Anda di halaman 1dari 160

STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN

PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH


SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR LAMPUNG

TESIS

Oleh:

ARSELIANA HELSANEWA
1303195057

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018

1
STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN
PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH
SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR LAMPUNG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.KM)
Pada Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
Institut Kesehatan Helvetia Medan

Oleh:

ARSELIANA HELSANEWA
1303195057

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018

2
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL : STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN


SASARAN KESELAMATAN PASIEN SESUAI
INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH
SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR
LAMPUNG
NAMA MAHASISWA : ARSELIANA HELSANEWA
NOMOR INDUK : 1303195057
MINAT STUDI : ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

Menyetujui
Komisi Pembimbing :

Medan, Maret 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Achmad Rifai, S.K.M, M.Kes dr. Jamaluddin, MARS

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Institut Kesehatan Helvetia Medan
Dekan,

Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes


Telah diuji pada tanggal : 03 Maret 2018

PANITIA PENGUJI TESIS :


Ketua : Dr. Achmad Rifai, S.K.M, M.Kes
Anggota : 1. dr. Jamaluddin MARS
2. Dr. Tri Niswati, M.Kes
3. Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya mengatakan bahwa :

1. Tesis saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar magister, baik di Institut Kesehatan Helvetia maupun di perguruan
tinggi lain.
2. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan masukkan tim
penelaah/tim penguji
3. Dalam Tesis tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara sendiri dengan jelas dicantumkan
sebagai acuhan dalam naskah dengan sebutan nama pengarang dan
dicantumkan dalam bentuk pustaka
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang belaku dipergur uan tinggi ini.

Medan, Maret 2018


Yang Membuat Pernyataan

Arseliana Helsanewa
1303195057
ABSTRACT

DESCRIPTIVE STUDY IMPLEMENTATION OF PATIENT SAFETY


TARGET IN ACCORDANCE INSTRUCTIONS KARS VERSION 2012 IN
HOSPITAL EMERGENCY TNI AD TK IV 02.07.04
BANDAR LAMPUNG

ARSELIANA HELSANEWA
1303195057

This hospital is one of the hospitals committed to patient safety and has
SPO (Standard Operating Procedure). Emergency Installation (IGD) at RS TNI
AD Tk. IV Bandar Lampung has various types of professional and non-
professional personnel who are ready to provide patient care 24 hours
continuously. Emergency care services beroriantasi to patient safety associated
with the services provided must meet the quality of good service. This study aims
to descriptive the extent to which the implementation of target patient safety
standards in accordance with KARS Instruction 2012 version in Emergency
Installation RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung in 2017.
This study uses a qualitative method. The number of informants in this
research are 7 implementing health personnel such as Doctor (3), Nursing Staff
(3) and Pharmacist Officer (1) at Emergency Installation RS TNI AD Tk IV
Bandar Lampung.
The results of the study indicate that the implementation of patient
identification, effective communication execution, safety enhancement
implementation that need to be watched, precise location-correct, precise-
procedure, exact-operation operation, and implementation of risk reduction
related to health services are in accordance with KARS instrument 2012 , while
the implementation of the risk of falling patients is not in accordance with KARS
instrument 2012 version.
Implementation Standards standard I, II, III, IV, and V target standards of
patient safety in accordance with KARS Installation 2012 version at Emergency
Installation RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung in 2017, while the
target VI is not in accordance with KARS Instruction 2012. 2012. It is suggested
to pay attention to the availability of facilities and infrastructure in the
Emergency Installation to support the implementation of the patient's safety goals.

Keywords: Hospitals, patient safety goals, accreditation


Bi bliography: 6 Books and 39 Internet (2007-2017)

i
ABSTRAK
STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN
SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH SAKIT TNI AD TK IV
02.07.04
BANDAR LAMPUNG

ARSELIANA HELSANEWA
1303195057

Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung ini merupakan salah satu


rumah sakit yang berkomitmen pada keselamatan pasien dan telah memiliki SPO
(Standar Prosedur Operasional). Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS TNI AD Tk.
IV, Bandar Lampung memiliki berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang
siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Pelayanan gawat
darurat yang beroriantasi kepada keselamatan pasien terkait dengan pelayanan
yang diberikan harus memenuhi mutu pelayanan yang baik. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana pelaksanaan standar sasaran
keselamatan pasien yang sesuai dengan Instruksi KARS versi 2012 di Instalasi
Gawat Darurat RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Jumlah Informan dalam
penelitian ini adalah 7 tenaga kesehatan pelaksana antara lain Dokter (3), Tenaga
keperawatan (3) dan Petugas apoteker (1) di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD
Tk IV Bandar Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan identifikasi pasien,
pelaksanaan komunikasi efektif, pelaksanaan peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai, pelaksanaan kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
operasi, dan pelaksanaan pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
sudah sesuai dengan instrumen KARS versi 2012, sedangan pelaksanaan risiko
pasien jatuh belum sesuai dengan instrumen KARS versi 2012.
Pelaksanaan Standar standar sasaran I,II,III, IV, dan V keselamatan pasien
sesuai dengan Instalasi KARS versi 2012 di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD
Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017, sedangkan sasaran VI belum sesuai
dengan Instruksi KARS versi 2012. Disarankan memperhatikan ketersediaan
sarana dan prasarana di Instalasi Gawat Darurat guna mendukung pelaksanaan
sasaran keselamatan pasien.

Kata Kunci : Rumah sakit, sasaran keselamatan pasien, akreditasi


Daftar Pustaka : 6 Buku dan 39 Internet (2007-2017)

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala


rahmat dan hidayatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan menulis dan
menyusun tesis ini dengan judul “STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN
SASARAN KESELAMATAN PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI
2012 DI IGD RUMAH SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR
LAMPUNG”.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan tugas
akhir untuk menyelesaikan pendidikan Magister Program Studi S2 Kesehatan
Masyarakat Institusi Kesehatan Helvetia Medan. Peneliti menyadari sepenuhnya,
tesis ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantu berbagai pihak, baik dukungan
moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M. Sc, M.Kes, selaku Pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Dr. dr. Arifah Devi Fitriani, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Helvetia Medan.
3. Dr. H. Ismail Efendi, M.Si, selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan.
4. Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
5. Bapak Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes, selaku Ketu Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
6. Dr. Achmad Rifai, S.K.M, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I, yang penuh
dengan kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan serta telah
mencurahkan waktu, perhatian, ide, bimbingan dan motivasi selama
penyusunan tesis ini.
7. dr. Jamaludin, MARS, Selaku Dosen Pembingan II yang telah meluangkan
waktu dalam memberi bimbingan dan tenaga selama penyusun tesis ini.
8. Dr. Tri Niswati, M.Kes, selaku Penguji I yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan
tesis ini.
9. Bapak Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes, selaku Penguji II yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan
tesis ini.

iii
10. Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Intitusi Kesehatan Helvetia Medan
yang telah memberikan bimbingan selama saya menempuh pendidikan di
institusi ini.
11. Orang tua tercinta atas pengorbananya dan kasih sayang nya yang selalu
mendoakan dan memberikan motivasi dari kecil hingga peneliti menempuh
pendidikan program S2 ini.
Hanya Tuhan YME yang senantiasa dapat memberikan balasan atas
kebaikan yang telah diperbuat. Peneliti menyadari bahwa dalam tesis ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Februari 2018

Penulis

Arseliana Helsanewa
1303195057

iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Arseliana Helsanewa yang lahir pada tanggal 31 Agustus


1991 di Palembang dari orang tua Bapak Hasan A. Majid (Alm) dan Ibu Heni
Setiyawati. Penulis beragama Islam dan merupakan anak ke 1 dari 4 bersaudara.
Saat ini penulis tinggal di Jl. Pangeran Ayin No. 04 Rt 01 Rw 02 Desa Kenten
Laut Kec. Talang Kelapa Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 2 Kenten pada tahun
2002, pendidikan di SMP N 41 Palembang pada tahun 2005 dan SMA N 14
Palembang pada tahun 2008. Pada tahun 2015 penulis menyelesaikan S1 Profesi
Kedokteran Umum di Universitas Malahayati Bandar Lampung. Dan sekarang
Penulis akan menyelesaikan pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat di Institut
Kesehatan Helvetia Medan tahun 2018.

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan jasa yang memiliki peran penting

bagi kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat

kompleks yang terdapat berbagai macam obat, tes dan prosedur, banyak alat

dengan teknologinya, berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap

memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan

pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan peluang

untuk terjadinya kesalahan pelayanan yang dapat berakibat terhadap keselamatan

pasien.1 Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh

keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.2

Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting

yang terkait di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan

pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah

sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan

lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran

lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan

kelangsungan hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting untuk

dilaksanakan, namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan

apabila ada pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk

dilaksanakan terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Menurut WHO

(World Health Organitation) tahun 2004 mengumpulkan angka-angka penelitian

1
2

rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia

dan ditemukan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dengan rentang 3,2% – 16,6%.

Tidak lepas dari pengaruh meningkatnya perkembangan teknologi

informatika yang saat ini memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk

mendapatkan berbagai informasi, termasuk juga informasi tentang hal kesehatan,

sehingga pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semakin bertambah.

Bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan menuntut pemberi

pelayanan kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan

memuaskan. Sehingga banyak rumah sakit berlomba-lomba bagaimana

memenangkan persaingan dengan cara memberikan rasa kepuasan pada pelanggan

atau pasien.1

Saat ini isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan adalah

keselamatan pasien (patient safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada

tahun 2000an, sejak laporan dari Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan

laporan To Err Is Human, Building A Safer Health System dan memuat data

menarik tentang Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event). Laporan itu

mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York.

Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (adverse event) sebesar 2,9%, dimana

6,6% di antaranya meninggal. Di New York KTD adalah sebesar 3,7% dengan

angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di

seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per

tahun.3
3

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menegaskan pentingnya

keselamatan dalam pelayanan kepada pasien. Publikasi WHO pada tahun 2004,

mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara Amerika,

Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %.

Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan

mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.1

Di Indonesia data tentang Kejadian Tidak Diharapakan (KTD) dan

Kejadian Nyaris Cedera (KNC) masih sulit didapatkan. Laporan insiden

keselamatan pasien berdasarkan provinsi pada tahun 2007, ditemukan provinsi

DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% di antara delapan provinsi

lainnya, yaitu Jawa Tengah 15,9 %, D.I. Yogyakarta 18,8%, Jawa Timur 11,7%,

Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 10,7% dan Sulawesi

Selatan 0,7%.3 Menurut Utarini, keselamatan pasien telah menjadi perhatian

serius. Dari penelitiannya terhadap pasien rawat inap di 15 rumah sakit dengan

4500 rekam medik menunjukkan angka KTD yang sangat bervariasi, yaitu 8,0%

hingga 98,2% untuk diagnostic error dan 4,1% hingga 91,6% untuk medication

error.

Sejak berlakunya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran, muncul berbagai tuntutan hukum

kepada dokter dan rumah sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila rumah sakit

menerapkan sistem keselamatan pasien. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia (PERSI) telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien


4

Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan pada Seminar

Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta.3

Di samping itu pula KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) telah

menyusun Sasaran Keselamatan Pasien yang diadopsi dari JCI (Joint Commision

International) 2011, yang menjadi salah satu standar akreditasi rumah sakit versi

2012. Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dan menjalankan amanah Undang-

Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit

untuk melaksanakan akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di

rumah sakit minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sekali.4

Undang-Undang No 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,

disebutkan bahwa akreditasi bertujuan meningkatkan keselamatan pasien rumah

sakit dan meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi. Sejak tahun 2012,

akreditasi rumah sakit mulai beralih dan berorientasi pada paradigma baru dimana

penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan berfokus pada pasien.

Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian akreditasi baru

yang dikenal dengan akreditasi rumah sakit versi 2012 ini. Dalam standar

akreditasi rumah sakit versi 2012, mencakup standar pelayanan berfokus pada

pasien, standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien di rumah

sakit dan standar program MDGs.4

Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar lampung merupakan Rumah Sakit tipe

“C” non pendidikan yang berada di Kota Bandar Lampung yang juga dikenal
5

dengan nama Rumah Sakit Dukungan Kesehatan Tentara (RS DKT). Rumah Sakit

ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dengan

pelayanan kesehatan yang paripurna dan terpadu bagi Personel TNI AD, PNS dan

Keluarga serta Satuan Integrasi yang berada di wilayah Korem 043/Gatam

maupun Masyarakat umum. Jenis pelayanan kesehatan yang ada di RS DKT

terdiri dari pelayanan rawat jalan (Poliklinik umum dan Poliklinik Spesialis),

pelayanan rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat bersalin,

pelayanan penunjang medis, pelayanan kamar operasi dan pelayanan rawat

intensif.5

Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung saat ini sudah mengikuti

pedoman sasaran akreditasi rumah sakit versi 2012. Dalam hal ini penulis ingin

mengamati pelaksanaan sasaran keselamatan pasien sesuai dengan standar

akreditasi di RS TNI AD Tk. IV Bandar Lampung. Sasaran keselamatan pasien

dipilih penulis untuk diteliti, selain merupakan salah satu standar dalam akreditasi

juga apabila terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit akan

memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pada

pasien khususnya sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak lainnya yang

ditimbulkan adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan yang diberikan,

karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu.5

Secara umum rumah sakit begitu luas dan kompleks, untuk itulah penulis

hanya mengkhususkan penelitian pada pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS TNI AD Tk. IV, Bandar Lampung.


6

Pelayanan gawat darurat yang beroriantasi kepada keselamatan pasien terkait

dengan pelayanan yang diberikan harus memenuhi mutu pelayanan yang baik.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang merupakan suatu unit di dalam rumah sakit

yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera

yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Sebagai lini pertama di rumah

sakit yang menerima pasien, Instalasi Gawat Darurat (IGD) juga bisa menjadi

cerminan dari pelayanan rumah sakit pada umumnya yang menerima pasien

dengan sifat yang membutuhkan pertolongan cepat dan tepat, tidak jarang sering

pula terjadi insiden yang berhubungan dengan keselamatan pasien di IGD,

sehingga mengharuskan petugas melakukan tindakan yang segera namun harus

tetap fokus pada keselamatan pasien, agar kualitas pelayanan rumah sakit tetap

terjaga.6

Instalasi Gawat Darurat merupakan unit pelayanan yang sangat rentan

dengan keselamatan pasien. Karena Instalasi Gawat Darurat rumah sakit

mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan

keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang

datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah

pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat

untuk mencegah kematian dan kecacatan.6

Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung ini merupakan salah satu

rumah sakit yang berkomitmen pada keselamatan pasien dan telah memiliki SPO

(Standar Prosedur Operasional) penerapan keselamatan pasien sejak bulan

November tahun 2013. Tercatat kejadian pasien jatuh, 2 pasien terjadi di IGD
7

pada bulan Maret–April 2013, dan setelah dilakukan penerapan patient safety

pada tahun 2014 sampai bulan September terdapat 1 pasien jatuh.7 Berdasarkan

hal di atas peneliti tertarik untuk menggambarkan pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien sesuai dengan Instruksi Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di

Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun

2017.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran latar belakang diatas menunjukkan bahwa ada

masalah implementasi dari standar sasaran keselamatan pasien sesuai dengan

Instruksi Akreditasi Rumah Sakit maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana pelaksanaan sasaran keselamatan pasien sesuai dengan

Instruksi Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di Instalasi Gawat Darurat RS TNI

AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Menggambarkan pelaksanaan sasaran keselamatan pasien yang sesuai

dengan Instruksi Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di Instalasi Gawat Darurat

RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Tercapainya budaya keselamatan paisen (patient safety) di IGD RS TNI

AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung.


8

2. Meningkatnya akuntabilitas IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar

Lampung dalam hal pelayanan kepada pasien dan masyarakat.

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di IGD RS TNI AD Tk IV

02.07.04 Bandar Lampung.

4. Terlaksananya program-program penecegahan dari pengulangan kejadian

tidak diharapkan di IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan tentang keselamatan

pasien terutama identifikasi resiko jatuh.

b. Mengkatkan mutu pelayanan rumah sakit berkaitan dengan

keselamatan pasien.

c. Sebagai saran untuk mengambil kebijakan selanjutnya mengenai

keselamatan pasien.

d. Mengurangi risiko pasien jatuh sejak awal masuk rumah sakit.

e. Memberikan hak pasien mengenai keselamatan pasien selama di

rumah sakit.

2. Praktis

a. Bagi peneliti untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan

mengenai pelaksanaan sasaran keselamatan pasien dalam pengurangan

risiko pasien jatuh sesuai dengan Instruksi KARS versi 2012 di IGD

RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung.


9

b. Bagi RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan untuk selalu menerapkan standar

keselamatan pasien sesuai dengan Instruksi KARS versi 2012 dalam

pengurangan risiko pasien jatuh.

c. Bagi Dinas Kesehatan Bandar Lampung hasil penelitian ini dapat

dijadikan masukan terhadap perencanaan dan pembuatan kebijakan

program sasaran keselamatan pasien dalam pengurangan risiko pasien

jatuh.

d. Bagi Institusi Kesehatan Helvetia hasil penelitian ini dapat menjadi

masukan dan informasi tentang pelaksanaan sasaran keselamatan

pasien dalam pengurangan risiko pasien jatuh di IGD sesuai dengan

Instruksi KARS versi 2012.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian Desmawati8 tahun 2013 mengenai analisis penyebab insiden

keselamatan pasien oleh perawat di unit rawat inap rumah sakit “X” Jakarta

menlaporkan bahwa kejadian insiden keselamatan pasien (IKP) berhubungan erat

dengan faktor individu atau karektirisktik SDM yang bekerja. Penelitian Beginta9

tentang evaluasi penatalaksaaan sasaran keselamatan pasien di RSU GMIM

Kalooran Amurang melaporkan bahwa ketepatan identifikasi pasien di RSU

GMIM Kalooran menggunakan gelang identitas dalam penerapannya,

peningkatan komunikasi yang efektif, menggunakan SBAR dengan menggunakan

jembatan kedelai. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai memiliki

daftar obat, disimpan dalam lemari terkunci,bila digunakan dilakukan double

check, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi di RSU GMIM,

dan pengurangan risiko infeksi.

Studi yang dilakukan Keles10 di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano

melaporkan bahwa pelaksanaan komunikasi pasien, komunikasi efektif,

peningkatakan keamanan obat, pelaksanaan kepatian tepat-prosedur, tepat-lokasi,

tepat-pasien sudah sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012.

Sedangkan pelaksanaan pengurangan risiko infeksi dan risiko pasien jatuh belum

sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012. Penelitian Dwiyanto11 di

Kabupaten Tangerang melaporkan bahwa secara keseluruhan capaian

10
11

implementasi sasaran keselamatan pasien sebesat 74,2% sudah baik namun belum

optimal dan konsisten karena belum mencapai 100%.

Penelitian Azimi12 menunjukkan profil pelaksanaan sasaran keselamatan

pasien oleh mahasiswa profesi ners berada dalam kategori sedang. Hasil penelitian

ini memiliki implikasi bahwa setiap rumah sakit pendidikan wajib menyakinkan

mahasiswa yang akan menjalankan praktik klinik untuk paham tentang sasaran

keselamatan pasien. Penelitian Chaerunisa13 di RS Lubuk Basung tahun 2017

melaporkan pelaksanaan program sasaran keselamatan pasien belum maksimal

karena banyak masalah terkait anggaran, SDM, dan budaya keselamatan pasien.

Selain itu penerapan 7 langkah keselamatan pasien juga belum berjalan sesuai

standar keselamatan yang ada.

Penelitian Anggraeini14 tahun 2016 di Kota Bekasi melaporkan bahwa

RSUD Kota Bekasi sudah memiliki SPO keselamatan pasien sejak tahun 2014

namun pada penerapannya masih banyak perawat yang belum mematuhi dan

terkait dengan masalah SDM serta sarana dan prasarana. Penelitian Danasuari15 di

RSIA Tumbuh Kembang Cimanggis melaporkan bahwa sebagian besar petugas

atau perawat telah melaksanakan dengan baik program manajemen pasien jatuh.

Penetapan kebijakan dan implementasi prosedur yang diikuti supervisi dan

monitoring lebih menjamin keterlaksanaan program.

2.1.2. Pengertian Keselamatan Pasien

The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan pasien

sebagai freedom from accidental injury. Senada dengan itu, Keselamatan Pasien

(patient safety) merupakan pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak
12

diharapkan atau mengatasi cidera dari proses pelayanan kesehatan. Keselamatan

pasien rumah sakit adalah sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pelayanan

kesehatan pasien lebih aman dan diharapakan dapat mencegah terjadinya cidera

yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Sistem yang dimaksud

meliputi;penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.1

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 11 Tahun 2017

tentang keselamatan pasien dirumah sakit, disebutkan bahwa keselamatan pasien

di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien

lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cidera yang disebabkan

oleh kesalahan akibat melaksanakan suatau tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil.16 Sir Liam Donaldson sebagai ketua WHO

World Alliance For Patient Safety, Forward Programme, 2005 mengungkapkan

juga bahwa “Safe care is not an option, Its is the right of every patient who

entrusts their care to our heatlh care system” yaitu pelayanan kesehatan yang

aman bagi pasien bukan sebuah pilihan melainkan merupakan sebuah hak pasien

untuk percaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan

kesehatan.17
13

2.1.3. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam

memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat, dan sebuah sub sistem

pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif

(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. 18

Sedangkan pengertian pelayanan kesehatan menurut Kemenkes RI pelayanan

kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-

sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.19 Bentuk dan jenis dari pelayanan

kesehatan tersebut ditentukan oleh:

a) Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi

b) Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan

kesehtan atau kombinasi dari padanya.

2.1.4. Tujuan Keselamatan Pasien

Tujuan keselamatan pasien telah ditentukan secara internasional maupun

nasional, dimana tujuan yang ditentukan secara internasional oleh Joint

Commission International (JCI)20 yaitu sebagai berikut:

a. Identify patient correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)

b. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang

efektif).
14

c. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari

pengobatan resiko tinggi)

d. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery

(mengeliminasi kesalahan penempatan, keselahan pengenalan pasien,

kesalahan prosedur operasi)

e. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko

infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)

f. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien

terluka karena jatuh)

Sedangkan tujuan keselamatan pasien menurut Kementrian Kesehatan RI16

tujuan keselamatan pasien adalah sebagai berikut:

a. Tercapainya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

c. Menurunkan kejadian tidak diharapkan dirumah sakit

d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan

2.1.5. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Menurut Gerties dalam Rebbeca21 Patient Centre Care terdiri dari 7 upaya

keselamatan pasien :

a. Peduli terhadap nilai-nilai pasien, pencegahan dan pengendalian

kebutuhannya

b. Melakukan koordinasi dan integrasi perawatan

c. Pendidikan, Komunikasi dan informasi


15

d. Kenyamanan fisik

e. Dukungan emosi

f. Membuat pasien sebagai keluarga atau teman

g. Transition and Continuity (keberlanjutan)

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada

“Hospital Patient Safety Standards” yang dikelurkan oleh Joint Commission on

Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA pada tahun 2011 yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumah sakitan di Indonesia.20 Standar

keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:

1. Hak pasien

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi

tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya

insiden.

