Anda di halaman 1dari 91

BAB IX

LINGKUNGAN DAN KESELAMATAM TAMBANG

9.1. Perlindungan Lingkungan


Pentingnya penerapan kegiatan industri dan/atau pembangunan yang berbasis
lingkungan, perlu disadari oleh setiap elemen bangsa, karena persoalan
lingkungan merupakan permasalahan bersama. Hanya saja dalam pratiknya,
diperlukan lembaga formal pengendali yang secara yuridis berwenang untuk itu.
Pengendalian kegiatan dan operasionalisasi industri, dalam prakteknya terwujud
dalam konsep dan program kerja sistematis dalam bentuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Perlindungan keselamatan lingkungan pertambangan seperti yang telah
disebutkan dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 7 tahun 2014 pada pasal 2
bahwa prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi
perlindungan terhadap kualitas permukaan, air tanah, air laut, tanah, udara, dan
perlindungan dan pemulihan keaneragaman hayati. Lingkungan bekas
pertambangan juga harus dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dan dapat
dimanfaatkan bagi masyarakat sekitar wilayah pertambangan.
Pengelolaan lingkungan hidup harus bermuara pada terjaminnya kelestarian
lingkungan, seperti tercantum dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan
bahwa perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan
penegakan hukum.
Konsep prinsip-prinsip pengelolaan dan pengusahaan bahan galian atau usaha
pertambangan yang baik dan benar bukan hanya dalam rangka menjawab
tudingan miring selama ini, tetapi mempunyai dimensi yang lebih luas lagi yaitu
prinsip prinsip pertambangan yang baik dan benar serta memuat semangat,
maksud dan tujuan, antara lain :
a) Mengendalikan distribusi pemanfaaatan bahan galian, dengan prioritas
utama dan pertama atau terlabih dahulu untuk kepentingan bangsa dan
Negara.
b) Meningkatkan mining recovery atau perolehan bahan galian semaksimal
mungkin.
c) Memingkatkan efisiensi pemakaian bahan galian, sebagai upaya
penghematan pemakaian bahan dasar industri berdimensi jangka panjang. Hal
ini berkaitan dengan keberadaan bahan galian sebagai non renewable
resources, artinya penghematan yang berkaitan dengan kepentingan generasi
yang akan datang.
Meningkatkan peroleh devisa Negara dari sektor pertambangan karena
adanya mining recovery, berarti pula meningkatkan jumlah perolehan bahan
galian dan memperpanjang umur galian

9.1.1 Dampak kegiatan


A. Dampak Lingkungan
Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan eksploitasi
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, dimana didalam kegiatan
penambangan dapat berdampak pada rusaknya ekosistem. Ekosistem yang rusak
diartikan suatu eosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara
optimal, seperti perlindungan tanah , tata air, pengatur cuaca, dan fungsi lainnya
dalam mengatur perlindungan alam lingkungan. Mekanisasi peralatan dan
teknologi pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin besar
dan ekstraksi batubara kadar rendahpun menjadi ekonomis sehingga semakin
luas dan dalam lapisan bumi yang harus digali. Ini menyebabkan kegiatan
tambang batambang batubara menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti
sebagai berikut ( Raden dkk, 2010: Purwanto, 2015)
1. Perubahan bentang lahan.
Kegiatan pertambangan batubara dimulai dengan pembukaan tanah pucuk dan
tanah penutup serta pembongkaran batubara yang berpotensi terhadap perubahan
bentang alam. Lubang-lubang tambang yang dihasilkan dari kegatan
pertambangan ini harus ditutup melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan.
Penutupan lubang tambang secara keseluruhan sangat sulit untuk dipenuhi
mengingat kekurangan tanah penutup akibat deposit batubara yang terangkat
keluar dari lubang tambang jauh lebih besar dibandingkan tanah penutup yang
ada. Walaupun di dalam dokumen AMDAL yang dimiliki oleh setiap perusahaan
pertabangan batubara, ditekankan bahwa lubang tambang yang dihasilkan harus
ditutup melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan, namun pada
kenyataannnya perusahaan pertambangan batubara sebagian meninggalkan
lubang-lubang tambang yang besar (Hakim I, 2014).
2. Penurunan tingkat kesuburan tanah.
Dampak penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan batubara terjadi
pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah penutup (sub
soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan penutup akan merubah sifat-sifat
tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan tanah yang terbentuk secara
alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari lapisan atas ke lapisan
bawah akan terganggu dan terbongkar akibat pengupasan tanah tersebut. Tanah
yang telah dikupas, selanjutnya akan ditranslokasi pada tempat yang telah
ditentukan di mana tanah pucuk dipisahkan dengan tanah penutup, Setelah proses
pembongkaran deposit batubara, maka tanah pucuk dan tanah penutup
dikembalikan ke lubang tambang dengan cara backfilling.

Waktu pengembalian tanah ke lubang tambang membutuhkan waktu yang lama


tergantung pada kecepatan proses penambangan berlangsung. Tanah pucuk dan
tanah penutup yang telah ditimbun atau telah dikembalikan ke lubang tambang,
sangat rentan terhadap perubahan kesuburan tanah terutama kesuburan kimia dan
biologi akibat tanah tersebut telah rusak karena dibongkar untuk mengambil
deposit batubara yang ada di bawahnya. Curah hujan yang tinggi, akan
memberikan pengaruh yang besar terhadap kandungan unsur hara yang terdapat di
dalamnya, sebab akan terjadi pencucian unsur hara, sehingga tanah dapat
kekurangan unsur hara yang dibutuhkan tamanan pada saat dilakukan revegetasi
tanaman. Terjadinya ancaman terhadap keanekargaman hayati (biodiversity).
Pembukaan lahan untuk penambangan menyebabkan terjadinya degradasi vegetasi
akibat kegatan pembukaan lahan, terganggunya keanekaragaman hayati terutama
flora dan fauna.
3. Penurunan Kualitas perairan.
Kegiatan penambangan batubara memberikan kontribusi tertinggi dalam
menurunkan kualitas air yaitu air sungai menjadi keruh dan menjadi penyebab
banjir. Kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan tambang serta aktivitas
lainnya mempercepat aliran permukaan yang membawa bahan-bahan pencemar
masuk ke badan air serta sumur-sumur penduduk pada saat terjadi hujan lebat.
Raden, dkk (2010) menyatakan bahwa parameter pH, kandungan besi, mangan,
TSS dan TDS berada diatas baku mutu lingkungan pada semua titik pengamatan
pada lokasi dekat penambangan dan pengolahan salah satu perusahaan batubara di
Kutai. Tingginya kandungan bahan pencemaran air diakibatkan oleh aktivitas
penambangan dan pengolahan batubara (proses pencucia batubara) dimana
material bahan pencemar terbawa oleh air limpasan permukaan (surface run-off)
ke bagian yang lebih rendah dan masuk ke badan air.
4. Penurunan Kualitas Udara
Penurunan kualitas udara disebabkan oleh pembongkaran batubara dan mobilitas
pengangkutan batubara dan peralatan dari dalam dan keluar lokasi penambangan.
Viktor (2010) menyatakan provinsi Mpumalanga di Afrika Selatan memiliki
kualitas udara terburuk didunia, yang umumnya disebabkan oleh aktivitas
pertambangan batubara, kebakaran lahan yang tak terkendali serta penggunaan
batubara sebagai bahan bakar pada unit pembangkit tenaga listrik. Tingginya
kadar SO2, partikulat (PM10 and PM2.5), NOxes, O3, benzene and H2S telah
meningkatkan kejadian penyakit pernafasan. Pembakaran spontan batubara
melepaskan senyawa beracun termasuk karbon monoksida, karbondioksida,
methana, benzene, toluene, xylene, sulphur, arsenik, merkuri dan timbal.
5. Pencemaran lingkungan akibat limbah-limbah yang dihasilkan oleh aktivitas
penambangan. Limbah pertambangan biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa
besi yang dapat mengalir keluar daerah pertambangan. Air yang mengandung
kedua senyawa ini akan menjadi asam. Limbah pertambangan yang bersifat asam
bisa menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam berat sehingga air yang
dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik. Di kutai,
limbah tambang masuk ke lahan pertanian yang mengganggu kegiatan pertanian
penduduk setempat. Dampak pertambangan batubara tidak hanya muncul ketika
kegiatan penambangan tetapi juga pasca operasi tambang. Industri pertambangan
pada pascaoperasi akan meninggalkan lubang tambang dan air asam tambang
(acid ine drainage). Lubang-lubang bekas penambangan batubara berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan berkaitan kualitas dan kuantitas air. Air lubang
tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air
tanah dan dapat mencemari air tanah. Lebih lanjut, Marganingrum dan Noviardi
(2010) menyatakan bahwa lahan bekas tambang batubara mampu mencemari air
sungai.
B. Dampak Sosial
Keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat merupakan
wujud dan partisipasi dalam peningkatan dan pengembangan pembangunan
masyarakat. Perusahaan dan masyarakat yang bermukim di sekitarnya merupakan
dua komponen yang saling mempengaruhi. Dimana perusahaan memerlukan
masyarakat sekitar dalam pengembangan perusahaan itu sendiri begitupun
sebaliknya, masyarakat memerlukan perusahaan tersebut dalam peningkatan
perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan
perusahaan tersebut. Oleh karena itu, aktivitas perusahaan tidak dapat dipungkiri
memiliki dampak sosial terhadap masyarakat sekitarnya.
Adapun dampak sosial yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan batubara
yaitu:
1. Adanya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan karena
masalah pembebasan lahan, pencemaran air dan udara, adanya kecemburuan
sosial antara penduduk lokal dengan warga pendatang. Lebih lanjut, Purwanto
(2015) menyatakan konflik di masyarakat muncul dalam bentu unjuk rasa karena
terganggunya ruas jalan oleh truk pengangkut batubara, rusaknya jalan, terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Konflik dimasyarakat sebagian besar juga dipicu oleh
masalah limbah yang keberadannya mengganggu sumber air minum , rendahnya
jumlah tenaga kerja lokal yang diterima di perusahaan serta masalah ganti rugi
lahan masyarakat (Raden dkk, 2010)
2. Menurunnya kualitas kesehatan akibat debu. Penurunan tingkat kesehatan
masyarakat bisa dilihat dengan semakin seringnya masyarakat yeng terkena batuk
dan penyakit pernapasan lainya.
3. Terjadinya perubahan pola pikir masyarakat. adanya kegiatan pertambangan
merubah pola pikir masyarakat didalam mencari uang guna memenuhi kebutuhan
hidup. Adanya kompensasi uang penggantian lahan, rusaknya lahan pertanian,
serta adanya kesempatan bekerja di pertambangan mendorong masyarakat untuk
beralih mata pencarian dari profesi petani ke profesi lain. Hal ini tidak lepas dari
hubungan masyarakat dengan perusahaan tersebut, begitu juga sebaliknya.
Keberadaan perusahaan juga sangat berpengaruh besar terhadap kondisi
perubahan sosial yang dulunya masyarakat sangat tergantung dengan alam demi
pemenuhan kebutuhan hidup, sekarang masyarakat justru beralih ketergantung
pada perusahaan yang berada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Hal ini
disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin menanjak dan
pemenuhan penghasilan hidup semakin bertambah. kondisi masyarakat yang
dulunya swasembada pangan, kini pemenuhan kebutuhan ekonominya digantikan
oleh hasil-hasil dari produksi tambang yang lebih banyak menghasilkan uang.

