Anda di halaman 1dari 13

# Konsep dan Pentingnya Konstitusi :

Salah satu pemikiran yang berkembang berkaitan dengan negara dan kekuasaan adalah pernyataan Lord
Acton (Inggris), yaitu power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely (manusia yang
mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakannya, akan tetapi manusia yang mempunyai
kekuasaan absolut sudah pasti akan menyalahgunakannya).

Kekuasaan secara umum sering diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
memengaruhi atau mengendalikan tingkah laku orang atau kelompok orang lain. Apabila kekuasaan ini
dibiarkan berlangsung secara bebas atau bahkan sebebas-bebasnya maka akan terjadi kekacauan atau
anarki dalam masyarakat.

Salah satu wujud penting dalam penyatuan berbagai jenis kekuasaan (politik, ekonomi, hukum, dan lain-
lain) di dunia adalah dalam bentuk negara. Agar penyelenggara negara tidak menyalahgunakan kekua-
saannya maka harus diatur dan dibatasi serta dirinci secara tegas oleh konstitusi.

Konstitusi merupakan jaminan yang paling efektif dalam menjaga agar kekuasaan yang ada dalam
negara tidak disalahgunakan dan hak asasi manusia/warga negara tidak dilanggar. Konstitusi merupakan
manifestasi dari hukum yang harus ditaati, baik oleh pihak yang memegang kekuasaan maupun oleh
rakyat. Konstitusi sangat penting artinya bagi suatu negara karena kedudukannya dalam mengatur dan
membatasi kekuasaan dalam suatu negara.

Konstitusi berasal dari istilah bahasa Prancis, yaitu constituer yang artinya membentuk. Istilah tersebut
memiliki makna pembentukan atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Selain istilah tersebut,
ada juga beberapa istilah dari konstitusi seperti gronwet (bahasa Belanda).

Gronwet dalam bahasa Indonesia memiliki arti, yaitu wet berarti undang-undang dan ground berarti
tanah. Namun demikian, ada beberapa negara yang menggunakan istilah constiturion (bahasa Inggris)
untuk mengartikan konstitusi.

Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diartikan sebagai hukum dasar atau undang-undang dasar. Istilah itu
menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara.

Ada beberapa ahli ketatanegaraan yang menyatakan tentang pengertian konstitusi, yaitu sebagai
berikut.

Herman Heller :

Pengertian konstitusi menurut Herman Heller dibagi menjadi tiga.

1) Konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
Pengertian ini disebut pengertian secara sosiologis.

2) Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat. Pengertian ini merupakan
pengertian secara yuridis.
3) Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi dan berlaku dalam
suatu negara. Pengertian ini disebut pengertian secara politis.

K. C. Wheare :

Pengertian konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara berupa kumpulan
peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

Pengertian konstitusi secara sempit adalah keseluruhan peraturan negara yang bersifat tertulis.
Pengertian konstitusi secara luas adalah keseluruhan peraturan negara, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis.

Konstitusi tertulis hanya mengatur dan mencakup hal-hal mengenai negara dalam garis besar atau
pokok-pokoknya saja. Konstitusi yang tidak tertulis sering disebut konvensi, yaitu aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Keberadaan
konvensi itu menyempurnakan adanya konstitusi tertulis, dan menjadikan konstitusi suatu negara dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Konstitusi sebagai hukum dasar yang membentuk keseluruhan penyelenggaraan berbangsa dan
bernegara memiliki arti penting bagi negara. Oleh karena itu, semua negara-negara baru yang merdeka
akan membuat konstitusi yang sebaik mungkin. Demikian halnya bangsa Indonesia juga menyusun
konstitusi yang terbaik untuk bangsa Indonesia.

Konstitusi negara pada umumnya berisi tentang pembagian kekuasaan negara, hubungan antarlembaga
negara, dan hubungan negara dengan warga negara.

