Anda di halaman 1dari 15

Rancangan Tesis

Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
Oleh : Adya Rahadian

Judul: Koalisi Partai Politik: Pertentangan Antara Hak Partai Politik dan Hak
Konstitusional Masyarakat Yang Diselenggarakan Dalam Pemilihan Umum

A. Pendahuluan
Seperti kita ketahui pemilihan umum merupakan salah satu metode penyaluran aspirasi
rakyat. Salah satu cermin negara demokrasi adalah pemerintah yang menjalankan sistem
pemilu dengan baik. Setiap pemerintahan yang mengaku demokratis hendaknya mampu
menyelenggarakan pemilu secara demokratis pula karena Pemilu demokratis merupakan
pilar penting dalam sistem demokrasi modern.
Pemilihan Umum (Pemilu) juga merupakan prasyarat penting dalam negara
demokrasi. Dalam kajian ilmu politik sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu
kumpulan metode atau suatu pendekatan dengan mekanisme prosedural bagi warga
masyarakat dalam menggunakan hak pilih mereka. Sistem pemilu pun dari waktu ke waktu
sesuai tuntutan zaman terus mengalami perubahan sehingga hampir bisa dikatakan, sistem
pemilu di Indonesia tidak tuntas karena setiap kali pergantian rezim selalu diubah undang-
undang dan peraturan berdasarkan kebutuhan zaman.
Desain sistem pemilu cenderung mengutamakan kepentingan elit yang notabene
menjadi aktor dalam proses penyusunan Undang-Undang Pemilu itu sendiri. Politik formal
menjadi basis legitimasi kekuatan politik yang dominan dalam pengambilan keputusan
sehingga dalam kondisi dan situasi tertentu desain sistem pemilu tidak melihat realitas
sosial politik masyarakat, atau yang paling sederhana bagaimana para perumus Undang-
Undang Pemilu mengedepankan kepentingan rakyat termasuk konstitusi mereka sendiri.
Akibatnya, proses dan hasil penyelenggaraan Pemilu tidak selalu menghasilkan
pemimpin-pemimpin yang diharapkan rakyat. Pemilu tidak menghasilkan jalan keluar bagi
pemecahan atas persoalan bangsa, tetapi agenda pemilu hanya dijadikan sebagai ajang
merebut kekuasaan dan bahkan momen Pemilu senantiasa dimaknai para elit sebagai
musim pergantian pemimpian dan dengan demikian transformasi nilai-nilai demokrasi
dalam penyelenggaraan Pemilu tidak berjalan efektif.1

1
Untuk menghasilkan pemilihan umum yang demokratis diperlukan kemampuan
pemahaman mengenai peta penyelenggaraan pemilu baik bersifat konseptual maupun
praktikal teknis operasional terhadap sistem peraturan dan perundang-undangan dari actor
penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan bawaslu di setiap jajaran. 1

B. Pembahasan
1. Hak Konstitusional
a. Teori Konstitusi
Hukum tata negara atau Hukum Konstitusi itu sendiri hanya terbatas pada hal-
hal yang berkenaan dengan aspek hukumnya saja. Karena lingkup bahasannya lebih sempit
daripada teori konstitusi sebagaimana yang oleh prof Dr Djokosutono dianjurkan untuk
dipakai, yaitu Verfassunglehre atau Theorie der Verfassung. stilah Verfassunglehre menurut
Djokosutonpo adalah lebih luas daripada Verfassungrecht. Theorie der Verfassungrecht.
Karena itu untuk kepentingan ilmu pengetahuan, djokosutono menganggap adalah lebih
tepat untuk menggunakan istilah teori konstitusi daripada hukum konstitusi atau Hukum
Tata Negara. Karena yang dibahas di dalamnya adalah persalan konstitusi dalam arti yang
luas dan tidak hanya terbatas kepada aspek hukumnya, maka yang lebih penting adalah
Theorie der Verfassung atau Verfassunglehre (Teori Konstitusi), bukan Theorie der
Verfassungsrecht, Theorie der Constitutional Recht (Teori Hukum Konstitusi atau teori
Hukum Tata Negara), ataupun Theorie der Gerundgesetz (Teori Undang- Undang Dasar).
Dalam Ilmu Hukum Tata Negara juga berlaku doktrin Teori Fiktie Hukum
(Legal Fiction Theory) yang menyatakan bahwa suatu negara dianggap telah memiliki
Konstitusinya sendiri sejak negara itu terbentuk. Terbentuknya negara itu terletak Pada
Tindakan yang secara resmi menyatakannya terbentuk, yaitu melalui penyerahan
Kedaulatan (Transfer of authority) dari negara induk seperti penjajah kepada negara
Jajahannya, melalui pernyataan deklarasi dan proklamasi ataupun revolusi dan Perebutan
kekuasaan melalui kudeta, secara formal, negara yang bersangkutan atau Pemerintah
tersebut dapat dinyatakan legal secara formal sejak terbentuknya. Akan Tetapi legalitasnya
itu masih bersifat formal dan sepihak, Krena itu derajat Legitimasinya masih tergantung
kepada pengakuan pihak-pihak lain. Semakin banyak dan luas diterima dan diakui oleh
negara-negara lain di dunia, semakin kuat legitimasi
nya sebagai negara ataupun sebagai pemerintahan.2
b. Hukum Konstitusi
1
Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, SH. Menegakan etika Penyelenggara Pemilu,(Rajawali plus Jakarta,2013), h.1.

