Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KATARAK

Dosen pengampu:
Ns. Elsi Ramadhani S.Kep, M.Kep

Disusun oleh:
Parisa Apriwiyanti
20230002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN PELAJARAN
2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata. Jenis katarak yang
paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses
degeneratif (kemundura ). Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi, tetapi
disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang akan mengganggu pembiasan
cahaya

Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan,
pada umur 70 tahun sebagai individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya
menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada
lensa mata yang dapat terjadi akibat ghidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa
atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh
cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah
dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.

2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah diantaranya :
1. Apa pengertian katarak ?
2. Bagaimana klarifkasi dari katarak ?
3. Bagaimana manifestasi klinik dari katarak ?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus katarak ?

3. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui penertian katarak


b. Untuk mengetahui klarsifikasi dari katarak
c. Untuk mengetahui manifestasi klnik dari katarak
d. Untuk mengeahui penatalaksanaan dari kasus katarak
A. Definisi
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998). Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara
progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada
semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme
normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat
perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.

B. Klarifkasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
2. Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
3. Katarak komplikata.
4. Katarak traumatik.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi
akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai
seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme
serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera
setelah bayi IahIr sampai berusia 1 tahun.
b. Katarak juvenil
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena lanjutan
katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang
dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior.
glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa distrofi,'yang mengenai kedua
mata dan akibat trauma tumpul.
c. Katarak senil
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan
penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat. Kedua mata dapat
terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda. Pada katarak senil akan
terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara
berangsur-angsur. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya
degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
C. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :

 Faktor keturunan.
 Cacat bawaan sejak lahir. (congenital)
 Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
 Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid

D. Patofosiologi
Dalam keadaan normal transfaransi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein
yang dapat larut dengan protein yang tidak dapat larut dalam membran sesemi permeable.
Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tidak dapat diserap, mengakibatkan jumlah
protein dalam lensa melebihi jumlah protein pada bagian lain sehingga membentuk massa
transparan ataubbintik kecil di sekitar lensa, membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan
katarak..

Trauma Degeneratif Perubahan Kuman

Perubahan serabut Kompresi sentral (serat) Jumlah protein

Keruh Densitas Membentuk massa

Keruh

Pembedahan Katarak
Pre Operasi Post Operasi Menghambat jalan cahaya
- Gangguan rasa
- Kecemasan
nyaman (nyeri)
meningkat
- Resiko tinggi Penglihatan /Buta
- Kurang
terjadinya infeksi
pengetahuan
- Resiko tinggi
terjadinya injuri :
 Pening - Gangguan sensori persepsi visual

katan TIO. - Risiko tinggi cidera fisik

 Perdara

E. Manifestasi Klinik
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun
jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan
akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis
F. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembesaran laser. Namun,
masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat digunakan
untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula (Pokalo, 1992)
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan reflaksi kuat sampai titik
dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang sering dilakukan pada orang berusia lebih
dari 65. masa kini, katarak paling sering diangkat dengan anestesia lokal berdasar pasien rawat
jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi medis. Keberhasilan pengembalian
penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada 95% pasien.
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anestesi lokal (retrobulbar atau peribulbar), yang
dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan
klaustreofobia sehubungan dengan graping bedah. Anestesi umum diperlukan bagi yang tidak
bisa menerima anestesi lokal, yang tidak mampu bekerjasama dengan alasan fisik atau
psikologis, atau yang tidak berespon terhadap anestesi lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka
Diagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning
(CBR) Berbasis Web. Penelitian ini mengambil permasalahan tentang penyakit mata katarak
senilis dengan data rekam medis yang diambil adalah data pertengahan tahun 2013, sedangkan
untuk konsultasi dan wawancara kepada pakar terkait yaitu dr. Marie Yuni Andari, Sp.M. Fokus
penelitian ini membahas aplikasi sistem pakar diagnosa mata katarak senilis dengan metode CBR
(Case Based Reasoning) merupakan sistem yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus
baru dengan cara mengadaptasi solusi-solusi yang terdapat pada kasus sebelumnya yang mirip
dengan kasus baru tersebut. Variabel yang diukur yaitu berupa gejala penyakit berjumlah 12
gejala. pengujian sistem CBR ini dilakukan terhadap pakar untuk 10 kasus yang diuji, sistem
mampu mendiagnosis dengan tepat sesuai dengan pendapat pakar dengan prosentase kesesuaian
sebesar 70%. (Martono & Yusuf, 2016). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Menggunakan
Naivebayes Classifier. Penelitian ini membahas tentang aplikasi sistem pakar diagnosa penyakit
mata secara umum dengan jumlah database 52 gejala dan 15 penyakit dengan metode
Naivebayes Classifier. Naïve Bayes Classifier merupakan pengklasifikasi probabilitas sederhana
berdasarkan pada teorema Bayes. Teorema Bayes dikombinasikan dengan “Naïve” yang berarti
setiap atribut/variabel bersifat bebas (independent).Naïve Bayes Classifier dapat dilatih dengan
efisien dalam pembelajaran terawasi (supervised learning). Sedangkan pengujian validitas sistem
menghasilkan prosentase kesesuaian sebesar 83% dari 12 data pasien yang diuji.