Ada tiga ciri-ciri umum yang terdapat pada konstitusi, yaitu sebagai berikut.

a. Konstitusi sebagai kumpulan kaidah hukum diberi kedudukan yang lebih tinggi daripada kaidah hukum
lainnya karena dimaksudkan sebagai alat untuk membatasi wewenang penguasa sehingga tidak boleh
dengan mudah diubah oleh kelompok atau golongan yang tengah berkuasa.

b. Konstitusi memuat prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang dianggap paling pokok mengenai
kehidupan bersama dalam suatu negara.

c. Konstitusi lahir dari momen sejarah terpenting bagi masyarakat yang bersangkutan. Misalnya,
pembebasan dari penjajahan (Indonesia), penyatuan beberapa negara menjadi satu (Amerika Serikat).

Karena begitu pentingnya konstitusi bagi suatu negara maka Mirriam Budiarjo menyatakan bahwa
konstitusi atau undang-undang dasar memuat ketentuan sebagai berikut.

a. Pembagian kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

b. Hak asasi manusia.

c. Prosedur perubahan undang-undang dasar.


d. Larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

Dengan demikian, minimal ada tiga hal yang diatur dalam sebuah konstitusi, yaitu sebagai berikut.

a. Jaminan hak asasi manusia bagi seluruh warga negara dan penduduk.

b. Sistem ketatanegaraan yang mendasar.

c. Kedudukan, tugas, dan wewenang lembaga-lembaga negara.

Fungsi konstitusi ada dua, yaitu .

a. membagi kekuasaan dalam negara, yakni antarcabang kekuasaan negara (terutama kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif) sehingga terwujud sistem checks and balances dalam
penyelenggaraan negara;

b. membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.

Pembatasan kekuasaan itu mencakup dua hal, yaitu isi kekuasaan dan waktu pelaksanaan. Pembatasan
isi kekuasaan mengandung arti bahwa dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang lembaga-
lembaga negara. Pembatasan waktu pelaksanaan kekuasaan berkaitan dengan masa jabatan masing-
masing lembaga-lembaga negara atau pejabatnya dalam menjalankan kekuasaannya.

Konstitusi di negara kita adalah Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 ialah hukum
dasar yang tertulis. Di samping Undang-Undang Dasar 1945 itu, berlaku hukum dasar yang tidak tertulis
yang disebut konvensi. UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis sehingga mengikat pemerintah,
lembaga negara, lembagaimasyarakat, warga negara di mana pun dia berada, dan penduduk yang
berada di wilayah negara Indonesia.

Sebagai hukum, Undang-Undang Dasar 1945 berisi norma, aturan atau ketentuan yang harus ditaati dan
dilaksanakan. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum. Jadi, semua perundang-
undangan dan peraturan-peraturan lainnya harus bersumber pada UUD 1945.

# Sejarah Lahirnya Konstitusi :

Istilah “kostitusionalisme” itu sendiri sebenarnya tercipta pada peralihan abad 18-19 untuk menegaskan
doktrin Amerika tentang supremasi Undang-Undang Dasar (konstitusi tertulis) di atas Undang-Undang
yang diundangkan sebagai produk legislatif. Akan tetapi, sebagai ide dan praktik dalam kehidupan
kenegaraan modern, apa yang di pahami sebagai konstitusionalisme ini dalam maksud sebenarnya telah
biasa di jumpai dalam kehidupan polis-polis (Negara kota) di Eropa Barat pada abad 11-12. Pada abad-
abad itu berbagai konstitusi sebagian sudah tertulis dalam dokumen-dokumen yang disebut chartula,
charta atau charter (charter).

Pemikiran para ahli filsafat pada zaman Yunani kono dimotori oleh Socrates (sang guru), Plato, dan
Aristoteles. Di antara karya-karya Plato seperti Republic dan Nomoi, terdapat pula dialog-dialog Plato
yang diberi judul Politicus atau Statesman yang memuat tema-tema yang berkaitan erat dengan gagasan
konstitusionalisme. Jika dalam Republic, Plato menguraikan gagasan tentang Negara dalam kondisi yang
absolut, maka dalam buku Politicus (Statesman) sebelum ia menyelesikan karya monumental berjudul
Nomoi.