4. Struktur sosial di masyarakat juga mengalami perubahan karena masyarakat


sekitar pertambangan termotivasi untuk mampu menyesuaikan perubahan struktur
sosial yang disebabkan banyaknya masyarakat pendatang yang menjadi karyawan
di perusahaan pertambangan batubara maupun masyarakat pendatang berusaha di
sekitaar perusahaan batubara. Aprianto dan Rika (2012) menyatakan terdapat tiga
jenis pendatang yang melakukan migrasi masuk baik secara permanen ataupun
nonpermanen. Jenis yang pertama adalah jenis migrasi yang paling banyak terjadi
dimana kebanyakan pendatang melakukan migrasi sirkuler (ulang-alik), dimana
kebanyakan dari pendatang tersebut adalah pekerja di pertambangan. Jenis yang
kedua adalah warga yang menetap di sekitar lokasi pertambangan dan kemudian
mendirikan usaha, dikarenakan mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja di
sektor pertambangan sehingga hanya menangkap peluang usaha yang ada seperti
mendirikan bengkel, ataupun warung. Kemudian jenis yang ketiga adalah
parapendatang yang berasal dari luar daerah dan bekerja di perusahaan
pertambangan sehingga tinggal menetap di sekitar lokasi pertambangan dengan
menyewa rumah milik warga sekitar lokasi pertambangan. Pengaruh negatif
struktur sosial masyarakat di sekitar perusahaan pertambangan yang mungkin bisa
terjadi adalah perilaku dan atau kebiasaan yang bersifat negatif seperti perjudian,
kebiasaan minum- minuman keras dan pola hidup konsumtif para karyawan yang
bisa mendorong perubahan masyarakat lokal menjadi lebih konsumtif dan bila hal
tersebut tidak didukung oleh perubahan kemampuan daya beli masyarakat lokal
akan menyebabkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya bisa menyebabkan
ketidak harmonisan (Basuki, 2007).

5. Kehadiran perusahaan juga mempengaruhi perilaku gotong royong terutama


partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan kerja bakti dan kegiatan
keagamaan. Suprihatin (2014) menyatakan, sebelum hadirnya pertambangan
batubara, warga sangat antusias dalam mengikuti segala kegiatan gotong royong.
Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat pun lebih intensif dan terkoordinir
dengan baik serta masih dilakukan secara tradisional dengan peralatan serta
kondisi yang sederhana. Setelah pertambangan batubara hadir dan beroperasi,
perilaku masyarakat dalam bergotong royong lebih berorientasi pada materi atau
sistem bayaran (upah). Serta lebih dominan memberi bantuan dalam bentuk
finansial ketimbang bantuan tenaga. Selain itu, intensitas partisipasi masyarakat
dalam kegiatan gotong royong pun mengalami penurunan karena faktor kesibukan
kerja masing-masing warga yang kian bervariasi.

C. Dampak Ekonomi
Kesejahteraan masyarakat di wilayah pertambangan secara umum terlihat
meningkat karena efek domino dari keberadaaan perusahaan telah mampu
mendorong dan menggerakkan sendi-sendi ekonomi masyarakat. Berbagai
dampak positif diantaranya tersedianya fasilitas sosial dan fasilitas umum,
kesempatan kerja karena adanya penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat
pendapatan masyarakat sekitar tambang, dan adanya kesempatan berusaha. Raden
dkk (2010) menyatakan tiga peluang usaha yang dominan yang dilakukan
masyarakat disekitar pertambangan batubara adalah warung sembako, rumah
sewaan dan warung makan. Irawan (2015) menyatakan adanya pemanfaatan uang
ganti rugi alih fungsi lahan bagi para pemilik lahan memungkinkan munculnya
lapangan pekerjaan baru di sektor informal seperti investasi usaha warung
sembako, warung makan, usaha jasa, dan lainnya. Pengembangan ekonomi
masyarakat juga dilakukan oleh perusahaan melalui Corporate Social
Responcibility (CSR) yang dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat
untuk meningkatkan kualitas hidupnya seperti penanggulangan kemiskinan,
membantu dalam menyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, beasiswa,
peningkatkan skill, peningkatan daya beli masyarakat sekitar tambang,
memberikan pelatihan agar masyarakat sekitar tambang mempunyai daya saing,
dan membantu membangun infrastruktur yang sangat diperlukan oleh masyarakat
termasuk di dalamnya fasilitas air bersih. Lebih lanjut, Musthopa (2008)
menjabarkan potensi manfaat ekonomi dengan hadirnya pertambangan dalam
beberapa hal sebagai berikut :(1) Menjadi pionir roda ekonomi, (2) Mendorong
pengembangan wilayah, (3) Memberikan manfaat ekonomi regional dan nasional,
(4) Memberikan peluang usaha pendukung, (5) Pembangunan infrastruktur baru,
(6) Memberikan kesempatan kerja, (7) Membuka isolasi daerah terpencil, (8)
Meningkatan ilmu pengetahuan dengan teknologi.