B.Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya
kekeruhan mengenai kdua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan
dalam waktu yang lama.

C.Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2. Neuro sensori
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat
atau merasa di ruang gelap. Perubahan kaca mata atau pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan. Pupil nampak kecoklatan atau putih susu dan peningkatan air mata.
3. Pengetahuan
Pemahaman tentang katarak, kecemasan.
4. Pemeriksaan diagnostik
Optotip Snellen, Oftalmoskopi, Slitlamp biomikroskopi.

Diagnosa Keperawatan
a. PRE OPERATIF
i. Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan
berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.
Kriteria hasil :
oDengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan semaksimal
mungkin.
INTERVENSI RASIONAL
1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan  Memperkenalkan pada pasien tentang
aktifitas. lingkungan dam aktifitas sehingga dapat
2. Observasi tanda disorientasi dengan tetap meninggalkan stimulus penglihatan.
berada di sisi pasien.  Mengurangi ketakutan pasien dan
3. Dorong klien untuk melakukan aktivitas meningkatkan stimulus.
sederhana seperti menonton TV, radio, dll  Meningkatkan input sensori
4. Anjurkan pasien menggunakan kacamata  Menurunkan penglihatan perifer dan
katarak gerakan.
5. Posisi pintu harus tertutup terbuka,  Menurunkan penglihatan perifer dan
jauhkan rintangan. gerakan.

ii. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan kegagalan untuk
memperoleh penglihatan kembali.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang akan dijalani.

INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan relaks,  Membantu mengidentifikasi
berikan dorongan untuk verbalisasi dan sumber ansietas.
mendengarkan dengan penuh perhatian.  Meningkatkan keyakinan klien
2. Yakinkan klien bahwa ansietas mempunyai  Meningkatkan proses belajar dan
respon normal dan diperkirakan terjadi pada informasi tertulis mempunyai
pembedahan katarak yang akan dijalani. sumber rujukan setelah pulang.
3. Sajikan informasi menggunakan metode dan  Pengetahuan yang meningkat
media instruksional. akan menambah kooperatif klien
4. Jelaskan kepada klien aktivitas premedikasi dan menurunkan kecemasan.
yang diperlukan.  Menjelaskan pilihan
5. Berikan informasi tentang aktivitas memungkinkan klien membuat
penglihatan dan suara yang berkaitan dengan keputusan secara benar.
periode intra operatif

1. POST- OPERASI

a) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d injury fisik


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
berkurang
Kriteria hasil:
i. Pasien menunjukan ekspresi wajah rileks
ii. Skala nyeri 2-3

No INTERVENSI RASIONAL

1 Observasi intensitas dan skala nyeri Mengetahui derajat nyeri

2 Jelaskan pada pasien tentang Agar pasien tenang dan


penyebab timbulnya nyeri meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyebab nyeri
3 Ajarkan pasien teknik distraksi dan Menurunkan tingkat nyeri
relaksasi
4 Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi rasa nyeri

b) Resiko infeksi b/d luka sayatan pada mata


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi
Kriteria hasil:
i. TTV dalam batas normal
ii. Leukosit dalam batas normal
iii. Luka kering, tidak ada tanda REEDA

No INTERVENSI RASIONAL

1 Obervasi TTV Suhu tinggi menunjukan


adanya proses infeksi
2 Observasi tanda-tanda infeksi Deteksi dini adanya infeksi
(REEDA)
3 Lakukan perawatan luka mencegah infeksi
dengan teknik aseptik dan
antiseptik dalam perawatan
luka
4 Kolaborasi pemberian Mencegah perkembangan
antibiotik mikroorganisme
BAB III
PEMABAHASAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. R DENGAN OPERASI KATARAK
DI RUANG MAWAR
RSUD BHAYANGKARA