Berbeda dengan Plato, Aristoteles membayangkan keberadaan seorang pemimpin Negara yang bersifat
“superman” dan berbudi luhur. Berbagai alasan yang menginspirasi Aristoteles berpendapat seperti itu:
Pertama, di zamannya, belum ada mekanisme yang tersedia untuk merespons keadaan atau tindakan-
tindakan revolusioner yang dalam pengertian sekarang disebut sebagai tindakan yang “inkonstitusional”,
Kedua, revolusi-revolusi semacam itu jika terjadi tidak hanya mengubah corak “public law”. Ketiga,
revolusi demikian selalu terjadi dengan disertai kekerasan (violence, proscription, ostracism, dan bahkan
kematian, sehingga orang Yunani dihinggapi oleh penyakit “fear of statis”.

Menurut Aristoteles, klasifikasi konstitusi tergantung pada: a) The ends pursued by states, dan b) The
kind of authority exercised by their government. Di jaman Romawi Kuno, perkembangan ide dan
gagasan tentang konstitusi (konstitusionalisme) begitu mengalami perubahan yang revolusioner dari
jaman Socrates, Plato, dan Aristoteles. Di mana pada jaman Yunani Kuno, mereka memahami konstitusi
sebagai konstitusi yang berada di dalam Negara. Hubungan kostitusi bergandengan dengan negara, raja
sebagai penguasa negara mempunyai legitimasi dan kekuasaan yang lebih tinggi pada negara.
Sedangkan konstitusinalisme yang berkecamuk pada jaman Romawi Kuno mulai dipahami sebagai
sesuatu yang berada di luar dan bahkan di atas negara. Tidak seperti masa sebelumnya, pada jaman
Romawi Kuno, konstitusi mulai dipahami sebagai “lex” yang menentukan bagaimana bangunan
kenegaraan harus dikembangkan sesuai dengan prinsip “the higher law”. Prinsip hierarki hukum juga
makin dipahami secara tegas kegunaannya dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan.

Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari pengalaman sejarah konstitusionalisme Romawi kuno ini adalah:

Pertama, untuk memahami konsepsi yang sebenernya tentang “the spirit of our constitutional
antecedent” dalam ilmu hukum haruslah dipandang penting.

Kedua, ilmu pengetahuan hukum yang dibedakan dari hukum sangat bercorak Romawi sesuai asal mula
pertumbuhannya.

Ketiga, pusat perhatian prinsip pokok yang dikembangkan dalam ilmu hukum Romawi bukanlah “the
absolutisme of a prince” sebagaimana sering dibayangkan oleh banyak ahli, tetapi justru terletak pada
doktrin kerakyatan.

Konstitusionalisme pada jaman Romawi Kuno, membawa dampak yang sangat besar terhadap
konstitusionalisme Eropa Kontinental. Hal ini dikarenakan adanya 2 poin pokok, Pertama, adat istiadat
dan Undang-Undang yang dibawa masuk oleh para penyerbu yang berkebangsaan teutonic (Jerman)
dari kekaisaran belahan Barat dunia melebur dan menyatu menjadi Undang-Undang Romawi (Roman
Code). Kedua, kecintaan bangsa Romawi akan ketenteraman dan kesatuan sangat kuat, sehingga orang-
orang di Abad pertengahan terobsesi dengan gagasan kesatuan politik dunia untuk menghadapi
kekuatan disintegrasi. Ketiga, yaitu kekuasaan kekaisaran yang dianggap berasal dari rakyat, sangat
mempengaruhi ajaran kedaulatan rakyat pada abad pertengahan. Sehingga kalau kita simpulkan tentang
gagasan konstitusionalisme pada abad pertengahan adalah:

Menegaskan kembali ajaran hukum alamnya Cicero menjadi berlakunya hukum Tuhan (hukum gereja)
yang dipelopori oleh Thomas Aquinas;

Karena ajaran gereja tengah mengalami kemajuan pesat, maka konstitusi yang terbentuk harus
bersendikan atau bersumberkan pada ajaran gereja.