2. Mendidik pasien dan keluarga

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban

dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan

pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang

ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,


16

menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program

keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui

penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah

Sakit”.

b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk

identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau

mengurangi insiden.

c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi

antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan

tentang keselamatan pasien.

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk

mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta

meningkatkan keselamatan pasien

e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk

setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan

pasien secara jelas.


17

b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf

serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelyanan pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen

informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi

internal dan eksternal.

b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Standar sasaran keselamatan pasien juga telah disusun oleh KARS

2012, 4 sebagai berikut :

a. Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien

b. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif

c. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

(high-alert)

d. Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi tepat-prosedur tepat-pasien

operasi

e. Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan

kesehatan

f. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh


18

2.1.6. Langkah Penerapan Keselamatan Pasien

Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus

mendesain (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada,

memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis

secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan melakukan perubahan

untuk meningkatakan kinerja serta keselamatan pasien. 22

Perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah

sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,

praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien

sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan pasien Rumah Sakit” yang

berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2008 sebgai panduan bagi staf Rumah Sakit,3

yaitu:

a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan

dan budaya yang terbuka dan adil.

1. Bagi Rumah sakit:

Rumah sakit harus memiliki kebijakan: tindakan staf segera setelah

insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien dan

keluarga.

Memiliki kebijakan: peran dan akuntabilitas individual pada

insiden.

Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden.

Lakukan asesmen dengan menggunakan survey penilaian

keselamatan pasien.
19

2. Bagi Tim/Unit:

Anggota mampu berbicara, peduli dan berani lapor bila ada

insiden.

Laporan terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta

pelaksanaan tindakan (pemecahan masalah) yang tepat.

b. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat

dan jelas tentang keselamatan pasien di Rumah sakit.

1. Bagi Rumah sakit:

Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas keselamatan

pasien.

Pada setiap bagian Rumah sakit ada yang dapat menjadi

“penggerak” yang dapat diandalkan dalam gerakan keselamatan

pasien.

Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat

Direksi/Manajerial Rumah sakit.

Masukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf

rumah sakit dan memastikan dapat diikuti dan diukur

efektivitasnya.

2. Bagi Tim/Unit:

Tentukan “penggerak” dalam setiap tim/unit untuk memimpin

gerakan keselamatan pasien.

Jelaskan kepada tim relevansi dan pentingnya, serta manfaat dari

menjalankan gerakan keselamatan pasien.


20

Tumbuhkan sikap kesatria untuk yang menghargai pelaporan

insiden.

c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan

proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal

yang potensial bermasalah.

1. Bagi Rumah sakit:

Identifikasi struktur dan proses menjamin resiko klinis dan non

klinis, mencakup keselamatan pasien.

Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang

dapat dimonitoring oleh Direksi/Manajerial Rumah sakit.

Gunakan informasi yang benar dan jelas hasil yang diperoleh dari

sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat

meningkatkan kepedulian terhadap pasien.

2. Bagi Tim/Unit:

Bentuk dan diskusikan isu terbaru keselamatan pasien untuk

memberikan umpan balik kepada manajemen terkait.

Bentuk penilaian risiko pada individu pasien dalam proses

asesmen risiko.

Lakukan proses asesmen secara teratur untuk menentukan

akseptabilitas setiap risiko dengan langkah-langkah yang tepat

untuk memperkecil risiko tersebut.

Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan

ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.


21

d. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan setiap staf agar dapat dengan

mudah melaporkan insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada

KKPRS

1. Bagi Rumah sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam

maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI.

2. Bagi Tim/Unit:

Berikan semangat serta dorongan kepada anggota untuk

melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah

dicegah tetapi terjadi juga, sebagai bahan pembelajaran yang

penting.

e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara

komunikasi yang terbuka dengan pasien.

1. Bagi Rumah sakit:

Rumah sakit harus memilki kebijakan yang dapat menjelaskan

cara-cara komunikasi yang terbuka tentang insiden dengan para

pasien dan keluarganya.

Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang

benar dan jelas jika terjadi insiden.

Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf

agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.


22

2. Bagi Tim/Unit:

Pastikan tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan

keluarganya bila telah terjadi insiden.

Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana

terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang

jelas dan tepat.

Pastikan segera setelah kejadian tim menunjukkan empati kepada

pasien dan keluarganya.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf

untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan

mengapa kejadian itu timbul.

1. Bagi Rumah sakit:

Memastikan staf telah terlatih dalam pengkajian insiden secara

tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.

Mengembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas

criteria pelaksanaan Abalisis Akar Masalah (Root Cause

Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)

atau metoda analisis lain yang harus mencakup semua insiden

yang telah terjadi dan minimum satu kali per tahun untuk proses

risiko tinggi.

2. Bagi Tim/Unit:

Diskukusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden.


23

Identififkasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak

di masa depan dan membagi pengalaman tersebut secra lebih

luas.

g. Cegah cedera melalui implementasi keseamatan pasien.

1. Bagi Rumah sakit:

Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari

sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden dan audit serta

analisis untuk menentukan solusi setempat.

Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur

dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan kegiatan klinis dan

penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.

Asesmen risiko untuk setiap perubahan.

Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS– PERSI

Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas

insiden.

2. Bagi Tim/Unit:

Libatkan tim dalam mengembangkan asuhan pasien menjadi lebih

baik dan lebih aman.

Telaah perubahan yang dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya.

Lakukan umpan balik setiap tindak lanjut tentang insiden yang

dilaporkan.
24

2.1.7. Sembilan Solusi Live Saving Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit telah menjadikan sembilan

solusi live saving yang telah dibuat oleh WHO untuk digunakan sebagai pedoman

oleh seluruh rumah sakit di Indonesia. Solusi keselamatan pasien tersebut

merupakan sebuah sistem atau intervensi yang dapat digunakan untuk mencegah

atau mengurangi cedera pada pasien yang terjadi pada proses pemberian

pelayanan kesehatan. Sembilan solusi tersebut berupa panduan yang sangat

bermanfaat bagi rumah sakit yang menerapakannya dengan baik dalam

memperbaiki proses asuhan pasien dan berguna untuk menghindari cidera maupun

kematian yang dapat dicegah. Sembilan Solusi tersebut,3 sebagai berikut :

a. Memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look–A like, Sound–A

like, medications name)

Nama obat, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) yang membingungkan

petugas kesehatan adalah satu penyebab tersering dalam kesalahan obat

(medication error) dan hal ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.

Dengan puluhan ribu obat yang beredar di pasaran saat ini, maka sangat signifikan

potensi terjadinya kesalahan akibat kebingungan terhadap nama merk atau generik

serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk

pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label atau penggunaan

perintah yang dicetak lebih dahulu maupun pembuatan resep elektronik.

b. Memastikan identifikasi pasien

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien

secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun


25

pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada

bukan keluarganya dan sebagainya. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk

verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses

identifikasi. Standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam

konfirmasi serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien

dengan nama yang sama.

c. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima atau pengoperan

pasien antara unit-unit pelyanan, didalam unit pelayanan serta antar tim

pelyanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan

yang tidak tepat dan potensial dapat mengakibatkan cidera terhadap pasien.

Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk

penggunaan protokol untuk mengkomunikasian informasi yang bersifat kritis,

memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan

menyampaiakan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima dan melibatkan

para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

d. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

Faktor yang paling banyak berkontribusi terhadap kesalahan-kesalahan ini

adalah tidak ada kurangnya proses prabedah yang distandarisasi, hal yang

direkomendaikan yaitu untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan tergantung pada

pelaksanaan proses verifikasi pra-pembedahan, pemberian tanda pada sisi yang

terlibat dalam prosedur time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk

mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.


26

e. Mengendalikan cairan elektrolit pekat (concentranted)

Semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil

risiko. Disamping itu cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi

termasuk kategori berbahaya. Hal yang direkomendasikan yaitu membuat

standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah serta pencegahan atas campur aduk

atau bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

f. Memastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

Kesalahan medis terjadi paling sering pada saat transisi atau pengalihan.

Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain

untuk mencegah salah obat (medication error) pada titik-titik transisi pasien.

Rekomendasinya adalah menciptakan suatau daftar yang paling lengkap dan

akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut “Home

Medication List”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi,

penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi

dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana

pasien akan ditransfer atau dilepaskan.

g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)

Selang, kateter dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain

sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak

Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera pasien melalui penyambungan spuit

dan selang yang salah, memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.

Hal yang direkomendasikan yaitu menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi


27

secara pemberian makna (misalnya selang yang benar) dan ketika menyambung

alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan selang yang benar).

h. Menggunakan alat injeksi hanya untuk sekali pakai

Salah satu keprihatinan global tersebar adalah penyebaran HIV, HBV dan

HCV yang diakibatkan oleh pemakaian ulang (reuse) jarum suntik. Hal yang

direkomendasikan adalah perlunya larangan pakai ulang jarum suntik di fasilitas

layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga pelayanan

kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi

terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah

dan penggunaan jarum sekali pakai yang aman.

i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi

nosokomial

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang diseluruh

dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan

yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah

ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan seperti

alkohol, hand rubs dsb, yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya

sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan

yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja dan

pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan atau

observasi dan teknik-teknik yang lain.


28

2.1.8. Bentuk Insiden Keselamatan Pasien

Proses pelayanan kesehatan sangat berpotensi menimbulkan insiden

keselamatan pasien. Istilah insiden keselamatan pasien itu sendiri adalah suatu

bentuk kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau

berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, yang terdiri

dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC), Kejadian

Tidak Cidera (KTC) dan Kejadian Potensial Cidera (KPC). Komisi Keselamatan

Pasien Rumah Sakit (KKP– RS) tahun 2008 mengungkapkan bahwa bentuk

Insiden keselamatan pasien,3 sebagai berikut :

a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau Adverse Event merupakan suatu

insiden yang mengakibatkan cidera/harm pada pasien akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cidera dapat

diakibatkan oleh kesalahan medis yang tidak dapat dicegah.

b. Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/Near Miss adalah suatu insiden yang tidak

menyebabkan cidera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan, atau

tidak mengambil suatu tindakan yang seharusnya diambil.

c. Kondisi potensial Cidera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi

untuk menimbulkan cidera meskipun belum terjadi insiden.

d. Sentinel dari suatu KTD yang mengakibatkan cidera atau cacat yang

permanen (irreversible) bahkan kematian.

Semua insiden ini adalah tanggung jawab dari rumah sakit khususnya

petugas kesehatan dalam melakuakan proses pemberian pelayanan kesehatan,


29

karena jika terjadi kelalaian akan mengakibatkan dampak negatif bagi pasien.

Dampak tersebut dapat berupa cidera ringan, cacat fisik, cacat permanen bahkan

sampai kematian. Untuk dapat menghindarkan dan mencegah kerugian bagi

semua pihak maka rumah sakit hendaknya memperhatikan dan membuat prosedur

untuk menghindari beberapa elemen keselamatan pasien yang berpotensi terjadi di

dalam pemberian asuhan pelayanan kesehatan pasien di rumah sakit. Elemen

keselamatan pasien tersebut menurut Agency for Healthcare Research and Quality

(AHRQ)23 adalah:

a. Adverse Drug Events (ADE) atau Medication Errors (ME)

(ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)

b. Restrain use (penggunaan restrain/pengaman pasien)

c. Nosocomial use (infeksi nosokomial)

d. Surgical mishaps (kecelakaan operasi)

e. Pressureulcers (luka tekan)

f. Blood product safety/administrasi (keamanan produk darah/adminnistrasi)

g. Antimicrobial resistence (resistensi antimikroba)

h. Immunization program (program imunisasi)

i. Falls (terjatuh)

j. Blood stream – vascular catheter care (perawatan kateter pembuluh darah)

k. Systematic revie, follow-up and reporting of patient/visistor incident

reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan dan pelaporan

pasien/pengunjung laporan kejadian).


30

2.2. Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

2.2.1. Pengertian Instalasi Gawat Darurat

Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu

bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang

menderita sakit dan cidera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No.

856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di

rumah sakit.24 Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen

Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan

sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan

Life Saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus

dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.

2.2.2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan

medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat,

bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat

darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat

dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu

pelayanan adalah waktu tanggap (respons time).24

Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan

diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat

jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam


31

suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal

pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau

tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung

jawab.19

Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk

ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu

perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan

kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan

gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.

Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana,

sumber daya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar.

Disisi lain, desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk

mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta

siap mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk

itu daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan khususnya

pelayanan gawat darurat yang baik dan terarah agar mutu pelayanan kesehatan

tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan pesat. Oleh karenanya Depkes perlu

membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi

acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit.24

Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit,25 adalah :

1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang

memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat

darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).


32

2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat

memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam

seminggu.

3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit

diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).

4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus

gawat darurat.

5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah

sampai di IGD.

6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multi disiplin, multi profesi

dan terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur

pelaksana).

2.2.3. Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal mutu dan

kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi

IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu komponen

penilaian penting dalam akreditasi suatu rumah sakit. 18

Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu kepada Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit menggunakan Indikator Kinerja Kunci atau Key Performance

Indicators (KPI).19 Dalam SPM rumah sakit untuk unit pelayanan IGD rumah

sakit memiliki 9 (Sembilan) indikator sebagai berikut :


33

Tabel.2.1. Indikator SPM RS Unit Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Jenis
Indikator Standar
Pelayanan
Gawat 1. Kemampuan menangani life saving 100%
Darurat
2. Jam buka pelayanan gawat darurat 24 Jam

3. Pemberi pelayanan 100 %


kegawatdaruratan yang bersertifikat
yang masih berlaku
ATLS/BTLS/ACLS/PPGD

4. Kesediaan tim penanggulangan Satu tim


bencana

5. Waktu tanggap pelayanan gawat ≤ 5 menit setelah


darurat pasien datang

6. Kepuasan pelanggan ≥ 70 %

7. Tidak adanya pasien yang 100 %


diharuskan membayar uang muka

8. Kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua per seribu


(pindah ke pelayanan
rawat inap setelah
8jam)

9. Khusus untuk RS Jiwa Pasien dapat 100 %


ditenangkan dalam waktu 48 jam.
Sumber : SPM Rumah Sakit Tahun 2008 19

IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah

sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup pasien. Wilde

(2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap

(Response Time). Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada

pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan

kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan

response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai
34

dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen

IGD rumah sakit sesuai standar.19

2.3. Tenaga Kesehatan

2.3.1. Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam

merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit.

Menurut UU RI No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, mendefinisikan perawat

adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakkan

keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui

pendidikan keperawatan.26

Perawat berperan dalam memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia

yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan

proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanan,

implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan tersebut menjadi standar asuhan

keperawatan yang telah dtetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 27

Pelayanan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososiospiritual yang

komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat

yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini

adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan

memperlakukan pasien sebagai manusia.27


35

2.4. Akreditasi Rumah Sakit

2.4.1. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit

Beberapa definisi lebih lanjut tentang akreditasi rumah sakit tingkat

internasional dijelaskan oleh beberapa lembaga, yaitu Menurut Kemenkes RI

(2015) Akreditasi Internasional Rumah Sakit adalah akreditasi yang diberikan

oleh pemerintah dan/atau Badan Akreditasi Rumah Sakit taraf Internasional yang

bersifat Independen yang telah memenuhi standar dan kriteria yang ditentukan. 11

Menurut Joint Comission International (JCI) Tahun 2011, akreditasi

adalah proses penilaian organisasi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit

utamanya rumah sakit non pemerintah, oleh lembaga akreditasi internasional

berdasarkan standar internasional yang telah ditetapkan. 20 Akreditasi disusun

untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan kesehatan. Akreditasi saat

ini mendapat perhatian dari publik internasional karena merupakan alat

pengukuran dan evaluasi kualitas pelayanan dan manajemen rumah sakit yang

efektif. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akreditasi internasional

rumah sakit adalah proses penilaian organisasi kesehatan oleh lembaga akreditasi

internasional berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan untuk meningkatkan

kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan.28

2.4.2. Akreditasi Nasional Rumah Sakit

Pada Permenkes RI No. 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,

disebutkan bahwa pengertian akreditasi adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit

yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang

ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu
36

memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan

mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. 28

Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun

internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang maupun

peraturan tertulis lainnya, yaitu: UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

pasal 40 ayat 1. “dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib

dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”, ayat 2.

“Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan

standar akreditasi yang berlaku”.29

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah

memberikan dukungan sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk mengembangkan

kualitas pelayanan kesehatan sehingga mendapat akreditasi internasional. Dengan

demikian diharapkan setiap organisasi rumah sakit mampu mengembangkan

potensi dan kualitas pelayanan kesehatan dengan semaksimal mungkin.

Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjaga mutu layanan melalui

kegiatan akreditasi rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta.

Dasar hukum pelaksanaan akreditasi rumah sakit adalah UU Nomor 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit

wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi

dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam

upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi


37

secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari Undang-Undang tersebut diatas

dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan

dengan alasan agar mutu/kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem

pelayanan di Rumah Sakit.29

Sebagai salah satu sub sistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit

menjadi tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah

sakit merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa dengan ciri-ciri

padat karya, padat modal, padat teknologi, padat masalah dan padat umpatan.

Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional maka tuntutan akan mutu

pelayanan kesehatan oleh rumah sakit juga semakin meningkat. Hal ini ditandai

dengan berbagai kritikan tentang ketidakpuasan terhadap pelayanan rumah sakit

berbagai upaya termasuk melalui jalur hukum. Oleh karena itu upaya untuk

menjaga dan meningkatkan mutu layanan rumah sakit baik untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat baik internal maupun eksternal rumah sakit perlu

dilaksanakan.24

2.4.3. Akreditasi Internasional oleh Joint Commission International (JCI)

Joint Commission International (JCI) merupakan lembaga

akreditasiinternasional yang berwenang melakukan akreditasi. Kementerian

Kesehatan menetapkan JCI sebagai lembaga atau badan yang dapat melakukan

akreditasi rumah sakit bertaraf Internasional yang ditetapkan dalam Keputusan

Menkes No. 1195/MENKES/SK/VIII/2010.30

JCI didirikan tahun 1998 sebagai perpanjangan tangan untuk kawasan

internasional dari The Joint Commission (United States). JCI bermarkas di


38

Amerika Serikat. JCI telah bekerja sama dengan 80 menteri kesehatan di seluruh

dunia. Fokusnya ialah peningkatan pengawasan terhadap keamanan pasien dengan

cara memberikan sertifikasi akreditasi dan pendidikan untuk

mengimplementasikan solusi berkelanjutan berbagai organisasi pelayanan

kesehatan. Organisasi pelayanan kesehatan itu meliputi rumah sakit, klinik,

laboratorium klinik dan sebagainya. Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah

Sakit akan mengacu pada Standar JCI, yang dikelompokkan menjadi empat

bagian, yaitu, (1) kelompok sasaran yang berfokus pada pasien,(2) kelompok

standar manajemen rumah sakit,(3) kelompok keselamatan pasien dan (4) sasaran

MDGs.20

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam langkah dan strategi

pelaksanaan keselamatan pasien, salah satunya adalah mengikuti Akreditasi

Rumah Sakit. Selanjutnya dalam Pedoman Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit disebutkan rumah sakit mutlak memerlukan

sistem tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen K3RS. 22 Mengacu kepada

kedua landasan hukum tersebut, maka konsep kajian tentang keselamatan pasien

yang dilakukan pada penelitian ini mengacu kepada aspek kesehatan dan

keselamatan kerja yang terkait dengan standar akreditasi yang dikeluarkan oleh

Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th

Edition (2011) serta dihubungkan dengan mutu pelayanan adalah aspek pelayanan

di IGD rumah sakit, yaitu 6 Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan

indikator sebagai berikut20 :


39

a. Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek

diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya

error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan

terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya;

mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin

mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran

ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya (reliable)

mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan

pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau

pengobatan terhadap individu tersebut.4

Kebijakan dan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan

untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk

mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah;

pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan

pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya

dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor

identifikasi umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang

(identitas pasien) dengan barcode, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien

tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan atau prosedur juga menjelaskan

penggunaan dua pengidentifikasi atau penanda yang berbeda pada lokasi yang

berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat

jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap
40

pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif

digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur untuk memastikan

telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi. 4

b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang

dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan

peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau

tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah

diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan

peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah

pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon

unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera. 4

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau

prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau

memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh

penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau

hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan

dibacakan ulang adalah akurat. Kebijakan atau prosedur mengidentifikasi

alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak

memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat

darurat/emergensi di IGD atau ICU.4


41

c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan

datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana

yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan

oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta

menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di

area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah

pemberian yang tidak disengaja atau kurang hati-hati.4

d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang

mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat

dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,

kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan

tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga

asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,

budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,

permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible

handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi

yang sering terjadi.4

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang

mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan


42

sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit

dan kelainan atau disorder pada tubuh.4

e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam

kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi

infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan

besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi

umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi

saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan

pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). 4

Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan

(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara

internasional bisa diperoleh dari WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan

Penyakit Amerika Serikat (US CDC) berbagai organisasi nasional dan

intemasional.4

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand

hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah

sakit.4

f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil

tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi

riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian
43

terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang

digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang

dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan

untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat

penghalang aau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi

yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus

diterapkan di rumah sakit.4


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk

menggambarkan pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di Instalasi Gawat

Darurat Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk IV

Bandar Lampung, dengan pertimbangan bahwa pelayanan di IGD sangat rentan

dengan terjadinya kasus yang terkait dengan keselamatan pasien (patient safety).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi langsung.

Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara mendalam diolah dengan

membuat transkrip hasil pembicaraan tersebut. Selanjutnya data tersebut

dianalisis dengan metode analisis isi (content analysis) yaitu membandingkan

hasil penelitian dengan teori-teori yang ada di kepustakaan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan adalah Februari sampai September 2017.

44
45

3.3. Populasi Subjek (Informan) dan Objek Penelitian

Populasi subjek (Informan) dalam penelitian ini adalah unsur yang sedang

terlibat dan atau memiliki pengetahuan berkaitan dengan kebijakan Permenkes

NO 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit TNI AD Tk IV

Bandar Lampung.16 Informan dalam penelitian ini adalah yang mengetahui

permasalahan dengan jelas, mampu mengemukakan pendapat secara baik dan

benar, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta bersedia

dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu

pelaksanaan standar sasaran keselamatan pasien di IGD sesuai Instruksi

Akreditasi RS versi 2012.

