Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelas: Geofisika 4
NPT: 31.19.0023
Menurut Djauhari (2014: 121), sudah sejak lama para ahli kebumian mengetahui bahwa daratan-
daratan yang ada di muka bumi ini sebenarnya tidaklah tetap di tempatnya, tetapi secara berlahan
daratan-daratan tersebut bermigrasi di sepanjang bola bumi. Wikipedia (2013) menyebutkan sebagai
berikut.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-kenampakan
utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan
dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah
diamati bahwa pantai Samudra Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan
Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu.
Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana. Sejak saat itu
banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena
asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.
Kemudian Alferd Wegener (1915) memperkenalkan hipotesis pertama tentang benua yang bersifat
mobile, hipotesis ini beliau perkenalkan dengan nama hipotesis pengapungan benua (continental drift)
yang juga terdapat dalam bukunya “The Origin of Oceans and Continents”. Pada hakekatnya hipotesis
pengapungan benua menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya menjadi satu benua
yang dikenal sebagi super kontinen yang bernama Pangea, Pangea sendiri berarti semua daratan. Super-
kontinen Pangea ini diduga para ahli terbentuk pada 200 juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-
pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang kemudian bermigrasi (drifted) ke posisi seperti saat ini.
Meskipun memiliki kelemahan dan belum diterima pada jamannya, teori ini tetap menjadi awal dari
muncul-munculnya teori tektonik lainnya. Teori ini sudah mendekati teori modern dengan hipotesis
bahwa benua-benua tersebut bergerak, sayangnya Wegener (1915) belum bisa menjelaskan tentang
pergerakan benua tersebut. Setelah berkembangnya ilmu-ilmu bantu lain seperti paleomagnetis,
seismologi dan geologi kelautan, pergerakan benua ini barulah bisa dijelaskan.
Teori-teori tektonik merupakan teori yang menjelaskan tentang bergesernya permukaan bumi (kerak
bumi) sehingga menyebabkan perubahan bentuk muka bumi. Banyak ahli yang mengungkapkan
pendapatnya tentang pergerakan muka bumi mulai dari berbagai jaman. Penyempurnaan teori terus
terjadi sehingga kita bisa mengetahui alasan terjadinya bumi seperti sekarang ini. Berikut macam-macam
teori pergerakan lempeng.
A. Teori Kontraksi (contraction theory)
Teori kontraksi dikemukakan pertama kali oleh Descrates pada tahun 1596–1650 dan Beliau
menyimpulkan bahwa bumi lama kelamaan akan menyusut dikarenakan adanya pendinginan yang
menyebabkan di bagian permukaannya muncul adanya relief berupa daratan, lembah dan gunung. Teori
ini kemudian mendapat dukungan dari dua ilmuwan lainnya yakni James Dana (1847) dan Elie de Baumant
(1852). Kedua ilmuwan ini menyakini bahwa bagian dalam bumi akan terjadi pendinginan akibat konduksi
panas yang mengakibatkan permukaan bumi mengerut sehingga muncul adanya pegunungan dan lembah
dan penampakan-penampakan alam lainnya.
Teori ini dikemukakan oleh Edward Suess pada tahun 1831–1914 di mana ia berkeyakinan bahwa dulunya
semua benua yang ada di bumi sekarang ini menyatu menjadi dua benua besar yakni benua Laurasia di
kutub utara dan benua Gondwana di sekitar kutub selatan bumi. Kedua benua tersebut kemudian
bergerak saling mendekat ke arah daerah ekuator dan dalam perjalanannya terpecah menjadi beberapa
benua. Benua Laurasia terpecah menjadi tuga benua yaitu menjadi Asia, Eropa, dan Amerika Utara,
sedangkan benua Gondwana terpecah menjadi tiga benua juga yaitu Afrika, Australia, dan Amerika
Selatan.
Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Alferd Wegener (1915), beliau menganggap bahwa benua yang
sekarang berawal dari sebuah superkontinen yang diberi nama pangea. Kemudian benua tersebut pecah
dan bergerak menuju posisinya seperti saat ini. Tim Pembina Olimpiade Kebumian Indonesia (2010 : 12)
menyatakan sebagai berikut.