I. DATA DEMOGRAFI
A. Biodata
- Nama Pasien :Tn. A
- Usia :35tahun
- Jenis kelamin :laki-laki
- Alamat ( lengkap dengan no.telp ) :Bengkulu selatan, Manna
- Suku / bangsa :serawai Indonesia
- Status pernikahan :Kawin
- Agama / keyakinan :Islam
- Pekerjaan / sumber penghasilan :Petani
- Diagnose medic :Katarak
- No. medical record :412456
- Tanggal masuk :Kamis 20 mei 2021
- Tanggal pengkajian :Kamis 20 mei 2021
B. Penanggung jawab
- Nama :Ny. G
- Usia :32 tahun
- Jenis kelamin :perempuan
- Perw Pekerjaan / sumber penghasilan :Buruh
- Hubungan dengan klien :Anak
II. KELUHAN UTAMA
PRE OP : pasien mengatakan pandangan kabur
POST OP:Setelah operasi pasien mengatakan nyeri di mata sebelah kanan
III. RIWAYAT KESEHATAN
A. Riwayat kesehatan sekarang
Kedua mata pasien mulai kabur sejak 6 bulan yang lalu, proses terjadinya
berangsur-angsur. Upaya yang dilakukan yaitu memeriksakan ke RSUD Pandan Arang.

B. Riwayat kesehatan Lalu


Pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu.

IV. RIWAYAT PSIKOSOSI AL


a. Sosial interaksi
Kemampuan berinteraksi menurun karena pendengaran berkurang.
b. Konsep diri
Pasien mengatakan gugup karena pertama akan menjalani operasi.
c. Spiritual
Pasien beragama islam dan yakin kesehatan dari Allah SWT.
d. Tingkat Kecemasan
Pasien terlihat cemas ditunjukkan dengan berkali-kali duduk dan kembali berbaring
lagi ini termasuk tingkat kecemasan 2 yaitu kecemasan sedang dari skala tingkat
kecemasan 1-3 (Halminton,2001)

V. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesadaran : Compos Mentis
B. Tanda-tanda vital
- Suhu :36,5 oC
- Nadi :92 x / menit
- Pernafasan :20 x / menit
- Tekanan darah :160 / 90
C. Kepala : mesocephal
D. Mata : simetris, lapang pandang menyempit, konjungtiva tidak anemis, kondisi
lensa keruh, sclera tampak putih keruh
E. Mulut : bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada karies gigi
F. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
G. Telinga : simetris, tidak ada serumen
H. Pulmo :
I : pengembangan dada ka-ki sama, tidak ada retraksi otot dada
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
I. Cor
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba di ICS 5, tidak ada nyeri tekan
P : redup
A : S1: lup, S2: dup

H. Abdomen :
I : datar, tidak ada asites
A : bising usus 12x/menit
P : tidak ada nyeri tekan
P : timpani
I. Ekstremitas :
Sup : tidak ada edema, terpasang infuse Nacl 20 tpm di ekstermitas sinistra
Inf : tidak ada edema, rom aktif

J. Genetalia : bersih

VI. AKTIVITAS SEHARI-HARI


A. Nutrisi
Sebelum sakit : pasien makan 3x sehari dengan porsi cukup , pasien pantang makan telur
asin, ikan asin, dan telur puyuh

Saat dikaji : Pasien makan habis ¾ porsi makan.

B. Eliminasi ( BAB & BAK )


BAB
Sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lembek
Saat dikaji : pasien mengatakan BAB dua hari 1 kali dengan konsistensi lembek
BAK
Sebelum sakit : pasien mengatakan BAK 4-5 kali sehari
Saat dikaji : pasien mengatakan BAK 3-4 kali sehari

C. Istirahat tidur
Sebelum sakit : pasien mengatakan tidur 7-8 jam

Saat dikaji :pasien mengatakan tidur 6-7 jam

D. Aktivitas / mobilitas fisik


Sebelum sakit : pasien bertani di sawah dekat rumahnya

Saat di kaji : pasien hanya berbaring dan duduk . Pasien terlihat lemah.