Informan dalam penelitian ini mempunyai karakteristik sesuai dengan

tujuan penelitian dan mengalami fenomena penelitian. Adapun karakteristik

informan,31 yaitu:

1. Informan adalah tenaga pelaksana di IGD Rumkit TNI AD Tk IV Bandar

Lampung.

2. Informan yang telah bekerja selama 1 tahun atau lebih.

3. Berpendidikan minimal Profesi Kedokteran Umum atau DIII Keperawatan

atau S1 Apoteker Profesi Farmasi.

4. Mampu bekerja sama dalam penelitian dan menyatakan ketersediaannya

sebagai informan.

Jumlah Informan dalam penelitian ini adalah 7 tenaga kesehatan pelaksana

antara lain Kepala Ruangan Gawat Darurat (1), Dokter (2), Tenaga keperawatan
46

(3) dan Petugas Apoteker (1) di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk IV

02.07.04 Bandar Lampung.

Proses penentuan perawat pelaksana sebagai informan ditentukan melalui

langkah berikut : Peneliti bekerja sama dengan kepala ruangan untuk menentukan

calon informan yang selanjutnya meminta persetujuan calon informan untuk

menjadi informan penelitian. Selanjutnya peneliti dan informan bersama-sama

mengatur waktu untuk proses wawancara.31

Sedangkan yang menjadi populasi objek dalam penelitian ini adalah 6

(Enam) Standar Sasaran Keselamatan Pasien yang sesuai dengan Instruksi

Akreditasi RS versi tahun 2012.

3.3.1. Pertimbangan Etik

Informan mempunyai kebebasan dengan sukarela untuk menjadi informan

dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan. Informan juga

bisa mengajukan keberatan dan mengundurkan diri dalam berpartisipasi dalam

penelitian ini. Peneliti sebelum melakukan wawancara meminta izin terlebih

dahulu kepada informan untuk diwawancarai secara mendalam.

Peneliti menggunakan kode informan dalam penelitian informasi-

informasi yang diberikan dijaga kerahasiaannya dan informasi tersebut hanya

digunakan untuk kegiatan penelitian. Peneliti juga mengantisipasi untuk

menjamin kerahasiaan informasi secara terpisah. Selama pengambilan data

peneliti menjaga kenyamanan informan dengan melakukan wawancara di tempat

yang diinginkan informan dan waktu di inginkan informan. Peneliti menggunakan


47

alat perekam untuk merekam suara dan dokumentasi gambar setelah disetujui oleh

informan.32

Tabel 3.1. Informasi yang dikumpulkan menurut sumber, metode dan


jumlah Informan.

Metode pengumpulan data


No. Sumber informasi Jumlah
Wawancara Obsevasi
1. Ka.Ruangan Gawat
√ √ 1 orang
Darurat
2.
Dokter Umum IGD √ √ 2 orang
3.
Perawat IGD √ √ 3 orang
4.
Petugas Apoteker √ √ 1 orang

Total Informan 7 orang

Tabel 3.2. Informasi yang Ingin Diperoleh dari Informan

No Informan Informasi Yang Diinginkan


1. Tenaga Kesehatan 1. Ketepatan Identifikasi Pasien
(Ka. Ruangan a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua
IGD, Dokter identitas pasien.
umum, Perawat b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
pelaksana IGD dan obat, darah, atau produk darah.
Petugas Apoteker) c. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan
darah dan specimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
pengobatan atau tindakan.
2. Komunikasi yang Efektif
a. Perintah lisan melalui telpon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap
oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telpon
dibacakan kembali oleh penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan
dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah.
48

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu


diwaspadai
a. Menyimpan obat-obat high alert ditempat
terpisah
b. Menyimpan elektrolit konsentrat di tempat
terpisah
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit
pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
dan bila diperkenankan kebijakan
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit
pelayanan pasien diberi label yang jelas
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted)
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien operasi
a. Memberikan tanda yang jelas dan dapat
dimengerti untuk identifikasi operasi
b. Melibatkan pasien saast checklist atau
penandaan sebelum melakukan tindakan
hecting
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan
a. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan
b. Mencuci tangan sebelum menyentuh
pasien
c. Mencuci tangan setelah terkena cairan
tubuh pasien
d. Mencuci tangan setalah memegang daerah
sekitar pasien
e. Mencuci tangan dengan langkah cuci
tangan dari WHO
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
a. Melakukan assesmen awal risiko pasien
jatuh
b. Melakukan assesmen ulang terhadap
pasien bila diindikasikan terjadi perubahan
kondisi atau pengobatan.
49

3.4. Metode Pengumpulan Data

Informasi yang dikumpulkan dengan menggunakan wawancara mendalam

(indepth interview) dan observasi terus terang atau tersamar. Wawancara

mendalam dipilih dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi secara mendalam

makna-makna subyektif yang dipahami informan terkait dengan pengalaman

informan dalam standar sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit. Bentuk

pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara adalah Open Ended Question.

Bentuk pertanyaan terbuka ini dipilih didasarkan fenomena di lapangan dan

berdasarkan studi literatur bahwa informasi yang digali bersifat mendalam sesuai

dengan sudut pandang informan sehingga informan memiliki kebebasan dalam

memberikan informasi.33

Observasi terus terang atau tersamar adalah metode pengumpulan data

yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan

penginderaan di mana peneliti terlibat secara terus terang dengan informan, bahwa

peneliti sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak

terus terang atau tersamar dalam obeservasi, untuk menghindari kalau suatu data

yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.32

Panduan wawancara yang akan digunakan peneliti adalah semi struktur

dan dibuat sesuai dengan landasan teori yang relevan dengan masalah yang akan

digali dalam penelitian. Panduan wawancara berisi pertanyaan yang dibuat sendiri

oleh peneliti, bersifat mendalam dimulai dengan pertanyaan terbuka dan tidak

bersifat kaku. Pertanyaan dapat dikembangkan sesuai proses yang sedang

berlangsung selama wawancara tanpa meninggalkan landasan teori yang telah


50

ditetapkan. Peneliti akan menggunakan alat perekam suara (recorder) untuk

merekam percakapan selama wawancara. Kemudian hasil wawancara diketik

dalam bentuk narasi.33

3.4.1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah penulis sendiri yang melakukan

wawancara mendalam, observasi terus terang atau tersamar.34

3.4.2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai

alat pengumpul data, pedoman wawancara, catatan lapangan dan alat

perekam/kamera digital.32 Alat perekam berfungsi merekam semua percakapan

atau pembicaraan. Kamera digunakan untuk memotret apabila peneliti sedang

melakukan pembicaraan dengan informan. Dengan adanya foto ini, maka

keabsahan penelitian akan lebih terjamin, peneliti betul-betul melakukan

pengumpulan data.

3.4.3. Prosedur Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin secara

tertulis atau lisan oleh Karumkit TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung dan

Ka. Instalasi Gawat Darurat. Selanjutnya peneliti bekerja sama dengan dokter dan

perawat pelaksana IGD untuk menuju informan penelitian. Setelah

diidentifikasikan calon informan selanjutnya peneliti menemui informan sesuai

dengan karakteristik atau ciri yang diinginkan.31

Prosedur pengumpulan data penelitian antara lain sebagai berikut 34:


51

1. Tahap Persiapan

Peneliti mengunjungi calon informan sesuai dengan waktu dan tempat

yang telah disepakati. Peneliti menjelaskan maksud kunjungan dan tujuan

penelitian untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam tentang

pelaksanaan standar sasaran keselamatan pasien di IGD Wawancara dilakukan

satu kali pertemuan selama kurang lebih 60 menit dengan tempat yang disepakati

peneliti dan informan, menggunakan alat bantu berupa catatan dan alat perekam

untuk membantu kelancaran pengumpulan data.

2. Proses Pengumpulan Data

Pada kunjungan kedua, peneliti mengunjungi informan sesuai dengan

kontrak yang disepakati bersama. Peneliti menyiapkan alat bantu pengumpulan

data, kemudian melakukan wawancara mendalam. Wawancara mendalam

dilakukan dengan menanyakan sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah

disusun dalam pedoman wawancara. Kegiatan wawancara diakhiri pada saat

informasi yang dibutuhkan telah diproses sesuai pertanyaan-pertanyaan pada

pedoman wawancara.

Pendokumentasian hasil wawancara dilakukan pada hari yang sama

dengan hasil akhir berupa transkrip hasil wawancara. Pendokumentasian diawali

dengan memutar kembali hasil rekaman dan menuliskan seluruh isi hasil rekaman

apa adanya. Penulisan transkrip hasil wawancara dilakukan dengan

menggabungkan hasil rekaman dengan catatan observasi di lapangan.


52

3.5. Prosedur Pengelolaan data dan Analisis Data

3.5.1. Prosedur Pengolahan Data34

Pengolahan data penelitian ini di mulai mendokumentasikan data dengan

menata data-data hasil wawancara berupa hasil rekaman, catatan lapangan dan

print out transkip. Langkah berikutnya pemberian kode untuk memudahkan

peneliti dalam menganalisa data untuk membedakan informasi dari masing-

masing informan. Pemberian kode dilakukan dengan memberi garis bawah pada

transkip pada kata-kata kunci kemudian memberi kode.

Pemberian tanda khusus pada transkrip untuk membedakan istilah atau

catatan lapangan. Tanda istilah dilakukan dengan memberi tanda kurung dengan

huruf italic, merupakan keterangan istilah kata-kata yang bukan bahasa Indonesia.

Tanda lain adalah keterangan dalam tanda kurung dengan huruf tegak, misalnya

(informan diam sejenak), berarti merupakan catatan lapangan.

3.5.2. Prosedur Analisa Data34

Prosedur analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membaca

transkrip secara berulang-ulang dan teliti untuk mendapatkan pemahaman tentang

pengalaman yang dialami informan dalam Pelaksanaan standar sasaran

keselamatan pasien di IGD. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi kata kunci yang

terdapat pada setiap kalimat dan memberikan tanda garis bawah. Selanjutnya

peneliti mengambil arti dari kata kunci yang merupakan pernyataan informan

untuk menentukan kategori. Selanjutnya kategori-kategori dikelompokkan dalam

tema. Selanjunya peneliti mengelompokkan tema-tema dalam tujuan khusus.

Selanjutnya peneliti memvalidasi hasil analisa berupa tema-tema dengan cara

menunjukkan kisi-kisi tema terhadap informan.


53

3.6. Keabsahan Data

Untuk menjamin keabsahan informasi dalam penelitian ini, peneliti

mengadakan triangulasi sumber pegumpulan data dan triangulasi metode.

Triangulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfatkan sesuatu yang lain.

Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu. Triangulasi diantaranya,32 adalah :

1. Triangulasi Sumber Data

Berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian

kualitatif. Dalam penelitian ini diperoleh sumber untuk memperoleh derajat

kepercayaan (keabsahan) informasi yang diperoleh dari informan. Cara ini

mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti berusaha

menggunakan dan membandingkannya dengan berbagai sumber kepustkaan yang

ada (content analysis).

2. Triangulasi Metode

Terdapat dua strategi yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan

hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat

kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama melalui wawancara

mendalam dan observasi. Untuk mendapatkan keabsahan informasi maka dalam

penelitian ini digunakan dua metode yaitu wawancara mendalam dan observasi.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar


Lampung

Rumah Sakit Tingkat IV 02.07.04 merupakan salah satu unsur pelaksana

Denkesyah 02.04.03 melaksanakan dukungan kesehatan bagi prajurit yang

melaksanakan latihan juga memberikan pelayanan kesehatan bagi Personel TNI

AD, PNS dan keluarga serta satuan integrasi yang berada di wilayah Korem

043/Gatam maupun di luar service area. Sebagai salah satu Sistim Kesehatan

Nasional Rumkit Tk IV 02.07.04 melaksanakan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat umum yang disesuaikan dengan kemampuan fasilitas Rumah Sakit.

Seperti lazimnya kesatuan kesehatan TNI-AD, pada awalnya Rumkit TNI

AD Tk IV Bandar Lampung dikenal dengan nama DKT atau RS DKT yang turut

memberikan andil dukungan kesehatan pada masa perjuangan kemerdekaan antara

tahun 1945-1950 (tidak ada arsip atau data pasti tanggal berdirinya). Cikal bakal

Rumkit Tk IV adalah 3 unit bangunan bekas perkantoran perusahaan perkebunan

karet Belanda (sekarang masih digunakan) dengan kemampuan poliklinik dan

KSA. Kemudian pada tahun 1958 dibangun ruang administrasi, bangsal umum

dan bangsal bersalin dan pada tahun 1974 dibangun lagi ruang perawatan perwira

dan dapur/laundry. Untuk kelengkapan dan efektivitas pelayanan kesehatan ABRI

di jajaran Korem 043/Gatam maka pada tahun 1975 dibangun poliklinik umum

dalam rangka pemindahan dan penyatuan poliklinik garnizun dengan Rumkit

IV/431, kemudian disempurnakan lagi pada tahun 1982 dengan dibangunnya

ruang rontgen dan kamar operasi.

54
55

Pada tahun 1985 nama Rumkit IV/431 dirubah menjadi Rumkit Tk IV

02.07.04 sampai dengan sekarang. Rumkit Tk IV 02.07.04 sejak berdirinya

sampai dengan sekarang berada satu kompleks/satu atap dengan Madenkesyah

02.04.03, sehingga para pejabat Karumkit sering dirangkap/merangkap

Dandenkesyah. Posisi Rumkit Tk IV 02.07.04 berada di sebelah Utara/di samping

RSUP Tipe B (RSU Abdul Moeloek) dan di sebelah Barat/di belakang Makorem

043/Gatam. Filosofi RS ini adalah Pelayanan Kesehatan yang prima mengantar

pada terwujudnya personel TNI yang sehat jasmani dan rohani agar prajurit, PNS

dan keluarganya mendapatkan derajat kesehatan yang optimal dengan pelayanan

kesehatan yang paripurna dan terpadu di Rumah Sakit DKT. Visi RS adalah

"Menjadi rumah sakit pilihan utama dan kebanggaan prajurit, PNS dan

keluarganya serta masyarakat lampung”. Misi RS adalah sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada Prajurit, PNS dan

keluarganya secara profesional, excellent, manusiawi dan nyaman.

2. Memanfaatkan kapasitas lebih rumah sakit untuk memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat umum secara profesional dengan

memperhatikan aspek sosial budaya dan dengan biaya terjangkau.

3. Menyelenggarakan fungsi pendidikan, latihan, dan pengembangan

kesehatan yang seimbang komprehensif dan terintegrasi.

4. Meningkatkan sumber daya manusia rumah sakit sesuai kompetensinya

guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

5. Mengembangkan rumah sakit yang paripurna bagi Prajurit, PNS dan

keluarganya.
56

4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini sejumlah 7 responden yang terdiri dari Ka.

Ruangan IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung, dokter IGD RS TNI

AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung, perawat IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04

Bandar Lampung, dan Petugas Apoteker IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04

Bandar Lampung.

Tabel 4.1. Karakteristik Informan

Informan Jabatan/Asal Jumlah


Informan 1 (P1) Kepala Ruangan Dokter/IGD RS TNI AD 1 orang
IGD Tk. IV 02.07.04 Bandar
Lampung
Informan 2 (P2) Dokter IGD IGD RS TNI AD Tk. IV 1 orang
02.07.04 Bandar
Lampungv
Informan 3 (P3) Dokter IGD IGD RS TNI AD Tk. IV 1 orang
02.07.04 Bandar
Lampung
Informan 4 (P4) Perawat IGD RS TNI AD Tk. IV 1 orang
02.07.04 Bandar
Lampung
Informan 5 (P5) Perawat IGD Rumkit TNI AD Tk. 1 orang
IV 02.07.04 Bandar
Lampung
Informan 6 (P6) Perawat IGD RS TNI AD Tk. IV 1 orang
02.07.04 Bandar
Lampung
Informan 7 (A1) Apoteker IGD RS TNI AD Tk. IV 1 orang
02.07.04 Bandar
Lampung
57

4.3. Pelaksanaan Sasaran I Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien) IGD


RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung

Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut

ini:

Tabel 4.2. Pelaksanaan Sasaran I Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien)


IGD RS TNI AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sasaran I D1 D2 D3 P1 P2 P3

Pasien diidentifikasi menggunakan dua Y Y Y Y Y Y


identitas pasien
Pasien diidentifikasi sebelum pemberian Y Y Y Y Y Y
obat, darah atau produk darah
Pasien diidentifikasi sebelum mengambil Y Y Y Y Y Y
darah dan specimen lain untuk
pemeriksaan klinis Y Y Y Y Y Y
Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
pengobatan atau tindakan
Ket: Y=Ya
T=Tidak

Dari tabel di atas dapat dilihat dari 3 dokter dan 3 perawat yang dilakukan

observasi, semuanya sudah melakukan identifikasi pasien sesuai dengan standar.

Tabel 4.3. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Sasaran I


Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien) IGD RS TNI AD
Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan


Gelang identitas Y Tidak lengkap
Ket: Y=Ya
T=Tidak

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa tersedia geang identitas untuk pasien,

tetapi belum lengkap karena tidak ada penanda gelang warna ungu karena masih

dalam proses pemesanan.


58

4.4. Pelaksanaan Sasaran II Keselamatan Pasien (Komunikasi Efektif)


IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung

Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut

ini:

Tabel 4.4. Pelaksanaan Sasaran II Keselamatan Pasien (Komunikasi


Efektif) IGD RS TNI AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sasaran II D1 D2 D3 P1 P2 P3
Perintah lisan melalui telepon atau hasil TP TP TP TP TP TP
pemeriksaan dituliskan secara lengkap
oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut

Perintah lisan dan melalui telepon TP TP TP TP TP TP


dibacakan kembali oleh penerima perintah

Perintah atau hasil pemeriksaan TP TP TP TP TP TP


dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah
Ket: TP=Tidak pernah

Pada table 4.4. di atas dapat dilihat bahwa hasil yang didapat adalah TP

(Tidak Pernah) karena perawat dan dokter selama penelitian tidak pernah

memberikan ataupun menerima perintah melalui telepon, karena dokter selalu

stand by selama jaga, sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi dokter dan

perawat di Instalasi Gawat Darurat sudah efektif.


59

4.5. Pelaksanaan Sasaran III Keselamatan Pasien (Keamanan obat) IGD


RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung

Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut

ini:

Tabel 4.5. Pelaksanaan Sasaran III Keselamatan Pasien (Keamanan Obat)


IGD Rumkit AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sasaran III A1
Menyimpan obat-obat high-alert di tempat terpisah Y
Menyimpan elektrolit konsentrat di tempat terpisah Y
Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan
pasien kecuali jika dibutuhkan dan bila Y
diperkenankan kebijakan
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit
pelayanan pasien diberi label yang jelas dan Y
disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)
Ket: Y=Ya
T=Tidak

Hasil penelitian dpat dilihat bahwa penempatan obat-obat high alert dan

elektrolit konsentrat disimpan di tempat terpisah dan tidak berada di unit

pelayanan pasien, melainkan di apotek untuk kasus tidak darurat.

Tabel 4.6. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Sasaran


III Keselamatan Pasien (Keamanan obat) IGD RS TNI AD Tk
IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan


Lemari khusus obat high-alert Y -

Lemari khusus elekrolit konsentrat Y -

Label khusus Y -
Ket: Y=Ya
T=Tidak
60

Dari tabel 4.6. di atas dapat dilihat bahwa lemari khusus untuk

penyimpanan obat high alert dan elekrolit konsentrat sudah ada, label khusus obat

high alert dan elektrolit konsentrat juga sudah ada.

4.6. Pelaksanaan Sasaran IV Keselamatan Pasien (Kepastian tepat lokasi,


tepat prosedur, dan tepat pasien operasi) IGD RS TNI AD Tk. IV
02.07.04 Bandar Lampung

Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut

ini:

Tabel 4.7. Pelaksanaan Sasaran IV Keselamatan Pasien (Kepastian tepat


lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi) IGD RS TNI AD
Tk IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sasaran IV D1 D2 D3 P1 P2 P3
Memberikan tanda yang jelas dan dapat Y Y Y Y Y Y
dimengerti untuk identifikasi operasi
Melibatkan pasien saat checklist atau
penandaan sebelum melakukan tindakan Y Y Y Y Y Y
hecting.
Ket: Y=Ya
T=Tidak

Dari tabel 4.7. di atas dapat dilihat bahwa sasaran IV sudah terlaksana

dengan baik, dari 3 dokter dan 3 perawat yang diamati semuanya telah

melakukan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi sesuai dengan

standar.
61

4.7. Pelaksanaan Sasaran V Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko


infeksi) IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung

Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut

ini:

Tabel 4.8. Pelaksanaan Sasaran V Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko


infeksi) IGD RS AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sasaran V D1 D2 D3 P1 P2 P3
Mencuci tangan sebelum melakukan Y Y Y Y Y Y
Tindakan
Mencuci tangan sebelum menyentuh Y Y Y Y Y Y
Pasien
Mencuci tangan setelah terkena cairan Y Y Y Y Y Y
tubuh pasien
Mencuci tangan setelah melakukan Y Y Y Y Y Y
Tindakan
Mencuci tangan setelah memegang Y Y Y Y Y Y
daerah sekeliling pasien
Mencuci tangan dengan langkah cuci Y Y Y Y Y Y
tangan dari WHO
Ket: Y=Ya
T=Tidak

Dari hasil observasi pelaksanaan pencegahan infeksi dari cuci tangan

dengan handrub, dapat dilihat dari tabel di atas bahwa dokter dan perawat sudah

melakukan 5 momen cuci tangan sesuai dengan pedoman 5 momen cuci tangan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa mencuci tangan sesuai dengan 6 langkah-

langkah dalam 5 momen cuci tangan dengan handrub atau dengan handwash

sudah efektif dilakukan baik oleh dokter dan perawat di IGD.


62

Tabel 4.9. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan V


Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko infeksi) IGD RS TNI
AD Tk IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan


Wastafel Y -
Air Y -
Sabun Y Selalu ada
Pengering tangan Y Sering kosong
Handrub Y Selalu ada
Ket: Y=Ya
T=Tidak

Dari tabel 4.9. di atas dapat dilihat bahwa wastafel dan air ada. Pengering

tangan berupa tissu atau hand dryer ada tapi tissu sering kosong. Handrub dan

sabun selalu ada.

4.8. Pelaksanaan Sasaran VI Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko


pasien jatuh) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung

Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut

ini:

Tabel 4.10. Pelaksanaan Sasaran VI Keselamatan Pasien (Pengurangan


risiko pasien jatuh) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04. Bandar
Lampung

Sasaran VI D1 D2 D3 P1 P2 P3
Melakukan asesmen awal risiko Y Y Y Y Y Y
pasien jatuh
Melakukan asesmen ulang terhadap Y Y Y Y Y Y
pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan
Ket: Y=Ya
T=Tidak
63

Dari tabel 4.10. di atas dapat dilihat bahwa perawat dan dokter yang

diobservasi telah melakukan asesmen pasien dengan resiko jatuh sesuai dengan

standar.