2
Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan peganagan dalam penyelenggaraan
suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-
Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua negara memilii konstitusi
tertulis atau Undang-Undang Dasar. Kerajaan Inggris biasa disebut sebagai negara
konstitusional, tetapi tidak memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar.
Disamping karena adanya negara yang dikenal sebagai negara konstitusional, tetapi
tidak memiliki konstitusi tertulis, nilai dan norma yang hidup dalam praktik
penyelenggaraan negara juga diakui sebagai hukum dasar, dan tercakup pula dalam
pengertian konstitusi dalam arti yang luas. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar
sebagai Konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan norma hukum dasar tidak tertulis yang
hidup sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktik penyelenggaraan negara sehari-
hari, termasuk ke dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit constitusionel)
suatu negara.3
Semua Konstitusi yang pernah berlaku pada periode ini, yaitu UUD 1945, Konstitusi
RIS, dan UUDS 1950 menganut paham demokrasi sebagai salah satu asasnya yang
fundamental. Demokrasi yang dianutnya adalah demikrasi perwakilan. Pilihan atas atas
cara perwakilan ini lazim dipakai di negara-negara demokrasi, karena demokrasi
langsung dalam arti yang sebenarnya hampir tidak mungkin dilaksanakan di negara
modern.4
Dari segi kuantitatif saja sudah dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya UUD 1945
setelah empat kali mengalami perubahan, sudah berubah sama sekali menjadi satu
konstitusi yang baru. Hanya nama saja yang dipertahankan sebagai UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan isinya sudah berubah secara besar-besaran
seperti dapat diketahui dari uraian saya dalam bagian lain buku ini, paradigma atau
pokok-pokok pikirn yang terkandung dalam rumusan itu benar-benar berbeda dari
pokok pikiran yang terkandung dalam naskah asli Ketika UD 1945 pertama kali
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Bahkan dalam pasal II aturan tambahan
perubahan keempat UUD 1945 ditegaskan, “Dengan ditetapkannya perubahan Undang-
Undang Dasar ini, Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas
pembukaan dan pasal-pasal. Dengan demikian, jelaslah bahwa sejak tanggal 10 Agustus
2
Prof. DR. Jimly Asshidiqie, SH. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
2018), h.8
3
Prof. DR. Jimly Asshidiqie, SH. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
2018), h.5
4
Prof. DR. Moh. Mahfud MD Politik Hukum Di Indonesia,(Depok: Raja Grafindo Persada 2018), h.61

