Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

(SYOK)

DISUSUN OLEH:

ELYSSA INDRIATI FEBIYA

PRODI D III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR

2021
A. Konsep Syok

Syok merupakan suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk
memenuhi permintaan kebutuhan oksigen jaringan, sehingga mengakibatkan
terjadinya hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia, pada syok terjadi
gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan irreversible pada jaringan
organ vital. Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya, syok dibagi
menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok distributif dan syok obstruktif. Secara
patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung.
Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik,
penurunan nutrisi jaringan, penurunan nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas
kapiler, penurunan volume darah yang kembali kejantung dan akhirnya akan lebih
memperberat curah jantung. Perdarahan merupakan keadaan darurat medis yang sering
dihadapi oleh dokter di ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif. Kondisi ini
dapat menyebabkan hilangnya secara cepat dan signifikan volume dari intravaskular
sehingga terjadi syok hipovolemik, yang juga dikenal sebagai syok hemoragik.
Patofisiologi syok perdarahan adalah terjadi kekurangan volume intravaskuler
menyebabkan penurunan venous return sehingga terjadi penurunan pengisian
ventrikel, menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output, sehingga
menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Resusitasi pada syok perdarahanakan
mengurangi angka kematian. Pengelolaan syok perdarahan ditujukan untuk
mengembalikan volume sirkulasi, perfusi jaringan dengan mengoreksi
hemodinamik, kontrol perdarahan,stabilisasi volume sirkulasi, optimalisasi
transpor oksigen dan bila perlu pemberian vasokonstriktor bila tekanan darah tetap
rendah setelah pemberian loading cairan. Pemberian cairan merupakan hal penting pada
pengelolaan syok perdarahan dimulai dengan pemberian kristaloid/koloid
dilanjutkan dengan transfusi darah komponen.

B. Klasifikasi
Dalam kepustakaan dikenal beberapa jenis kualifikasi syok, antara lain: syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok anafilaktik dan syok septik.
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang
tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi
perdarahan hebat (syok hemoragik).
a. Penyebab
 Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang
sering/frekuensi, peritonitis)
 Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)
 Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma (perdarahan
post partum / HPP massif, KET-kehamilan ekstra-uterina
terganggu)).

b. Tindakan
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan infus
cairan kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah kristaloid melebihi
yang hilang.

2. Syok Hemoragik
Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang beredar, akan
menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh seseorang. Makin banyak
perdarahan, makin berat kerusakan yang terjadi, maka makin besar risiko untuk
meninggal. Perdarahan yang banyak mengakibatkan syok. Makin berat syok yang
terjadi dan makin lama syok berlangsung, makin besar risiko mati. Satu jam
pertama masa syok sering disebut “The Golden Hour”. Dalam periode ini time
Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat diberikan, yakni menghentikan
sumber perdarahan dan mengganti kehilangan voleume darah. Hipoksia sampai
dengan anoksia di jaringan akibat syok menyebabkan kematian sel jaringan. Jika
sel mati mencapai jumlah kritis (Critical Mass Of Cell), maka akan terjadi gagal
organ dan kematian.
3. Perdarahan Menyebabkan :

a. Kehilangan voleume intravaskuler sehingga aliran (perfusi darah dan


jumlah oksigen jaringan menurun

b. Kehilangan eritrosit dan hemoglobin sehingga kapasitas transport


oksigen per unit volume darah menurunTubuh memiliki Estimated
Blood Volume (jumlah darah yang beredar) 65-75 ml/kg, untuk
mempermudah dibuat rata-rata EBV ; 70 ml/kg. jika kehilangan darah
15 ml/kg (20% EBV), terjadilah perubahan hemodinamik :
1) Nadi meningkat
2) Kekuatan kontraksi miokard meningkat
3) Vasokontriksi didaerah arterial dan vena
4) Tekanan darah mungkin masih normal tetapi tekanan nadi turun

4. Prinsip Penanganan:
Pergatian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan oksigenasi
jaringan, akibat cukup volume maka hemodinamik terjaga. Untuk perdarahan
dengan syok kelas III-IV diberikan infus kristaloid sebaiknya disiapkan tranfusi
darah segera setelah sumber perdarahan dan dapat diberikan cairan golongan
plasma substitute (cairan koloid).

5. Trauma Status (Advanced Trauma Life support)


Dipergunakan untuk memperhitungkan beberapa banyak jumlah perdarahan
(EBL) dengan melihat gejala klinis yang ada.
3. Syok Anafilaktik
Syok Anafilaktik (Shock Anafilactic) adalah reaksi anafilaksis yang disertai
hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu
reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis
1. Penyebab
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah
membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti
bodi sistemik
2. Tindakan
a. C- Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus kristaloid (RL). Berikan
epinephrine (adrenalin) subcutan atau intra muscular dengan dosis sesuai dengan gejala
klinis yang tampak (0.25 mg, 0.5 mg atau 1 mg = 1 ampul bila ternyata jantung tidak
berdenyut).
b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help
c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.

4.Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka
ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara
tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh.
1. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon
imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas
kapiler,pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.