VII. TEST DIAGNOSTIK


HASIL LABORATORIUM
Tanggal : Kamis, 29 November 2012

Pemeriksaan Lab Hasil Satuan Angka Normal


BHP Lab 1
Hemoglobin 11,8 gr/dl L: 12-18/P: 11-16
Eritrosit 4,8 106/ul L:4,6-6,2/P:4,2-5,4
Leukosit 9,7 103/ul 4,5-11,0
Limfosit 22,2 % 20-40
Neutrofil 55,4 % 50-70
Monosit 10,1 % 3-15
Hematokrit 36,7 % L:40-54/P:35-47
Trombosit 164 103/ul 150-440
MCV 89,8 Fl 80,0-100,0
MCH 28,8 Pg 27-34
MCHC 34,2 g/dl 32-36
ENZIMATIK
SGOT 32,1 unit/L <37
SGPT 16,4 unit/L <31
GULA DARAH
Gula puasa - mg/100ml 60-100
2 jam PP - mg/100ml 70-130
sewaktu 125 mg/100ml <130
VIII. THERAPY
1. Obat tetes mata
a. timolol o,25% 8x tetes/12 jam

2. Terapi parenteral
a. Infus RL 20 tpm

3. Injeksi
a. cefriaxon 1000mg/ 12 jam
b. ketorolac 30mg/12 jam

1.1 DATA FOKUS

DATA OBYEKTIF DATA SUBYEKTIF


PRE OP PRE OPERASI
- Pasien mengatakan pandangan kabur
- Tanda-tanda vital
- Pasien mengatakan gugup karena akan
Suhu : 36,5 C TD : 160/90mmhg
menjalani operasi
Nadi :92 x / menit RR :20 x / menit
- Pasien terlihat lemah
POST OPERASI
- Pandangan terasa kabur
- Pasien mengatakan nyeri di matanya sebelah
- Lensa mata keruh
kanan
- Pasien terlihat cemas ditunjukkan dengan
berkali-kali duduk dan kembali berbaring
lagi.
- Tingkat kecemasan 2 (kecemasan sedang)
dari skala 1-3 (Halminton,20)

POST OP

- Terdapat luka post operasi katarak di mata


sebelah kanan
- Pasien terlihat menahan nyeri di mata
sebelah kanan setelah di operasi
- Skala Nyeri
P : nyeri dirasakan saat istirahat
Q : nyeri seperti ditekan, tajam
R :di mata sebelah kanan
S : skala nyeri 6 T: sering

1.2 ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1 DO : Resiko Cidera Penurunan ketajaman
Suhu : 36,5 C penglihatan
Nadi :92 x / menit
Pernafasan :20 x / menit
Tekanan darah :160/90
mmHg
- Lensa keruh
DS :
- Pasien mengatakan pandangan mata
kabur

2 DO : Cemas Proses operasi yang


- Pasien terlihat cemas ditunjukkan dijalani
dengan berkali-kali duduk dan kembali
berbaring lagi.
- Tingkat kecemasan 2 (kecemasan
sedang) dari skala kecemasan 1-3
(Halminton,2001)

DS : Pasien mengatakan gugup karena


akan menjalani operasi

3 DO : Gangguan rasa Agen injury fisik


- Pasien terlihat menahan nyeri di nyaman (nyeri akut)
mata sebelah kanan setelah di
operasi
- Terdapat luka post operasi di mata
sebelah kanan
- Pasien terlihat lemah

- DS : Pasien mengatakan nyeri di


matanya sebelah kanan.

P : nyeri dirasakan saat istirahat


Q : nyeri seperti ditekan, tajam
R : mata sebelah kanan
S : skala nyeri 6
T : sering

4 DO : ada luka post operasi katarak Resiko infeksi Adanya luka insisi
DS : Pasien mengatakan sudah di post operasi
operasi

1.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. PRE-OPERASI

a. Resiko Cedera b/d penglihatan menurun


b. Cemas b/d proses operasi yang akan dijalani

2. POST- OPERASI

a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d injury fisik


b. Resiko infeksi b/d luka sayatan pada mata
1.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

2. PRE-OPERASI

a. Resiko Cedera b/d penglihatan menurun


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tidak
terjadi cedera.