Kelemahan yang paling utama tentang gagasan Konstitusionalismenya, adalah karena mencerminkan
ajaran gereja dalam setiap sendi bernegara, maka akibat campur tangan gereja, pemerintahan
mengalami kemunduran;

Dominasi gereja juga telah membawa pembenaran dari kaum gereja Katholik pada tiap kehidupan
bernegara.

# Jenis-jenis Konstitusi :

K.C. Wheare (1975) membagi konstitusi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut:

- Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis. Konstitusi tertulis adalah suatu konstitusi
(UUD) yang dituangkan dalam dokumen formal. Sedangkan konstitusi yang bukan dalam bentuk tertulis
adalah suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam dokumen formal, contohnya konstitusi yang
berlaku di Inggris, Israel, New Zaeland.

- Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid. Konstitusi fleksibel bersifat elastis, diumumkan dan diubah
dengan cara yang sama seperti undang-undang. Sedangkan konstitusi rigid mempunyai kedudukan dan
derajat yang jauh lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain, hanya dapat diubah dengan
cara yang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.

- Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi. Konstitusi derajat tinggi adalah
suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Sedangkan konstitusi derajat tidak
derajat tinggi adalah suatu konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti derajat tinggi, sehingga
persyaratan mengubah konstitusi ini tidak sesulit mengubah konstitusi derajat tinggi, melainkan sama
dengan pengubahan undang-undang.

- Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan. Negara serikat didapatkan sistem pembagian
kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Pembagian tersebut
diatur dalam konstitusinya atau undang-undang dasar. Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan
tersebut tidak dijumpai, karena seluruh kekuasaannya tersentralkan di pemerintah pusat, walaupun
dikenal juga dalam desentralisasi.

- Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer.

# Konstitusi Demokratis :
Prinsip-prinsip konstitusi yang demokratis, sebagai berikut:

1. Negara berdasarkan konstitusi

2. Perlindungan hak asasi manusia

3. Kebebasan berserikat dan mengekspresikan pendapat

4. Perubahan daya secara berkala

5. Ada uji coba gratis dan adil. Keadilan bebas adalah pengadilan independen, bebas dari campur tangan
pihak lain (termasuk tangan pihak berwenang).

6. Penegakan hukum sama dengan status setiap warga negara di hadapan hukum

7. Menjamin kebebasan pers

Buku Konstitusi Bernegara (Praksis Kenegaraan Bermartabat dan Demokratis) karya Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H. memberikan wawasan dan pembahasan yang menarik mengenai pentingnya
penyelenggaraan negara yang baik dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945 agar tercipta
kehidupan berbangsa yang bermartabat dan demokratis.

Tulisan dalam buku ini terdiri atas 5 (lima) bagian, yaitu: (1) Aktualisasi dan Potret Konstitusi dalam
Praksis Kenegaraan, (2) Akuntabilitas Hukum dan Penyelenggaraan Good Governance, (3) Wajah
Demokrasi Pasca-Perubahan UUD 1945, (4) Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Konstitusi, dan (5)
Kesadaran Berkonstitusi dalam Pembangunan Bangsa.

Dalam konsep negara hukum demokratis, demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan
hukum itu sendiri ditentukan melalui cara-cara demokratis berdasarkan konstitusi. Dengan demikian,
aturan dasar penyelenggaraan negara harus disandarkan kembali secara konsisten pada konstitusi.