9.1.2. Pengelolaan Lingkungan


Tujuan dari kegiatan pengelolaan kualitas air adalah untuk menjamin agar
kualitas air yang diinginkan tetap sesuai dengan peruntukannya dan menjamin
kualitas air dapat memenuhi baku mutu air. Dengan adanya Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2006 yang digunakan sebagai standar
mutu limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan penambangan sehingga tidak
berdampak pada lingkungan sekitar. Selain Kepmen LH No. 9 Tahun 2006 ada
juga Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51Tahun 2004 yang
digunakan sebagai kontrol pencernaan air laut.
9.1.2.1. Pengelolaan Limbah
Air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara adalah air
yang berasal dari kegiatan penambangan batu bara yang meliputi penggalian,
pengangkutan dan penimbunan baik pada tambang terbuka maupun tambang
bawah tanah. Baku mutu air limbah batu bara adalah ukuran batas atau kadar
unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemaran yang ditenggang
keberadaannya dalam air limbah batu bara yang akan dibuang atau dilepas ke air
permukaan. Parameter yang dimonitoring pada air limbah kegiatan penambangan
batubara adalah TSS, total Fe dan total Mn (KepMenLH no.113/2003). Salah satu
alternatif pengolahan air limbah kegiatan penambangan batubara adalah dengan
menggunakan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai biokoagulan. Protein dan
logam alkali kuat yang terkandung dalam biji kelor (Moringa oleifera) dapat
bersifat sebagai poliektrolit dan kutub positif yang dapat mengikat koloid dalam
air buangan.
Penelitian M. Hindun Pulungan mengenai pamanfaatan biji kelor
(Moringa oleifera) untuk menjernihkan air limbah, menunjukkan penurunan
turbiditas dari limbah tahu sebesar 72,21% (Pulungan, H.,2007). Selain itu serbuk
biji kelor (Moringa oleifera) juga memiliki efektifitas 99,529% untuk menurunkan
kadar ion Fe dan 99,355% untuk Mn serta 99,868% kekeruhan dalam air
(Srawaili, E. T., 2009). Kelebihan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai
Biokoagulan dibanding koagulan kimia, yaitu mudah untuk dibudidayakan di
lingkungan sekitar, karena tanaman biji kelor (Moringa oleifera) merupakan
tanaman yang dapat hidup didaerah dengan ketinggian mulai dari pesisir laut
sampai ke daerah dataran tinggi.

9.1.2.2. Rencana Reklamasi


Dalam rencana reklamasi dilakukan beberapa kegiatan diantaranya yaitu
menentukan luasan wilayah dari setiap lahan yang digunakan untuk kegiatan
pertambangan baik itu sarana, prasarana, pit, disposal dan yang lain semacamnya.
Kemudian dilakukan kegiatan penata gunaan lahan yang dilakukan untuk
mengembalikan tanah pucuk yang sebelumnya sudah dibuat. Kemudian nantinya
setelah kegiatan tersebut akan kembali dilakukan penanaman tanaman atau
pengembalian fungsi lahan. hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan
reklamasi adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
2. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan.
3. Memindahkan dan menempatkantanah pucuk pada tempat tertentu dan
mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.
4. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai
tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
5. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
6. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
7. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas
penambangan.
8. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan
dapat ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah
yang keras.
9. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukan
bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman
yang sesuai dengan rencana rehabilitasi.
10. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
11. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang
diharapkan

9.1.2.3. Studi Geokimia Mengenai Potensi Air Asam Tambang


Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara yang cukup besar.
Jumlah sumber daya batubara Indonesia berdasarkan perhitungan Pusat Sumber
Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2005 adalah
sebesar 61,366 miliar ton (Anonim, 2006). Salah satu permasalahan yang terjadi
pada saat penambangan batu bara adalah masalah air asam tambang, yaitu air
hujan atau air tanah yang tercampur dengan batuan yang mengandung sulfida
tertentu yang ada di dalam batubara, sehingga air tersebut bersifat sangat asam
dan biasanya mengandung zat besi serta mangan dengan konsentrasi yang tinggi
Air asam tambang ini terbentuk karena adanya mineral FeS (pyrite) yang
teroksidasi. Penelitian bertujuan untuk memprediksi potensi AAT pada batuan
pengapit batubara (floor dan roof) di Salopuru, Kabupaten Barru Sulawesi
Selatan. Pengujian ini menggunakan metode uji XRD (X- Ray Diffraction) dan
Petrografi (sayatan poles).

9.1.2.4. Pengelohan air asam tambang


Pengolahan air asam tambang dapat dilakukan dengan cara netralisasi, yaitu
dengan menambahkan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia yang umum
digunakan untuk netralisasi ini adalah kapur (CaCO3), hydrated lime (Ca(OH)2),
soda-ash (Na2CO3), atau caustic soda (NaOH). Secara umum ada dua metoda
yang dapat digunakan untuk pengolahan air asam tambang, yaitu teknologi
pengolahan aktif dan teknologi pengolahan pasif. Pada teknologi pengolahan
aktif, proses-proses yang digunakan adalah netralisasi, aerasi dan pengendapan.
Netralisasi adalah proses penambahan bahan kimia untuk menetralisir pH air asam
tambang agar proses penghilangan besi di air dapat berjalan dengan baik. Proses
aerasi adalah penambahan oksigen dalam air asam tambang agar besi yang
terdapat di dalam air asam tambang bereaksi dengan oksigen dimana selanjutnya
Fe akan dipisahkan melalui proses pengendapan. Sementara itu, pada
teknologi pengolahan secara pasif, air diolah tanpa membutuhkan bahan kimia
dan hanya menggunakan proses kimia dan biologi yang terjadi di alam. Beberapa
teknologi pengolahan pasif untuk air asam tambang yang dapat digunakan adalah
rawa alamiah (natural wetland), rawa buatan (constructed wetland), saluran
anoksik batu kapur (anoxic limestone drain, ALD), Sistem aliran vertikal
(vertical flow system), dan saluran terbuka batu kapur (open limestone channe,
OLC).
Berdasarkan analisis yang digunakan, maka penentua akan tindak lanjutnya
penanganan air asam tambang ini mulai dari penggunaan settling pond. Proses
penanganan air asam tambang yang dilakukan melalui beberapa tahap dengan cara
air asam tambag yang ada pada pit kemudian di alikan menuju sump dengan cra
dibuatkan parit dari sumber air asam tambang menuju sump atau dengan cara
memompa. Setelah air dialirkan menuju sump kemudian dipompa menuju
sediment pond melalui paritan. Fungsi dari sediment pond ini sendiri untuk
menangkap dan menahan air ketika tanah dan kotoran lain dalam air mengendap
menjadi sedimen. Setelah air yang telah melalui sediment pond tadi kemudian air
akan dialirkan lagi menuju kompartemen 1, dimana kompartemen 1 ini adalah
zona masukan/inlet sekaligus temat proses pengapuran. Tujuan dari proses
pengapuran agar air asam tambang yang ada pda wilayah penambangan bisa
dialirkan Kembali ke lingkungan dengan pH sesuai dengan standar baku mutu
yang telah ditetapkan.
Air yang telah melalui proses pengapuran tadi kemudian dialirkan menuju
kompartemen 2 atau tempat netralisasi air. Di kompartemen 2 ini air akan di
tampug kemudian akan diliat kadar pH apakah telah mencapai standar baku mutu
yang telah ditetapkan sebelum dikeluarkan menuju sungai melalui kompartemen 3
atau zon outlet.

9.1.2.5. Pengelolaan Lubang Bekas Tambang (Void)


Lubang bekas tambang dijadikan sebagai tempat wisata menjadi pilihan yang
menarik. Selain dapat menikmati keindahan alam, tempat wisata lubang bekas
tambang dapat dijadikan sebagai wisata edukatif untuk memberikan wawasan
pertambangan bagi pengunjung yang berwisata. Contoh lubang bekas tambang
yang disulap menjadi tempat wisata adalah dengan dijadikan kolam ikan yang
menampung berbagai jenis ikan. Contoh lainnya sebagai wahana olahraga air.
Sebelumnya air dalam lubang bekas tambang dilakukan pengolahan terlebih
dahulu untuk menghilangkan pengaruh logam berat. Sebagian dari lubang bekas
tambang di PT. Coal Mining Borneo akan ditanami bibit pohon sengon dan
sebagiannya lagi di buat kolam untuk dijadikan tempat wisata keluarga. Wisata
lubang bekas tambang dapat dimanfaatkan sebagai pendapatan daerah dan
memberikan akses bagi warga sekitar untuk mendapatkan penghasilan dengan
menyediakan barang dan jasa di tempat wisata sehingga dapat membantu
perekonomian warga. Reklamasi lubang bekas tambang yang berwawasan
lingkungan sangat penting untuk kelestarian dan sosial ekonomi masyarakat yang
berkelanjutan. Dengan beberapa upaya yang telah dipaparkan di atas diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi perusahaan yang akan melakukan reklamasi
lahan bekas tambang.