Kriteria hasil:

i. Pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar


ii. Pasien mampu menidentifikasi kebiasaan lingkungan

No INTERVENSI RASIONAL
1 Observasi tanda disorientasi dengan Mengurangi ketakutan pasien
tetap berada di samping pasien
2 Ajarkan pasien untuk melakukan Mempertahankan perasaan normal
aktivitas sederhana tanpa meningkatkan stress
3 Orientasikan pasien dengan Memperkenalkan pasien dengan
lingkungan sekitar lingkungan sekitar
4 Anjurkan keluarga pasien untuk Menghindarkan
menjauhkan benda tajam dari pasien dari cedera
pasien
5 Kolaborasi dalam pemberian obat Mempercepat proses penyembuhan
tetes mata

b. Cemas b/d proses operasi yang akan dijalani


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
kecemasan pasien teratasi

Kriteria hasil:

i. Pasien mampu mengungkapkan kekhawatirannya


ii. Pasien menunjukan ekspresi wajah rileks, tingkat kecemasan berkurang menjadi 1

No INTERVENSI RASIONAL

1 Observasi tingkat kecemasan Mengetahui seberapa kecemasan


pasien pasien dalam menghadapi operasi
Tingkat kecemasan 1-3
(halminton,2001)
1. Kecemasan ringan
2. Kecemasan sedang
3. Kecemasan berat
2 Ciptakan lingkungan yang nyaman Mengurangi kecemasan pasien
(anjurkan pasien posisi supinasi)
3 Jelaskan aktivitas pre medikasi Agar pasien kooperatif dalam
pada pasien (latihan nafas dalam) tindakan medis dan keperawatan
4 Berikan kenyamanan pada pasien Menurunkan kecemasan
dengan menemani pasien menjelang operasi

3. POST- OPERASI

c) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d injury fisik


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
berkurang

Kriteria hasil:

iii. Pasien menunjukan ekspresi wajah rileks


iv. Skala nyeri 2-3

No INTERVENSI RASIONAL

1 Observasi intensitas dan skala nyeri Mengetahui derajat nyeri

2 Jelaskan pada pasien tentang Agar pasien tenang dan


penyebab timbulnya nyeri meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyebab nyeri
3 Ajarkan pasien teknik distraksi dan Menurunkan tingkat nyeri
relaksasi
4 Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi rasa nyeri

d) Resiko infeksi b/d luka sayatan pada mata


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi
infeksi

Kriteria hasil:

iv. TTV dalam batas normal


v. Leukosit dalam batas normal
vi. Luka kering, tidak ada tanda REEDA
No INTERVENSI RASIONAL
.
1 Obervasi TTV Suhu tinggi menunjukan adanya
proses infeksi
2 Observasi tanda-tanda infeksi Deteksi dini adanya infeksi
(REEDA)
3 Lakukan perawatan luka dengan mencegah infeksi
teknik aseptik dan antiseptik dalam
perawatan luka
4 Kolaborasi pemberian antibiotik Mencegah perkembangan
mikroorganisme

1.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No. Waktu Implementasi Respon


Dx
1 28 November Mengenalkan orientasi DO : pasien terlihat
2012 lingkungan dengan tetap berada memahami penjelasan
(pre op) disamping pasien serta perawat
13.30 WIB mengorientasikan lingkungan DS : pasien mengatakan
sekitar pasien mengingat lingkungan di
sekitarnya
1 15.00 Mengajarkan pasien untuk DO : pasien duduk di
melakukan aktivitas sederhana samping tempat tidur
seperti turun dari tempat tidur DS : -

1 19.00 Memberi edukasi keluarga pasien DO : kelurga pasien


untuk menjauhkan benda tajam mengikuti saran perawat
dari pasien DS : keluarga pasien
mengatakan paham

2 19.30 Mengobservasi tingkat kecemasan DO : pasien terlihat cemas


pasien - Tingkat kecemasan 2
(kecemasan sedang) dari
Tingkat kecemasan 1-3
(halminton,2001) skala kecemasan 1-3
1. Kecemasan ringan
(Halminton,2001)
2. Kecemasan sedang DS : pasien mengatakan
3. Kecemasan berat gugup
2 20.00 Menciptakan lingkungan yang DO : pasien terlihat rileks
nyaman dengan mengatur posisi
supinasi DS : -

2 20.30 Menjelaskan aktivitas pre DO : pasien terlihat bisa


medikasi seperti melatih nafas nafas dalam
dalam DS : -

1 Memberikan terapi medis DO : obat tetes masuk ke


21.00 pemberian obat tetes timolol rongga mata
DS : -
2 21. 30 Memberikan kenyamanan dengan DO : pasien rileks
menemani pasien DS : -