3
2002, status penjelasan UUD 1945 yang selama ini dijadikan lampiran tidak terpisahkan
dari naskah UUD, Jika pun isi penjelasan itu dibandingkan dengan isi UUD 1945
setelah 4 kali perubahan, maka jelas satu sama lain sudah tidak lagi bersesuaian, karena
pokok pikiran yang terkandung di dalam keempat naskah perubahan itu sama sekali
berbeda dari apa yang tervatum dalam penjelasan UUD 1945 tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa Hak Konstitusional merupakan hak-hak dasar yang dasar
yang kemudian diadopsi dalam konstitusi yang meliputi hak asasi manusia dan hak dari
setiap warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan berlaku bagi
setiap Warga Negara Indonesia, Negara Indonesia memiliki konstitusi atau Undang-
Undang Dasar yang menjamin setiap warganya untuk hidup sesuai dengan haknya dan
berupaya untuk mewujudkan tujuannya, serta mengatur semua permasalahan yang
menyangkut pemerintahan, oleh karena itu Berdasarkan ketentuan UUD 1945 bahwa
hak konstitusional adalah hak-hak dasar yang lazim dipahami sebagai hak
konstitusional warga negara.
Hak Konstitusional sesungguhnya tertuang dalam tujuan perubahan UUD 1945
yang ingin dicapai adalah menyempurnakan atau melengkapi aturan dasar yang
berkenaan dengan 7 (tujuh) hal penting, yaitu
(1) tatanan negara agar lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional
(2) jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat
agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi
(3) jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM
dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara
hokum.
(4) penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern
(5) jaminan konstitusional
(6) penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan
perjuangan negara mewujudkan demokratis seperti pengaturan wilayah negara dan
pemilihan umum, dan
(7) kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai perkembangan aspirasi, kebutuhan
dan kepentingan bangsa Indonesia.
Sebagai dampak atas tujuan poin ke 3 yang berupa jaminan dan perlindungan HAM
agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang
sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum.

4
Masuknya rumusan HAM ke dalam UUD 1945 merupakan kemajuan besar dalam
proses perubahan Indonesia sekaligus menjadi salah satu ikhtihar bangsa Indonesia
menjadikan UUD dalam UUD 1945, secara konstitusional hak setiap warga negara dan
penduduk Indonesia telah dijamin.5
Ada 40 Hak Konstitusional Warga Negara yang dijamin dalam Undang Undang
Dasar 1945, yaitu:
1. Hak Atas Kewarganegaraan
Hak atas status kewarganegaraan Pasal 28 D Ayat (4)
Hak atas kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan Pasal 27 Ayat
(1), Pasal 28 D Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (3)
2. Hak Atas Hidup
Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28 A, Pasal
28 I Ayat (1) hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang Pasal 28 B
Ayat (2)
3. Hak Untuk Mengembangkan Diri
Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat
pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya. Pasal 28 C Ayat (1)
Hak atas jaminan sosial memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat Pasal 28H Ayat (3)
Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosial Pasal 28 F
Hak mendapat pendidikan Pasal 31 Ayat (1), Pasal 28 C Ayat (1)
4. Hak Atas Kemerdekaan Pikiran & Kebebasan Memilih
Hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani Pasal 28 I Ayat (1)
Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan Pasal 28 E Ayat (2)
Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya Pasal 28 E Ayat
(1), Pasal 29 Ayat (2)
Hak untuk bebas memilih pendidikan dan pengajaran, pekerjaan, Kewarganegaraan,
tempat tinggal Pasal 28 E Ayat (1)
Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul Pasal 28 E Ayat (3)

5
A. Ahsin Thohari, Hak Konstitusional Dalam Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2016), h.97.

5
Hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani Pasal 28 E Ayat
(2)
5. Hak Atas Informasi
Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi Pasal 28 F
Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran informasi yang
tersedia Pasal 28 F
6. Hak Atas kerja & Penghidupan Layak
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan Pasal 27 Ayat
(2)
Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja Pasal 28 D Ayat (2)
Hak untuk tidak diperbudak Pasal 28 I Ayat (1)
7. Hak Atas Kepemilikan & Perumahan
Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Pasal 28 H Ayat (4)
Hak untuk bertempat tinggal Pasal 28 H Ayat (1)
8. Hak Atas Kesehatan & Lingkungan Sehat
Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin Pasal 28 H Ayat (1)
Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Pasal 28 H Ayat (1)
Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan Pasal 28 B Ayat (1)
9. Hak Berkeluarga
Hak untuk membentuk keluarga Pasal 28 B Ayat (1)
10. Hak Atas Kepastian Hukum & Keadilan
Hak atas pengakuan, jaminan dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil
Pasal 28 D Ayat (1)
Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum Pasal 28 Ayat (1)
11. Hak Bebas Dari Ancaman, Diskriminasi & Kekerasan
Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Pasal 28 G Ayat (1)
Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia Pasal 28 G Ayat (2)
Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun Pasal 28 I Ayat (2)