9.1.3. Pemantauan Lingkungan


Tujuan dari upaya pemantauan lingkungan adalah mengetahui tahapan-
tahapan rencana kegiatan penambangan batubara sejak dari tahap persiapan, tahap
operasi hingga tahap pasca operasi, komponen-komponen lingkungan yang
diperkirakan akan terkena dampak, serta upaya-upaya pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang berkenaan dengan kualitas lahan yang diakibatkan
aktifitas penambangan .
Umumnya rencana pemantauan lingkungan dilakukan pada komponen
biologi flora dan fauna. Pemantauan tersebut berfungsi untuk mengetahui jumlah
flora dan fauna yang berada dalam penimbunan. Untuk rencana terhadap
pemantauan lingkungan ini diperlukan adanya ketelitian dalam menyusun
dokumen yang diperlukan untuk pemantauan terhadap lingkungan. Ada beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan seperti komponen yang ada dalam lingkungan
hidup dengan memantau perubahan-perubahan yang terjadi berikut dengan
dampak-dampak yang ada. Faktor yang ke dua adalah relasi hubungan antara
dokumen-dokumen tersebut dengan sejmlah aspek seperti RKL, RPL, anda
AMDAL. Pemantauan lingkungan tersebut dapat langsung dilakukan dengan
menyoroti faktor yang menyebabkan komponen lingkungan hidup mengalami
dampak tersebut. Untuk efisiensi harus dipastikan bahwa pemantauan terhadap
lingkungan tersebut bersifat ekonomis namun praktis dan efektif. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah rencana pengumpulan data dan juga analisis data. Ada
beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu jenis data, lokasi pemantauan
lingkungan, metode yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data, metode yang
tepat untuk menganalisis data yang ada, dan frekuensi serta lamanya waktu yang
diperlukan untuk melakukan pemantauan tersebut. Semua itu harus dilakukan
dengan tepat agar dicapai tujuan pemantauan lingkungan hidup.
Sebenarnya ada beberapa hal yang bisa dipantau misalnya komponen fisika
maupun kimia yang bisa berupa tata guna suatu lahan. Untuk wilayah ini dampak
yang perlu dipantau adalah jenis komponen lingkungan yang ada sedangkan
sumbernya adalah dari tingkat kepadatan lingkungan. Komponen yang dipantau
adalah tata kegunaan tanah yang dilakukan untuk mengetahui penggunaan lahan
untuk proyek pembangunan. Untuk pemantauan ini sebaiknya dilakukan sekali
dalam sebulan. Ada juga pemantauan yang dilakukan pada kualitas air. Yang
dipantau adalah kualitas air itu sendiri berikut hidrologi. Sumber yang dijadikan
pemantauan adalah pengerukan yang dilakukan pada pelabuhan dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan perairan. Parameter yang digunakan adalah
pH air tersebut. Adapun tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui
apakah air masih memenuhi standar kelayakan akibat pengerukan dan lain
sebagainya yang dijadikan sebagai acuan dalam pemantauan.

9.1.4 Organisasi Perlindungan Lingkungan


Struktur Organisasi Perlindungan :
Agar kegiatan penanganan lingkungan hidup perusahaan dapat berjalan
dengan maksimal maka perusahaan membentuk komite Lingkungan Hidup
(Komite LH). Komite LH memiliki tugas pokok yaitu:
1. Membina kesadaran Lingkungan Hidup di kalangan pekerja
2. Menjamin ditaatinya semua peraturan K3 oleh seluruh pekerja.
3. Melakukan pengkajian secara menyeluruh terhadap setiap kecelakaan kerja
yang terjadi dan membuat saran-saran perbaikan
4. Menjadi panutan dalam pelaksanaan K3 bagi pekerja.
Gambar 9.1. Struktur Organisasi Divisi Lingkungan Perusahaan

Tugas Pengawas Operasional:


1. Bertanggung jawab kepada Kepala Teknik Tambang terhadap keberjalanan
rangkaian lingkungan tambang yang telah ditetapkan
2. Bertanggung jawab atas lingkungan dari setiap pekerja yang ditugaskan
kepadanya.
3. Melaksanakan inspeksi, pemeriksaan dan pengujian
4. Membuat dan menandatangan laporan-laporan inspeksi, pemeriksaan dan
pengujian.

Tugas Pengawas Teknis:


1. Bertanggung jawab kepada Kepala Teknik Tambang untuk keselamatan
pemasangan peralatan pekerjaan serta pemeliharaan dari semua peralatan yang
menjadi tugasnya.
2. Mengawasi dan memeriksa semua permesinan dan kelistrikan peralatan yang
menjadi tugasnya
3. Menjamin terlaksanakannya penyelidikan, pemeriksaan dan pengujian dari
permesinan dan kelistrikan peralatan
4. Merencanakan penyelidikan dan pengujian sema permesinan dan kelistrikan
peralatan sebelum digunakan, selesai digunakan atau diperbaiki
5. Merencanakan dan menekankan dilaksanakannya pemeliharaan semua
peralatan sesuai jadwal yang telah direncanakan
6. Membuat dan menandatangani laporan penyelidikan, pemeriksaan dan
pengujian.
7.
9.1.5. Kegiatan Pasca Tambang
Kegiatan Pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut
setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di
seluruh wilayah penambangan.

9.1.5.1. Pemanfaatan Pasca Tambang


Rencana Reklamasi yang akan dilakukan dengan Luas lokasi mes (kantor )
adalah 15,869 Ha dan pada bagian pit 63 Ha . Rencana reklamasi lahan untuk
kegiatan penambangan bahan galian batubara pada PT. Coal Mining Borneo
adalah sebagai berikut:
a. Lahan Bekas Tambang
Reklamasi akan dilaksanakan pada lahan bekas tambang dengan cara
menimbun ulang bukaan tambang, revegetasi dengan penanaman pohon sengon
dengan luas are 50% dari luasan total bukaan tambang yang dimana 50% lagi dari
area bukaan tambang akan dibuat kolam. Area tersebut akan relokasikan menjadi
tempat wisata
b. Jalan Tambang
Rencana reklamasi dan revegetasi lahan untuk keperluan jalan tambang
akan di jadikan jalan menuju tempat wisata dan ditepi jalan akan ditanami pohon
sengon.
c. kolam pengendapan
Kolam pengendapan akan direklamasi sterilisasikan kembali sehingga aman
untuk ditinggalkan .
d. stockpile dan Crushing plant
Untuk fasilitas stockpile dan crushing plant setelah selesai sesuai umur
tanbang akan direklamasi dan direvegetasi menjadi hutan kembali.
e. Fasilitas Penunjang
Untuk fasilitas penunjang seperti: kantor, mess, gudang, bengkel dan lain
sebagainya, setelah berada pada tahun terakhir umur pernambangan akan
dilakukan pembongkaran dan reklamasi menjadi kawasan hutan sengon.