3 29 November Mengobservasi intensitas dan DO :


2012 skala nyeri P: nyeri terasa saat istirahat
(post op) Q: nyeri seperti ditekan,
09.00 tajam
R: mata sebelah kanan
S: Skala nyeri 6
T: sering
DS :-

3 10.00 Mengajarkan teknik distraksi DO : pasien bercerita


dengan mengajak cerita pasien tentang cucu-cucunya

DS :Pasien mengatakan
nyeri berkurang

3 11.00 Memberi penjelasan pada pasien DO : pasien memahami


tentang penyebab nyeri penjelasan perawat
DS: -

3 11.30 Mengajarkan teknik relaksasi DO: pasien rileks,nyeri


dengan latihan nafas dalam berkurang dari 6 menjadi 2
DS :
Pasien mengatakan nyeri
berkurang
3, 4 13.00 Memberikan terapi medis DS : pasien mengatakan
cefriaxon 1gr dan ketorolac 30 mg kemeng
DO : obat masuk per selang
IV

4 14.00 Mengobservasi TTV dan tanda- DS : -


tanda infeksi DO :
TD : 150/90 mmHg
N: 92x/menit
RR : 20x/menit
S : 365 C
Belum muncul tanda
REEDA

1.6 EVALUASI

No
Dx Waktu Evaluasi

1 28 November S : pasien mengatakan mulai mengenali lingkungan


2012 sekitar
O : pasien bisa menunjukan arah ke kamar mandi
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
a. Anjurkan keluarga pasien untuk menjauhkan
benda tajam dari pasien
b. Orientasikan pasien dengan lingkungan
sekitar
c. Kolaborasi dalam pemberian obat tetes mata
timolol 8x tetes

2 28 November S :- pasien mengatakan gugup berkurang


2012 O:
- Pasien terlihat berlatih nafas dalam, pasien terlihat
rileks dengan posisi tidur supinasi.
- Tingkat kecemasan pasien berkurang dari 3
menjadi 1
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
a. Ciptakan lingkungan yang nyaman
b. Jelaskan aktivitas pre medikasi pada pasien

3 29 November S : pasien mengatakan nyeri berkurang


2012 O:
-P : nyeri berkurang dengan istirahat
-Q: nyeri seperti ditekan
-R: mata sebelah kanan
-S: skala nyeri 2
-T : hilang timbul

A: masalah teratasi sebagian


P: lanjutkan intervensi
a. Ajarkan pasien teknik distraksi dan relaksasi
b. Kolaborasi pemberian analgetik ketorolac
30mg/12 jam
4 29 November S : pasien mengatakan badannya tidak panas
2012 O : luka kering, tidak ada pus, TD: 150/90 mmHg.
S: 365C. N: 90x/menit. RR: 20x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
a. Lakukan perawatan luka tiap 2hari sekali
b. Kolaborasi pemberian antibiotik cefriaxon 1
gr/12 jam

BAB IV
ANALISA JURNAL YANG BERKAITAN DENGAN KASUS

1. 1.      Judul jurnal
Pengaruh Malnutrisi Dan Faktor Lainya Terhadap Kejadian Wound Dehiscence Pada
Pembedahan Abdominal Anak Pada Periode Perioperatif

1. 2.      Kata kunci
Wound dehiscence, gizi buruk, risiko relatif
1. 3.      Penulis Jurnal
Tinuk Agung Meilany, Alexandra, Ariono Arianto, Qamarrudin Bausat,Endang S K, Joedo
Prihartono Damayanti R Sjarif.

1. 4.      Latar belakang masalah


Wound dehiscence adalah salah satu komplikasi bedah abdominal yang jarang ditemui, namun
sering menyebabkan kematian, meningkatkan lama rawat, biaya, dan risiko infeksi berat dengan
akibat kematian. Malnutrisi dianggap sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian dehiscence tersebut.

1. 5.      Tujuan Penelitian
Menilai angka kejadian dehiscence bedah mayor pada anak yang berbeda status gizi, risiko
relatif serta faktor lain yang mempengaruhi risiko dehiscence.