Wegener mengambil kesimpulan ini berdasarkan kenyataan bahwa bentuk Amerika Selatan dan Afrika
seperti tepat berpasangan. Wegener menduga kedua benua tersebut dulunya adalah satu. Kemudian
Wegener memperkuat hipotesisnya dengan adanya bukti kesamaan fosil yang ditemukan di berbagai
benua. Contoh klasik mengenai hal ini adalah ditemukannya fosil reptil Mesosaurus yang penyebarannya
hanya terdapat di Amerika Selatan bagian timur dan Afrika bagian Selatan. Hal ini bisa diterangkan dengan
baik dengan hipotesis bahwa kedua benua tersebut dahulu merupakan satu daratan.
Tipe batuan dan struktur di beberapa benua yang terpisah ternyata juga ada yang memiliki kesamaan
yang menunjukan benua tersebut pernah bersatu. Sebagai contoh adalah gugusan pegunungan yang
tersusun oleh batuan yang sama di Amerika sebelah timur, Kepulauan Inggris dan Skandanavia.
Data iklim purba juga mendukung hipotesis ini. Wegener mengemukakan adanya deposit glasial yang
terjadi pada akhir paleozoik (220-300 juta tahun yang lalu) yang terekam pada batuan di bagian selatan
Afrika, Amerika Selatan, India dan Australia.
Sayangnya hipotesis ini mendapat kritik dan penolakan pada jaman tersebut. Pada saat itu Wegener
belum bisa menjelaskan bagaimana gerakan-gerakan benua tersebut terjadi. Setelah berbagai macam
ilmu bantu hadir dan pergerekan lempeng benua bisa dijawab tentang bagaimana pergerakan benua itu
bisa terjadi.
Hipotesis ini dikemukakan pertama kali oleh Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang berjudul “Essay in
Geopoetry Decribing Evidence for Sea floor Spreanding”. Dalam tulisannya diuraikan mengenai bukti-
bukti adanya pemekaran lantai samudra yang terjadi di pematang tengah samudra (mid oceanic ridge),
guyots, serta beliau memperkirakan umur kerak samudra yang berusia lebih dari 180 juta tahun.
Hipotesis pemekaran lantai samudra ini pada dasarnya adalah suatu hipotesis yang menganggap bahwa
bagian kulit bumi yang berada didasar samudra Atlantik tepatnya berada di pematang tengah samudra
mengalami pemekaran akibat oleh gaya tarikan (tensional force) yang digerakan oleh arus konveksi yang
berada di bagian mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi ini berfungsi sebagai penggerak dan litosfer
sebagai ban yang berjalan. Hal lain yang perlu diketahui dari hipotesis pemekaran lantai dasar samudra
adalah Harry Hess (1960) menyimpulkan bahwa volume bumi tetap dan tidak semakin besar dengan
bertambah luasnya lantai samudra dan hal ini berarti bahwa harus ada di bagian belahan bumi lain dari
kulit bumi dimana kerak samudra mengalami penyusupan kembali ke dalam perut bumi (gambar 1.2).
Teori tektonik lempeng pertama kali dikemukakan oleh McKenzie dan Robert Parker (1967) yang
kemudian disempurnakan oleh J. Tuzo Wilson. Teori ini menyempurnakan teori-teori sebelumnya menjadi
satu kesatuan konsep sehingga bisa lebih diterima oleh para ahli geologi. Teori ini merupakan teori
modern yang sekarang ini diakui oleh para ahli dibidang tektonik lempeng dan bumi.
Teori tektonik lempeng adalah suatu teori yang menjelaskan mengenai sifat bumi yang dinamis. Pada teori
ini dirumuskan bahwa lapisan bumi paling atas yang getas terdiri atas beberapa lempeng yang bergerak
relatif antara satu dengan yang lain (Tim Pembina Buku Olimpiade Kebumian, 2010: 9). Teori ini
menyempurnakan dari teori-teori sebelumnya. Teori ini sependapat dengan teori pemekaran lantai
samudra (sea floor spreanding) bahwa pergerakan lempeng disebabkan oleh arus konveksi di dalam
mantel bumi. Djauhari (2014: 130) menuliskan bahwa dalam teori tektonik lempeng membagi kerak bumi
menjadi tigabelas lempeng besar dan kecil. Adapun lempeng penyusun kerak bumi sebagai berikut.
