Dosen pengampu:
Ns. Elsi Ramadhani S.Kep, M.Kep
Disusun oleh:
Parisa Apriwiyanti
20230002
Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan,
pada umur 70 tahun sebagai individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya
menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada
lensa mata yang dapat terjadi akibat ghidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa
atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh
cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah
dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah diantaranya :
1. Apa pengertian katarak ?
2. Bagaimana klarifkasi dari katarak ?
3. Bagaimana manifestasi klinik dari katarak ?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus katarak ?
3. Tujuan Penulisan
B. Klarifkasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
2. Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
3. Katarak komplikata.
4. Katarak traumatik.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi
akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai
seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme
serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera
setelah bayi IahIr sampai berusia 1 tahun.
b. Katarak juvenil
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena lanjutan
katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang
dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior.
glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa distrofi,'yang mengenai kedua
mata dan akibat trauma tumpul.
c. Katarak senil
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan
penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat. Kedua mata dapat
terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda. Pada katarak senil akan
terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara
berangsur-angsur. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya
degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
C. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
Faktor keturunan.
Cacat bawaan sejak lahir. (congenital)
Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid
D. Patofosiologi
Dalam keadaan normal transfaransi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein
yang dapat larut dengan protein yang tidak dapat larut dalam membran sesemi permeable.
Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tidak dapat diserap, mengakibatkan jumlah
protein dalam lensa melebihi jumlah protein pada bagian lain sehingga membentuk massa
transparan ataubbintik kecil di sekitar lensa, membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan
katarak..
Keruh
Pembedahan Katarak
Pre Operasi Post Operasi Menghambat jalan cahaya
- Gangguan rasa
- Kecemasan
nyaman (nyeri)
meningkat
- Resiko tinggi Penglihatan /Buta
- Kurang
terjadinya infeksi
pengetahuan
- Resiko tinggi
terjadinya injuri :
Pening - Gangguan sensori persepsi visual
Perdara
E. Manifestasi Klinik
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun
jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan
akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis
F. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembesaran laser. Namun,
masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat digunakan
untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula (Pokalo, 1992)
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan reflaksi kuat sampai titik
dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang sering dilakukan pada orang berusia lebih
dari 65. masa kini, katarak paling sering diangkat dengan anestesia lokal berdasar pasien rawat
jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi medis. Keberhasilan pengembalian
penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada 95% pasien.
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anestesi lokal (retrobulbar atau peribulbar), yang
dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan
klaustreofobia sehubungan dengan graping bedah. Anestesi umum diperlukan bagi yang tidak
bisa menerima anestesi lokal, yang tidak mampu bekerjasama dengan alasan fisik atau
psikologis, atau yang tidak berespon terhadap anestesi lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka
Diagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning
(CBR) Berbasis Web. Penelitian ini mengambil permasalahan tentang penyakit mata katarak
senilis dengan data rekam medis yang diambil adalah data pertengahan tahun 2013, sedangkan
untuk konsultasi dan wawancara kepada pakar terkait yaitu dr. Marie Yuni Andari, Sp.M. Fokus
penelitian ini membahas aplikasi sistem pakar diagnosa mata katarak senilis dengan metode CBR
(Case Based Reasoning) merupakan sistem yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus
baru dengan cara mengadaptasi solusi-solusi yang terdapat pada kasus sebelumnya yang mirip
dengan kasus baru tersebut. Variabel yang diukur yaitu berupa gejala penyakit berjumlah 12
gejala. pengujian sistem CBR ini dilakukan terhadap pakar untuk 10 kasus yang diuji, sistem
mampu mendiagnosis dengan tepat sesuai dengan pendapat pakar dengan prosentase kesesuaian
sebesar 70%. (Martono & Yusuf, 2016). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Menggunakan
Naivebayes Classifier. Penelitian ini membahas tentang aplikasi sistem pakar diagnosa penyakit
mata secara umum dengan jumlah database 52 gejala dan 15 penyakit dengan metode
Naivebayes Classifier. Naïve Bayes Classifier merupakan pengklasifikasi probabilitas sederhana
berdasarkan pada teorema Bayes. Teorema Bayes dikombinasikan dengan “Naïve” yang berarti
setiap atribut/variabel bersifat bebas (independent).Naïve Bayes Classifier dapat dilatih dengan
efisien dalam pembelajaran terawasi (supervised learning). Sedangkan pengujian validitas sistem
menghasilkan prosentase kesesuaian sebesar 83% dari 12 data pasien yang diuji.
B.Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya
kekeruhan mengenai kdua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan
dalam waktu yang lama.
Diagnosa Keperawatan
a. PRE OPERATIF
i. Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan
berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.
Kriteria hasil :
oDengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan semaksimal
mungkin.
INTERVENSI RASIONAL
1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan Memperkenalkan pada pasien tentang
aktifitas. lingkungan dam aktifitas sehingga dapat
2. Observasi tanda disorientasi dengan tetap meninggalkan stimulus penglihatan.
berada di sisi pasien. Mengurangi ketakutan pasien dan
3. Dorong klien untuk melakukan aktivitas meningkatkan stimulus.
sederhana seperti menonton TV, radio, dll Meningkatkan input sensori
4. Anjurkan pasien menggunakan kacamata Menurunkan penglihatan perifer dan
katarak gerakan.