1. 6.      Metodelogi penelitian
Penelitian kohort prospektif pada 262 kasus bedah abdominal mayor pada anak. Pasien yang
memenuhi kriteria dibagi 2 kelompok yaitu menderita malnutrisi dan tidak. Tata laksana
dilakukan sesuai standar Bagian Bedah Anak RSAB Harapan Kita. Pengamatan dilakukan
selama periode perioperatif sampai pulang dari rumah sakit. Dihitung angka kejadian, risiko
relatif, dan faktor atribusi dehiscence. Pengolahan data dan analisis menggunakan SPSS versi
11.5 dan Open Epi. Penelitian kohort prospektif dilakukan di Rumah  Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta Bagian Bedah Anak pada Januari 2005 sampai Desember 2010.

Kriteria inklusi :

1)      Subjek yang menyetujui keikut sertaan dalam penelitian

2)      Belum pernah mengalami dehiscence

3)      Kasus bedah abdominal mayor yaitu perforasi usus karena typhoid appendisitis, invaginasi,
morbus hirschsprung, atresia ani, atresia oesophagus, atresia ileum, stenosis pada usus halus
ataupun usus besar.

Kriteria eksklusi :

1)      Dengan riwayat dehiscence sebelumnya

2)      pasien yang tidak memenuhi persyaratan pembiusan

1. 7.      Hasil penelitian
Angka kejadian dehiscence 2,7% (7/262), satu pasien gizi baik (0,8%), gizi kurang 2/7(1,7%),
gizi buruk 4/4(100%). Terjadi pada hari kelima pasca operasi (kisaran 3-7hari). Lama rawat 25
hari (14-73) vs 10 hari (1-10) tidak dehiscence. Meninggal dunia 1/7dehiscence.
Risiko dehiscence  meningkat secara bermakna pada gizi buruk vs gizi baik (RR136, IK95%
19,3-958,6, p=0,000). Hipoalbumin vs normal (RR23,6, IK95% 5,8-95,4, p=0,000).
Anemia vs  normal (RR18,6, IK95% CI3.7-91.9, p=0,000). Sepsis vs normal (RR10,7, IK95%
2,5-45,5, p=0,000). Faktor atribusi dehiscence 99,3% karena gizi buruk, hipoalbumin 96,6%,
sepsis 90,7%, gizi kurang 59%. Status gizi buruk, hipoalbumin, dan sepsis berperan hampir
seratus persen terhadap kejadian dehiscence pada anak

1. 8.      Kelemahan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :


1)   Penelitian ini hanya dilakukan pada anak bukan untuk semua umur

2)  Penelitian ini tidak menjelaskan secara bermakana antara kasus gizi buruk baru dan kasus gizi
yang lama dimana diantara nya yang bepotensi mengalami dehiscence.

3)  Penelitian ini tidak menjelaskan apakah bisa dilakukan pada kasus kanker atau tumor
abdomen.

4)  Penelitian tidak menjelaskan faktor resiko yang mempengaruhi dehiscence dari segi bentuk
atau model insisi bedah yang dilakukan.

5)  Penelitian tidak meneliti faktor yang mempengaruhi penyembuhan yaitu dari segi faktor
respon stres akibat luka bedah/ insisi.

1. 9.      Kelebihan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :


1)  Penelitian sudah menjelaskan resiko dehiscence dari kasus gizi kurang, gizi buruk,
hipoalbumin, sepsis, dan anemia.

2)   Model penelitian sudah menggunakan kohort prospektif  yang mana penelitian ingin
mengetahui kedepan yang mana hasil penelitian lebih baik dari penelitian lainnya.

3)  Waktu penelitian dilakukan selama 5 tahun yaitu pada tahun 2005 – 2010 sehingga faktor
bias penelitian sangat kecil kemungkinan.

4)  Observasi untuk 1 orang subjek dilakukan selama 14 -73 hari sehingga dapat mengetahui
pengaruh variabel bebas terhadap kejadian dehiscence.

1. 10.  Manfaat penelitian yang di dapat pada jurnal ini bagi kesehatan, yaitu :
1)      Memberikan sumber referensi bagi para peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian
dalam hal yang sama.
2)      Dapat menyusun persiapan operasi dalam perawatan nutrisi perioperatif yang lebih baik.

3)      Penelitian ini dapat menjadikan landasan teori rumah sakit dalam pemberian dukungan
nutrisi pada pasien anak malnutrisi periode perioperatif.

4)      Bagi perawat dapat memberikan suatu tindakan pemenuhan nutrisi pada periode
perioperatif yang mengalami malnutrisi.

Anda mungkin juga menyukai