Tabel 4.11. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan VI


Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko pasien jatuh) IGD
Rumkit AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung

Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan


Bed side rail Y Tidak semua bed
Kursi roda Y -
Pegangan besi di toilet T -
Lantai antislip T -
Ket: Y=Ya
T=Tidak

Dari tabel 4.11. di atas dapat dilihat bahwa tersedia bed side rail tetapi

tidak di semua tempat tidur pasien tersedia, pegangan besi tidak dipasang di toilet,

lantai IGD bukan antislip dan kursi roda selalu ada.


64

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Pelaksanaan Sasaran I Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien) IGD


RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung

Berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan didapatkan di RS TNI AD Tk

IV 02.07.04 Bandar Lampung, sudah dilakukan Identifikasi pada semua pasien

sebelum diberikan pelayanan kesehatan termasuk pemberian gelang identitas untuk

pasien yang memiliki potensi resiko tinggi celaka. Berdasarkan wawancara dengan

responden dan observasi bahwa ada gelang identitas untuk pasien namun kondisinya

kurang lengkap. Hal ini diperkuat dengan pernyataan informan :

Setiap pasien yang masuk IGD langsung kami identifikasi dengan baik dan diberikan
gelang sebagai identitas pasien pada pasien yang akan dirawat inap sambil
dilanjutkan pemeriksaan.

Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda

yang mencakup nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat

membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan

pemberian pelayanan, pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien.

Untuk membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya, sehingga

memermudah dalam proses pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien yang

datang berobat dan mencegah kesalahan dan kekeliruan dalam proses pemberian

pelayanan, pengobatan tindakan atau prosedur. Setiap pasien baru harus di

identifikasi secara lengkap, benar, jelas dan terperinci. Hal ini yang didukung oleh

pernyataan informan:

Identifikasi setiap pasien yang masuk IGD adalah hal pertama kali yang harus
kami lakukan sebelum memberikan pelayanan lebih lanjut atau tindakan medis
65

lainnya, hal ini untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang pasien dan
tindakan medis serta pemberian layanan yang tepat.

Identifikasi Pasien RS terdiri dari identifikasi pasien rawat jalan dan

pasien rawat inap. Pada pedoman identifikasi ini, identifikasi lebih ditujukan pada

identifikasi pasien rawat inap. Identifikasi Pasien RS TNI AD Tk IV 02.07.04

Bandar Lampung adalah proses untuk mengidentifikasi terhadap pasien yang

menjalani perawatan atau menjalani serangkaian tindakan/prosedur

terapi/diagnostik di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung. Identifikasi

pasien dilakukan agar pasien mendapatkan pelayanan dan pengobatan yang benar

dan tepat sesuai kebutuhan/instruksi medis, terhindar dari kemungkinan terjadinya

kesalahan dalam memberikan pelayanan dan agar pasien merasa aman dan

nyaman serta dapat bekerjasama dalam menjalani perawatan atau prosedur

layanan di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung.

Prosedur identifikasi pasien dilaksanakan secara seragam, benar dan tepat

di seluruh unit pelayanan untuk mencegah terjadinya kesalahan/insiden

keselamatan pasien dan menjamin keselamatan pasien RS TNI AD Tk IV

02.07.04 Bandar Lampung. Identifikasi pasien meliputi : penulisan nomor rekam

medis, penulisan indentitas pasien disesuaikan dengan e-KTP/SIM/Kartu

Keluarga/PASPOR yang berlaku. Jika ada perubahan data indentitas pasien pada

kunjungan berikutnya maka identitas pertama harus dirubah dengan identitas yang

baru (up to date). Identifikasi pada gelang pasien, meliputi: Pencantuman nomor

rekam medis, pencantuman nama lengkap, pencantuman tanggal lahir. Warna

gelang disesuaikan dengan kondisi pasien. Warna biru untuk pasien laki-laki,

warna pink untuk pasien perempuan, warna merah untuk pasien alergi, warna
66

kuning untuk pasien resiko jatuh, dan warna ungu untuk pasien yang tidak boleh

diresusitasi. Setiap dilakukan pemasangan gelang petugas harus menjelaskan

manfaat gelang pasien dan bahaya jika menolak, melepas, dan menutupi gelang.

Sebelum pemberian pelayanan kepada pasien petugas harus

mengidentifikasi pasien terlebih dahulu, meliputi : Sebelum pemberian obat, darah

atau produk darah, mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis

serta pemberian tindakan, petugas harus menganamnesa identitas pasien dan

mengecek gelang pasien secara teliti dan terperinci. Pasien baru harus dibuatkan

kartu identitas berobat dengan mencantumkan nama pasien, nomor rekam medik,

tanggal lahir dan alamat rumah. Setiap pasien akan di daftarkan pada buku

registrasi pasien dan atau dimasukkan dalam database pasien (KIUP

komputerisasi) secara up to date.

Penelitian Mulyana37 tahun 2013 mengenai analisis penyebab insiden

keselamatan pasien oleh perawat di unit rawat inap rumah sakit “X” Jakarta

menlaporkan bahwa kejadian insiden kejadian keselamatan pasien (IKP)

berhubungan erat dengan faktor individu atau karektirisktik SDM yang bekerja.

Penelitian Sumangkut38 tahun 2015 tentang evaluasi penatalaksanaan sasaran

keselamatan pasien di RSU GMIM Kalooran Amurang melaporkan bahwa

ketepatan identifikasi pasien di RSU GMIM Kalooran menggunakan gelang

identitas dalam penerapannya, peningkatan komunikasi yang efektif,

menggunakan SBAR dengan menggunakan jembatan keledai. Peningkatan

keamanan obat yang perlu diwaspadai memiliki daftar obat, disimpan dalam

lemari terkunci, bila digunakan dilakukan double check, kepastian tepat lokasi,
67

tepat prosedur, tepat pasien operasi di RSU GMIM, dan pengurangan risiko

infeksi.

5.2. Pelaksanaan Sasaran II Keselamatan Pasien (Komunikasi Efektif) IGD


RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa semua

tindakan yang berhubungan dengan pasien ada SOP RS TNI AD Tk IV 02.07.04

Bandar Lampung yang mengisyaratkan patient safety, sebagai contoh ketika

melakukan tindakan injeksi kepada pasien maka diharuskan untuk mengenali

terlebih daluhu obat yang akan diinjeksikan, mengidentifikasi dan memverifikasi

pasien mulai dari nama, status dan jenis keluhanya. Hal ini sesuai dengan

pernyatan informan:

Sebelum melakukan tindakan apapun terhadap pasien, kami selalu


memberitahukan kepada pasien.

SPO memungkinkan petugas kesehatan melaksanakan pelayanan sesuai

dengan yang seharusnya diberikan. Seorang petugas kesehatan harus selalu

berkomunikasi dengan pasien dalam melakukan proses perawatan kesehatan.

Pasien memiliki peran penting dalam proses membantu petugas kesehatan dalam

menentukan diagnosis dengan memberikan informasi yang jelas dan nyata,

memberikan putusan tentang perawatan yang tepat, memastikan perawatan dan

pengobatan telah dikelola dengan baik oleh petugas kesehatan, mengidentifikasi

kejadian yang tidak diharapkan dan mengambil tidakan yang sesuai. Hal ini

didukung oleh pernyataan informan:

Komunikasi dengan pasien dilakukan sebelum injeksi hal ini penting guna
menghindari kesalahan obat, alergi atau efek samping obat lainnya demi
kenyamanan pasien selama dalam perawatan.
68

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan menyatakan

bahwa di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung ketika terjadi insiden

maka pasien dan keluarga berhak mengetahui, cara penyampaian secara langsung

dengan budaya solo, permintaan maaf dengan semboyan bahwa “pasien selalu

benar”, mengkomunikasikan dengan bahasa yang pasien dan keluarga bisa

menangkap dengan baik dan secara terbuka. Hasil wawancara dengan infomran

menyatakan bahwa di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung berusaha

menanamkan pengertian bahwa dalam upaya perbaikan pelayanan dan asuhan

yang aman maka budaya menyalahkan harus dihilangkan sehingga petugas bisa

terbuka, menanamkan pengertian kepada petugas dalam setiap insiden wajib

untuk dilaporkan dan bersama-sama mencari akar permasalahan dan bukan

dengan menghakimi pelaku.

Komunikasi dengan pasien dan keluarga pasien selalu kami bangun, guna
mendapatakan hasil yang optimal dalam perawatan dan pelayanan.

Hal ini sesuai dengan langkah yang dilakukan oleh rumah sakit yaitu

rumah sakit mempunyai kebijakan tentang komunikasi terbuka tentang insiden

dengan pasien dan keluarga, pasien dan keluarga mendapat informasi bila terjadi

insiden, dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu

terbuka kepada pasien dan keluarga dalam seluruh proses asuhan pasien.

Studi yang dilakukan Keles11 di RS Dr. Sam Ratulangi Tondano

melaporkan bahwa pelaksanaan komunikasi pasien, komunikasi efektif,

peningkatakan keamanan obat, pelaksanaan kepatian tepat-prosedur, tepat-lokasi,

tepat-pasien sudah sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012.
69

Sedangkan pelaksanaan pengurangan risiko infeksi dan risiko pasien jatuh belum

sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012.

Komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Seseorang dapat

mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain apabila terjalin

komunikasi yang komunikatif. Komunikasi meliputi unsur-unsur sebagai jawaban

dari pertanyaan yang diajukan (Who says, what in, which channel, to whom, with

what effect?) diantaranya: komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek.

Komunikasi dengan orang lain kadang sukses atau efektif mencapai maksud yang

dituju, namun terkadang juga gagal. Adapun makna lain komunikasi yang efektif

adalah komunikasi yang berhasil menyampaikan pikiran dengan menggunakan

perasaan yang disadari. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang

berusaha memilih cara yang tepat agar gambaran dalam benak dan isi kesadaran

dari komunikator dapat dimengerti, diterima bahkan dilakukan oleh komunikan.39

Standar akreditasi RS 2012 elemen Standar Keselamatan Pasien II

mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat

waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat dipahami penerima. Hal itu untuk

mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien. Bentuk

komunikasi yang rawan kesalahan diantaranya adalah instruksi untuk

penatalaksanaan pasien yang diberikan secara lisan atau melalui telepon. Bentuk

lainnya berupa pelaporan hasil tes abnormal, misalnya petugas laboratorium

menelepon ke ruang perawatan untuk melaporkan hasil tes pasien. Rumah sakit

perlu menyusun kebijakan dan atau prosedur untuk mengatur pemberian perintah

/pesan secara lisan dan lewat telepon. Kebijakan dan atau prosedur itu harus
70

memuat: Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dicatat si

penerima, perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si

penerima, Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah

atau hasil tes, Pelaksanaan yang konsisten dari verifikasi tepat-tidaknya

komunikasi lisan dan lewat telepon, Alternatif yang diperbolehkan bila proses

membaca-ulang tidak selalu dimungkinkan, misalnya di ruang operasi dan dalam

situasi darurat di bagian gawat darurat atau unit perawatan intensif. 4

Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien

(patient safety). Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti

dalam hubungan antar manusia. Komunikasi yang efektif yang tepat waktu,

akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan

meningkatkan keselamatan pasien. Faktor yang dapat mendukung komunikasi

efektif : Dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena

merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan,

komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang ada,

kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan klien. Faktor

yang tidak mendukung komunikasi efektif yaitu: tanpa komunikasi yang jelas,

dapat memberikan pelayanan keperawatan yang tidak efektif, tidak dapat

membuat keputusan dengan klien/keluarga, tidak dapat melindungi klien dari

ancaman kesejahteraan, tidak dapat mengkoordinasi dan mengatur perawatan

klien serta memberikan pendidikan kesehatan.20

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua

rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
71

sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO

Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International

(JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan

spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang

bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari

konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain

sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan

yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan

pada solusi-solusi yang menyeluruh.17

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang

dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan

keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah

diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi

kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti

melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan

ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima

perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah

atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan

dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga


72

menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read

back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat

di IGD atau ICU.20

5.3. Pelaksanaan Sasaran III Keselamatan Pasien (Keamanan obat) IGD


RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa penempatan obat-obat high

alert dan elektrolit konsentrat disimpan di tempat terpisah dan tidak berada di unit

pelayanan pasien, melainkan di apotik untuk kasus tidak daurat. Hasil observasi

dapat dilihat bahwa lemari khusus untuk penyimpanan obat high alert dan

elekrolit konsentrat sudah ada, tetapi label khusus obat high alert dan elektrolit

konsentrat masih dalam proses pemesanan. Hal ini didukung oleh pernyataan

informan:

Untuk obat high alert dan konsetrat tinggi, kami sudah memliki tempat
tersendiri di igd

Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara

manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran

klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien dengan risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya

perubahan paradigma pelayanan kefarmasian yang menuju kearah pharmaceutical

care. Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat (drug

oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang penggunaan

obat (patient oriented). Untuk mewujudkan pharmaceutical care dengan risiko

yang minimal pada pasien dan petugas kesehatan perlu penerapan manajemen

risiko. Hal ini didukung oleh pernyataan informan:


73

Untuk obat-obat yang berisiko kami selalu mengidentifikasi dengan benar


mengenai penyimpanan dan pendistribusiannya mengingat bisa berbahaya tidak
hanya pada pasien tetapi juga petugas kesehatan, sehingga kami menerapkan
manajemen penyimpanan obat dengan baik.

Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan

kefarmasian, kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan

pengobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug

reaction) menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang

memerlukan pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas

keterkaitan kejadian antara ”kesalahan merupakan hal yang manusiawi” (to error

is human) dan proses farmakoterapi yang sangat kompleks. Faktor lain yang

memengaruhi terjadinya risiko obat tersebut adalah multifaktor dan multiprofesi

yang kompleks: jenis pelayanan medik, banyaknya jenis dan jumlah obat per

pasien, faktor lingkungan, beban kerja, kompetensi karyawan, kepemimpinan dan

sebagainya. Pendekatan sistem bertujuan untuk meminimalkan risiko dan

mempromosikan upaya keselamatan penggunaan obat termasuk alat kesehatan

yang menyertai.40

Secara garis besar langkah-langkah yang bisa dilakukan antara lain

analisis sistem yang sedang berjalan, deteksi adanya kesalahan, analisis tren

sebagai dasar pendekatan sistem. JCAHO menetapkan lingkup sistem keselamatan

pelayanan farmasi meliputi : sistem seleksi (Selection), sistem penyimpanan

sampai distribusi (Storage), sistem permintaan obat, interpretasi dan verifikasi

(Ordering & Transcribing), sistem penyiapan, labelisasi, peracikan, dokumentasi,

penyerahan ke pasien disertai kecukupan informasi (Preparing & Dispensing),

sistem penggunaan obat oleh pasien (Administration), dan monitoring.40


74

Program Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dipelopori oleh

PERSI (Persatuan Rumah sakit Indonesia) menetapkan 7 (Tujuh) langkah dalam

manajemen keselamatan pasien. Pelaporan secara sukarela merupakan data dasar

untuk melakukan upaya evaluasi dalam pencapaian tujuan. Pelaporan insiden

dalam lingkup pelayanan farmasi diperkirakan menggambarkan 10% dari

kenyataan kejadian kesalahan (errors). Untuk memastikan sistem berjalan sesuai

dengan tujuan diperlukan data yang akurat, yang dapat diperoleh melalui upaya

pelaporan kejadian. Keberanian untuk melaporkan kesalahan diri sendiri tidaklah

mudah apalagi jika ada keterkaitan dengan hukuman seseorang. Pendekatan

budaya tidak saling menyalahkan (blame free cullture) terbukti lebih efektif untuk

meningkatkan laporan dibandingkan penghargaan dan hukuman (Rewards and

punishment). Untuk mengarahkan intervensi dan monitoring terhadap data yang

tersedia, diperlukan metode analisis antara lain. Metode Analisa Sederhana untuk

risiko ringan, root cause analysis untuk risiko sedang dan Failure Mode Error

Analysis untuk risiko berat atau untuk langkah pencegahan.41

Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan

kesalahan pengobatan yang jika dipaparkan berdasarkan urutan dampak efektifitas

terbesar adalah memaksa fungsi & batasan (forcing function & constraints),

otomasi & komputer (automation & computer / CPOE), standard dan protokol,

sistem daftar tilik & cek ulang (check list & double check system), aturan dan

kebijakan (rules and policy), pendidikan dan informasi (education and

information), serta lebih cermat dan waspada (be more careful-vigilant). Upaya

intervensi untuk meminimalkan insiden belum sempurna tanpa disertai upaya


75

pencegahan. Agar upaya pencegahan berjalan efektif perlu diperhatikan ruang

lingkupnya, meliputi : keterkinian pengetahuan penulis resep (current knowledge

prescribing (CPE, access to DI, konsultasi)), dilakukan review semua

farmakoterapi yang terjadi (review all existing pharmacotherapy) oleh Apoteker,

tenaga profesi terkait obat memahami sistem yang terkait dengan obat (familiar

with drug system (formulary, DUE, abbreviation, alert drug), kelengkapan

permintaan obat (complete drug order), perhatian pada kepastian kejelasan

instruksi pengobatan (care for ensure clear and un ambiguous instruction).42

Upaya pencegahan akan lebih efektif jika dilakukan bersama dengan

tenaga kesehatan lain (multidisiplin) terkait penggunaan obat, terutama dokter dan

perawat. Perlu menjadi pertimbangan bahwa errors dapat berupa kesalahan laten

(latent errors) misalnya karena kebijakan, infrastruktur, biaya, SPO, lingkungan

kerja maupun kesalahan aktif (active errors) seperti sikap masa bodoh, tidak

teliti, sengaja melanggar peraturan) dan umumnya active errors berakar dari

latent errors (pengambil kebijakan). Apoteker berada dalam posisi strategis untuk

meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga

kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan

dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat

kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen

pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di

rumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat

keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cidera

(dari 9% menjadi 851%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai
76

enam kali lipat (effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on

medication-error reporting).43

Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas

penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker

dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien

mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai

penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan

medication errors.

Penelitian terbaru Allin Hospital menunjukkan 2% dari pasien masuk

rumah sakit mengalami adverse drug event yang berdampak meningkatnya Length

Of Stay (LOS) 4.6 hari dan meningkatkan biaya kesehatan $ 4.7000 dari setiap

pasien yang masuk rumah sakit. Temuan ini merubah tujuan pelayanan farmasi

rumah sakit tersebut : a fail-safe system that is free of errors.42

Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada

(UGM) antara 2012-2014 menunjukkan bahwa medication error terjadi pada 97%

pasien Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk dosis berlebihan atau

kurang, frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang tidak tepat. Lingkup

perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan, obat untuk diagnostik,

gas medis, anastesi) : obat dibawa pasien di komunitas, di rumah sakit, pindah

antar ruang, antar rumah sakit, rujukan, pulang, apotek, praktek dokter.

Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan obat : pasien/care

giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker, mahasiswa, teknik,

administrasi, pabrik obat.44


77

Kejadian medication error dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali,

diperlukan kompetensi dan pengalaman, kerjasama-tahap proses. Tujuan utama

farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran klinik sehingga meningkatkan

kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko baik yang tampak maupun yang

potensial meliputi obat (bebas maupun dengan resep), alat kesehatan pendukung

proses pengobatan (drug administration devices). Timbulnya kejadian yang tidak

sesuai dengan tujuan (incidence/hazard) dikatakan sebagai drug miss adventuring,

terdiri dari medication errors dan adverse drug reaction.42

5.4. Pelaksanaan Sasaran IV Keselamatan Pasien (Kepastian tepat lokasi,


tepat prosedur, dan tepat pasien operasi) IGD RS TNI AD Tk IV
02.07.04 Bandar Lampung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sasaran IV sudah terlaksana dengan

baik, dari 3 dokter dan 3 perawat yang diamati semuanya telah melakukan tepat

lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi sesuai dengan standar. Salah-lokasi,

salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan

biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang

tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak

melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada

prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien

yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang

tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan

yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan

pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering

terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan:


78

Dalam setiap tindakan operasi maupun tindakan apapun yang dilakukan di IGD
RS ini selalu menerapkan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien tujuan
juga dalam keselamatan pasien.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang

mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan

sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit

dan kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang,

mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan

berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit dimana prosedur ini dijalankan. Praktek

berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO

Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for

Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.17

Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda

yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh

rumah sakit; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus

dibuat saat pasien terjaga dan sadar ; jika memungkinkan, dan harus terlihat

sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus

termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau

multiple level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah

untuk : memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; memastikan

bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan

tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; memverifikasi keberadaan

peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.1 Hal ini sejalan

dengan pernyataan informan:


79

Penerapkan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien selain bertujuan untuk
keselamatan pasien, juga untuk kepentingan rumah sakit, kami selalu melengkapi
semua dokumen pasien dan setiap tindakan pada pasien.

Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang

belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat

tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh

tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan

(secara ringkas, misalnya menggunakan checklist).

Dalam pelayanan bedah besar dan kompleks ada sesuatu hal yang terjadi

tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti penandaan yang salah, prosedur

salah atau orang yang salah operasi. Adanya suatu kebijakan yang

direkomendasikan oleh National Patient Safety Agency (NPSA) dan WHO untuk

melengkapi checklist Keselamatan Pasien yang diluncurkan pada tanggal 1 Juni

2009 untuk dipatuhi.41 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan

suatu kebijakan yaitu : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah sakit, yang

menyatakan : setiap rumah sakit harus memenuhi Sasaran Keselamatan pasien

diantaranya adalah Ketepatan identifikasi pasien; Peningkatan komunikasi yang

efektif; Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; Kepastian tepat-

lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi; Pengurangan risiko infeksi terkait

pelayanan kesehatan; dan Pengurangan risiko pasien jatuh.16

Menindaklanjuti salah satu poin dari sasaran keselamatan pasien tersebut,

yakni mendapatkan kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi,

maka diperlukan suatu panduan yang mengatur tentang pelayanan pembedahan di


80

RS TNI AD Tk IV 02.07.04 dengan tujuan : untuk mengurangi risiko bahaya bagi

pasien melalui peningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan dan lingkungan

kerja TNI AD Tk.IV 02.07.04 Bandar Lampung.