9.1.5.2. Jadwal Pelaksanaan Pasca Tambang


Untuk jadwal pelaksanaan Pascatambang dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :

Tabel 9.1 Jadwal Pelaksanaan Pasca Tambang


Tahun
No Tahap
1 2 3 4 5
1 Operasi Penambangan
2 Reklamasi
3 Pasca Tambang
a. Pembongkaran
b. Reklamasi
c. Pemeliharaan dan Perawatan
d. Pemantauan
e. Pelaporan

9.1.5.3. Biaya Reklamasi dan Pasca Tambang


a) Reklamasi
 Tahun 1
Biaya Pengangkutan Material
Luas Lahan yang direvegetasi = 4.059 m2
Volume material Top Soil = 4.059 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 4.059 / 0,8
= 5.073,75 LCM
Total Volume = Volume Top Soil
= 5.073,75 LCM

Bulldozer
Model : KOMATSU D155A
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat = (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 87% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.559 BCM/jam
Sasaran produksi = 4.059
= 4.059/0,8
= 5.073,75 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 4.059/(1559 x 7 x 30)
= 0,01
= 1 unit

Excavator
Model : Komatsu PC 210-7
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 1,2 m3
Fill factor bucket = 0,87
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 25.5 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/25.5) x 0,95 x 0,87 x 0,8 x 1,2
= 122.69 BCM/jam
Sasaran produksi = (Target produksi)
= 4.059
= 4.059/0,8
= 5.073,75 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas
alatxEWH)
= 4.059/ (122.69 x 7X 30)
= 0,2 unit
= 1 unit
Dump truck
Model : Hino 130 HD
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 0,875 km
Kapasitas bak truk : 4.4 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = 1.75 menit

Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 2,13 menit


Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 1,75 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 1,31 menit +
Cycle time = 6 menit
60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
6 menit / jam
= 10 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x EA excavator
= (60/6 menit) x 3 x 4,4 m3 x 0,95 x
0,8 x 0,87
= 38 BCM/jam
Produksi dump truck/hari= 38 x 7 jam x 1 shift
= 269,39 BCM/hari
Sasaran produksi = Target produksi
= 4.059 BCM
= 4.509/0,8
= 5.074 LCM/bulan
Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :
Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
4.059
=
38 x 7 x 30
= 0,50 unit
= 1 unit

Konsumsi bahan bakar alat


Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 37,5
: Rp. 55.125.000,-

Jumlah Excavator : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 7,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 7,26
: Rp. 10.672.200,-
Jumlah Dump Truck : 1 unit
Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 10,64 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 10,64
: Rp. 15.640.800,-
Total anggaran = Rp. 81.438.000,-

Pembibitan pohon Sengon


Luas lahan yang divegetasi = 0,41 Ha
Dimensi penanaman yaitu 4m x 4m = 16 m2
Setiap 10.000 m2 dibutuhkan = 10.000/16
= 625 pohon
Pohon sengon yang dibutuhkan keseluruhan = 625 x 4,059
= 254 pohon
Harga satu bibit = Rp 5.000
Jumla bibit = 254 pohon
Biaya pembibitan = 254 x 5000
= Rp 1.268.438
Pemeliharaan bibit
Waktu pemeliharaan bibit = 1 bulan
Biaya buruh untuk pemeliharaan bibit = Rp. 1.000.000
Jumlah buruh yang bekerja = 3 orang
Biaya pemeliharaan untuk 3 orang dalam 1 bulan = Rp 1.000.000 x 3
= Rp. 3.000.000
Total biaya pemeliharaan selama 1 tahun ( 12 bulan )= Rp 3.000.000 x 12
= Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos
volume pot = 0,30 m x 0,30 m x 0,30 m = 0,027 m3
perbandingan tanah dengan pupuk kompos 1:1
volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 0,027 m3 / 2
= 0,0135 m3
Volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 254 x 0,0135
= 3,42 ton/m3
Berat jenis pupuk kompos = 0,5
Berat pupuk kompos total = 0,5 x 3,42
= 1,71 ton
Harga pupuk kompos/ karung ( 25 kg ) = Rp 15.000
Harga pupuk kompos 1kg = 500/pot
Jumlah pot = 254
Biaya pembelian pupuk kompos = 500 x 1,71
= Rp. 856.195,-
Biaya penanaman pohon sengon
Luas lahan yang direvegatasi = 0,41 Ha
Biaya penanaman sengon/Ha = Rp 1.500.000
Biaya penanaman sengon keseluruhan = 1.500.000 x 0,41
= Rp. 608,850,-

 Tahun 2
Biaya Pengangkutan Material
Luas Lahan yang direvegetasi = 1.813 m2
Volume material Top Soil = 1.813 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 1.813 / 0,8
= 2.266,25 LCM
Total Volume = Volume Top Soil
= 2.266,25 LCM
Bulldozer
Model : KOMATSU D155A
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat = (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 87% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.559 BCM/jam
Sasaran produksi = 1.813
= 1.813/0,8
= 2.266,25 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 1.1813/(1559 x 7 x 30)
= 0,02
= 1 unit

Excavator
Model : Komatsu PC 210-7
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 1,2 m3
Fill factor bucket = 0,87
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 25.5 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/25.5) x 0,95 x 0,87 x 0,8 x 1,2
= 122.69 BCM/jam
Sasaran produksi = (Target produksi)
= 1.813
= 1.813/0,8
= 2.266,25 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas
alatxEWH)
= 1.813/ (122.69 x 7 X 30)
= 0,3 unit
= 1 unit
Dump truck
Model : Hino 130 HD
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 0,875 km
Kapasitas bak truk : 4.4 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = 1.75 menit

Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 2,13 menit


Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 1,75 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 1,31 menit
Cycle time = 6 menit
60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
6 menit / jam
= 10 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x EA excavator
= (60/6 menit) x 3 x 4,4 m3 x 0,95 x
0,8 x 0,87
= 38 BCM/jam
Produksi dump truck/hari= 38 x 7 jam x 1 shift
= 269,39 BCM/hari
Sasaran produksi = Target produksi
= 1.813 BCM
= 1.813/0,8
= 2.266,25 LCM/bulan
Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :
Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
1.813
=
38 x 7 x 30
= 0,96 unit
= 1 unit

Konsumsi bahan bakar alat


Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 37,5
: Rp. 55.125.000,-

Jumlah Excavator : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 7,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 7,26
: Rp. 10.672.200,-

Jumlah Dump Truck : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 10,64 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 10,64
: Rp. 15.640.800,-
Total anggaran = Rp. 81.438.000,-

Pembibitan pohon Sengon


Luas lahan yang divegetasi = 0,18 Ha
Dimensi penanaman yaitu 4m x 4m = 16 m2
Setiap 10.000 m2 dibutuhkan = 10.000/16
= 625 pohon
Pohon sengon yang dibutuhkan keseluruhan = 625 x 1.813
= 113 pohon
Harga satu bibit = Rp 5.000
Jumla bibit =113 pohon
Biaya pembibitan = 113 x 5000
= Rp 566.563
Pemeliharaan bibit
Waktu pemeliharaan bibit = 1 bulan
Biaya buruh untuk pemeliharaan bibit = Rp. 1.000.000
Jumlah buruh yang bekerja = 3 orang
Biaya pemeliharaan untuk 3 orang dalam 1 bulan = Rp 1.000.000 x 3
= Rp. 3.000.000
Total biaya pemeliharaan selama 1 tahun ( 12 bulan )= Rp 3.000.000 x 12
= Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos
volume pot = 0,30 m x 0,30 m x 0,30 m = 0,027 m3
perbandingan tanah dengan pupuk kompos 1:1
volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 0,027 m3 / 2
= 0,0135 m3
Volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 113 x 0,0135
= 1,53 ton/m3
Berat jenis pupuk kompos = 0,5
Berat pupuk kompos total = 0,5 x 1,53
= 0,76 ton
Harga pupuk kompos/ karung ( 25 kg ) = Rp 15.000
Harga pupuk kompos 1kg = 500/pot
Jumlah pot = 113
Biaya pembelian pupuk kompos = 500 x 1,71
= Rp. 382.430,-
Biaya penanaman pohon sengon
Luas lahan yang direvegatasi = 0,18 Ha
Biaya penanaman sengon/Ha = Rp 1.500.000
Biaya penanaman sengon keseluruhan = 1.500.000 x 0,18
= Rp. 271.950,-

 Tahun 3
Biaya Pengangkutan Material
Luas Lahan yang direvegetasi = 6.441 m2
Volume material Top Soil = 6.441 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 6.441 / 0,8
= 8.051,67 LCM
Total Volume = Volume Top Soil
= 8.051,67 LCM

Bulldozer
Model : KOMATSU D155A
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat = (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 87% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.559 BCM/jam
Sasaran produksi = 6.441
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 6.441/(1559 x 7 x 30)
= 0,02
= 1 unit

Excavator
Model : Komatsu PC 210-7
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 1,2 m3
Fill factor bucket = 0,87
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 25.5 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/25.5) x 0,95 x 0,87 x 0,8 x 1,2
= 122.69 BCM/jam
Sasaran produksi = (Target produksi)
= 6.441
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas
alatxEWH)
= 6.441/ (122.69 x 7 X 30)
= 0,2 unit
= 1 unit
Dump truck
Model : Hino 130 HD
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 0,875 km
Kapasitas bak truk : 4.4 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = 1.75 menit

Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 2,13 menit


Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 1,75 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 1,31 menit +
Cycle time = 6 menit
60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
6 menit / jam
= 10 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x EA excavator
= (60/6 menit) x 3 x 4,4 m3 x 0,95 x
0,8 x 0,87
= 38 BCM/jam
Produksi dump truck/hari= 38 x 7 jam x 1 shift
= 269,39 BCM/hari
Sasaran produksi = Target produksi
= 6.441 BCM
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :
Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
6.441
=
38 x 7 x 30
= 0,80 unit
= 1 unit
Konsumsi bahan bakar alat
Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 37,5
: Rp. 55.125.000,-

Jumlah Excavator : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 7,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 7,26
: Rp. 10.672.200,-

Jumlah Dump Truck : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 10,64 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 10,64
: Rp. 15.640.800,-
Total anggaran = Rp. 81.438.000,-

Pembibitan pohon Sengon


Luas lahan yang divegetasi = 0,64 Ha
Dimensi penanaman yaitu 4m x 4m = 16 m2
Setiap 10.000 m2 dibutuhkan = 10.000/16
= 625 pohon
Pohon sengon yang dibutuhkan keseluruhan = 625 x 6.441
= 403 pohon
Harga satu bibit = Rp 5.000
Jumla bibit = 403 pohon
Biaya pembibitan = 403 x 5000
= Rp 2.012.917
Pemeliharaan bibit
Waktu pemeliharaan bibit = 1 bulan
Biaya buruh untuk pemeliharaan bibit = Rp. 1.000.000
Jumlah buruh yang bekerja = 3 orang
Biaya pemeliharaan untuk 3 orang dalam 1 bulan = Rp 1.000.000 x 3
= Rp. 3.000.000
Total biaya pemeliharaan selama 1 tahun ( 12 bulan )= Rp 3.000.000 x 12
= Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos
volume pot = 0,30 m x 0,30 m x 0,30 m = 0,027 m3
perbandingan tanah dengan pupuk kompos 1:1
volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 0,027 m3 / 2
= 0,0135 m3
Volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 403 x 0,0135
= 5,43 ton/m3
Berat jenis pupuk kompos = 0,5
Berat pupuk kompos total = 0,5 x 5,43
= 2,72 ton
Harga pupuk kompos/ karung ( 25 kg ) = Rp 15.000
Harga pupuk kompos 1kg = 500/pot
Jumlah pot = 403
Biaya pembelian pupuk kompos = 500 x 1,71
= Rp. 1.358.719,-
Biaya penanaman pohon sengon
Luas lahan yang direvegatasi = 0,64 Ha
Biaya penanaman sengon/Ha = Rp 1.500.000
Biaya penanaman sengon keseluruhan = 1.500.000 x 0,64
= Rp. 966.200,-

 Tahun 4
Biaya Pengangkutan Material
Luas Lahan yang direvegetasi = 6.441 m2
Volume material Top Soil = 6.441 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 6.441 / 0,8
= 8.051,67 LCM
Total Volume = Volume Top Soil
= 8.051,67 LCM

Bulldozer
Model : KOMATSU D155A
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat = (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 87% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.559 BCM/jam
Sasaran produksi = 6.441
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 6.441/(1559 x 7 x 30)
= 0,02
= 1 unit

Excavator
Model : Komatsu PC 210-7
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 1,2 m3
Fill factor bucket = 0,87
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 25.5 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/25.5) x 0,95 x 0,87 x 0,8 x 1,2
= 122.69 BCM/jam
Sasaran produksi = (Target produksi)
= 6.441
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas
alatxEWH)
= 6.441/ (122.69 x 7 X 30)
= 0,2 unit
= 1 unit
Dump truck
Model : Hino 130 HD
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 0,875 km
Kapasitas bak truk : 4.4 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = 1.75 menit
Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 2,13 menit
Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 1,75 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 1,31 menit +
Cycle time = 6 menit
60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
6 menit / jam
= 10 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x EA excavator
= (60/6 menit) x 3 x 4,4 m3 x 0,95 x
0,8 x 0,87
= 38 BCM/jam
Produksi dump truck/hari= 38 x 7 jam x 1 shift
= 269,39 BCM/hari
Sasaran produksi = Target produksi
= 6.441 BCM
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :
Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
6.441
=
38 x 7 x 30
= 0,80 unit
= 1 unit

Konsumsi bahan bakar alat


Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 37,5
: Rp. 55.125.000,-

Jumlah Excavator : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 7,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 7,26
: Rp. 10.672.200,-

Jumlah Dump Truck : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 10,64 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 10,64
: Rp. 15.640.800,-
Total anggaran = Rp. 81.438.000,-

Pembibitan pohon Sengon


Luas lahan yang divegetasi = 0,64 Ha
Dimensi penanaman yaitu 4m x 4m = 16 m2
Setiap 10.000 m2 dibutuhkan = 10.000/16
= 625 pohon
Pohon sengon yang dibutuhkan keseluruhan = 625 x 6.441
= 403 pohon
Harga satu bibit = Rp 5.000
Jumla bibit = 403 pohon
Biaya pembibitan = 403 x 5000
= Rp 2.012.917
Pemeliharaan bibit
Waktu pemeliharaan bibit = 1 bulan
Biaya buruh untuk pemeliharaan bibit = Rp. 1.000.000
Jumlah buruh yang bekerja = 3 orang
Biaya pemeliharaan untuk 3 orang dalam 1 bulan = Rp 1.000.000 x 3
= Rp. 3.000.000
Total biaya pemeliharaan selama 1 tahun ( 12 bulan )= Rp 3.000.000 x 12
= Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos
volume pot = 0,30 m x 0,30 m x 0,30 m = 0,027 m3
perbandingan tanah dengan pupuk kompos 1:1
volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 0,027 m3 / 2
= 0,0135 m3
Volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 403 x 0,0135
= 5,43 ton/m3
Berat jenis pupuk kompos = 0,5
Berat pupuk kompos total = 0,5 x 5,43
= 2,72 ton
Harga pupuk kompos/ karung ( 25 kg ) = Rp 15.000
Harga pupuk kompos 1kg = 500/pot
Jumlah pot = 403
Biaya pembelian pupuk kompos = 500 x 1,71
= Rp. 1.358.719,-
Biaya penanaman pohon sengon
Luas lahan yang direvegatasi = 0,64 Ha
Biaya penanaman sengon/Ha = Rp 1.500.000
Biaya penanaman sengon keseluruhan = 1.500.000 x 0,64
= Rp. 966.200,-

 Tahun 5
Biaya Pengangkutan Material
Luas Lahan yang direvegetasi = 6.441 m2
Volume material Top Soil = 6.441 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 6.441 / 0,8
= 8.051,67 LCM
Total Volume = Volume Top Soil
= 8.051,67 LCM

Bulldozer
Model : KOMATSU D155A
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat = (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 87% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.559 BCM/jam
Sasaran produksi = 6.441
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 6.441/(1559 x 7 x 30)
= 0,02
= 1 unit

Excavator
Model : Komatsu PC 210-7
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 1,2 m3
Fill factor bucket = 0,87
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 25.5 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/25.5) x 0,95 x 0,87 x 0,8 x 1,2
= 122.69 BCM/jam
Sasaran produksi = (Target produksi)
= 6.441
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas
alatxEWH)
= 6.441/ (122.69 x 7 X 30)
= 0,2 unit
= 1 unit
Dump truck
Model : Hino 130 HD
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 0,875 km
Kapasitas bak truk : 4.4 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = 1.75 menit

Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 2,13 menit


Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 1,75 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 1,31 menit +
Cycle time = 6 menit
60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
6 menit / jam
= 10 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x EA excavator
= (60/6 menit) x 3 x 4,4 m3 x 0,95 x
0,8 x 0,87
= 38 BCM/jam
Produksi dump truck/hari= 38 x 7 jam x 1 shift
= 269,39 BCM/hari
Sasaran produksi = Target produksi
= 6.441 BCM
= 6.441/0,8
= 8.051,67 LCM/bulan
Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :
Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
6.441
=
38 x 7 x 30
= 0,80 unit
= 1 unit