5. Posisi pintu harus tertutup terbuka, Menurunkan penglihatan perifer dan
jauhkan rintangan. gerakan.
ii. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan kegagalan untuk
memperoleh penglihatan kembali.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang akan dijalani.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan relaks, Membantu mengidentifikasi
berikan dorongan untuk verbalisasi dan sumber ansietas.
mendengarkan dengan penuh perhatian. Meningkatkan keyakinan klien
2. Yakinkan klien bahwa ansietas mempunyai Meningkatkan proses belajar dan
respon normal dan diperkirakan terjadi pada informasi tertulis mempunyai
pembedahan katarak yang akan dijalani. sumber rujukan setelah pulang.
3. Sajikan informasi menggunakan metode dan Pengetahuan yang meningkat
media instruksional. akan menambah kooperatif klien
4. Jelaskan kepada klien aktivitas premedikasi dan menurunkan kecemasan.
yang diperlukan. Menjelaskan pilihan
5. Berikan informasi tentang aktivitas memungkinkan klien membuat
penglihatan dan suara yang berkaitan dengan keputusan secara benar.
periode intra operatif
1. POST- OPERASI
No INTERVENSI RASIONAL
No INTERVENSI RASIONAL
I. DATA DEMOGRAFI
A. Biodata
- Nama Pasien :Tn. A
- Usia :35tahun
- Jenis kelamin :laki-laki
- Alamat ( lengkap dengan no.telp ) :Bengkulu selatan, Manna
- Suku / bangsa :serawai Indonesia
- Status pernikahan :Kawin
- Agama / keyakinan :Islam
- Pekerjaan / sumber penghasilan :Petani
- Diagnose medic :Katarak
- No. medical record :412456
- Tanggal masuk :Kamis 20 mei 2021
- Tanggal pengkajian :Kamis 20 mei 2021
B. Penanggung jawab
- Nama :Ny. G
- Usia :32 tahun
- Jenis kelamin :perempuan
- Perw Pekerjaan / sumber penghasilan :Buruh
- Hubungan dengan klien :Anak
II. KELUHAN UTAMA
PRE OP : pasien mengatakan pandangan kabur
POST OP:Setelah operasi pasien mengatakan nyeri di mata sebelah kanan
III. RIWAYAT KESEHATAN
A. Riwayat kesehatan sekarang
Kedua mata pasien mulai kabur sejak 6 bulan yang lalu, proses terjadinya
berangsur-angsur. Upaya yang dilakukan yaitu memeriksakan ke RSUD Pandan Arang.
V. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesadaran : Compos Mentis
B. Tanda-tanda vital
- Suhu :36,5 oC
- Nadi :92 x / menit
- Pernafasan :20 x / menit
- Tekanan darah :160 / 90
C. Kepala : mesocephal
D. Mata : simetris, lapang pandang menyempit, konjungtiva tidak anemis, kondisi
lensa keruh, sclera tampak putih keruh
E. Mulut : bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada karies gigi
F. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
G. Telinga : simetris, tidak ada serumen
H. Pulmo :
I : pengembangan dada ka-ki sama, tidak ada retraksi otot dada
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
I. Cor
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba di ICS 5, tidak ada nyeri tekan
P : redup
A : S1: lup, S2: dup
H. Abdomen :
I : datar, tidak ada asites
A : bising usus 12x/menit
P : tidak ada nyeri tekan
P : timpani
I. Ekstremitas :
Sup : tidak ada edema, terpasang infuse Nacl 20 tpm di ekstermitas sinistra
Inf : tidak ada edema, rom aktif
J. Genetalia : bersih
C. Istirahat tidur
Sebelum sakit : pasien mengatakan tidur 7-8 jam
Saat di kaji : pasien hanya berbaring dan duduk . Pasien terlihat lemah.
2. Terapi parenteral
a. Infus RL 20 tpm
3. Injeksi
a. cefriaxon 1000mg/ 12 jam
b. ketorolac 30mg/12 jam
POST OP
4 DO : ada luka post operasi katarak Resiko infeksi Adanya luka insisi
DS : Pasien mengatakan sudah di post operasi
operasi
1. PRE-OPERASI
2. POST- OPERASI
2. PRE-OPERASI
Kriteria hasil:
No INTERVENSI RASIONAL
1 Observasi tanda disorientasi dengan Mengurangi ketakutan pasien
tetap berada di samping pasien
2 Ajarkan pasien untuk melakukan Mempertahankan perasaan normal
aktivitas sederhana tanpa meningkatkan stress
3 Orientasikan pasien dengan Memperkenalkan pasien dengan
lingkungan sekitar lingkungan sekitar
4 Anjurkan keluarga pasien untuk Menghindarkan
menjauhkan benda tajam dari pasien dari cedera
pasien
5 Kolaborasi dalam pemberian obat Mempercepat proses penyembuhan
tetes mata
Kriteria hasil:
No INTERVENSI RASIONAL
3. POST- OPERASI
Kriteria hasil:
No INTERVENSI RASIONAL
Kriteria hasil:
DS :Pasien mengatakan
nyeri berkurang
1.6 EVALUASI
No
Dx Waktu Evaluasi
BAB IV
ANALISA JURNAL YANG BERKAITAN DENGAN KASUS
1. 1. Judul jurnal
Pengaruh Malnutrisi Dan Faktor Lainya Terhadap Kejadian Wound Dehiscence Pada
Pembedahan Abdominal Anak Pada Periode Perioperatif
1. 2. Kata kunci
Wound dehiscence, gizi buruk, risiko relatif
1. 3. Penulis Jurnal
Tinuk Agung Meilany, Alexandra, Ariono Arianto, Qamarrudin Bausat,Endang S K, Joedo
Prihartono Damayanti R Sjarif.