6
Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pasal
28 H Ayat (2)
12. Hak Atas Perlindungan
Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
yang di bawah kekuasaanya Pasal 28 G Ayat (1)
Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif Pasal 28 I Ayat (2)
Hak atas perlindungan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban Pasal 28 I Ayat (3)
Hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Pasal 28B (2), Pasal 28 I
Ayat (2)
Hak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain Pasal 28 G Ayat (2)
13. Hak Memperjuangkan Hak
Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif Pasal
28 C Ayat (2)
Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat Pasal 28,
Pasal 28 E Ayat (3)
14. Hak Atas Pemerintahan
Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan Pasal 28 D
Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1).

2. Pemilihan Umum
Pemilihan umum (disingkat Pemilu) adalah memilih seseorang untuk mengisi
jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari jabatan
presiden/eksekutif, wakil rakyat/legislatif di berbagai tingkat pemerintahan, sampai
kepala desa. Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk
memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Setelah amendemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil
presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan
langsung oleh rakyat dan dari rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam
rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada
Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,

7
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai
bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada
pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilu
harus dilakukan secara berkala, karena memiliki fungsi sebagai sarana pengawasan bagi
rakyat terhadap wakilnya.
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintah politik yang kekuasaan
pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau
melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Secara historis, demokrasi berasal dari
bahasa Yunani (demokratía) “kekuasaan rakyat”,yang dibentuk dari kata (demos)
“rakyat” dan (Kratos) “kekuasaan”. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan
demokrasi adalah sistem pemerintahan suatu negara yang kekuasaannya mutlak di
tentukan oleh rakyat baik secara langsung maupun melalui perwakilan rakyat.
Demokrasi Konstitusional diberikan landasan normative dalam bentuk unsur-unsur
dari rechstaat. Atau Rule Of Law. Demokrasi dipandang sebagai sistem politik dan cara
pengaturan kehidupan terbaik bagi setiap masyarakat yang menyebut diri modern,
sehingga pemerintah dimanapun termasuk rezim-rezim totaliter, berusaha meyakinkan
masyarakat dunia bahwa mereka menganut sistem politik demokratis, atau sekurang-
kurangnya tengah berproses ke arah itu.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, demokrasi sangat terkait dengan
pemilihan umum. Dalam situasi dan kondisi negara-negara di dunia saat ini maka
pemilihan umum tak langsung atau demokrasi melalui perwakilan yang secara real
dapat dijalankan.6
Pemilihan umum atau pemilu merupakan sarana berdemokrasi bagi warga negara
dan merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi, yaitu hak atas
kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam
UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”, dan “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” serta
prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle). Sebagai pemilik dan
pemegang kekuasaan tertinggi suatu negara. Rakyatlah yang menentukan corak dan

Topo Santoso, Pemilu di Indonesia Kelembagaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan, (Jakarta: Sinar Grafika,
2019) , h.11.

8
cara pemerintahan diselenggarakan. Rakyatlah pula yang menentukan tujuan yang
hendak dicapai oleh negara dan pemerintahannya itu.
Dalam praktiknya, yang secara teknis menjalankan kedaulatan rakyat adalah
pemerintahan eksekutif yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan wakil-wakil rakyat
di lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Perwakilan rakyat tersebutlah yang
bertindak untuk dan atas nama rakyat, yang secara politik menentukan corak dan cara
bekerjanya pemerintahan, serta tujuan yang hendak dicapai baik dalam jangka panjang
maupun pendek.
Agar para wakil rakyat tersebut dapat bertindak atas nama rakyat, maka wakil-wakil
rakyat harus ditentukan sendiri oleh rakyat. Mekanismenya melalui pemilihan umum
(general election). Dengan demikian, pemilihan umum (general election) Secara umum
tujuan pemilihan umum itu adalah:
a. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib.
b. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.
c. Dalam rangka melaksanakan hak-hak azasi warga Negara.
Keikutsertaan warga dalam pemilihan umum (general elections) merupakan
ekspresi dari ikhtiar melaksanakan kedaulatan rakyat serta dalam rangka melaksanakan
hak-hak asasi warga negara.