Konsumsi bahan bakar alat


Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 37,5
: Rp. 55.125.000,-

Jumlah Excavator : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 7,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 7,26
: Rp. 10.672.200,-

Jumlah Dump Truck : 1 unit


Waktu kerja : 7 jam/hari
Hari kerja : 30 hari
Konsumsi BBM : 10,64 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 7 x 30 x 10,64
: Rp. 15.640.800,-
Total anggaran = Rp. 81.438.000,-

Pembibitan pohon Sengon


Luas lahan yang divegetasi = 0,64 Ha
Dimensi penanaman yaitu 4m x 4m = 16 m2
Setiap 10.000 m2 dibutuhkan = 10.000/16
= 625 pohon
Pohon sengon yang dibutuhkan keseluruhan = 625 x 6.441
= 403 pohon
Harga satu bibit = Rp 5.000
Jumla bibit = 403 pohon
Biaya pembibitan = 403 x 5000
= Rp 2.012.917
Pemeliharaan bibit
Waktu pemeliharaan bibit = 1 bulan
Biaya buruh untuk pemeliharaan bibit = Rp. 1.000.000
Jumlah buruh yang bekerja = 3 orang
Biaya pemeliharaan untuk 3 orang dalam 1 bulan = Rp 1.000.000 x 3
= Rp. 3.000.000
Total biaya pemeliharaan selama 1 tahun ( 12 bulan )= Rp 3.000.000 x 12
= Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos
volume pot = 0,30 m x 0,30 m x 0,30 m = 0,027 m3
perbandingan tanah dengan pupuk kompos 1:1
volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 0,027 m3 / 2
= 0,0135 m3
Volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 403 x 0,0135
= 5,43 ton/m3
Berat jenis pupuk kompos = 0,5
Berat pupuk kompos total = 0,5 x 5,43
= 2,72 ton
Harga pupuk kompos/ karung ( 25 kg ) = Rp 15.000
Harga pupuk kompos 1kg = 500/pot
Jumlah pot = 403
Biaya pembelian pupuk kompos = 500 x 1,71
= Rp. 1.358.719,-
Biaya penanaman pohon sengon
Luas lahan yang direvegatasi = 0,64 Ha
Biaya penanaman sengon/Ha = Rp 1.500.000
Biaya penanaman sengon keseluruhan = 1.500.000 x 0,64
= Rp. 966.200,-

Tabel 9.2. Biaya Reklamasi


Kegiatan Deskripsi Luas Area Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Reklamasi Konsumsi bahan bakar 0.4059 Rp 81,438,000 Rp 81,438,000 Rp 81,438,000 Rp 81,438,000 Rp 81,438,000
Pembibitan pohon sengon 0.1813 Rp 1,268,438 Rp 566,563 Rp 2,012,917 Rp 2,012,917 Rp 2,012,917
Pemeliharaan bibit 0.6441 Rp 36,000,000 Rp 36,000,000 Rp 36,000,000 Rp 36,000,000 Rp 36,000,000
Pembelian pupuk dasar kompos 0.6441 Rp 856,195 Rp 382,430 Rp 1,358,719 Rp 1,358,719 Rp 1,358,719
Biaya penanaman pohon sengon 0.6441 Rp 608,850 Rp 271,950 Rp 966,200 Rp 966,200 Rp 966,200
Jumlah Biaya Rp 120,171,483 Rp 118,658,942 Rp 121,775,835 Rp 121,775,835 Rp 121,775,835

b) Pasca Tambang
 Biaya Pengangkutan Material
Pasca tambang area kantor
Luas Lahan yang direvegetasi = 158,695 m2
Volume Material OB = 1.116.045 BCM
= Volume OB / Swell Factor
= 1.116.045 / 0,8
=1.395.057 LCM
Volume material Top Soil = 540,864 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 540,864 / 0,8
= 676,08 LCM
Total Volume = Volume OB + Volume Top Soil
= 1.395.057 LCM + 676,08 LCM
= 1.395.733,08LCM
 Bulldozer
Model : KOMATSU D155A
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat= (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 80% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.433 BCM/jam
Sasaran produksi = 1.116.045/12
= 93.004 BCM/Bulan
= 93.004/0,8
= 116.266 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 1.116.045 /(1433 x 2400)
= 0,32
= 1 unit

 Excavator
Model : Komatsu PC 1250SP-8
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 6,7 m3
Fill factor bucket = 0,87
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 23 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/23) x 0,95 x 0,87 x 0,8 x 6,7
= 692,0838 BCM/jam
Sasaran produksi = (Target produksi)/ 12
= (1.116.045)/12
= 93.004 BCM/bulan
= 93.004/0,8
= 116.266 LCM/bulan
Jumlah alat = targetproduksi/(Produktivitas
alatxEWH)
= 1.116.045/ (692.0838 x 2400)
= 0,7 unit
= 1 unit
 Dump truck
Model : Komatsu HD 465-7
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 1,97 km
Kapasitas bak truk : 34.2 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = 3.95 menit

Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 1,15 menit


Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 3.95 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 2.95 menit +
Cycle time = 9 menit
60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
9 menit / jam
= 7 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x
EA excavator
= (60/9 menit) x 3 x 6,7 m3 x 0,87 x
0,8 x 0,87
= 80 BCM/jam
Produksi dump truck/hari= 80 x 10 jam x 2 shift
= 48.217,34 BCM/hari
Sasaran produksi = (Target produksi)/12
= (1.116.045)/12
= 93.004 BCM/bulan
= 93.004/0,8
= 116255 LCM/bulan
Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :
Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
1.116 .045
=
80 x 2400
= 5,79 unit
= 6 unit
nT x ctL
Match Factor =
nL x ctT
6 x 1,53 menit
=
1 x 9 menit
= 1,02

Pascatambang pit alat besar


Luas Lahan yang direvegetasi = 1.250.324 m2
Volume Material OB = 10.180.658 BCM
= Volume OB / Swell Factor
= 10.180.658 / 0,8
=12.725.823 LCM
Volume material Top Soil = 2.359.506 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 2.359.506 / 0,8
= 2.949.382 LCM
Total Volume = Volume OB + Volume Top Soil
= 12.725.823 + 2.949.382 LCM
= 15.675.205 LCM

Model : KOMATSU D155A


Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat= (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 87% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.559 BCM/jam
Sasaran produksi = 10.180.658/12
= 848.388 BCM/Bulan
= 848.388/0,8
= 1.060.485,24 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 10.180.658 /(1559 x 7300)
= 0,89
= 1 unit
Model : Komatsu PC 1250-8
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 6,7 m3
Fill factor bucket = 0,87
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 21.95 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/21.95) x 0,95 x 0,87 x 0,8 x 6,7
= 725,1904 BCM/jam
Sasaran produksi = 10.180.658/12
= 848.388 BCM/Bulan
= 848.388/0,8
= 1.060.485,24 LCM/bulan
Jumlah alat = targetproduksi/(Produktivitas alatxEWH)
= 10.180.658/ (725,1904 x 7300)
= 1,92 unit
= 2 unit

Model Komatsu HD 465-7


W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 0,875 km
Kapasitas bak truk : 34,2 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = jarak/kecepatan x 60 menit
= 0,875 : 30 x 60 menit
= 1,75 menit
Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 1,83 menit
Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 1,75 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 1,31 menit +

Cycle time = 5,89 menit


60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
5,89menit / jam
= 10 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x
EA excavator
= (60/5,89 menit) x 5 x 6,7 m3 x 0,87
x 0,8 x 0,87
= 206 LCM/jam
Produksi dump truck/hari= 206 x 10 jam x 2 shift
= 123.383 BCM/hari
Sasaran produksi = (Target produksi)/12
= (10.180.658)/12
= 848.388 BCM/bulan
= 848.388/0,8
= 1.060.485,24 LCM/bulan
Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :
Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
10.180.658
=
206 x 7300
= 6,78
= 7 unit
nT x ctL
Match Factor =
nL x ctT
7 x 1.83 menit
=
2 x 5.89 menit
= 1,09

Pascatambang pit alat kecil


Luas Lahan yang direvegetasi = 1.250.324 m2
Volume Material OB = 3.959.145 BCM
= Volume OB / Swell Factor
= 3.959.145 / 0,8
=4.948.931 LCM
Volume material Top Soil = 2.359.506 m3
= Volume Top Soil / Swell Factor
= 2.359.506 / 0,8
= 2.949.382 LCM
Total Volume = Volume OB + Volume Top Soil
= 4.948.931 + 2.949.382 LCM
= 7.898.313 LCM