Checklist Keselamatan Pasien yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) dan kolaborasi dengan Harvard School of Public Health USA,

checklist adalah: langkah – langkah kunci dalam mengidentifikasi keamanan

selama perawatan pra-operatif yang harus dicapai dalam setiap operasi tunggal

tidak tergantung jenis operasi. Dan ini telah secara signifikan dapat mengurangi

komplikasi dan kematian akibat operasi. Time Out Checklist menurut WHO

adalah: berhentinya tim sesaat sebelum penyayatan kulit untuk menverifikasi

kembali kelengkapan pemeriksaan dengan melibatkan semua tim. 17

Direktur Medik dan Keperawatan memiliki tanggung jawab utama untuk

memastikan bahwa pasien bedah berada pada tempat yang aman, prosedur sesuai

proses dan termasuk penandaan pra operasi. Staf medik fungsional di masing-

masing SMF memiliki tanggung jawab untuk memastikan dokter bedah mereka

menandai pasien sesuai melaksanakan instruksi. Dokter Anestesi bertanggung

jawab untuk menandai lokasi setiap/blok regional yang diusulkan local. Kepala

ruangan/ketua tim bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pasien

telah ditandai tepat sebelum kedatangan dikamar operasi. Tim ruang operasi

melaksanakan Checklist WHO memiliki tanggung jawab bersama untuk

memastikan bahwa lokasi yang benar telah diidentifikasi sebelum dimulainya

operasi.
81

Lokasi bedah pasien harus ditandai sebelum pasien dipindahkan ke lokasi

di mana prosedur akan dilakukan. Tanda dibuat dengan melibatkan pasien pada

saat pasien terjaga atau pasien sadar (ditempat asal pasien sesuai dengan alur

masuk Kamar Operasi). Membuat tanda adalah untuk menjadi arah yang

menunjuk ke lokasi dari prosedur operasi , sedekat mungkin ke lokasi sayatan.

Tanda harus dibuat dengan tak mudah terhapuskan, spidol hitam permanen dan

harus cukup untuk tetap terlihat setelah persiapan kulit dan draping. Penandaan

untuk semua prosedur yang melibatkan sayatan, tusukan perkutan, atau

pemasangan instrumen harus ditandai, dengan mempertimbangkan permukaan,

tingkat tulang belakang, angka tertentu atau lesi yang akan dioperasi untuk

prosedur yang melibatkan lateralitas organ, tetapi di mana keputusan atau

pendekatan mungkin dari pertengahan-line atau lubang alami, lokasi harus

ditandai dan catatan lateralitas. Semua tanda-tanda lokasi harus dibuat dalam

hubungannya dengan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien serta

hasil diagnostik yaitu X-ray, scan, pemeriksaan elektronik atau hasil tes appriored

lainnya, memastikan catatan medis pasien dan gelang identitas. Lokasi lain yang

mungkin memerlukan tanda adalah : untuk beberapa aspek yang prosedur bedah

yang direncanakan yaitu beberapa pembedahan/bedah ganda dan lokasi stoma.

Pelatihan semua ahli bedah harus dilakukan diberikan pelatihan

meliputi : WHO Checklist dan pedoman membuat penandaan pada lokasi yang

akan dioperasi. Hal ini akan difasilitasi oleh tim klinis yang ditunjuk memberikan

setiap arahan pada karyawan baru untuk tim bedah. Pembedahan merupakan

cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan dari luka atau
82

penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan tangan. Hal ini

memiliki sinonim yang sama dengan kata “Chirurgia” (dibaca; KI-RUR-JIA).

Dalam bahasa Yunani “Cheir” artinya tangan; dan “ergon” artinya kerja. Bedah

atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati

kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan

sederhana. Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk

dilaksanakan prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala

disebut pembedahan tanpa rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan

sehari (one-day surgery). Semua pasien rawat jalan, rawat inap, IGD yang akan

menjalani suatu prosedur pembedahan, wajib di lakukan penandaan dengan benar

saat berada di ruangan atau sekurang kurangnya 1 jam sebelum di lakukan

prosedur pembedahan. Tujuan utama penandaan adalah untuk menghindari salah

lokasi, salah prosedur dan salah pasien. Penandaan digunakan pada proses untuk

mengidentifikasi pasien ketika akan di lakukan suatu prosedur pembedahan.

Penandaan di lakukan oleh dokter operator dan wajib ikut di dalam kamar

operasi saat prosedur pembedahan di lakukan. Penandaan dengan menggunakan

tanda GARIS tebal. Untuk identifikasi lokasi operasi wajib mengikut sertakan

pasien dalam proses penandaan. Menggunakan checklist atau proses lain untuk

verifikasi lokasi yang tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat sebelum

operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang dibutuhkan tersedia, benar dan

berfungsi. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time

out sesaat sebelum prosedur operasi dimulai.


83

5.5. Pelaksanaan Sasaran V Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko


infeksi) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung

Hasil observasi pelaksanaan pencegahan infeksi dari cuci tangan dengan

handrub, dapat dilihat dari tabel di atas bahwa dokter dan perawat sudah

melakukan 5 momen cuci tangan sesuai dengan pedoman 5 momen cuci tangan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa mencuci tangan sesuai dengan 6 langkah-

langkah dalam 5 momen cuci tangan dengan handrub atau dengan handwash

sudah efektif dilakukan baik oleh dokter dan perawat di IGD. Sehingga dapat

dikatakan bahwa mencuci tangan sesuai dengan langkah-langkah dengan handrub

sudah efektif dilakukan baik oleh dokter dan juga perawat. Hal ini sejalan dengan

pernyataan informan:

Dalam setiap penangan pasien kami sudah mempraktikan cuci tangan dengan
langkah-langkah yang benar guna mencegah bahaya infeksi dan handsrub sudah
diletakan disetiap tempat.

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam

kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi

infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan

besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi

umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi

saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan

pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari

eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang

tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari

WHO.45
84

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand

hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah

sakit. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam

tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi

pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai

dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi

pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali

dihubungkan dengan ventilasi mekanis).45

Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci

tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan

WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit

mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau

prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang

diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang

diterbitkan dan sudah diterima secara umum oleh WHO. Rumah sakit menerapkan

program hand hygiene yang efektif. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan

untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang

terkait pelayanan kesehatan.45

Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan

identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Rumah sakit harus
85

mentelaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis

dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan

Keselamatan Pasien dan staf; Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem

pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit.

Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan

insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian

terhadap pasien. Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan

isu-isu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen

yang terkait. Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses

asesmen risiko rumah sakit. Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk

menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah langkah yang tepat

untuk memperkecil risiko tersebut; Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan

sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit. 46

Sejak kebijakan Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh rumah sakit

di Indonesia terakreditasi pelayanan dasar, keselamatan pasien merupakan standar

dasar yang harus dipenuhi. Dimana standar ke-5 tentang upaya pencegahan dan

pengendalian infeksi. Inilah awal pimpinan rumah sakit merasa aware dan peduli,

mengapa kepatuhan petugas masih sangat rendah. Kementerian Kesehatan turut

berperan untuk melaksanakan pemantauan dan memberikan punishment kepada

rumah sakit yang tidak menerapkan program hand hygiene dengan baik. Karena

hal ini sangat mempengaruhi mutu pelayanan sebagai indikator keselamatan

pasien. Diawali dengan penerapan hand hygiene untuk menurunkan angka

infeksi.46 Hal ini didukung oleh pernyataan informan:


86

Menerapkan kebijakan mencuci tangan adalah upaya dasar dalam pencegahan


infeksi dalam setiap tindakan medis dan itu sudah kita terapkan sejak lama
karena semua tindakan dilakukan berdasarkan SOP yang telah dibuat RS.

Pelaksanaan audit dan survei menunjukkan angka yang sangat rendah

terhadap kepatuhan hand hygiene. Petugas kesehatan merasa yakin kondisinya

akan aman dan baik-baik saja tanpa harus hand hygiene. Sarana dan prasarana

menjadi alasan utama dimana budgeting yang tidak sedikit harus dialokasikan

untuk operasional sarana hand hygiene seperti penyediaan barang habis pakai

berupa handrub, handscrub, tissu towel, dan tempat sampah, padahal hal ini

merupakan investasi awal yang lebih efisien dialokasikan dari pada

menyembuhkan kasus infeksi. Namun ada beberapa temuan bahwa sarana dan

prasarana yang telah dilengkapi tidak serta merta memotivasi kepatuhan petugas,

dimana petugas merasa overload pekerjaan dengan beban kerja yang tinggi akan

lebih repot dan menyita waktu dengan penerapan hand hygiene untuk setiap

tindakan yang berbeda pada satu pasien. Di sisi lain petugas juga sangat egois,

sesudah melakukan tindakan atau terkontaminasi cairan tubuh pasien segera hand

hygiene, sedangkan pada saat mengawali tindakan merasa tidak perlu hand

hygiene, padahal tidak dapat diyakini apakah tangan kita bersih dan tidak

mentransfer kuman ke pasien.

Hand hygiene belum membudaya dan mendarah daging, sehingga masih

perlu pemantauan ketat dari supra system atau Komite PPI untuk mengevaluasi

penerapannya. Audit terus menerus, candid camera, reward and punishment

merupakan salah satu momen untuk memantau. Masih ada petugas yang

menerapkan hand hygiene hanya sekedar menghindari teguran, dan menjalankan


87

kewajiban rutin tanpa menyadari betapa besar manfaatnya untuk mencegah dan

mengendalikan infeksi.

Ketika sarana dan prasarana tersedia sesuai kebutuhan, sebenarnya

tidaklah sulit mengadvokasi petugas untuk menerapkan hand hygiene sesuai

panduan yang telah disosialisasikan bahkan didemonstrasikan dengan sangat jelas.

Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Infection Control Nurse (ICN) yang

mengawali program kepatuhan hand hygiene dengan mengupdate panduan,

poster, dan leaflet hand hygiene dalam tampilan yang menarik, kreatif, dan mudah

dipelajari. Prosedur hand hygiene dapat diterapkan melalui dua metode hand

hygiene berbasis alkohol serta air dan sabun. Kapan dapat diterapkan sesuai

panduan WHO. Tentu saja kita sudah sangat paham dengan “Five Moment” atau

lima momen yang tepat untuk menerapkan hand hygiene, yaitu sebelum

menyentuh pasien, sebelum melakukan tindakan aseptic, setelah terkontaminasi

cairan tubuh pasien, setelah menyentuh pasien, dan setelah menyentuh lingkungan

di sekitar pasien. Selain hal tersebut di atas hand hygiene dapat dilakukan sebelum

petugas mengawali rutinitas tugasnya, diantara prosedur atau tindakan yang

berbeda pada pasien yang sama, sebelum menyiapkan, menangani, dan

menyediakan makanan dan minuman pasien, atau pun sebelum dan sesudah

mengenakan sarung tangan.45

Hand washing sebaiknya dipilih produk bermutu yang mengandung

chlorhexidin 2% yang efektif untuk membunuh mikroorganisme melalui kontak.

Tidak disarankan untuk mengencerkan handwash yang telah disediakan dalam

kandungan yang sesuai untuk tetap menjaga efektifitas dan daya kerja handwash
88

tersebut. Beberapa petugas mengalami iritasi kulit dengan menggunakan sabun

cuci tangan atau handwash. Hal ini dapat diatasi dengan pengunaan handrub yang

berbasis alkohol yang lebih aman di kulit. Alcohol based handsrubs ini sangat

efektif karena dapat diproduksi sendiri melalui proses aseptis di instalasi farmasi,

pelaksanaannya sangat singkat hanya 20 sampai dengan 30 detik , tersedia di

berbagai tempat atau portable sehingga mudah dijangkau. Sebelum menggunakan

yakinkan tangan harus kering untuk mengefektifkan kerja alkohol. 46

5.6. Pelaksanaan Sasaran VI Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko pasien


jatuh) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat dan dokter yang diamati telah

melakukan asesmen pasien dengan resiko jatuh sesuai dengan standar. Hasil

observasi menunjukkan tersedia bed side rail tetapi tidak di semua tempat tidur

pasien tersedia, pegangan besi tidak dipasang di toilet, lantai bukan antislip dan

kursi roda selalu ada. Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna

penyebab cidera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang

dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu

mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi

risiko cidera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan

telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan

dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program

ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja

terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya

penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang aau pembatasan asupan cairan
89

bisa menyebabkan cidera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang

menurun. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

Pelayanan kepada pasien di rumah sakit sudah selayaknya merupakan

pelayanan yang holistic, pelayanan yang paripurna. Mulai pasien datang,

melakukan pendaftaran, pemeriksaan, hingga pasien pulang. Akan tetapi beberapa

kejadian di rumah sakit kadang tidak diperhatikan, yaitu pasien jatuh pada saat

mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pasien disini dapat sebagai pasien rawat

jalan maupun sebagai pasien rawat inap. Dalam pelaksanaan program patient

safety di rumah sakit, kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator

berjalan tidaknya pelaksanaan program ini. Mendefinisikan pasien jatuh pun

memiliki tantangan tersendiri.

Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam mengurangi

atau mencegah kejadian pasien jatuh. Pencegahan pasien jatuh adalah masalah

yang kompleks, yang melintasi batas-batas kesehatan, pelayanan sosial, kesehatan

masyarakat dan pencegahan kecelakaan. Sekitar 152.000 jatuh dilaporkan di

rumah sakit akut setiap tahun, dengan lebih dari 26.000 dilaporkan dari unit

kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit masyarakat. Beberapa kasus

berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan biaya sebesar

15 juta per tahun. Bahkan dalam Joint Commission International (JCI), upaya

penanggulangan kejadian pasien jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian

khusus.20

Hal ini seperti disebutkan dalam Sasaran 6 yaitu Reduce the Risk of

Patient Harm Resulting from Falls. Maksud dan tujuan dari sasaran ke 6 dari
90

akreditasi JCI ini adalah sebagian besar cidera pada pasien rawat inap terjadi

karena jatuh. Dalam konteks ini rumah sakit harus melakukan evaluasi risiko

pasien terhadap jatuh dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan

mengurangi risiko cidera akibat jatuh. Rumah sakit menetapkan program

mengurangi risiko terjatuh berdasarkan kebijakan dan atau prosedur yang tepat.

Program ini memantau baik konsekuensi yang diinginkan maupun tidak

diinginkan dari tindakan yang diambil untuk mengurangi jatuh. Rumah sakit harus

melaksanakan program ini. Maka dalam standar JCI sasaran ke 6 ini disebutkan

rumah sakit perlu menyusun cara pendekatan untuk mengurangi risiko cidera yang

menimpa pasien akibat jatuh. Upaya-upaya untuk mengurangi kejadian pasien

jatuh di rumah sakit telah banyak dilakukan.20

Pendidikan pada pasien, pemberian tanda beresiko pada tempat tidur

pasien dan pelatihan pada para staf merupakan intervensi yang paling efektif

untuk mengurangi kejadian pasien jatuh. Lebih lanjut dalam proses implementasi

intervensi-intervensi di atas, dibutuhkan struktur organisasi yang baik,

infrastruktur keamanan yang baik, budaya keselamatan pasien, kerja tim dan

leadership. Upaya-upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di

rumah sakit, yaitu: Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya,

menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat, posisikan alat bantu

panggil darurat dalam jangkauan, posisikan barang-barang pribadi dalam

jangkauan pasien, menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi,

kamar dan lorong, posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit di posisi rendah

ketika pasien sedang beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang
91

nyaman ketika pasien tidak tidur, posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat

berada di bangsal rumah sakit, menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika

stasioner, gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada pasien, gunakan

lampu malam hari atau pencahayaan tambahan, kondisikan permukaan lantai

bersih dan kering, bersihkan semua tumpahan, kondisikan daerah perawatan

pasien rapi, ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat akan ke

tempat tidur dan meninggalkan tempat tidur. Pernyataan yang paling ringkas, akan

tetapi memiliki makna yang dalam seperti yang disarankan oleh Standar

Akreditasi JCI adalah "The program is implemented". Dengan implementasi

beberapa saran keselamatan diharapkan dapat meminimalkan kejadian pasien

terjatuh di rumah sakit. Sehingga salah satu indikator patient safety dapat

dilakukan.20

Rangkuman hasil wawancara yang dilakukan pada 7 orang informan di

IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung sebagai berikut :

Tabel 5.1. Rangkuman Hasil Wawancara dan Observasi Pada 7 Orang


Informan di IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung.

No Kata Kunci Coding Observasi Kesimpulan


Pertanyaan
1. Pelaksanaan D1. Sudah Dilakukan 3 Dokter dan 3 Pelaksanaan Ketepatan
Ketepatan D2. Sudah Dilakukan Perawat sudah Identifikasi Pasien di
Identifikasi D3. Sudah Dilakukan melakukan IGD RS TNI AD Tk
Pasien P1. Sudah Dilakukan identifikasi pasien IV Bandar Lampung
P2. Sudah Dilakukan sesuai standar. sudah sesuai dengan
P3. Sudah Dilakukan Instruksi KARS versi
2012.
2. Pelaksanaan D1. Sudah Dilakukan 3 Dokter dan 3 Pelaksanaan
Komunikasi D2. Sudah Dilakukan Perawat sudah Komunikasi yang
92

Efektif D3. Sudah Dilakukan melaksanakan efektif di IGD RS TNI


P1. Sudah Dilakukan komunikasi yang AD Tk IV Bandar
P2. Sudah Dilakukan efektif baik dengan Lampung sudah sesuai
P3. Sudah Dilakukan metode TBAK. dengan Instruksi
KARS versi 2012.
3. Pelaksanaan A1. Sudah Dilakukan Penempatan obat- Pelaksanaan
Pengawasan obat high alert dan Keamanan Obat yang
Keamanan elektrolit konsentrat diwaspadai di IGD RS
Obat yang disimpan ditempat TNI AD Tk IV Bandar
diwaspadai terpisah, dan label Lampung sudah sesuai
khusus jg sudah dengan Instruksi
ada. KARS versi 2012.
4. Pelaksanaan D1. Sudah Dilakukan 3 Dokter dan 3 Pelaksanaan Kepastian
Kepastian D2. Sudah Dilakukan Perawat telah tepat-lokasi, tepat-
tepat-lokasi, D3. Sudah Dilakukan melakukan tepat- prosedur, tepat-pasien
tepat- P1. Sudah Dilakukan lokasi, tepat- operasi di IGD RS
prosedur, P2. Sudah Dilakukan prosedur, dan tepat- TNI AD Tk IV Bandar
tepat-pasien P3. Sudah Dilakukan pasien operasi di Lampung sudah sesuai
operasi IGD pada pasien dengan Instruksi
yang gawat darurat. KARS versi 2012.
5. Pelaksanaan D1. Sudah Dilakukan 3 Dokter dan 3 Pelaksanaan
Pengurangan D2. Sudah Dilakukan Perawat sudah Pengurangan Risiko
Risiko D3. Sudah Dilakukan melakukan 5 Infeksi terkait
Infeksi P1. Sudah Dilakukan momen cuci tangan pelayanan kesehatan di
terkait P2. Sudah Dilakukan sesuai dengan IGD RS TNI AD Tk
pelayanan P3. Sudah Dilakukan pedoman dari IV Bandar Lampung
kesehatan WHO. sudah sesuai dengan
Instruksi KARS versi
2012.
6. Pelaksanaan D1. Sudah Dilakukan 3 Dokter dan 3 Pelaksanaan
Pengurangan D2. Sudah Dilakukan Perawat telah Pengurangan Risiko
Risiko D3. Sudah Dilakukan melakukan asesmen Pasien Jatuh di IGD
Pasien Jatuh. P1. Sudah Dilakukan pasien risiko jatuh RS TNI AD Tk IV
93

P2. Sudah Dilakukan sesuai standar Bandar Lampung


P3. Sudah Dilakukan tetapi tidak belum berjalan sesuai
didukung dengan dengan Instruksi
sarana yang belum KARS versi 2012,
memadai dikarenakan tidak
dikarenakan bed adanya handrail di
side rail tidak toilet IGD dan lantai
tersedia di semua IGD bukan lantai
bed IGD, tidak antislip.
adanya handrail di
toilet IGD dan
lantai IGD bukan
lantai antislip.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Usaha yang dilakukan oleh staf IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung

dalam upaya membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dan

menerapan budaya keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan

kesehatan yang ada di IGD sudah dilakukan sesuai dengan protap SOP

yang sudah berlaku di Rumah Sakit.

2. Usaha yang dilakukan oleh staf IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung

dalam membangun komitmen dan fokus yang jelas tentang keselamatan

pasien adalah dengan ikut bertanggungjawab dalam sistem manajemen

keselamatan pasien, kemauan dalam mencanangkan selalu gerakan patient

safety, laporan triwulan yang selalu dilaporkan kepada Tim KKP-RS

sesuai peraturan, dan ikut serta dalam mencari jalan keluar dari insiden yg

terjadi agar tidak terulang kembali.

3. Usaha yang dilakukan oleh staf IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung

dalam membangun sistem keselamatan pasien adalah dengan melakukan

proses identifikasi pasien dengan benar pada semua pasien yang masuk ke

IGD, komunikasi yang melibatkan pasien sesuai SOP yang

mengisyaratkan keselematan pasien, penempata obat-obat high alert yang

tidak disatukan, setting ruang tindakan IGD yang sesuai dengan

keselamatan pasien, proses manajemen risiko infeksi dengan selalu

terdapatnya handrub dan hadwash pada westafel, pengaman karet

94
95

diturunan jalan. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

pengawasannya dalam mencegah cidera pasien risiko jatuh dikarenakan

belum adanya lantai anti slip di IGD dan belum terpasangnya hand rail di

kamar mandi IGD dan bed side rail belum tersedia di semua tempat tidur

IGD.

4. Usaha yang dilakukan dalam mencegah cidera melalui implementasi

keselamatan pasien dengan menggunakan informasi yang ada di RS TNI

AD Tk IV Bandar Lampung dengan terdapatnya sub bagian dalam KKP-

RS tentang risiko pasien jatuh, terdapatnya catatan mengenai kejaidan

potensial cidera sebagai antisipasi terjadinya insiden, dan evaluasi yang

dilakukan setiap triwulan.

6.2. Saran

1. Bagi praktisi klinis (Staf) di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk IV

02.07.04 Bandar Lampung :

a. Segera mengkomunikasikan kendala yang ada di Instalasi Gawat

Darurat dengan pihak manajemen rumah sakit, agar kendala yang ada

segera dapat diselesaikan, seperti wastafel yang sudah lama rusak tapi

belum diperbaiki, air yang sering mati, dan tidak tersedianya pengering

tangan.

b. Selalu saling mengingatkan untuk melakukan sasaran keselamatan

pasien sesuai dengan prosedur yang ada.


96

2. Bagi RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung :

a. Memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana di Instalasi Gawat

Darurat, seperti air, pengering tangan, memperbaiki wastafel, tempat

tidur dengan side rail, pegangan besi di kamar mandi, lantai yang anti-

slip.

b. Selalu mengingatkan pegawai rumah sakit untuk melakukan standar

keselamatan pasien bukan hanya untuk pasien tetapi juga untuk

keamanan diri sendiri dan lingkungan rumah sakit seperti kesadaran

mencuci tangan sesuai dengan momen dan prosedur.

3. Bagi Dinas Kesehatan Bandar Lampung :

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Dinas

Kesehatan Bandar Lampung untuk merencanakan dan memberikan

pelatihan tentang keselamatan pasien bagi seluruh tenaga kesehatan

fungsional rumah sakit di Bandar Lampung dan dapat dijadikan acuan

dalam pembuatan kebijakan program sasaran keselamatan pasien dalam

pengurangan risiko pasien jatuh.

