Isolasi adalah proses pemisahan mikroorganisme yang diinginkan dari
populasi campuran ke media biakan (buatan) untuk mendapatkan kultur murni (Perhutani, 1999). Isolasi mikroorganisme mengandung arti proses pengambilan mikroorganisme dari lingkungannya untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di laboratorium. Proses isolasi ini menjadi penting dalam mempelajari identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi, dan serologi (Achmad & Maisaroh, 2012). Beberapa cara umum yang dapat dilakukan untuk mengisolasi mikroba antara lain untuk mengisolasi bakteri dapat dilakukan dengan cara goresan (streak plate), cara taburan atau tuang (pour palte), cara sebar (spread plate), cara pengenceran (dilution method), serta manipulator (the micro manipulator method). Metode pengenceran bertujuan untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan, dengan cara melakukan pengenceran bertingkat terhadap sampel air.Sedangkan metode tuang adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara memasukkan sampel yang telah diencerkan terlebih dahulu ke dalam cawan petri, dan dituangi dengan medium (Lay, 1992).
Apabila ingin mendapatkan kultur murni suatu mikrobia yang digunakan
adalah metode streak plate, karena hasil akhir metode ini adalah berupa kumpulan sel-sel yang semakin jarang pada ujung streak sehingga dapat diambil bakteri pada jumlah seluler (satu sel). Selain itu bakteri yang didapat seharusnya merupakan bakteri yang memang ingin dibiakkan di kultur tersebut dengan kata lain bukan bakteri kontaminan, sebab yang diambil/dicuplik adalah koloni bakteri yang berada di atas streak yang dibuat dan bukan di luar streak. Kelebihan metode ini adalah dapat segera diketahui adanya kontaminasi. Sedangkan kekurangannya metode ini sulit dilakukan dan hanya dapat digunakan untuk menumbuhkan bakteri aerob saja. (Burrow,1959).
Perkembangan suatu penyakit pada tumbuhan inang didukung oleh tiga
faktor, yaitu inang yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan yang mendukung. Patogen terbukti memiliki daya virulensi yaitu keberhasilan untuk menyebabkan suatu penyakit sebagai ekspresi dari patogenisitas. Gejala layu dan rontok pada daun seiring dengan perkembangan bercak dapat diduga sebagai akibat dari substansi-substansi yang disekresikan oleh patogen dalam mekanisme penyerangannya untuk melumpuhkan inang. Kelompok-kelompok utama substansi yang disekresikan patogen ke dalam tubuh tumbuhan yang menyebabkan timbulnya penyakit, baik langsung atau tidak langsung adalah enzim, toksin, zat pengatur tumbuh, dan polisakarida (Semangun, 1996). Penyakit antraknosa adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur colletotrichum capsici (pada cabai) jamur ini berkembang pesat pada lingkungan yang lembab dan basah kondisi ini tentu lebih banyak ditemui pada saat musim hujan berlangsung. Sebenarnya tak hanya di musim hujan, serangan antraknosa juga bisa menyerang tanaman saat musim kemarau apabila kondisi memungkinkan, misalnya saat ada fenomena kemarau basah atau Badai La Nina. Penyakit antraknosa umumnya menyerang pada hampir semua bagian tanaman mulai dari ranting, cabang, daun dan buah. Penyerangan pun mulai sejak fase perkecambahan, fase vegetatif atau pertumbuhan sampai fase generatif atau pembuahan (Agrios, 1996)
Achmad dan M. Maisaroh. 2012. Identifikasi dan Uji Patogenisitas
PenyebabPenyakit Hawar Daun pada Suren (Toona sureni MERR.). Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 10 (1) : 67-75. Agrios GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Burrow,W. 1959. Textbook of Microbiology.W.B. Saunders
Company:Philadelpia
Lay, W. 1992. Mikrobiologi . Jakarta : Rajawali Pers.