Anda di halaman 1dari 2

Nama : MEILIANI

NIM : 17.01.02.39

UAS : SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

1. Asuransi adalah sebuah perjanjian antara dua orang atau lebih di mana pihak
tertanggung membayarkan iuran/kontribusi/premi untuk mendapat penggantian atas
risiko kerugian, kerusakan, atau kehilangan, yang dapat terjadi akibat peristiwa yang
tidak terduga. Istilah asuransi sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu “insurance”
dan bahasa Belanda, assurantie atau verzekering. Asuransi tidak dapat menghilangkan
risiko terjadinya peristiwa tidak terduga, tetapi asuransi dapat mengurangi dampak
kerugian yang muncul dari peristiwa tersebut, baik dalam skala kecil ataupun besar.
Kini asuransi pun sudah menjadi bagian perencanaan keuangan bagi sebagian orang
untuk jangka panjang. Asuransi Jiwa Syariah adalah Asuransi yang didasari prinsip
saling tolong menolong dan melindungi diantara para peserta melalui kontribusi
ke Dana Tabarru, yaitu kumpulan dana kebajikan dari uang kontribusi para peserta
Asuransi Jiwa Syariah yang setuju untuk saling bantu bila terjadi risiko di antara
mereka. Dana ini kemudian dikelola sesuai prinsip Syariah dan di bawah pengawasan
Dewan Syariah untuk menghadapi risiko tertentu. Bila terjadi risiko terhadap peserta,
santunan asuransi akan dibayarkan dari Dana Tabarru. Konsep ini juga dikenal
sebagai risk sharing.
2. l mRasa Aman, Efisiensi Atur Dana, Tabungan Masa Tua, Memberi Perlindungan,
Bantuan bagi Keluarga, Menjamin Gaji, Pinjaman ke Bank Lebih Mudah.

3. Gharar atau taghrir adalah istilah dalam kajian hukum Islam yang berarti keraguan,


tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang lain. Garar dapat berupa
suatu akad yang mengandung unsur penipuan karena tidak adanya kepastian, baik
mengenai ada atau tidaknya objek akad, besar kecilnya jumlah, maupun kemampuan
menyerahkan objek yang disebutkan di dalam akad tersebut. Menurut Imam an-
Nawawi, garar merupakan unsur akad yang dilarang dalam syariat Islam.
4. adalah memudahkan kematian seseorang dengan se nga ja tanpa merasakan sakit.
Beberapa pihak mengungkapkan ala san eutanasia karena kasih sayang. Sebabnya
sang eutanasia pasien sudah menderita sakit yang teramat parah. Secara medis
kemungkinannya untuk bertahan hidup sangat tipis. Namun kondisi organ tubuhnya
masih berfungsi layaknya orang hidup. Pengertian euthanasia "mempercepat
kematian" dalam terminologi Islam tidak dikenal. Dalam ajaran Islam, yang
menentukan kematian hanya Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam surah Yunus
[10] ayat 49 yang mengatakan, "...Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka
tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula)
mendahulukannya)." Dalam Islam segala upaya atau perbuatan yang berakibat
matinya seseorang, baik disengaja atau tidak sengaja, tidak dapat dibenarkan, kecuali
dengan tiga alasan, sebagaimana disebutkan dalam hadis, "Tidak halaembunuh
seorang Muslim, kecuali karena salah satu dari tiga alasan, yaitu; pezina
mukhsan/sudah berkeluarga, maka ia harus dirajam (sampai mati); seseorang yang
membunuh seorang Muslim lainnya dengan sengaja, maka ia harus dibunuh juga; dan
seorang yang keluar dari Islam."
5. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak keturunan. Diantara
hadits  yang menerangkan hal tersebut adalah hadits riwayat Ma’qal bin Yasar ketika
datang seorang laki-laki meminta pendapat Rasulullah SAW mengenai calon istrinya
yang memiliki nasab yang baik dan cantik namun mandul, maka beliau mengatakan
“jangan” lalu ia bertanya untuk kedua kalinya, maka Rasulullah SAW bersabda:

‫تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم األمم‬

“Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak (subur), karena sesungguhnya
aku akan bebangga banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat terdahulu.” 
(HR: an-Nasa’i, Abu Dawud).

Dalam hadits di atas sangat jelas sekali bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk
memperbanyak keturunan. Sehingga upaya-upaya yang dilakukan untuk
menyedikitkan keturunan sangat tidak sejalan dengan syari’at
bertanasul. Permasalahan mengenai pengaturan kehamilan bukanlah hal baru, secara
sekilas dan tersirat Rasulullah SAW dan para sahabatnya pernah membahas masalah
ini yaitu dalam permasalahan azl. Meski begitu, tidak ada dalil sharih yang
menegaskan tentang permasalahan ini. Sebab dalam azl sendiri para ulama berselisih
pendapat tentang kemubahannya. Banyak ulama yang berusaha mengkaji masalah
yang berkaitan dengan azl, namun tidak ada ijma’ yang menetapkan secara pasti
hukum tersebut. Sehingga pendapat ulama mengenai hal ini sangat bermacam-macam.

Dan menurut pandangan saya tentang keluarga berencana boleh-boleh saja selagi ituh
tidak membahayakan rahim ibu tersebut.

Anda mungkin juga menyukai