4. Bagi Institusi Kesehatan Helvetia Medan dan Peneliti Selanjutnya :

Sebagai masukan dan informasi mengenai pelaksanaan standar sasaran

keselamatan pasien di IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung

agar dapat dijadikan panduan untuk penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan keselamatan pasien di rumah sakit.


97

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. (2015). Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit


(Patient Safety). Edisi III. Jakarta.

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Rumah Sakit.

3. Komite Keselamatan Pasien RS. (2008). Pedoman Pelaporan Insiden


Keselamatan Pasien. Jakarta.

4. Komite Akreditasi Rumah Sakit. (2012). Instrumen Akreditasi RS Standar


Akreditasi. Edisi 1. Jakarta.

5. Rumah Sakit TNI AD. (2009). Profil dan Sejarah Rumah Sakit TNI AD Tk IV
02.07.04. Bandar Lampung.

6. Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Jakarta.

7. KPRS Rumah Sakit TNI AD. (2013). Laporan Insiden Keselamatan Pasien
Bulan Maret-April 2013. Bandar Lampung.

8. Apriningsih, Desmawati. (2013). Kerjasama tim dalam budaya keselamatan


pasien Di rs x jawa barat. Jurnal ilmiah kesehatan, 5(3); Diunggah Mei 2017
http://lp3m.thamrin.ac.id/upload/apriningsih.pdf

9. Beginta, R. (2012). Pengaruh budaya keselamatan pasien, gaya


kepemimpinan, tim kerja, terhadap Persepsi pelaporan kesalahan pelayanan
oleh perawat di unit rawat inap rumah sakit umum Daerah kabupaten bekasi
[tesis]. Bekasi: universitas indonesia.

10. Keles, W Angelia. (2015). Analisis Pelaksanaan Budaya Keselamatan Pasien


di IGD RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Tesis. Tidak dipublikasikan.
98

11. Dwiyanto, A. (2007). Penerapan Hospital by Laws Dalam Meningkatkan


Patient Safety di Rumah Sakit. [Thesis]. Jakarta: Program Pascasarjana
Universitas Indonesia.

12. Azimi, Et al. (2012). Influence of training on patient safety culture: a nurse
attitude improvement perspective international journal of hospital research.
1(1):51-6www.ijhr.tums.ac.ir. Research article.

13. Chaerunisa. (2017). Pengaruh stres kerja perawat terhadap perilaku


implementasi patient safety di IGD RS Lubuk Basung. Tesis. Tidak
dipublikasikan.

14. Anggraeni, D. (2016). Pengaruh budaya keselamatan pasien terhadap sikap


melaporkan insiden pada perawat di instalasi rawat inap RSUD Kota Bekasi.
Jurnal aplikasi manajemen. Vol 14 no 42.

15. Danaswari, A, S. (2012). Pengembangan model budaya keselamatan pasien


yang sesuai di rumah sakit Ibu dan Anak tumbuh kembang Cimangis Tahun
2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta.

16. Permenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Jakarta.

17. World Health Organitation Collaborating Centre for Patient Safety Solutions.
(2007). Patient Safety Solutions Preamble.
www.who.int/entity/patientsafety/solutions/patientsafety/preamble.pdf.
Diunduh 7 April 2017.

18. Kemenkes RI. (2008). Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit.
(Konsep dasar dan prinsip). Jakarta: Depkes RI.

19. Kemenkes RI. (2015). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
http://www.spm.depkes.go.id diakses pada tanggal 10 Maret 2017.

20. The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. (2011).


Department of Health and Human Services. USA.

21. Rebecca, Cohen RN. (2007). Providig Person-Centered Care In The Real
World. HNBC:eNEditor.
99

www.ahna.org/Resources/Publications/eNewslatter/News-From-ANHA-
Providing-Person-Centered-Care.

22. Kemenkes RI. (2010). Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit (K3RS). Direktorat Bina Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta:
Depkes RI.

23. Agency for Healthcare Research and Quality. (2013). Making health care
safer II: an updated Critical Analysis of the Evidence for Patient Safety
Practices. (available at http://www.ahrq.gov/hdbk// diakses pada tanggal 15
Maret 2017).

24. Kemenkes RI. (2009). Keputusan Menkes RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009


tentang Standarisasi Pelayanan Gawat Darurat di Rumah Sakit. Jakarta.

25. Kemenkes RI. (2009). Prinsip Umum Pelayanan Unit Gawat Darurat di Rumah
Sakit, http://www.spm.depkes.go.id diakses pada tanggal 10 Maret 2017. Jakarta:
Depkes RI.

26. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Biro Hukum


Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

27. Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

28. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 012 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta.

29. Undang- Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Biro Hukum
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

30. Kemenkes RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No


1195/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Lembaga Akreditasi Rumah Sakit.
Jakarta.

31. Team Riset Kualitatif Binhus. (2010). Petunjuk Tekhnis (Juknis) Penulisan
Riset Kualitatif. Bina Husada. Jakarta.
100

32. Moleong, Lexy J. (2007). Metodelogi Peneitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosda Karya.

33. Yin, Robert K. (2013). Studi kasus, Desain dan Metode Penelitian Kualitatif,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

34. Martha E, Kresno S. (2016). Metodelogi Peneltian Kualitatif Untuk Bidang


Kesehatan, Ed.1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

35. Potter, Perry. (2010). Konsep, Proses, dan Praktik Keperawatan. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Edisi 7. Jakarta.

36. Sujarweni, W. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Penerbit Gava Media.

37. Mulyana. (2013). Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh Perawat
di Unit Rawat Inap RS “X” Jakarta. [Thesis]. Jakarta.

38. Sumangkut. (2015). Evaluasi Penatalaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien di


RSU GMIM Kalooran Amurang. [Thesis].

39. Marhaen, Fahar. (2010). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Jakarta: Graha
Ilmu.

40. The Lancet. (2010). Medical Errors in the USA: Human or systems? (Ed);
377-1289.

41. National Patient Safety Agency (NPSA). (2009). Seven Step to Patient
Safety’s An Overview Guide from NHS Staff. www.npsa.nhs.uk/ Diunduh 10
September 2017.

42. Medical Healthcare Product (MHRA). (2012). Defective Medicines Report


Centre An Overview Guide from NHS Staff. www.nrls.npsa.nhs.uk/ Diunduh
10 September 2017

43. Simamora, S. (2011). Peran Tenaga Teknis Kefarmasian dalam Menemukan


Angka Kejadian Medication Error. [Thesis]. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
101

44. Fudholi, Achmad. (2014). Analisis Kejadian Medication Error pada Pasien
ICU di RS “X” Yogyakarta. [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

45. World Health Organitation (WHO). (2008). Infection Control Strategies a Quick
Reference Guide to Specific Procedures.
www.who.int/csr/resources/publications/WHO_HSE_EPR_2008_2Bahasal.pd
f. Diunduh 20 November 2017.

46. Kemenkes RI. (2009). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Kesehatan lainnya. SK Menkes No. 3822/Menkes/2007. Jakarta:
Depkes RI.
102

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Informan

Informed Consent

Saya yang bernama dibawah ini :


Nama : Arseliana Helsanewa
NPM : 1303195057
Status : Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut
Kesehatan Helvetia
Judul penelitian : STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN
KESELAMATAN PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS
VERSI 2012 DI IGD RUMAH SAKIT TNI AD TK IV
02.07.04 BANDAR LAMPUNG

Dalam penelitian ini tidak ada paksaan dari pihak manapun dan
merupakan keinginan anda sendiri untuk menjadi Informan. Jika anda merasa
keberatan dengan penelitian ini, anda berhak menolak menjadi informan,
menghentikan wawancara, dan menolak menjawab pertanyaan yang dirasakan
tidak berkenan. Setelah penjelasan ini, peneliti memohon kesediaan informan
untuk memahami pernyataan dibawah ini dan menandatangani pada tempat yang
telah disediakan.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


Nama :
Jabatan :
Lama bekerja :
Pendidikan terakhir :

Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.


Dalam hal ini saya berjanji akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya
sesuai dengan informasi yang dibutuhkan peneliti. Demikian pernyataan yang
saya sampaikan, semoga informasi yang saya berikan dapat dipergunakan dengan
baik dan bermanfaat bagi penelitian dan banyak orang.

Bandar Lampung, September 2017

....................................
103

Lampiran II. Pertanyaan Terbuka (Open Ended Question)

No Informan Pertanyaan
1. Tenaga 7. Bagaimana pelaksanaan Identifikasi Pasien?
Kesehatan e. Apakah pasien di identifikasi sebelum
(Dokter umum, pemberian obat, darah, atau produk
Perawat darah?
pelaksana IGD, f. Apakah pasien di identifikasi sebelum
Petugas Apotek) pengambilan darah dan specimen lain
untuk pemeriksaan klinis?
g. Apakah pasien di identifikasi sebelum
pemberian pengobatan atau tindakan?

8. Bagaimana penerapan komunikasi yang


efektif
d. Apakah perintah lisan melalui telpon
atau hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut?
e. Apakah perintah lisan dan melalui telpon
dibacakan kembali oleh penerima
perintah?
f. Apakah perintah atau hasil pemeriksaan
dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah?
9. Bagaimana peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai?
e. Bagaimana cara menyimpan obat-obat
high alert ditempat terpisah?
f. Bagiamana cara menyimpan elektrolit
konsentrat di tempat terpisah?
10. Bagaimana pelaksanaan kepastian tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
operasi?
c. Memberikan tanda yang jelas dan dapat
dimengerti untuk identifikasi operasi?
d. Melibatkan pasien saat checklist atau
penandaan sebelum melakukan tindakan
hecting?
11. Bagaimana pengurangan risiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan?
f. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan
g. Mencuci tangan sebelum menyentuh
pasien
h. Mencuci tangan setelah terkena cairan
104

tubuh pasien
i. Mencuci tangan setalah memegang
daerah sekitar pasien
j. Mencuci tangan dengan langkah cuci
tangan dari WHO
12. Bagaimana pengurangan risiko pasien jatuh
c. Melakukan assesmen awal risiko pasien
jatuh?
d. Melakukan assesmen ulang terhadap
pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan?
Lampiran III. Lembar Telusur Sasaran Keselamatan Pasien Sesuai Instruksi Akreditasi RS Versi 2012
SASARAN KESELAMATAN PASIEN

SASARAN
Berikut ini adalah daftar sasaran. Mereka disiapkan disini untuk memudahkan karena disampaikan tanpa persyaratan, maksud dan tujuan, atau elemen penilaian. Informasi
lebih lanjut tentang sasaran ini dapat dilihat di bagian berikut dari bab ini, Sasaran, Persyaratan, Maksud dan Tujuan, serta Elemen Penilaian.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut :


Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien
Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert medications)
Sasaran lV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh
Standar SKP.I.
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan SKP.I.
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur,
kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang
dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi
menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk
identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di
pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk
diidentifikasi.

94
95

TELUSUR
Elemen Penilaian SKP.I. SKOR DOKUMEN
SASARAN MATERI
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua Pimpinan Rumah Sakit Identifikasi pasien menggunakan dua Acuan:
0
identitas pasien, tidak boleh menggunakan Tim dokter dan dokter gigi identitas dan tidak boleh  PMK 1691/2011 tentang
5
nomor kamar atau lokasi pasien Kepala Unit Keperawatan menggunakan nomor kamar atau Keselamatan Pasien RS
10
Staf Keperawatan lokasi pasien
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian Kepala Unit Laboratorium dan Identifikasi pasien sebelum pemberian 0 Regulasi RS:
obat, darah, atau produk darah. Pemeriksaan Penunjang obat, darah, atau produk darah 5  Kebijakan/ Panduan
Staf Laboratorium dan 10 Identifikasi pasien
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil Pemeriksaan Penunjang Identifikasi pasien sebelum 0  SPO pemasangan gelang
darah dan spesimen lain untuk mengambil darah dan spesimen lain 5 identifikasi
pemeriksaan klinis (lihat juga AP.5.6, EP 2) untuk pemeriksaan klinis 10
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian Identifikasi pasien sebelum pemberian 0
pengobatan dan tindakan / prosedur pengobatan dan tindakan/prosedur 5
10
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan Pembuatan dan sosialisasi kebijakan 0
pelaksanaan identifikasi yang konsisten atau SOP tentang pelaksanaan 5
pada semua situasi dan lokasi identifikasi pasien 10
Standar SKP.II.
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
96

Maksud dan Tujuan SKP.II.


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan
dan yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke
komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan
dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam
situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
TELUSUR
Elemen Penilaian SKP.II. SKOR DOKUMEN
SASARAN MATERI
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon Pimpinan Rumah Sakit Pencatatan secara lengkap perintah  Kebijakan/
ataupun hasil pemeriksaan dituliskan Tim dokter dan dokter gigi lisan (atau melalui telepon) dan hasil 0 PanduanKomunikasi
secara lengkap oleh penerima perintah Kepala Unit Keperawatan pemeriksaan oleh penerima perintah 5 pemberian informasi dan
atau hasil pemeriksaan tersebut. (lihat Staf Keperawatan atau hasil pemeriksaan 10 edukasi yang efektif
juga MKI.19.2, EP 1) Kepala Unit Laboratorium dan  SPO komunikasi via telp
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil Pemeriksaan Penunjang Pembacaan ulang secara lengkap
pemeriksaan secara lengkap dibacakan Staf Laboratorium dan perintah lisan (atau melalui telepon)
0
kembali oleh penerima perintah atau hasil Pemeriksaan Penunjang dan hasil pemeriksaan oleh penerima
5
pemeriksaan tersebut. (lihat juga AP.5.3.1, perintah atau hasil pemeriksaan dieja
10
Maksud dan Tujuan) bila obat yang diperintahkan termasuk
golongan obat NORUM/LASA
3. Perintah atau hasil pemeriksaan Konfirmasi perintah atau hasil 0
dikonfirmasi oleh individu yang memberi pemeriksaan oleh pemberi perintah 5
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut atau pemeriksaan 10
4. Kebijakan dan prosedur mendukung Pembuatan dan sosialisasi kebijakan
0
praktek yang konsisten dalam melakukan atau SOP verifikasi terhadap akurasi
5
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi komunikasi lisan (atau melalui telepon)
10
lisan melalui telepon. (lihat juga AP.5.3.1.
97

Maksud dan Tujuan)


Standar SKP.III.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert)

Maksud dan Tujuan SKP.III.


Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-
obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama
Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike / LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut
dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)],
kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau
lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana
mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah
dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri.
Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek
profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa,
sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

TELUSUR
Elemen Penilaian SKP.III. SKOR DOKUMEN
SASARAN MATERI
1. Kebijakan dan/atau prosedur Pimpinan Rumah Sakit Pembuatan kebijakan atau SOP  Kebijakan / Panduan/
dikembangkan agar memuat proses Kepala Unit Laboratorium dan identifikasi, lokasi, pelabelan, dan 0 Prosedur mengenai obat-obat
identifikasi, lokasi, pemberian label, dan Pemeriksaan Penunjang penyimpanan obat-obat yang perlu 5 yang high alert
penyimpanan obat-obat yang perlu Staf Laboratorium dan diwaspadai 10  Daftar obat-obatan high alert
diwaspadai Pemeriksaan Penunjang
Kepala Unit Keperawatan Sosialisasi dan implementasi kebijakan 0
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan Staf Keperawatan atau SOP 5
10
98

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit Inspeksi di unit pelayanan untuk


pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan memastikan tidak adanya elektrolit
0
secara klinis dan tindakan diambil untuk konsentrat bila tidak dibutuhkan
5
mencegah pemberian yang tidak sengaja di secara klinis dan panduan agar tidak
10
area tersebut, bila diperkenankan terjadi pemberian secara tidak sengaja
kebijakan. di area tersebut
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit Pelabelan elektrolit konsentrat secara
0
pelayanan pasien harus diberi label yang jelas dan penyimpanan di area yang
5
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi dibatasi ketat
10
ketat (restricted).
Standar SKP.IV.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
99

Maksud dan Tujuan SKP.IV.


Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi
yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah
merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada
tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit
dimana prosedur ini dijalankan.
Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh rumah sakit;
dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan
dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).
Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan (secara ringkas,
misalnya menggunakan checklist)

TELUSUR
Elemen Penilaian SKP.IV. SKOR DOKUMEN
SASARAN MATERI
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda Pimpinan Rumah Sakit Pembuatan tanda identifikasi yang Regulasi RS:
yang jelas dan dapat dimengerti untuk Tim kamar operasi jelas dan melibatkan pasien dalam 0  Kebijakan / Panduan / SPO
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan Tim dokter dan dokter gigi proses penandaan lokasi operasi 5 pelayanan bedah
pasien di dalam proses penandaan/ Staf Keperawatan 10
pemberi tanda. Dokumen:
100

2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist Pasien Penyusunan checklist untuk verifikasi Check list
atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat
0
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan prosedur, tepat pasien, tepat
5
tepat pasien dan semua dokumen serta dokumen, dan ketersediaan serta
10
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, ketepatan alat
dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan Penerapan dan pencatatan prosedur
0
mencatat prosedur “sebelum insisi / time- ‘time-out’ sebelum dimulainya
5
out” tepat sebelum dimulainya suatu tindakan pembedahan
10
prosedur / tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan Pembuatan kebijakan atau SOP untuk
untuk mendukung keseragaman proses proses di atas (termasuk prosedur
untuk memastikan tepat lokasi, tepat tindakan medis dan dental) 0
prosedur, dan tepat pasien, termasuk 5
prosedur medis dan tindakan pengobatan 10
gigi / dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
Standar SKP.V.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan SKP.V.


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis).
Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh
dari WHO,
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang
diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit.
101

TELUSUR SKOR DOKUMEN


Elemen Penilaian SKP.V.
SASARAN MATERI
1. Rumah sakit mengadopsi atau Pimpinan Rumah Sakit Adaptasi pedoman hand hygiene  Kebijakan / Panduan/
mengadaptasi pedoman hand hygiene Tim PPI terbaru yang sudah diterima secara 0 Prosedur Hand hygiene
terbaru yang diterbitkan dan sudah umum (misalnya WHO Patient Safety) 5
diterima secara umum (al.dari WHO Patient 10
Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand Penerapan program hand hygiene 0
hygiene yang efektif. secara efektif 5
10
3. Kebijakan dan/atau prosedur Pembuatan kebijakan untuk
0
dikembangkan untuk mengarahkan mengurangi risiko infeksi yang terkait
5
pengurangan secara berkelanjutan risiko dengan pelayanan kesehatan secara
10
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan berkelanjutan
102

Standar SKP.VI.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan SKP.VI.


Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk
mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang aau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu,
atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

TELUSUR
Elemen Penilaian SKP.VI. SKOR DOKUMEN
SASARAN MATERI
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen Pimpinan Rumah Sakit Penerapan asesmen awal pasien Regulasi RS:
awal risiko pasien jatuh dan melakukan Staf medis risiko jatuh dan asesmen ulang pada  Kebijakan / Panduan/SPO
0
asesmen ulang terhadap pasien bila Staf keperawatan pasien bila ada perubahan kondisi asesmen risiko pasien jatuh
5
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau atau pengobatan  Kebijakan/Panduan/SPO
10
pengobatan. (lihat juga AP.1.6, EP 4) manajemen risiko pasien
jatuh
2. Langkah-langkah diterapkan untuk Penerapan langkah-langkah  SPO pemasangan gelang
mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pencegahan dan pengamanan bagi 0 risiko jatuh
pada hasil asesmen dianggap berisiko (lihat pasien yang dianggap berisiko 5
juga AP.1.6, EP 5) 10

3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik Monitor dan evaluasi berkala 0


tentang keberhasilan pengurangan cedera terhadap keberhasilan pengurangan 5
akibat jatuh dan maupun dampak yang cedera akibat jatuh dan dampak 10
103

berkaitan secara tidak disengaja terkait

4. Kebijakan dan/atau prosedur mendukung Pembuatan kebijakan atau SOP


0
pengurangan berkelanjutan dari risiko cedera pasien jatuh
5
pasien akibat jatuh di rumah sakit
10
94
95
96
97
98

Lampiran VIII. Dokumentasi Penelitian

1. Proses Registrasi atau pendaftaran di IGD (Identifikasi Pasien saat


awal masuk IGD)
99

2. Saat Anamnesa dan pemeriksaan pada pasien yang masuk


IGD
100

3. Tatalaksana Pencegahan Risiko Infeksi di IGD sesuai 6


langkah cuci tangan dan dilakukan dalam 5 momen.

4. Tatalaksana Pencegahan Infeksi dengan memakai APD


sebelum melakukan tindakan apapun terhadap pasien.
101

5. Proses Identifikasi sebelum melakukan pengambilan darah


atau specimen darah untuk pemeriksaan klinis.
102

6. Proses Identifikasi sebelum melakukan pemasangan infus


/Tindakan.
103

7. Dokumentasi pemberian tanda yang jelas untuk identifikasi


pasien yang akan di operasi.

8. Saat pemasangan gelang identitas pasien yang dirawat inap.


104

9. Pemberian penanda risiko jatuh di gelang identitas pada


pasien dengan risiko jatuh.

10. Gelang Identitas Pasien.


105

11. Lemari khusus obat high alert dan elektrolit konsetrat tinggi.

12. Westafel cuci tangan dilengkapi dengan sabun, pengering


tangan, dan handrub
106

13. Bed Side Rail di IGD

14. Toilet di IGD


107

15. Transfer Pasien


108

16. Proses Wawancara


109
110

Lampiran IX. Trankip Hasil Wawancara

HASIL WAWANCARA MENDALAM


Pelaksanaan Patien Safety IGD

Responden Dokter dan Perawat

 Tujuan Wawancara
Saya ingin mengetahui bagaimana penataaksanaan patien safety bagian IGD
mulai dari pelaksanaannya, hambatan yang dihadapi, usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengatasi hambatan hingga harapan ke depannya. Saya harap Bapak/Ibu
bersedia untuk meluangkan waktu menerangkan mengenai program ini. Atas
kesedian bapak/ibu saya ucapkan terima kasih.

 Wawancara di awali dengan


1. Dapatkah anda menerangkan mengenai nama dan umur?
2. Bisakah anda menceritakan sekilas mengenai pekerjaan anda?
3. Sejak kapan anda bekerja di IGD?

 Pertanyaan Menegenai Obat yang Terdengar dan Berbentuk Mirip


1. Bagaimanakah penatalaksanaan dan pemberian obat di sini?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?

 Pertanyaan Mengenai Identifikasi Pasien


1. Bagaimanakah penatalaksanaan dalam identifikasi pasien?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?

 Peratanyaan Mengenai Komunikasi Selama Proses Serah Terima Pasien


(Hand-Cover)
1. Bagaimanakah penatalaksanaan serah terima pasien disini?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penetalkasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?