3. Koalisi Partai
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan instrument penting dalam negara demokrasi
yang menganut sistem perwakilan. Pemilu berfungsi sebagai alat penyaring bagi para
politikus yang akan mewakili dan membawa suara rakyat di dalam Lembaga
perwakilan. Mereka yang terpilih dianggap sebagai orang atau kelompok yang
mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu
kelompok yang lebih besar melalui partai politik (Parpol). Oleh sebab itu, adanya partai
politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Hal itu
dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat , mewakili kepentingan
tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat secara sah dan damai. Dengan
demikian, seperti halnya pemilu parpol pun merupakan komponen penting dari negara
demokrasi. Perlu ditegaskan pembahasan hukum pemilu tidak dapat dilepaskan dari
pembahasan sistem yang mengatur tentang susunan dan kedudukan Lembaga
perwakilan, sebab pemilu diselenggarakan dalam rangka mengisi Lembaga perwakilan.
Pemilu mutlak diperlukan oleh negara yang menganut paham demokrasi.

9
Secara umum konstitusi telah membuka ruang bagi adanya kerjasama antar partai
politik untuk membentuk pemerintahan melalui dukungan ke pasangan presiden dan
7
wakil presiden. Secara khusus, koalisi partai politik itulah yang harus mewujudkan cita
bangsa yang teraktub dalam konstitusi.
Di Indonesia perubahan partai politik dari masa ke masa sangat mempengaruhi
politik di masa yang akan dating, kareana akan memberikan landasan kontekstual bagi
pengembangan demokrasi di masa depan. Misalnya pada zaman orde lama pernah
diterapkan apa yang disebut sebagai demokrasi terpimpin, sementara zaman orde baru
mengusung demorasi Pancasila dan zaman reformasi disebut sebagai era perubahan. 8
Berjalannya suatu negara tidak akan bias lepas dari sistem partai politik, karena sistem
politiklah yang menjadi tolak ukur akan kemajuan suatu negara. Negara yang maju akan
dapat dipastikan bahwa sistem politik di dalamnya tertata dengan sangat baik. Sistem
politik dapat dikatakan sebagai suatu mekanisme dari seperangkat fungsi, dimana
fungsi-fungsi tersebut melekat pada suatu struktur-struktur politik, dalam rangka
pelanksanaan dan pembuatan kebijakan yang mengikat masyarakat.
Indonesia menganut sistem multipartai yang merupakan suatu sistem politik dimana
dalam suatu negara tidak terdapat satu partai politik tertentu yang mungkin menjadi
mayoritas absolut untuk dapat menguasai Lembaga perwakilan, atau membentuk
pemerintah tanpa berkoalisi dengan partai lain. Dengan demikian sistem multipartai
adalah adanya partai-partai politik yang lebih dari dua partai dalam seuah negara atau
pemerintahan.
Sistem multi partai dalam pemilu di Indonesia telah berkonsekuensi membludaknya
partai politik yang ingin mengikuti pemilihan umum. Hal ini wajar karena pasca
reformasi telah terbuka peluang untuk pendirian partai-partai politik baru diluar 3 partai
politik yang hidup pada orde baru.
Sistem ini lebih menitikberatkan peranan partai pada Lembaga legislative sehingga
peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan karena tidak
ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga
terpaksa membuat koalisi dengan partai-partai lain.
Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa
unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-

7
Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, SH. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
2018), h.10.
8
Nurul Huda, Hukum dan Partai politik dan Pemilu di Indonesia, (Bandung: Fokus Media, 2018), h.80.