Tanpa kecuali, semua aturan hukum yang dibuat melalui mekanisme demokrasi tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam konstitusi. UUD 1945 yang terdiri atas
Pembukaan dan pasal-pasal itu menjadi acuan negara dan masyarakat. Bagi negara, konstitusi adalah
kontrak sosial antara penguasa dan rakyat yang telah memberikan mandatnya untuk mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bagi masyarakat, konstitusi menjadi acuan dalam bertindak dan bertingkah laku dalam setiap aktivitas
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Negara Indonesia adalah negara hukum. Secara
konstitusional hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Bahkan, secara historis negara hukum
(Rechtsstaat ) adalah negara yang diidealkan oleh para pendiri bangsa.

Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Upaya
pembangunan hukum hingga saat ini lebih banyak terkonsentrasi pada masalah substansi hukum dan
struktur hukum atau elemen kelembagaan (institusional) dan elemen kaidah aturan (instrumental).
Salah satu faktor yang ditengarai bila hukum tidak berjalan, kendalanya adalah budaya hukum
masyarakat. Dengan demikian, untuk menjalankan konstitusi juga diperlukan adanya budaya
berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap
norma-norma dasar yang menjadi muatan dasar konstitusi.

Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi masyarakat untuk selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun, patut disadari upaya membangun
kesadaran mengenai pentingnya konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentu tidak
mudah. Karena yang menyusun dan merumuskan teks UUD 1945 hanyalah segelintir elite tokoh-tokoh
yang mengklaim atau diklaim mewakili seluruh rakyat Indonesia melalui proses sistem permusyawaratan
dan perwakilan di lembaga MPR.

Oleh sebab itu, upaya pemasyarakatan nilai-nilai dan norma yang terkandung di dalam UUD 1945 itu
sangat penting. Upaya pemasyarakatan itu bukanlah pekerjaan ringan dan dapat dibebankan hanya
kepada salah satu institusi kenegaraan.

# Konstitusi di Indonesia dan Perubahan Konstitusi :

Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk menyusun sebuah Undang-
Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi
grondwet” telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam
sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian,
sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat
37 pasal namun ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori
konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.

Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian itu memang sudah dilihat
oleh para penyusun UUD 1945 itu sendiri, dengan merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang
perubahan Undang-Undang Dasar. Dan apabila MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal 37
UUD 1945 , sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh Rakyat Indonesia melalui
suatu referendum.(Tap no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo. Tap no.IV/MPR/1983 tentang referendum)

Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda sidang
Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan ke empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002
bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian
secara komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No. I/MPR/2002
tentang pembentukan komisi Konstitusi.

Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang
pernah berlaku, yaitu :

" Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949

(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)


Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum
mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-
Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami
beberapa proses.

* Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950

(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)

Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang
menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan
negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan
sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947
dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara
Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu,
hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.

* Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950)

Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan
sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan,
maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan
Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi
berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang
baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang
dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat
dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950
dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.

* Periode 5 Juli 1959 – sekarang

(Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)

Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

- PERUBAHAN UUD 1945


Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi
konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan
agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur
dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance, serta
mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.

Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999
hingga 2002 . Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999. Arah perubahan
pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.

Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan kedua menghasilkan
rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan
daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan
ketentuan¬-ketentuan terperinci tentang HAM.

Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan tahap ini mengubah dan atau
menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan
hubungan antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum. Sedangkan
perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat tersebut
meliputi ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan
Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan
sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.

Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah asli
UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan 199 butir
ketentuan. Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan
yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174 (88%) butir ketentuan merupakan materi
yang baru atau telah mengalami perubahan.

Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip kedaulatan
rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD 1945 berkedudukan sederajat dan
melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenangnya masing-masing. Perubahan lain adalah
dari kekuasaan Presiden yang sangat besar (concentration of power and responsibility upon the
President) menjadi prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances). Prinsip-prinsip
tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara hukum yang demokratis. Setelah
berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah
pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari
konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum
dasar, UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan berkembang dalam
penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the living constitution).