 Pertanyaan Mengenai Prosedur Benar Pada Sisi tubuh yang Benar


1. Bagaimanakah penatalaksanaan pengecekan identitas pasien disini?
2. Bagaimana penatalaksanaan infomed consent?
3. Bagaimna penatalaksanaan penandaan daerah heacting?
4. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalaksanaannya?
5. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?

 Pertanyaan Mengenai Memastikan Keakuratan Pengobatan Dalam Masa


Peralihan Perawatan
1. Bagaimanakah penatalaksanaan pengobatan alam masa peralihan
perawatan pasien?
111

2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penetalkasanaannya?


3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?

 Pertanyaan Mengenai Penggunaan Jarum Suntik Sekali Pakai


1. Bagaimanakah penatalaksanaan penggunaan jarum suntik di sini?
2. Bagaimana penatalaksanaan pembuangan jarum suntik disini?
3. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
4. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?

 Pertanyaan Mengenai Penjagaan Kebersihaan Tangan Untuk Mencegah


Terjadinya Infeksi Nosokomial
1. Bagaimanakah penatalaksanaan mencuci tangan di sini?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?

 Penutup :
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu. Mohon
maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan. Bila dirasa informasi yang di
dapatkan masih kurang,saya harap dapat kembali bertanya pada Bapak/Ibu.
112

TRANSKRIP WAWANCARA

Wawancara dengan dokter I


X : Selamat siang dok,maaf mengganggu waktu dokter
D1 : Kamu yang kemarin mau wawancara ya?
X : Iya dok, sebelumnya perkenalkan saya arseliana
mahasiswi Institute Kesehatan Helvetia Medan
D1 : Wawancara untuk apa ya?
X : Tujuan saya melakukan wawancara ini saya mau melakukan
penelitian berhubungan dengan sasaran keselamatan
pasien khususnya terhadap dokter, perawat dan
apoteker. Kebetulan adanya dokter jadi sama dokter saja dulu
D1 : Oh,terus?
X : Begini dok,kalo boleh tau nama dokter siapa?
D1 : Nama saya dr.Emilda
X : Sudah berapa lama dokter bekerja di bagian IGD ini?
D1 : Kurang lebih 4 tahun,dari tahun 2013 saya bekerja disini
X : EEH,,dokter kalau boleh saya tahu alur pasien di IGD ini bagaimana
ya dok? Dari pasien masuk sampai mendapatkan pengobatan
D1 : Baiklah,,pertama-tama pasien masuk ke IGD di sambut oleh perawat
jaga yang da di IGD ini, lalu pasien nya di baringkan di bed
kemudian perawat melakukan identifikasi dan melakukan vital sign
pada pasien. Setelah itu perawatnya nanti akan melapor ke kami
sebagai dokter jaga, setelah itu kami melakukan pemeriksaan
terhadap pasien dan menentukan diagnosa dan apakah pasiennya bisa
berobat jalan,atau harus dirawat inap. Dan jika memang harus
dirujuk, merujuk nya ke Rumah Sakit mana.
X : Itu apakah harus dikonsulkan ke DPJP gak dok?
D1 : Tergantung keadaan pasien dan diagnosanya bagaimana
X : Terus dok,,misalnya ni pasiennya ternyata harus rawat inap,itu pasien
mendaftarnya di IGD atau ke bagian pendaftaran?
D1 : Jika pasiennya harus di rawat maka kita akan meminta kepada
keluarga pasien untuk mendaftar ke bagian pendaftaran tapi jika
pasiennya rawat jalan tetap kita arahkan ke bagian pendaftaran.
X : Disini sudah bisa menerima BPJS atau asuransi kesehatan lainnya
dok?
D1 : Ya,sudah bisa
X : Proses identifikasi pasien di Rumah Sakit ini khususnya di IGD itu
bagaimana dok? Eeh, seperti seperti pada gelang pasien itu apa saja
perlu kita tulis?
D1 : ya, proses identifikasi pasien itu biasanya kita berikan gelang sebagai
identitas, hal yang perlu dicatat seperti nama jelas,tanggal
lahir,nomor rekam medik. Untuk warna gelang sesuai dengan jenis
kelamin kalau warna pink untuk perempuan dan biru untuk laki-laki.
X : Itu pemasangannya dilakukan pada saat kapan ya dok?terus apakah
saat pasiennya berubah status menjadi pasien rawat inap?
113

D1 : Oh,ya,,jika pasein nya sudah mendaftar di rawat inap dan berubah


menjadi pasien rawat inap,lalu kita pasangkan gelang identitasnya
X : Jika pemasangan gelang sudah dilakukan,lalu apalagi dok yang
dilakukan?
D1 : Ya,setelah itu pasiennya sudah dinyatakan sebagai pasien rawat inap
di rumah sakit ini,,kita konsulkan ke DPJP nya,setelah kita mendapat
adpis dari DPJP baru kita bisa melakukan pengambilan sampel
darah,pemberian obat sesuai dengan adpis dari DPJP.
X : dok sebelumnya dikonfirmasikan atau di identifikasi ulang dulu gak
dok ke pasiennya sebelum melakukan tindakan dan pemberian
terapi?
D1 : ya,harus kita lakukan identifikasi ulang ke pasien sebelum
melakukan tindakan seperti pengambilan dara,pemberian
obat.semuanya harus kita identifikasi ulang
X : tujuannya untuk apa dok?
D1 : tujuannya ya,tentu supaya tidak terjadi kesalahan dalam pemberian
obat atau dalam melakukan suatu tindakan
X : eeh,ada hambatan gak dok sejauh ini dalam mengidentifikasi pasien
yang ada di IGD ini?
D1 : alhamdulilah sejauh ini tidak ada
X : berarti sudah terlaksana semua dok ya?
D1 : iya,betul
X : harapannya ke depan apa dok dalam penatalaksanaan yang ada di
IGD ini?
D1 : Ya,harapan dalam pelaksanaaan tindakan apapun semakin baik lagi
untuk kedepannya
X : oh,iya dok tadikan dokter bilang untuk pasien yang di rawat inap kan
itu dikonsulkan ke DPJP supaya mendaptkan adpis lanjutan,,nah
biasanya konsulnya itu lewat telpon atau bisa kirim pesan dok?
D1 : ya,lebih sering lewat telpon.kita usahakan sebisa mungkin lewat
telepon
X : tapi dok seandainya DPJP nya tidak bisa dihubungi,itu bagaimana
dok?
D1 : Oh,kalau itu kita bisa kirim pesan,,dimana nanti kita catat jam kita
menelpon atau kirim pesan jam kita menghubungi DPJP
X : semua advis yang diberikan sama DPJP itu biasanya di ulang lagi gk
dok?
D1 : ya,tentu kita baca ulang lagi adpis yang kita dapatkan dari DPJP agar
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat atau dalam melakuakn
tindakan
X : oh,itu biasanya adpis yang diberikan oleh DPJP itu dicatat dimana ya
dok?
D1 : ya kita catat di status pasiennya direkam medis
X : itu dokumentasi di rekam medis dalam bentuk apa ya dok?
D1 : dalam bentuk cap
X : oh seperti TBAK atau redback gitu dok ya?
114

D1 : iya,misalnya pada hari ini dokter IGD menerima orderan adpis dari
DPJP ya kita tulis orderannya apa jam berapa,tanggal berapa lalu kita
tanda tangan di sebelahnya tanda tangan DPJP
X : eem,untuk penandaan lokasi yang akan dilakukan tindakan misalnya
heacting gitu dok,itu biasanya dilakukan gak dok?
D1 : kita lakukan
X : dimana dilakukannya dok?
D1 : di statusny di rekam medis
X : oh,biasanya dilakukan di rekam medis saja dok ya?
D1 : iya
X : itu dalam bentuk gambar atau apa dok?
D1 : biasanya dalam bentuk gambar sih,ya kita tulis dimana lokasi yang
akan dilakukan tindakan heacting
X : dilakukan cheklist lagi gk dokter?
D1 : iya harus kita lakukan cheklist
X : cheklist nya itu yang dari WHO itu dok ya?
D1 : iya,sesuai WHO
X : Terus dok untuk penatalaksanaan pencegahan infeksinya sudah aktif
apa belum dok?
D1 : sudah aktif,dilakukan sebelum melakukan tindakan
X : upaya yang dilakukan dok seperti apa ?
D1 : ya,seperti cuci tangan 6 langkah
X : oh,,berarti berdasarkan WHO dok ya?
D1 : iya,
X : dalam momen apa saja dok?
D1 : dalam 5 moment yaitu pertama sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,setelah terkena cairan
tubuh pasien,setelah kontak dengan pasien dan setelah dari
lingkungan pasien
X : oh,berarti sudah bejalan dok ya?
D1 : iya
X : dokter selalu melakukan cuci tangan dengan 6 langkah dalam 5
momen
D1 : iya dong sudah hehehe
X : biasanya cuci tangan dengan handscrub atau dengan sabun?
D1 : tergantung kondisi ya bisa pakai hanscrub atau bisa juga memakai
sabun
X : pakai handscrub berapa detik terus kalo pakai sabun berapa detik
dok?
D1 : kalau pakai handscrub 30-40 detik kalau pakai sabun 40-60 detik
X : berarti hanscrub di IGD sudah mencukupi dok ya?
D1 : iya sudah terpenuhi
X : Untuk manajemen assesment resiko jatuh di rumah sakit ini untuk
pasien yang di rawat inap pasti memiliki resiko jatuh,itu bagaimana
tatalaksananya?
115

D1 : Kalau untuk pasien yang resiko jatuh itu ada capnya,seperti alergi itu
ada capnya
X : Itu di capnya dimana dok?
D1 : di gelang pasien
X : Di rekam medik di kasih capnya juga gak dok?
D1 : iya,di cap juga
X : lalu pasiennya nanti dibawa kemana dok?
D1 : ya,kita transfer ke ruang perawatan, setiap pasien di ruang perawatan
nantinya akan di monitoring lagi oleh petugasnya
X : Untuk monitoringnya berdasarkan skor gak dok?
D1 : Ya,berdasarkan skor tingkat resikonya bagaimana
X : itu kalo nggak salah ada 3 dok ya ,itu apa saja dok?
D1 : iya,ada 3 yaitu berat sedang dan ringan
X : Itu nantinya untuk 3 tingkatan skor itu apakah cap nya juga beda-
beda dok?
D1 : iya punya capnya masing-masing sesuai warna
X : Apakah penatalaksananya sudah dilakukan elum dok?
D1 : sudah dilakukan dan sampai sekarang masih berjalan
X : berarti angka resiko jatuhnya harusnya tidak ada lagi ya dok?kan
penatalaksanaan resiko jatuh nya sudah berjalan dengan baik?
D1 : iya,sejauh ini angka resiko jatuh tidak ada lagi
X : Tapi dok saya lihat tadi untuk bed pasien belum terpasang pegangan
besi kiri kanan nya,terus di toilet nya belum ada juga pegangan besi
untuk pasien yang resiko jatuh,itu tanggapannya bagaimana ya dok?
D1 : oh,iya itu salah satu kekurangan kita,nantinya kita akan usulkan ke
bagian logistiknya
X : terus dok sejauh ini apakah ada hambatan dalam penatalaksanaan
resiko jatuh?
D1 : eeh,tidak ada
X : apa harapan kedepannya dok?seprti penatalaksanaan resiko jatuh?
D1 : Ya.harapannya kedepan supaya sarana dan prasarana ditingkatkan
lagi,seperti salah satu fasilitasi dalam penanganan resiko jatuh bisa
terpernuhi seperi kalau di toilet itu nantinya dipasang pegangan
besi,lalu bed nya juga di pasang,kemudian lantai toilet nya harus
yang standar.mungkin sementara hanya itu yng perlu kita usulkan.
X : Apakan usulan itu sudah diajukan dok?
D1 : sudah tapi belum ada jawaban,mungkin dalam waktu dekat ini
X : baik lah dokter sementara hanya itu dulu yang saya tanyakan,jika ada
kekurangan mungkin nanati saya bisa minta waktu nya dokter, saya
minta maaf sudah mengganggu waktunya dokter,,terima kasih
banyak dokter atas waktu yang sudah di berikan .selamat siang
dokter
D1 : iya,sama-sama
116

Wawancara dengan Apoteker


X` : siang mbk perkenalkan saya mahasiswi Institute Kesehatan Helvetia
Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan dengan
sasaran keselamatan pasien khususnya di IGD ini,kalo boleh tahu
apakah mbak petugas farmasi yang ada di IGD ini?
A1 : siang,ya betul saya petugas farmasi yang ada di IGD ini
X : kalau boleh saya tahu nama mbak siapa ya?
A1 : iya,,perkenalkan nama saya fenny rahman saya di IGD ini sebagai
penangung jawab di depo farmasi
X : kalau saya boleh tahu mbak lulusan S1 atau D3
A1 : saya lulusan S1 profesi apoteker universitas SUMUT,lulusan tahun
2013
X : di IGD ini sudah berapa lama mbak bekerja?
A1 : kebetulan saya sudah bekerja 2 tahun di
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan masalah obat-obatan yang
ada di IGD ini,khususnya pada obat-obatan yang nama(bunyinya)
dan bentuk yang mirip itu bagaimana penatalaksanaannya mbak?
A1 : iya,untuk obat-obatan yang nama(bunyinya) dan bentuk yang mirip
khususnya yang ada di IGD ini, kita tandai dengan label yaitu label
LASA(LOOK ALIKE SOUND ALIKE) jadi obat-obatan yang
nama(bunyinya) dan nama yang mirip itu akan diberi label berwarna
kuning yang ada tulisan LASA nya.untuk mengantisipasi petugas
dalam pemberian obat jadi harus hati-hati dan teliti.
X : biasanya kalau ada pasien,terus keluarga pasien menerima resep dari
dokter jaga,itu biasanya resepnya itu langsung masuk ke mbak atau
ke apotik yang ada di luara IGD?
A1 : biasanya resepnya itu masuk ke kita dulu
X : oh,kalau untuk obat-obat yang tidak tersedia di farmasi IGD itu
bagaimana mbk?
F : iya,kalau untuk obat yang tidak tersedia di kita baru ke apotik diluar
IGD
X : selama ini apakah ada hambatan nggak mbak untuk penatalakasanaan
obat-obatan yang nama(bunyinya) dan bentuk nya yang mirip ?
A1 : alhamdulillah tidak ada,yang terpenting sebelum memberikan obat
dan menerima obat itu petugas nya harus teliti membaca dan melihat
apakah obat tersebut ada kemiripan dalam bentuk nama atau pun
bentuk,,apalagi kan sudah kita beri label LASA jadi pasti lebi
waspada lagi.
X : oh,berarti sudah ada peringatannya mbak ya? Untuk harapan
kedepannya apa mbak?
A1 : harapan kedepannya jangan ada kesalahan dalam pemberian obat
karena itu akibatnya sangat fatal untuk pasien
X : terus ada gk mbk obat-obatan yang perlu di waspadai seperti obat
higt alert,atau dengan konsetrat yang tinggi itu penyimpanan dan
keamanannya bagaimana?
117

A1 : kalau untuk penyimpanan obat-obatan yang high alert itu kita simpan
terpisah dengan obat-obatan yang lainya,biasanya kita simpan di
lemari kemudian lemarinya kita beri tanda list warna merah
menunjukkan bahwa obat yang tersimpan didalamnya merupaka obat
yang high alert.
X : apakah obat high alert boleh dimpan di ruang tindaka mbak?
A1 : Tidak boleh hanya boleh di simpan di depo farmasi atau instalasi
farmasi saja.
X : Apakah selama ini ada masalah dalam penyimpanan obat yang high
alert?
A1 : alhamdulilah,,tidak ada
X : baiklah mbk rasanya sudah cukup pertanyaan dari saya terima kasih
atas waktu dan kesempatannya.
A1 : iya sama-sama,senang bisa membantu mba

Wawancara Perawat I
X : ass.siang mbk,
P1 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan mbk siapa ya?
P1 : perkenalkan nama saya dewi
X : oh mbak dewi,,mnbak dewi perawat atau bidan?
P1 : saya perawat yang bertugas di IGD ini
X : mbak lulusan D3 atau S1 keperawatan, lulusan tahun berapa?
P1 : saya lulusan S1 keperawatan tahun 2015
X : sudah berapa lama mbk bekerja di IGD ini?
P1 : sudah kurang lebih 2 tahun
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan tentang bagaimana alur
pelayanan pasien yang ada di IGD ini,mulai dari pasien masuk
sampai paien mendapatkan pengobatan?
P1 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan memeriksa
vital sign lalu melapor ke dokter jaga,nanti dokter nya akan
memeriksa dan menganamnesa ulang,setelah itu dokter akan
menentukan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika pasien nya
dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien datang ke
bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap,
X : jika keluarga pasien sudah mendaftar lalu apalagi yang dilakukan
mbk?
P1 : ya,dokter jaga akan melapor ke DPJP nya sesuai diagnosa yang ada
X : lalu jika adpis dari DPJP sudah di terima apalagi yang dilakukan?
P1 : kita pasang infus lalu kita cek lab dan kita berikan terapi sesuai
dengan orderan dokter
118

X : disini sebelum melakukan tindakan apakah dilakukan identifikasi


sebelumnya?
P1 : ya,selalu kita lakukan identifikasi pada pasien sebelum kita
melakukan suatu tindakan atau pemberian terapi.
X : tujuan dari identifikasi itu apa ya dok?
P1 : tujuan nya adalah agar mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan tindakan ataupun dalam pemberian obat
X : apakah proses identifikasi pada pasien sudah berjalan dengan baik
apa belum mbak?
P1 : sudah berjalan dengan baik
X : apakah ada hambatan mbak selama ibu bekerja di IGD ini?
P1 : tidak ada
X : selanjutnya yang ingin saya tanyakan mbk,bagaimana komunikasi
antar staf yang ada di IGD ini?
P1 : komunikasinya berjalan dengan baik baik dalam hal operan dinas
atau diluar itu
X : apakah pernah terjadi miscomunicasi selama ini?
P1 : tidak pernah
X : kalau melapor ke dokter untuk mendapatkan adpis itu petugas
perawat atau dokter jaga?
P1 : itu dokter jaga yang melakukannya
X : ibu pernah melapor ke DPJP saat dokter jaga tidak ada?
P1 : tidak pernah,karena dokter jaga nya stand bay terus
X : Ok,eeh,,bu jika ada pasien yang luka atau kecelakaan terus ada
tindakan untuk di hecting misalnya,itu biasanya dilakukan penandaan
gak bu?
P1 : dilakukan
X : dimana bu?
P1 : di RM nya
X : oh,sesuai dengan cheklist bu ya?
P1 : iya,nanti diisi oleh dokter untuk cheklist ya
X : apakah ada hambatan gak bu selama ini?
P1 : tidak ada
X : kalau untuk pencegahan resiko infeksi di IGD ini sudah berjalan
dengan baik belum bu?lalu pencegahan nya seperti apa?
P1 : sudah berjalan,pencegahan nya misalnya memakai APD,mencuci
tangan dengan 5 momen dan 6 langkah
X : apakah hal itu dilakukan setiap sebelum tindakan?
P1 : Iya selalu kita lakukan sebelum dan sesudah tindakan
X : boleh ibu sebutkan 5 momen itu apa saja dan 6 langkah nya
bagaimana?
P1 : baiklah untuk 5 moment itu adalah sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,sesudah terkena cairan
tubuh pasien,sesudah kontak dengan pasien,setelah dari lingkungan
pasien.
X : apakah kegiatan itu sudah berjalan bu?
119

P1 : alahamdulilah sudah
X : untuk sarana nya apakah selalu tersedia misalnya seperti
tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?
P1 : sampai hari ini sarana nya selalu ada,jika habis paling kita lapor ke
bagian pengadaan,sejauh ini tidak ada kendala
X : oh,baiklah berarti sejauh ini tidak ada kendala dan hambatan bu ya
P1 : alhamdulillah tidak ada
X : terus untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu bagaimana
bu,apakah sudah berjalan apa belum? terus untuk pasien yang urgent
dan tidak urgent biasanya asmet awalnya dilakukan apa bu ya?
P1 : sudah berjalan, biasanya dilakukan dengan cekhlist apakah pasien
beresiko jatuh apa tidak.jika beresiko jatuh kita tanda di gelangnya
jika pasien tersebut dirawat inap.
X : biasanya warna apa bu?
P1 : warna kuning
X : kalau merah biasanya untuk apa bu?
P1 : itu untuk alergi obat atau makanan kalau yang merah
X : apakah di ruang perawatan pasien yang memiliki resiko jatuh di
assasment ulang
P1 : iya kita assasment ulang
X : tujuannya untuk apa bu?
P1 : itu untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak di inginkan
X : berarti sudah berjalan semua bu ya,
P1 : iya.
X : apakah ada hambatan selama ini bu?
P1 : tidak ada
X : dikit lagi bu apakah dalam proses operan ke ruang rawat inap pernah
terjadi miscomunicasi dalam hal pasien resiko jatuh?
P1 : oh,tidak ada
X : saya kira cukup itu saja pertanyaan dari saya,maaf sudah
mengganggu waktu ibu terima kasih sudah meluangkan waktunya.
P1 : iya,sama-sama

Wawancara Dokter 2
X : assalamuallaikum,siang dokter
D2 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan dokter siapa?
D2 : perkenalkan nama saya marlina
X : sejak kapan bekerja di rumah sakit ini dok?
D2 : sejak tahun 2014
X : saya mau bertanya dok apakah rumah sakit ini sudah sesuai dengan
standar yang sudah ditetapkan oleh KARS versi tahun 2012,rumah
sakit ini sudah akreditasi kan dok?
120