10
sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam
pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah
pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai sedangkan oposisi koalisi
adalah sebuah oposisi yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Dalam hubungan
internasional, sebuah koalisi bisa berarti sebuah gabungan beberapa negara yang
dibentuk untuk tujuan tertentu. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok
orang/warganegara yang bergabung karena tujuan yang serupa. Koalisi dalam ekonomi
merujuk pada sebuah gabungan dari perusahaan satu dengan lainnya yang menciptakan
hubungan saling menguntungkan.
Koalisi pun lazim berada di negara dengan sistem pemerintahan parlementer.
Koalisi terjadi ketika dalam pemilihan umum legislatif, tidak ada satu pun partai yang
menguasai kursi parlemen secara mayoritas, sehingga tidak ada partai politik peserta
pemilu yang dapat membentuk pemerintahan sendirian. Karena itu, beberapa partai
bergabung untuk membentuk pemerintahan. Pemerintahan inilah yang disebut
pemerintahan koalisi, sedangkan partai politik yang tidak ikut dalam pemerintah
dinamai oposisi.
Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri
Budiarti mengatakan, koalisi merupakan partai atau gabungan partai yang dibentuk
dalam periode tertentu untuk tujuan politik bersama. Sementara itu, koalisi pemerintah
dibentuk dalam satu periode pemerintahan untuk mendukung kerja pemerintahan
khususnya dukungan dari dalam parlemen saat pembuatan kebijakan.
Sebagai contoh bahwa partai Nasional Demokrat (Nasdem) memutuskan berkoalisi
dengan PDIP, hal itu juga dilakukan dengan PPP. Banyak partai yang berkoalisi dengan
partai-partai besar di Indonesia, apa sebenarnya manfaat dari koalisi?
Keuntungan koalisi cukup banyak, salah satunya yaitu berkurangnya konflik antar
partai politik karena mereka sudah menjadi satu kesepakatan. Anggota-anggota partai
politik yang berkoalisi juga berpotensi mendapatkan kedudukan di dalam pemerintahan
jika salah satu dari anggota partai tersebut terpilih menjadi presiden. 
Contohnya dapat dilihat dari koalisi PPP kepada PDIP, PPP dapat meminta partai
PDIP untuk mendapatkan posisi wakil gubernur. Koalisi juga dapat menciptakan
pemerintahan yang efektif, dimana kebijakan-kebijakan publik dapat lebih terorganisir
karena kekuatan mereka tidak terpecah-pecah sendiri. Partai Nasdem memutuskan
untuk berkoalisi dengan PDIP karena dengan adanya koalisi, mereka berharap daerah

11
Jawa Tengah menjadi tempat nasionalis dan kuat. Karena adanya koalisi antara Nasdem
dengan PDIP, kekuatan PDIP untuk memperoleh kursi semakin besar.
Namun tidak semua koalisi partai bertujuan positif bagi masyarakat. Partai-partai
politik yang tergabung dalam koalisi pemerintah bersama Partai Demokrat diyakini
akan semakin mencari keuntungan sendiri-sendiri menjelang pemilu. Mengapa bisa
begitu? Terkadang para anggota partai ingin berkoalisi demi kepentingan partainya atau
kepentingan diri sendiri, terutama pada saat pemilihan umum.
Bila partai yang berkoalisi menang dalam pemilu, anggota-anggota partai cenderung
meminta kedudukan didalam pemerintahan. Calon presiden yang terpilih juga
cenderung banyak memasukkan anggota partainya ke pemerintahan sehingga kekuasaan
dipegang penuh oleh mereka. Risiko dari kekuatan secara penuh salah satu partai adalah
tindakan semena-mena oleh satu kelompok dan tidak memperhatikan rakyat dan
Negara. Padahal, untuk menjadi orang-orang pemerintahan, mereka harus
mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan individu, kelompok, maupun
golongan. Maka dari itu, rakyat Indonesia sangat diperlukan akan perannya dalam
mengawasi sistem pemerintahan di Indonesia.
Keadaaan koalisi partai di Indonesia sendiri merupakan koalisi yang cair dan rapuh.
Koalisi partai politik yang seharusnya terangun adalah koalisi yang permanen, di mana
koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai Bersama, tujuan politik yang sama dengan
adanya consensus dan kontrak politik untuk mempertahankan koalisi, bukanlah koalisi
yang pragmatis yang hanya berdasarkan kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.
Bahwa koalisi yang dilakukan oleh partai politik juga berpotensi mencederai hak-
hak konstitusional masyarakat jika salah satu partai koalisi bergabung dengan partai
yang tidak sesuai dengan visi misi masyarakat maka dapat melanggar hak konstitusional
yang ada di masyarakat.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah penjabaran berbagai metode untuk menemukan solusi dari
setiap permasalahan, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
Analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Sedangkan, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
Analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Sedangkan, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

12
beberapa gejala hokum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Maka dalam penelitianini
metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Objek Penelitian
Penelitian tentang Koalisi Partai Politik : Pertentangan Antara Hak Partai Politik
dan Hak Konstitusional Masyarakat, merupakan penelitian hukum normatif yaitu
penelitian berbasis pada analisis norma hukum, asas-asas hukum dan sistematika
hukum.