1. 5. Tujuan Penelitian
Menilai angka kejadian dehiscence bedah mayor pada anak yang berbeda status gizi, risiko
relatif serta faktor lain yang mempengaruhi risiko dehiscence.
1. 6. Metodelogi penelitian
Penelitian kohort prospektif pada 262 kasus bedah abdominal mayor pada anak. Pasien yang
memenuhi kriteria dibagi 2 kelompok yaitu menderita malnutrisi dan tidak. Tata laksana
dilakukan sesuai standar Bagian Bedah Anak RSAB Harapan Kita. Pengamatan dilakukan
selama periode perioperatif sampai pulang dari rumah sakit. Dihitung angka kejadian, risiko
relatif, dan faktor atribusi dehiscence. Pengolahan data dan analisis menggunakan SPSS versi
11.5 dan Open Epi. Penelitian kohort prospektif dilakukan di Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta Bagian Bedah Anak pada Januari 2005 sampai Desember 2010.
Kriteria inklusi :
3) Kasus bedah abdominal mayor yaitu perforasi usus karena typhoid appendisitis, invaginasi,
morbus hirschsprung, atresia ani, atresia oesophagus, atresia ileum, stenosis pada usus halus
ataupun usus besar.
Kriteria eksklusi :
1. 7. Hasil penelitian
Angka kejadian dehiscence 2,7% (7/262), satu pasien gizi baik (0,8%), gizi kurang 2/7(1,7%),
gizi buruk 4/4(100%). Terjadi pada hari kelima pasca operasi (kisaran 3-7hari). Lama rawat 25
hari (14-73) vs 10 hari (1-10) tidak dehiscence. Meninggal dunia 1/7dehiscence.
Risiko dehiscence meningkat secara bermakna pada gizi buruk vs gizi baik (RR136, IK95%
19,3-958,6, p=0,000). Hipoalbumin vs normal (RR23,6, IK95% 5,8-95,4, p=0,000).
Anemia vs normal (RR18,6, IK95% CI3.7-91.9, p=0,000). Sepsis vs normal (RR10,7, IK95%
2,5-45,5, p=0,000). Faktor atribusi dehiscence 99,3% karena gizi buruk, hipoalbumin 96,6%,
sepsis 90,7%, gizi kurang 59%. Status gizi buruk, hipoalbumin, dan sepsis berperan hampir
seratus persen terhadap kejadian dehiscence pada anak
2) Penelitian ini tidak menjelaskan secara bermakana antara kasus gizi buruk baru dan kasus gizi
yang lama dimana diantara nya yang bepotensi mengalami dehiscence.
3) Penelitian ini tidak menjelaskan apakah bisa dilakukan pada kasus kanker atau tumor
abdomen.
4) Penelitian tidak menjelaskan faktor resiko yang mempengaruhi dehiscence dari segi bentuk
atau model insisi bedah yang dilakukan.
5) Penelitian tidak meneliti faktor yang mempengaruhi penyembuhan yaitu dari segi faktor
respon stres akibat luka bedah/ insisi.
2) Model penelitian sudah menggunakan kohort prospektif yang mana penelitian ingin
mengetahui kedepan yang mana hasil penelitian lebih baik dari penelitian lainnya.
3) Waktu penelitian dilakukan selama 5 tahun yaitu pada tahun 2005 – 2010 sehingga faktor
bias penelitian sangat kecil kemungkinan.
4) Observasi untuk 1 orang subjek dilakukan selama 14 -73 hari sehingga dapat mengetahui
pengaruh variabel bebas terhadap kejadian dehiscence.
1. 10. Manfaat penelitian yang di dapat pada jurnal ini bagi kesehatan, yaitu :
1) Memberikan sumber referensi bagi para peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian
dalam hal yang sama.
2) Dapat menyusun persiapan operasi dalam perawatan nutrisi perioperatif yang lebih baik.
3) Penelitian ini dapat menjadikan landasan teori rumah sakit dalam pemberian dukungan
nutrisi pada pasien anak malnutrisi periode perioperatif.
4) Bagi perawat dapat memberikan suatu tindakan pemenuhan nutrisi pada periode
perioperatif yang mengalami malnutrisi.