a) Lempeng Pasifik
b) Lempeng Eurasia
c) Lempeng India-Australia
d) Lempeng Afrika
g) Lempeng Antartika
Serta beberapa lempeng kecil sebagai berikut.
a) Lempeng Nasca
b) Lempeng Arab
c) Lempeng Karibia
d) Lempeng Filiphina
e) Lempeng Scotia
f) Lempeng Cocos
Batas-batas dari ke tigabelas lempeng besar maupun kecil tersebut dapat dibedakan berdasarkan interaksi
antar lempeng tersebut. Berdasarkan Tim Pembina Buku Olimpiade Kebumian (2010: 18) batas lempeng
kerak bumi dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan pergerakan dari lempeng tersebut (gambar 1.3)
sebagai berikut.
1) Batas divergen dimana lempeng bergerak saling menjauh. Pada batas ini dihasilkan dasar samudra
yang baru karena ada penaikan material dari mantel (seafloor spreading). Contoh paling terkenal dari
batas lempeng jenis divergen adalah punggung tengah samudra (mid oceanic ridge) yang berada di
samudra Atlantik.
2) Batas konvergen, dimana lempeng bergerak saling mendekat (bertubrukan). Tubrukan bisa terjadi
antara kerak samudra dan benua, samudra dan samudra yang mengakibatkan adanya zona tunjaman
(subduksi) atau benua dan benua (obduksi) yang mengkibatkan adanya bubungan yang membentuk
pegunungan (misalnya Alpen dan Himalaya). Di Indonesia lempeng konvergen dengan tipe subduksi
adalah kepulauan Indonesia sebagai bagian dari lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng samudra
Hindia-Australia di sebelah selatan Sumatra-Jawa-NTB, dan NTT. Batas kedua lempeng ini berupa palung
yang memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur.
3) Batas transform, dimana lempeng bergeser menyamping satu sama lain menghasilkan suatu sesar
mendatar. Contoh batas lempeng transform adalah patahan San Andreas di Amerika Serikat yang
merupakan pergeseran lempeng samudra Pasifik dengan lempeng benua Amerika Utara.
Terdapat banyak bukti tentang terjadinya pergerakan lempeng di dunia apalagi sekarang bermacam-
macam ilmu bantu tentang lempeng sudah ada. Bukti bahwa lempeng bergerak akibat arus konveksi yang
terjadi di mantel bumi adalah batuan basalt baru yang selalu muncul di pematang tengah samudra, batuan
basalt yang terbentuk memiliki pola pembalikan magnetik yang teratur. Hal ini menunjukan bahwa pada
saat basalt membeku, mineral akan merekam pola magnetik kutub magnet bumi saat itu yang
membuktikan terjadinya pemekaran samudra.
Dalam ilmu gempa juga dijelaskan bahwa posisi-posisi episentrum (lokasi diatas permukaan bumi, diatas
lokasi gempa) terkonsentrasi pada posisi tertentu yang diyakini merupakan batas-batas lempeng. Hal ini
disebabkan batas lempeng tersebut merupakan zona yang secara tektonik sangat aktif sehingga banyak
menghasilkan gempabumi. Hal ini juga yang menjadi bukti adanya penunjaman lempeng di bawah
lempeng lain yang kemudian dikenal dengan zona subduksi.
Informasi lainnya mengenai pergerakan lempeng datang dari studi mengenai gunung api bawah
permukaan. Contohnya adalah rangkaian gunung api di kepulauan Hawaii, di mana dari hasil penentuan
umur, umur batuan vulkanik semakin tua pada gunung api yang semakin jauh dari Hawaii (gambar 1.4).
Para ahli meyakini bahwa hal ini terbentuk karena adanya hot spot, yaitu adanya penaikan material
mantel ke permukaan bumi. Pola umur batuan tersebut dapat dijelaskan dengan mekanisme bahwa kerak
samudra bergerak sedangkan posisi hot spot tetap. Dengan demikian rangkaian gunung api yang
dihasilkan akan bergeser sesuai arah gerakan lempeng.