D2 : iya sudah
X : kapan dok?dan hasilnya apa?
D2 : akreditasinya tahun 2016,hasilnya paripurna
X : alhamdullilah, berarti diharapkan pelayanannya sudah paripurna.
D2 : iya,alhamdullilah
X : mengenai identifikasi pasien nie dok, bisakah dokter ceritakan
bgaimana proses pelayanan mulai dari pasien masuk IGD sampai
mendapatkan pengobatan,alurnya itu bagaimana dok?
D2 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan dilakukan
pemeriksaan vital sign lalu perawat melapor ke dokter jaga, maka
dokter jaga akan memeriksa dan menganamnesa ulang pasien
tersebut,setelah itu dokter akan menentukan diagnosanya
apa,tatalaksana dan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika
pasiennya dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien
datang ke bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap. Atau
apakah diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan lainnya.
X : di sini dilakukan pemberian obat dan dilakukan tindakan medik juga
gak dok?
D2 : untuk dilakukan pemberian oabat dilakukan kepada pasien yang
sifatnya gawat darurat dimana harus diberikan segera, begitupun juga
dengan tindakan seperti pemasangan infus,pemberian oksigen atau
heacting.
X : sebelum melakukan semua tindakan tersebut biasanya dilakukan
identifikasi ulang gak dok?
D2 : iya, tentu kita lakukan identifikasi ulang seperti menyebutkan
nama,tanggal lahir pasien tersebut, untuk memastikan supaya tidak
terjadi kesalahan dalam melakukan suatu tindakan medik dimana
semua yang kita lakukan sesuai dengan SPO (standar prosedur
operasional).
X : eem,begitu dok ya, berarti penatalaksanaan yang ada di IGD sudah
sesuai SPO. Sejauh ini apakah ada hambatan gak dok?
D2 : tidak ada dan tidak pernah ditemukan adanya masalah dalam
pelaksanaan identifikasi .
X : harapan kedepannya apa dok?untuk penatalaksanaan identifikasi
pasien?
D2 : harapannya agar apa yang kita lakukan yang sesuai denga SPO itu
tetap kita pertahankan karna hal itu demi keselamatan kita dan pasien
itu sendiri.
X : untuk masalah komunikasi nie dok, misalnya dokter ada pasien urgen
yang berhubungan dengan penyakit dalam,saraf atau yang
lainnya.apakah dokter jaga disisni melapor ke DPJP nya melalui via
telpon atau melalui pesan singkat?
D2 : paling sering sih melalui telpon, jadi seandainya ada pasien yang
sudah di periksa dan memerlukan konsultasi lebih lanjut,maka dokter
121

jaga akan menelpon DPJP nya langsung sesuai dengan keluhan


pasien.
X : itukan secara lisan dok ,lalu setelah mendapatkan adves dari
DPJPnya apakah dokter mengulang kembali adves yang di terima
dan apakah di tulis kembali gak dok?
D2 : oh,iya jadi nanti ada yang namanya redback, redback itu nanti apa
yang disampaikan DPJP akan dicatat ulang di rekam medis apa yang
sudah di adves kan oleh DPJP,lalu jam berapa menelpon dan
advesnya apa saja.
X : oh,berarti semuanya sudah dilakukan dok ya? Adves yang di teriam
itu akan di baca ulang dan di tuliskan di rekam medis kemudian
dikonfirmasi kembali melauli cap yang ada redback dok ya?
D2 : iya,semuanya sudah kita lakukan
X : apakah ada masalah atau hamabatan dalam komunikasi dengan DPJP
nya gak dok sampai sekarang?
D2 : oh,tidak ada
X : harapan kedepannya, apakah DPJP nya harus standbay 24 jam?
D2 : kalau untuk DPJP sebetulnya walaupun tidak standbay tapi handphon
atau alat komunikasi lainnya selalu aktif karena kami juga terkadang
masih memerlukan konfirmasi selanjutnya untuk penanganan pasien
tersebut.
X : ini dok, untuk pelaksanaan kepastian tepat lokasi tepat pasien,tepat
prosedur di IGD ini untuk pasien yang memerlukan tindakan
heacting,apakah sebelumnya di beri tanda yang jelas pada lokasi
yang akan di heacting?
D2 : iya, kita lakukan. jadi memang pada anamnesa status keperawatan
sudah ada lembaran checklis yang ada gambarnya itu sebetulnya
sudah dijelaskan dimana letak luka atau benjolan yang nanatinya
akan dilakukan tindakan medik.
X : untuk tatalaksana pengurangan resiko infeksi terkait dengan
pelayanan yang ada di IGD ini apakah sudah berjalan?
D2 : sudah berjalan,seperti cuci tangan yang sellau dilakukan saat sebelum
atau sesudah melakukan tindakan,terkena cairan tubuh pasien bahkan
setelah dari lingkungan pasien.dimana sesuai dengan dengan 6
langkah
X : berarti dokter sudah melakukan cuci tangan dengan 6 langkah?
D2 : iya,sudah dong
X : apakah ada hambatan dalam tatalaksanan pengurangan resiko
infeksi?
D2 : oh,tidak ada
X : kalau untuk kesedian sabun cuci tangan,handscrub ataupun air
apakah tidak ada masalah?
D2 : sampai dengan saat ini tidak ada ya,karena memang sudah ada
petugas yang selalu mengecek hal-hal yang seperti itu,jadi tidak ada
masalah ya.
122

X : beberapa bulan yang lalu saya kan wawancara di sini dok,dikatakan


bahwa ada wastafel yang bocor.apakah hal tersebut masih terjadi atau
tidak?
D2 : iya,betul pada waktu itu memang pernah ada kebocoran yang terjadi
namun hal itu tidak lama berlangsung karena ada petugas yang
langsung memperbaikinya.jadi sekarang wastafelnya sudah bis akita
gunakan kembali.
X : ohh,begitu dok ya.oh iya dok kalau untuk pengurangan resiko jatuh
apakah penatalaksanaannya sudah dilakukan.
D2 : iya,jadi untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu sudah dilakukan
seperti pada pasein yang memiliki resiko jatuh itu selalu kita beri
tanda pada gelang pasien begitu pun untuk bedsellernya.
X : penandaan untuk resiko jatuh itu biasanay warna apa dok ya?
D2 : itu warnanya kuning kalau untuk resiko jatuh,kalau untuk alergi itu
warnanya merah.
X : untuk sarana nya apakah selalu tersedia misalnya seperti
tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?jika pasien di transfer
ke bagian ruang perawatan apakah di lakukan identifikasi ?
D2 : iya,dilakukan identifikasi ulang terhadap pasien tersebut oleh petugas
yang ada di zaal
X : apakah dalam proses transfer pasien pernah terjadi miscomunicasion
gak?
D2 : oh tidak pernah karena kita saat kita melakukan transfer pasien ke
ruangan lainnya selalu kita lakukan sesuai dengan prosedur sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian informasi.
X : berarti sudah tidak ada masalah dok ya baik dalam komunikasi antar
petugas sesama yang ada di IGD ataupun petugas yang ada di
ruangan lainnya.
D2 : iya,alahamdulilah tidak ada.
X : baiklah dokter,mungkin sampai disini dulu pertanyaan dari saya,jika
ada kekurangan lainya saya berharap dokter bisa membatu dan saya
ucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang sudah
di berikan kepada saya.terima kasih dokter assalammuaalaikum
D2 : iya sama-sama senang bisa membantu dokter,waalaikumsalam.

Wawancara Dokter 3
X : assalamuallaikum,siang dokter
D3 : waalaikumsalam
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,jika dokter bersedia dan
meluangkan waktunya sebentar dokter?dokter bersedia gak dok?
D3 : silahkan
X : boleh perkenalkan gak dok,nama dokter ?
D3 : perkenalkan nama saya salamah,kebetulan saya di tempatkan di IGD
ini kurang lebih 3 tahun.
123

X : ooh.lama dok ya? Baik lah dokter saya mau bertanya dok bagaimana
untuk alur pelayanannya, penerimaan pasien yang ada di IGD ini
mulai dari pasien masuk sampai mendapatkan pengobatan?
D3 : kalau disini ya,begitu pasien datang itu kita tempatkan pasien sesuai
TRIASE nya lalu kita periksa tanda-tanda vital sign pasien
tersebut,lalu perawat yang meriksa akan melapor kle saya sebagai
dokter jaganya,setelah itu saya akan melakukan pemeriksaan ulang
terhadap pasien tersebut dan menentukan diagnosanya apa dan
apakah pasien perlu di rawat atau tidak.
X : setelah dokter periksa dan tidak ada tanda-tanda untuk dirawat inap
atau ternyata pasiennya harus di rawat inapa itu penanganannya
bagaimana dok?
D3 : kita lihat kondisi pasiennya kalau memang harus di rawat inap yang
kita rawat inap, nanti keluarga pasien kita arahkan untuk
mendaftarkan pasien ke rawat inap ke bagian adminitrasi
X : terus dok biasanya kan pasien yang akan dirawat kan biasanya
dilakukan pemasangan infus,pemberian obat atau tindakan
lainnya,itu sebelumnya dilakukan identifikasi ulang gak dok?
D3 : iya,kita lakukan identifikasi ulang ke pasienya langsung seperti kita
menyebutkan nama dan tanggal lahir.
X : itu biasanya tujuan dilakukannya identifikasi ulang terhadap pasien
yang akan di berikan tindakan itu apa dok?
D3 : untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemberian obat,keslahan
dalam melakukan tindakan
X : ee,,berarti selama ini identifikasi terhadap pasien sudah dilakukan
dok ya?
D3 : iya,,sudah kita lakukan
X : dalam mengidentifikasi pasien apakah ada hambatan gak dok selama
ini?
D3 : sampai sekarang tidak ada
X : eem,untuk pasien yang dirawat inap itu biasanya dokter jhaganya
melapor ke dokter penanggung jawab pasien gak dok ?
D3 : o,iya kita laporkan ke DPJP nya melalui telpon sesuai dengan
diagnosanya, nanti DPJP nya akan memberikan adves
X : itu adves yang dokter terima apkah di bacakan ulang kembali lalu
apakah di tulis kembali di rekam medis nya?
D3 : iya tentu,,kita ulang adves yang di berikan lalu kita catat kembali di
rekam medis pasien,tanggal berapa kita menerima adves dan apa saja
dves yang diberikan DPJP ke kita.dalam bentuk cap TBAK dimana
kita tanda tangan dan di sebelahnya nanti kita minta kan tanda tangan
DPJP nya pada saat DPJP nya visite.
X : berarti selama ini sudah berjalan dok ya dengan adanya bukti serah
terima adves
D3 : iya sudah berjala
X : lalu bagaimana jika dokter jaganya tidak ada ditempat?
D3 : kita disini dokter jaga nya selalu standbay
124

X : misalnya ni dok ada pasien gawat darurat,terus pasien ada luka


dimana luka tersebut harus segera di jahit,nah itu penandaan lokasi
nya bagaimna dok?
D3 : iya,sebelum kita lakukan heacting selalu kita lakukan penandaan
biasanya kita lakukan di di rekam medis ya,lokasi mana yang perlu di
jahit.

X : ini dokter kalau untuk resiko infeksi yang berhubungan dengan cuci
tangan ,apakah sudah dilakukan dok?
D3 : sudah kita lakukan cuci tangan dengan 6 langkah dan 5 moment
X : itu 5 moment itu kapan saja dok ya?
D3 : itu 5 moment sebelum kontak dengan pasien,sebelum melakukan
tindakan aseptik,setelah terkena cairan tubuh pasien,setelah kontak
dengan pasien dan setelah dari lingkungan pasien
X : itu kan cuci tangan nya ada dua cara kan dong itu apa saja dok ya?
D3 : ada dua cara yaitu dengan handwash selama 40-60 detik kalau untuk
handscrub 10-30 detik
X : untuk sarana nya sudah ada dok ya
D3 : ohh,sudah ada
X : kalau untuk resiko jatuhnya dok itu bagaimana dok
penatalaksanaannya?
D3 : untuk resiko jatuh itu disini kita sudah lakukan penandaan yang ada
di gelang pasien kalau untuk resiko jatuh itu tanda nya warna kuning
kalau untuk alergi warna merah
X : lalu prasarana untuk mengurangi resiko jatuh itu apakah sudah ada?
D3 : oh,sudah ada seperti bedselernya sudah ada,kemudian lantai kamar
mandi nya sudah standar dan sudah di beri pegangan besi pada setiap
toilet-toilet yang ada di ruang perawatan.
X : untuk tanda yang ada digelang pasien itu apakah tahan air atau tidak
dok?
D3 : aman dan tahan air
X : di ruangan perawatan pada pasien resiko jatuh apakah dilakukan
assasment ulang gak dok?
D3 : iya selalu kita lakukan
X : apakah sejauh ini ada hamabatan gak dok dalam penatalaksanaan
baik dalam identifikasi pasien,penanganan resiko jatuh,sampai
penguranga infeksi yang ada di IGD ini?
D3 : sejauh ini tidak ada
X : penandaan untuk resiko jatuh itu biasanya warna apa dok ya?
X : baiklah dokter,mungkin samapai disini dulu pertanyaan dari saya,jika
ada kekurangan lainya saya berharap dokter bisa membatu dan saya
ucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang sudah
di berikan kepada saya.terima kasih dokter assalammualaikum
D3 : iya sama-sama senang bisa membantu dokter,waalaikumsalam.
125

Wawancara Perawat 2
X : ass.siang mbk,
P2 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan mbk namanya siapa ya?
P2 : perkenalkan nama saya hartati
X : oh mbak hartati,,mbak hartati perawat atau bidan?
P1 : saya perawat yang bertugas di IGD ini
X : mbak lulusan D3 atau S1 keperawatan, lulusan tahun berapa?
P2 : saya lulusan S1 keperawatan tahun 2015
X : sudah berapa lama mbk bekerja di IGD ini?
P2 : sudah kurang lebih 2 tahun
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan tentang bagaimana alur
pelayanan pasien yang ada di IGD ini,mulai dari pasien masuk
sampai paien mendapatkan pengobatan?
P2 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan memeriksa
vital sign lalu melapor ke dokter jaga,nanti dokter nya akan
memeriksa dan menganamnesa ulang,setelah itu dokter akan
menentukan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika pasien nya
dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien datang ke
bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap,
X : jika keluarga pasien sudah mendaftar lalu apalagi yang dilakukan
mbk?
P2 : ya,dokter jaga akan melapor ke DPJP nya sesuai diagnosa yang ada
X : lalu jika adpis dari DPJP sudah di terima apalagi yang dilakukan?
P2 : kita pasang infus lalu kita cek lab dan kita berikan terapi sesuai
dengan orderan dokter
X : disini sebelum melakukan tindakan apakah dilakukan identifikasi
sebelumnya?
P2 : ya,selalu kita lakukan identifikasi pada pasien sebelum kita
melakukan suatu tindakan atau pemberian terapi.
X : tujuan dari identifikasi itu apa ya dok?
P2 : tujuan nya adalah agar mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan tindakan ataupun dalam pemberian obat
X : apakah proses identifikasi pada pasien sudah berjalan dengan baik
apa belum mbak?
P2 : sudah berjalan dengan baik
X : apakah ada hambatan mbak selama ibu bekerja di IGD ini?
P2 : tidak ada
X : selanjutnya yang ingin saya tanyakan mbk,bagaimana komunikasi
antar staf yang ada di IGD ini?
P2 : komunikasinya berjalan dengan baik baik dalam hal operan dinas
atau diluar itu
126

X : apakah pernah terjadi miscomunicasi selama ini?


P2 : tidak pernah
X : kalau melapor ke dokter untuk mendapatkan adpis itu petugas
perawat atau dokter jaga?
P2 : itu dokter jaga yang melakukannya
X : ibu pernah melapor ke DPJP saat dokter jaga tidak ada?
P2 : tidak pernah,karena dokter jaga nya stand bay terus
X : Ok,eeh,,bu jika ada pasien yang luka atau kecelakaan terus ada
tindakan untuk di hecting misalnya,itu biasanya dilakukan penandaan
gak bu?
P2 : dilakukan
X : dimana bu?
P2 : di RM nya
X : oh,sesuai dengan cheklist bu ya?
P2 : iya,nanti diisi oleh dokter untuk cheklist ya
X : apakah ada hambatan gak bu selama ini?
P2 : tidak ada
X : kalau untuk pencegahan resiko infeksi di IGD ini sudah berjalan
dengan baik belum bu?lalu pencegahan nya seperti apa?
P2 : sudah berjalan,pencegahan nya misalnya memakai APD,mencuci
tangan dengan 5 momen dan 6 langkah
X : apakah hal itu dilakukan setiap sebelum tindakan?
P2 : Iya selalu kita lakukan sebelum dan sesudah tindakan
X : boleh ibu sebutkan 5 momen itu apa saja dan 6 langkah nya
bagaimana?
P2 : baiklah untuk 5 moment itu adalah sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,sesudah terkena cairan
tubuh pasien,sesudah kontak dengan pasien,setelah dari lingkungan
pasien.
X : apakah kegiatan itu sudah berjalan bu?
P2 : alahamdulilah sudah
X : untuk sarana nya apakah selalu tersedia misalnya seperti
tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?
P2 : sampai hari ini sarana nya selalu ada,jika habis paling kita lapor ke
bagian pengadaan,sejauh ini tidak ada kendala
X : oh,baiklah berarti sejauh ini tidak ada kendala dan hambatan bu ya
P2 : alhamdulillah tidak ada
X : terus untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu bagaimana
bu,apakah sudah berjalan apa belum? terus untuk pasien yang urgent
dan tidak urgent biasanya asmet awalnya dilakukan apa bu ya?
P2 : sudah berjalan, biasanya dilakukan dengan cekhlist apakah pasien
beresiko jatuh apa tidak.jika beresiko jatuh kita tanda di gelangnya
jika pasien tersebut dirawat inap.
X : biasanya warna apa bu?
P2 : warna kuning
X : kalau merah biasanya untuk apa bu?
127

P2 : itu untuk alergi obat atau makanan kalau yang merah


X : apakah di ruang perawatan pasien yang memiliki resiko jatuh di
assasment ulang
P2 : iya kita assasment ulang
X : tujuannya untuk apa bu?
P2 : itu untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak di inginkan
X : berarti sudah berjalan semua bu ya,
P2 : iya.
X : apakah ada hambatan selama ini bu?
P2 : tidak ada
X : dikit lagi bu apakah dalam proses operan ke ruang rawat inap pernah
terjadi miscomunicasi dalam hal pasien resiko jatuh?
P2 : oh,tidak ada
X : saya kira cukup itu saja pertanyaan dari saya,maaf sudah
mengganggu waktu ibu terima kasih sudah meluangkan waktunya.
P2 : iya,sama-sama

Wawancara Perawat 3
X : ass.siang mbk,
P3 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan mbk siapa ya?
P3 : perkenalkan nama saya rini
X : baiklah dengan mbak rini.mbak rini perawat?
P3 : saya perawat yang bertugas di IGD ini
X : mbak lulusan D3 atau S1 keperawatan, lulusan tahun berapa?
P3 : saya lulusan S1 keperawatan tahun 2010
X : sudah berapa lama mbk bekerja di IGD ini?
P3 : sudah kurang lebih 3 tahun
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan tentang bagaimana alur
pelayanan pasien yang ada di IGD ini,mulai dari pasien masuk
sampai paien mendapatkan pengobatan?
P3 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan memeriksa
vital sign lalu melapor ke dokter jaga,nanti dokter nya akan
memeriksa dan menganamnesa ulang,setelah itu dokter akan
menentukan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika pasien nya
dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien datang ke
bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap,
X : jika keluarga pasien sudah mendaftar lalu apalagi yang dilakukan
mbk?
P3 : ya,dokter jaga akan melapor ke DPJP nya sesuai diagnosa yang ada
X : lalu jika adves dari DPJP sudah di terima apalagi yang dilakukan?
128

P3 : kita pasang infus lalu kita cek lab dan kita berikan terapi sesuai
dengan orderan dokter
X : disini sebelum melakukan tindakan apakah dilakukan identifikasi
sebelumnya?
P3 : ya,selalu kita lakukan identifikasi pada pasien sebelum kita
melakukan suatu tindakan atau pemberian terapi.
X : tujuan dari identifikasi itu apa ya dok?
P3 : tujuan nya adalah agar mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan tindakan ataupun dalam pemberian obat
X : apakah proses identifikasi pada pasien sudah berjalan dengan baik
apa belum mbak?
P3 : sudah berjalan dengan baik
X : apakah ada hambatan mbak selama ibu bekerja di IGD ini?
P3 : tidak ada
X : selanjutnya yang ingin saya tanyakan mbk,bagaimana komunikasi
antar staf yang ada di IGD ini?
P3 : komunikasinya berjalan dengan baik baik dalam hal operan dinas
atau diluar itu
X : apakah pernah terjadi miscomunicasi selama ini?
P3 : tidak pernah
X : kalau melapor ke dokter untuk mendapatkan adpis itu petugas
perawat atau dokter jaga?
P3 : itu dokter jaga yang melakukannya
X : ibu pernah melapor ke DPJP saat dokter jaga tidak ada?
P3 : tidak pernah,karena dokter jaga nya stand bay terus
X : Ok,eeh,,bu jika ada pasien yang luka atau kecelakaan terus ada
tindakan untuk di hecting misalnya,itu biasanya dilakukan penandaan
gak bu?
P3 : dilakukan
X : dimana bu?
P3 : di RM nya
X : oh,sesuai dengan cheklist bu ya?
P3 : iya,nanti diisi oleh dokter untuk cheklist ya
X : apakah ada hambatan gak bu selama ini?
P3 : tidak ada
X : kalau untuk pencegahan resiko infeksi di IGD ini sudah berjalan
dengan baik belum bu?lalu pencegahan nya seperti apa?
P3 : sudah berjalan,pencegahan nya misalnya memakai APD,mencuci
tangan dengan 5 momen dan 6 langkah
X : apakah hal itu dilakukan setiap sebelum tindakan?
P3 : Iya selalu kita lakukan sebelum dan sesudah tindakan
X : boleh ibu sebutkan 5 momen itu apa saja dan 6 langkah nya
bagaimana?
P3 : baiklah untuk 5 moment itu adalah sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,sesudah terkena cairan
129

tubuh pasien,sesudah kontak dengan pasien,setelah dari lingkungan


pasien.
X : apakah kegiatan itu sudah berjalan bu?
P3 : alahamdulilah sudah
X : untuk sarana dan prasarananya apakah selalu tersedia misalnya
seperti tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?
P3 : sampai hari ini sarana nya selalu ada,jika habis paling kita lapor ke
bagian pengadaan, kalau untuk prasarana nya mungki di toilet IGD
itu belum terpasang pegangan besinya namun sudah kita ajukan dan
sekarang lagi dalam proses.
X : oh,baiklah berarti sejauh ini tidak ada kendala dan hambatan bu ya?
P3 : alhamdulillah tidak ada
X : terus untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu bagaimana
bu,apakah sudah berjalan apa belum? terus untuk pasien yang urgent
dan tidak urgent biasanya asmet awalnya dilakukan apa bu ya?
P3 : sudah berjalan, biasanya dilakukan dengan cekhlist apakah pasien
beresiko jatuh apa tidak.jika beresiko jatuh kita tanda di gelangnya
jika pasien tersebut dirawat inap.
X : biasanya warna apa bu?
P3 : warna kuning
X : kalau merah biasanya untuk apa bu?
P3 : itu untuk alergi obat atau makanan kalau yang merah
X : apakah di ruang perawatan pasien yang memiliki resiko jatuh di
assasment ulang?
P3 : iya kita assasment ulang
X : tujuannya untuk apa bu?
P3 : itu untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak di inginkan
X : berarti sudah berjalan semua bu ya?
P3 : iya.
X : apakah ada hambatan selama ini bu?
P3 : tidak ada
X : dikit lagi bu apakah dalam proses operan ke ruang rawat inap pernah
terjadi miscomunicasi dalam hal pasien resiko jatuh?
P3 : oh,tidak ada
X : saya kira cukup itu saja pertanyaan dari saya,maaf sudah
mengganggu waktu ibu terima kasih sudah meluangkan waktunya?
P3 : iya,sama-sama

Anda mungkin juga menyukai