2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, “yaitu suatu penelitian untuk
menggambarkan secara lengkap karakteristik atau ciri-ciri dari suatu keadaan, perilaku
pribadi, perilaku kelompok tanpa serta menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan
hal-hal yang terkait dengan ayau melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau
karakteristik tertentu secara faktual dan cermat.

D. Kesimpulan dan Saran


Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan yang sangat penting dalam setiap
kehidupan demokrasi, tentu saja partai politik merupakan salah satu pelembagaan sebagai
wujud ekspresi, ide-ide, pikiran-pikiran pandangan dan keyakinan bebas dalam masyarakat
demokratis dalam rangka memenuhi hak konstitusional warga negara.9
Hasil yang diperoleh setelah penelitian diatas menunjukkan bahwa adanya hubungan
antara partai politik dan hak konstitusional masyarakat seperti yang telah dijabarkan diatas
selain itu rakyat tidak dapat campur tangan jika partai yang dipilih sesuai dengan visi misi
masyarakat berkoalisi dengan partai yang tidak sejalan dengan gagasan yang diamanatkan
peserta pemilihan umum, maka dari itu suara rakyat harus didengarkan apabila suatu partai
ingin berkoalisi.
Pembentukan Undang-undang harus memenuhi hak dan kewajiban seluruh warga
Negara baik yang memilih maupun yang dipilih dengan memperhatikan kultur maupun
keberagaman masyarakat tersebut.
Semakin banyak partai politik maka akan semakin sulit terwujudnya sistem
presidensialisme, dan pemerintah yang efektif dan efisien. Hal ini mengingat keputusan
strategis dalam rangka pemenuhan hak konstitusional masyarakat harus diputuskan
9
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: Fokus Media, 2017), h. 402.

13
Bersama presiden dan DPR. Bila banyak partai politik maupun fraksi partai politik di
Parlemen, maka pengambilan keputusan semakin tidak efektif. Maka dari itu dibutuhkan
koalisi besar partai pendukung pemerintah rentan bersifat transaksional. Sistem multi Partai
akan cenderung melahirkan presiden minoritas yang minim dukungan parlemen dan
membahayakan sistem presidensial.
Seiring dengan itu, Negara Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat
(democratie). Pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam negara Indonesia
adalah rakyat. Kekuasaan itu harus didasari berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Bahkan kekuasaan hendaklah diselenggarakan Bersama-sama dengan rakyat. Dalam
sistem Konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar, Pelaksanaan kedaulatan rakyat
disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam
hukum dan konstitusi (Constitusional Democracy).5

E. Daftar Pustaka

BUKU :

Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, SH. Menegakan etika Penyelenggara Pemilu,(Rajawali plus

Jakarta,2013), h.1.

Prof. DR. Jimly Asshidiqie, SH. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta: Bhuana

Ilmu Populer 2018), h.8

Prof. DR. Jimly Asshidiqie, SH. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta: Bhuana

Ilmu Populer 2018), h.5

Prof. DR. Moh. Mahfud MD Politik Hukum Di Indonesia,(Depok: Raja Grafindo Persada

2018), h.61

A. Ahsin Thohari, Hak Konstitusional Dalam Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2016), h.97.

Topo Santoso, Pemilu di Indonesia Kelembagaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2019) , h.11.

14
Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, SH. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta: Bhuana

Ilmu Populer 2018), h.10.

Nurul Huda, Hukum dan Partai politik dan Pemilu di Indonesia, (Bandung: Fokus Media,

2018), h.80.

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: Fokus Media, 2017), h. 402.

15

Anda mungkin juga menyukai