- Konstitusi Sebagai Piranti Kehidupan Negara Yang Demokratis


Sebagaimana dijelaskan diawal, bahwa konstitusi berpesan sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur
kehidupan dalam bernegara dan berbangsa maka aepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan
bersama antara negra dan warga Negara . Kontitusi merupakan bagian dan terciptanya kehidupan yang
demokratis bagi seluruh warga Negara. Jika Negara yang memilih demokrasi, maka konstitusi
demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegara tersebut. Setiap
konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar
demokrasi itu sendiri.

- LEMBAGA NEGARA PASCA AMANDEMEN

Sebagai kelembagaan Negara, MPR RI tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga tertinggi Negara dan
hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga, seperti juga DPR, Presiden, BPK dan MA. Dalam pasal 1
ayat (2) yang telah mengalami perubahan perihal kedaulatan disebutkan bahwa kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar sehingga tampaklah bahwa MPR RI
tidak lagi menjadi pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat. Juga susunan MPR RI telah berubah
keanggotaanya, yaitu terdiri atas anggota DPR dan Dewan Perakilan Daerah (DPD), yang kesemuanya
direkrut melalui pemilu.

Perlu dijelaskan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga mengalami
perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga Negara yang dihapus maupun
lahir baru, yaitu sebagai Badan legislative terdiri dari anggota MPR, DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden
dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah konstitusi
(MK) sebagai lembaga baru, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga baru.
Lembaga Negara lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan pemeriksa
keuangan tetap ada hanya diatur tersendiri diluar kesemuanya/dan sejajar.

Tugas dan kewenagan MPR RI sesudah perubahan, menurut pasal 3 UUD 1945 ( perubahan Ketiga ).

a. Majelis Permusyawaran Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD

b. Majelis Permusyawaran Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

c. Majelis Permusyawaran Rakyat hanya dapat memberhentikan presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar ( impeachment ).

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power)
kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

- Perubahan (Amandemen) UUD 1945:


* Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan
kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta
kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.

* Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.

* Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap
kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.

* Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.

* Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru
agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.

* Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan
dengan perkembangan negara demokrasi modern.

- Tugas Lembaga Tinggi Negara sesudah amandemen ke – 4 :

A. MPR

· Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden,
DPR, DPD, MA, MK, BPK.

· Menghilangkan supremasi kewenangannya.

· Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.

· Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui
pemilu).

· Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.

· Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.

B. DPR

· Posisi dan kewenangannya diperkuat.

· Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya
memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.

· Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.

· Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai
mekanisme kontrol antar lembaga negara.
C. DPD

· Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan
perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat
sebagai anggota MPR.

· Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.

· Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.

· Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.

D. BPK

· Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

· Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

· Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

· Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke
dalam BPK.

E. PRESIDEN

· Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

· Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.

· Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.

· Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.

· Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.

· Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih
secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.

F. MAHKAMAH AGUNG

· Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan
peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
· Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-
undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.

· Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan


Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

· Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-
undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.

G. MAHKAMAH KONSTITUSI

· Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).

· Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga
negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan
atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.

· Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan
negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

H. KOMISI YUDISIAL

· Tugasnya mencalonkan Hakim Agung dan melakukan pengawasan moralitas dan kode etik para Hakim.

* TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN

Menurut Undang Undang No. 10 tahun 2004 jenis dan tata urutan/susunan (hirarki) peraturan
perundang-undangan sekarang adalah sebagai berikut :

1. UUD-RI tahun 1945

2. Undang-undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

3. Peraturan Pemerintah (PP);

4. Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan lembaga negara atau organ/badan negara yang dianggap
sederajat dengan Presiden antara lain : Peraturan Kepala BPK, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi,
Peraturan Komisi Yudisial,

5. Peraturan Daerah Propinsi;

6. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

7. Peraturan Desa (Perdesa).

Anda mungkin juga menyukai