med 2006; 25:617–627.
25. DeCherney AH and Nathan L. Current Obstetric & Gynaecologic
Diagnosis & Treatment 9th Ed. 2003. New York : The McGraw-Hill
Companies, Inc.
26. Edmonds DK. Dewhurst’s Handbook of Obstetrics and Gynaecology 7 th
Ed. 2007. London : Blackwell Science, Ltd.
27. Ferenczy A. Pathophysiology of adenomyosis. Human Reproduction
Update 1998; 4: 312-322.
28. Parazzini F et al. Risk factors for adenomyosis. Human Reproduction
vol.12 no.6 pp.1275–1279, 1997.
29. Pernol ML. Benson and Pernol’s Handbook of Obstetrics and Gynecology
10th Ed. 2001. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
30. Reuter, K. Adenomyosis Imaging, Online (cited on December 21 st 2012).
www.medscape.com.
31. Roservear SK. Handbook of Gynecology Management. 2002. London :
Blackwell Science, Ltd.
32. Shrestha A,Shrestha R,Sedhai LB,Pandit U. Adenomyosis at
Hysterectomy: Prevalence, Patient Characteristics, Clinical Profile and
Histopatholgical Findings.Kathmandu Univ Med J 2012;37(1):53-6.

18
LAMPIRAN

Gambar 1. Anatomi uterus normal

( Sumber : http://www.netterimages.com )

19
Gambar 2. Perbandingan uterus normal dengan adenomyosis

( Sumber : http://www.alternativesurgery.com/education/endometriosis/ )

Gambar 3. Wanita 40 tahun dengan hasil pembedahan terbukti adenomiosis.


Hysterosalpingogram menunjukkan banyak divertikula besar menyerupai permen
lolipop (panah)

(Sumber : Sachit KV, Anna SL, Oksana HB, Diane B, Manisha V, Donald GM.
Adenomyosis: Sonohysterography with MRI Correlation. AJR. 2009;192:1112–6)

20
Gambar 4. Diffuse adenomyosis. Pemeriksaan radiologi menunjukkan
irregularitas kontur uterus disertai gambaran outpouching kecil-kecil, temuan
yang mewakili adenomiosis difus

(Sumber : William LS, Laura GB, Jolinda M. Hysterosalpingography: A


Reemerging Study. RadioGraphics 2006;26:419 – 431)

Gambar 5. Focal adenomyosis. Radiografi menunjukkan filling defect irregular


yang menyerupai massa di fundus dengan disertai divertikula kecil, temuan yang
mewakili adenomiosis fokal

(Sumber : William LS, Laura GB, Jolinda M. Hysterosalpingography: A


Reemerging Study. RadioGraphics 2006;26:419 – 431)

21
Gambar 6. Adenomiosis. Pada pemeriksaan HSG ditemukan Multiple spikula
dari kontras yang berakhir dengan gambaran kantong kecil (anak panah) dapat
dilihat meluas dari endometrium ke myometrium

( Sumber Caroline R, Faranak T, Lin W. Imaging features of adenomyosis.


Human Reproduction Update. 1998; 4(4); 337-349)

Gambar 7. Uterus unicornu dan adenomiosis. Area dari akumulasi kontras pada
pemeriksaan HSG memberi gambaran honeycomb appearance(anak panah)

( Sumber Caroline R, Faranak T, Lin W. Imaging features of adenomyosis.


Human Reproduction Update. 1998; 4(4); 337-349)

22
Gambar 8. Adenomiosis. Pemeriksaan HSG LPO menunjukkan karakteristik
akumulasi kontras yang berbentuk saccular (panah) yang menonjol di luar kontur
normal ronnga endometrium.

(Sumber Jill AS, Courtney AW, Elizabeth L, Mary MH. Female Infertility: A
Systematic Approach to Radiologic Imaging and Diagnosis. RadioGraphics.
2009;29:1353–1370)

Gambar 9. Leiomyoma. HSG diperoleh gambaran uterus yang membesar yang


terisi material kontras, fibroid (anak panah) kurang jelas.

(Sumber : William LS, Laura GB, Jolinda M. Hysterosalpingography: A


Reemerging Study. RadioGraphics 2006;26:419 – 431)

23
Gambar 10. HSG menunjukkan adanya filling defect intrauterine yang luas
(panah) berhubungan dengan leiomioma yang besar yang menghasilkan efek
massa pada hampir seluruh uterus.

(Sumber Jill AS, Courtney AW, Elizabeth L, Mary MH. Female Infertility: A
Systematic Approach to Radiologic Imaging and Diagnosis. RadioGraphics.
2009;29:1353–1370)

Gambar 11. Gambaran leiomioma intramural yang luas di dinding uterus bagian
kanan. Adanya elongasi, distorsi dan kompresi cavum uterus memberikan
gambaran crescentic sign.

(Sumber : Firoozeh A, Fatemeh Z, Maryam N, Ahmad V. Uterine Leiomyoma:


Hysterosalpingographic Appearances. Royan Institue International Journal of
Fertility and Sterility. 2008;1(4): 137-144)

24
Tabel 1. Alur langkah-langkah pencitraan yang dilakukan apabila ditemukan
kelainan kontur uterus
( Sumber Jill AS, Courtney AW, Elizabeth L, Mary MH. Female Infertility: A
Systematic Approach to Radiologic Imaging and Diagnosis. RadioGraphics.
2009;29:1353–1370)

25

Anda mungkin juga menyukai