2. Tanda dan Gejala


Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat bakteriemia
menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan perfusi jaringan dan
terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-
positive dan 60% disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi
saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit
kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas .
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan
pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum
adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
3. Tindakan
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60 mmHg)
a. Tindakan awal
Infus cairan kristloid, pemberian antibiotic, membuang sumber infeksi (pembedahan)
b. Tindakan lanjut
Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan vasopressor (Dopamine atau
dikomnbinasi dengan Noradrenaline).
5. Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.Syok yang disebabkan karena
fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 2010)
1. Penyebab
Penyebab syok kardiogenikDapat terjadi pada keadaan – keadaan antara lain: Kontusio
jantung, Tamponade jantung dan Tension pneumothoraks. Pada versi lain pembagian
jenis syok, ada yang membagi bahwa syock kardiogenik hanya untuk gangguan yang
disebabkan karena gangguan pada fungsi myocard. Missal : decomp cordis, trauma
langsung pada jantung, kontusio jantung. Tamponad jantung dan tension
pneumothoraks dikelompokkan dalam syok obstructive (syok karena obstruksi
mekanik)
2. Tindakan
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.
d. Pemasangan jarum torakostomi pada Tension Pneumothoraks di ICS II- mid
clavicular line untuk mengurangi udara dalam rongga pleura (dekompresi).

Manifestasi Klinis
1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik <100mmHg
atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2. Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3. Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4. Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5. Asidosis metabolik.
6. Pemantauan hemodinamik :
a. Tekanan darah arteri
b. Tekanan vena sentral
c. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk pengukuran
Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
d. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit
2.1.5 Patofisiologi
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
diatasi oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
danirreversibel (tidak dapat pulih).
1. Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi
normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh
darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya
individu yang mengalami syok terlihat normal.
2. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-
fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu
dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran
ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah
rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin,
pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.
3. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka
aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan
darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah
ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal
ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan
yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki.
2.1.6 Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW (1989, hal 993-
1002) adalah Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur
agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan
ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau
parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan
obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan
jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
krikotirotomi, atau trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau
a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
a. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01
mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15
menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus
kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang
diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–
10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok
anafilaktik atau syok yang membandel.
d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama
dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah
dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan
kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan
terdapat kehilangan cairan 20– 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan
larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan
volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
e. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
f. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi.

2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


a. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut
pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
b. Pemberian Cairan
1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan
yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
7) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan
yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.
8) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada
syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).
Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah.

3. Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler
dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
Penatalaksanaannya menurut Wilson adalah
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah,
akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :

1. Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
2. Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung
Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
3. Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

Pengkajian Keperawatan

a. Primary Survey
A (Airway): kaji kepatenan jalan nafas; tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas
B (Breathing): pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas
dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
C (Circulation): cek nadi, control perdarahan yang dapat mengancam nyawa, palpasi nadi
radial dan kaji adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia.
D (Disability): periksa tingkat kesadaran, respon pupil dan fungsi sensorik dan motorik.
E (Exposure): periksa seluruh permukaan tubuh. Periksa deformitas, luka terbuka, nyeri
tekan, bengkak.

b. Secondary Survey
Anamnesa
meliputi: identitas, keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat
medis, riwayat keluarga, sosial dan riwayat AMPLE (Alergi: adakah alergi pada
pasien; Medikasi/obat-obatan: obat-obatan yang diminum; Pertinent medical history:
riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita; Last meal: obat atau
makanan yang baru saja dikonsumsi; Events: hal-hal yang bersangkutan dengan sebab
cedera/kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala: lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh kepala dan wajah untuk
melihat adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka ternal, ruam,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.

b. Wajah: inspeksi adanya kesimetrisan kanan dan kiri.


• Mata: periksa kornea ada cedera atau tidak, ada miosis atau midriasis, adanya
icterus, ketajaman mata, konjungtiva anemis atau kemerahan, rasa nyeri,
diplopia.
• Hidung: periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciumana, adanya deformitas.
• Telinga: periksa adanya nyeri, tinnitus, pembengkakan, penuranan
pendengaran.
• Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas.
• Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur
• Mulut dan faring: inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi, apakah tonsil
meradang, ada massa/tumor, pembengkakan dan nyeri.
c. Vertebra servikalis atau leher: periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema,
ruam, lesi, massa, disfagia, adanya nyeri tekan, kekakuan pada leherdan simetris
pulsasi.
d. Toraks
• Inspeksi: adanya trauma tajam/tumpul, lecet, memar, ruam, ekimosis,
frekuensi dan kedalaman pernafasan, kesimetrisan ekspansi dinding dada,
frekuensi dan irama denyut jantung.
• Palpasi: adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan
krepitasi.
• Perkusi: untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
• Auskultasi: suara nafas tambahan dan bunyi jantung.
e. Abdomen: adanya trauma tajam/tumpul, adanya perdarahan, adanya distensi
abdomen, auskultasi bising usus, nyeri lepas, hepatomegali.
f. Pelvis: apakah ada luka laserasi, ruam, lesi, edema, kontusio, hematoma dan
perdarahan uretra.
g. Ekstremitas: pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move.
h. Bagian punggung: periksa adanya perdarahan, luka, lecet, hematoma, ecchymosis,
ruam, lesi dan edema serta nyeri dan adanya deformitas dilakukan dengan log roll.
i. Neurologis: meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
pemeriksaan motoric dan sensorik.

Pemeriksaan Diagnostik:

a. Endoskopi, bisa dilakukan pada pasien dengan perdarahan dalam.


b. Bronkoskopi
c. CT-Scan
d. USG (Ultrasonografi)
e. Radiologi

Anda mungkin juga menyukai