Model : KOMATSU D155A


Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3 = 3,31 ton
Kapasitas Blade Bulldozer = 9,4 m3
W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
8
EA= =0.87 x 100 %=87 %
8+0.5+0.7
8
MA= x 100 %=95 %
8+0.5
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Produktivitas alat= (3600/CT) x EA x FF x SF x Kap.blade
= (3600/18) x 87% x 1 x 0,95 x 9,4
= 1.559 BCM/jam
Sasaran produksi = 3.959.145/12
= 329.929 BCM/Bulan
= 329.929/0,8
= 412.410,93 LCM/bulan
Jumlah alat = target produksi/(Produktivitas alat x EWH)
= 3.959.145 /(1559 x 7300)
= 0,35
= 1 unit

Model : Komatsu PC 210-7


W = 0,8
Wt= 0,8 x 10 = 8 jam
S = 42 menit = 0,7 jam
R = 0,5 jam
T = 10 jam
Wt+ Ws
PA (Physical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr +Ws )
8+0.7
PA = x 100 %=95 %
8+ 0.5+0.7
1
SF= x 100 %=80 %
1.25
Kapasitas bucket = 1,2 m3
Fill factor bucket = 0,95
Sweel factor tanah = 0,80
EA = 0,87
PA = 0,95
Cycle Time = 25,5 detik/bucket
Produktivitas alat = (3600/CT) x PA x FF x SF x Kap.bucket
= (3600/25,5) x 0,95 x 0,95 x 0,8 x 1,2
= 122,69 BCM/jam
Sasaran produksi = 3.959.145/12
= 329.929 BCM/Bulan
= 329.929/0,8
= 412.411 LCM/bulan
Jumlah alat = targetproduksi/(Produktivitas
alatxEWH)
= 3.959.145/ (122,69 x 7300)
= 4,4 unit
= 5 unit

Model : Hino 130 HD


Wt
EA (Effective Availability) = X 100 %
( Wt+Wr +Wstb )
Wt
MA (Mechanical Availability) = x 100 %
( Wt+Wr )
EA=94 %
MA=95 %
SF=80 %
Kecepatan bermuatan : 30 km/jam
Kecepatan kosong : 40 km/jam
Jarak angkut ke waste dump : 0,875 km
Kapasitas bak truk : 4.4 m³
Waktu Perjalanan ke waste dump = 1.75 menit
Waktu yang dibutuhkan exavator untuk mengisi truck = 2.13 menit
Waktu truk mengambil posisi di front penambangan = 1 menit
Waktu perjalanan ke waste dump = 1.75 menit
Waktu perjalanan kembali kosong = 1.31 menit +
Cycle time = 6 menit
60 menit / jam
Jumlah trip/jam =
6 menit / jam
= 10 trip/jam
Produksi dump truck/jam = (60/ CT dump truck) x Jumlah Swing x Kapasitas
Bucket Excavator x FF Excavator x SF Excavator x
EA excavator
= (60/6 menit) x 5 x 1.2 m3 x 0,87 x
0,8 x 0,95
= 38 BCM/jam
Produksi dump truck/hari= 38 x 10 jam x 2 shift
= 23.091,22BCM/hari

Sasaran produksi = 3.959.145/12


= 329.929 BCM/Bulan
= 329.929/0,8
= 412.411 LCM/bulan

Jumlah Truck yang bekerja di lapangan untuk melayani 1 excavator :


Target Produksi
Penentuan Jumlah Unit =
Produktivitas x EWH
3.959.145
=
38 x 7300
= 14.09 unit
= 15 unit
nT x ctL
Match Factor =
nL x ctT
15 x 2.13 menit
=
5 x 6 menit
= 1,03

 Biaya Upah Operator :


Pasca Tambang Area Kantor
Jumlah Buldozer : 1 unit
Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 120 hari (4 bulan)
Upah Per Bulan : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 1 x 2 x 4
: Rp. 59.920.000,-

Jumlah Excavator : 1 unit


Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 120 hari (4 bulan)
Upah Per Jam : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 1 x 2 x 4

: Rp. 59.920.000,-

Jumlah Dump Truck : 6 unit


Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 120 hari (4 bulan)
Upah Per Jam : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 6 x 2 x 4
: Rp. 359.520.000,-

Total Biaya Upah = Rp. 479.360.000,-

Pasca Tambang Area Pit


Jumlah Buldozer : 2 unit
Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 365 hari (12 bulan)
Upah Per Bulan : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 2 x 2 x 12
: Rp. 359.520.000,-

Jumlah Excavator : 2 unit (Komatsu PC 1250SP-8)


Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 365 hari (12 bulan)
Upah Per Jam : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 2 x 2 x 12

: Rp. 359.520.000,-

Jumlah Excavator : 5 unit (Komatsu PC 210-7)


Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 365 hari (12 bulan)
Upah Per Jam : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 5 x 2 x 12

: Rp. 898.800.000,-

Jumlah Dump Truck : 7 unit (Komatsu HD 465-7)


Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 365 hari (12 bulan)
Upah Per Jam : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 7 x 2 x 12
: Rp. 1.258.320.000,-

Jumlah Dump Truck : 15 unit (Hino 130 HD)


Waktu kerja : 20 jam/hari (2 Shift)
Hari kerja : 365 hari (12 bulan)
Upah Per Jam : Rp. 7.490.000,-
Biaya : Rp. 7.490.00,- x 15 x 2 x 12
: Rp. 2.696.400.000,-
Total Biaya Upah = Rp. 5.572.560.000,-

Biaya Area Kantor

 Konsumsi bahan bakar :


Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 120 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 20 x 120 x 37,5
: Rp. 630.000.000,-

Jumlah Excavator : 5 unit


Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 120
Konsumsi BBM : 35,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 5 x 20 x 120 x 35,26
: Rp. 2.961.840.000,-

Jumlah Dump Truck : 15 unit


Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 120
Konsumsi BBM : 61,87 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 15 x 20 x 120 x 61,87
: Rp. 15.591.240.000,-

Total anggaran = Rp 19.183.080.000

Pembibitan pohon Sengon


Luas lahan yang divegetasi = 15,869 Ha
Dimensi penanaman yaitu 4m x 4m = 16 m2
Setiap 10.000 m2 dibutuhkan = 10.000/16
= 625 pohon
Pohon sengon yang dibutuhkan keseluruhan = 625 x 15,869
= 9.908,43 pohon
Harga satu bibit = Rp 5.000
Jumla bibit = 9.908,43 pohon
Biaya pembibitan = 9.908,43 x 5000
= Rp 49.592.134
Pemeliharaan bibit
Waktu pemeliharaan bibit = 1 bulan
Biaya buruh untuk pemeliharaan bibit = Rp. 1.000.000
Jumlah buruh yang bekerja = 3 orang
Biaya pemeliharaan untuk 3 orang dalam 1 bulan = Rp 1.000.000 x 3
= Rp. 3.000.000
Total biaya pemeliharaan selama 1 tahun ( 12 bulan )= Rp 3.000.000 x 12
= Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos
volume pot = 0,30 m x 0,30 m x 0,30 m = 0,027 m3
perbandingan tanah dengan pupuk kompos 1:1
volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot =0,027 m3 / 2
= 0,0135 m3
Volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 9.918,43 x 0,0135
= 133,90 ton/m3
Berat jenis pupuk kompos = 0,5
Berat pupuk kompos total = 0,5 x 133,90
= 66,95 ton
Harga pupuk kompos/ karung ( 25 kg ) = Rp 15.000
Harga pupuk kompos 1kg = 500/pot
Jumlah pot = 9.918,43
Biaya pembelian pupuk kompos = 500 x 66,95
= Rp 33.474.691
Biaya penanaman pohon sengon
Luas lahan yang direvegatasi = 15,869 Ha
Biaya penanaman sengon/Ha = Rp 1.500.000
Biaya penanaman sengon keseluruhan = 1.500.000 x 15,869
= Rp. 23.804.225

Biaya area pit


Konsumsi bahan bakar alat besar
Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 365 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 20 x 365 x 37,5
: Rp. 1.916.250.000,-

Jumlah Excavator : 5 unit


Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 365 hari
Konsumsi BBM : 7,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 5 x 20 x 365 x 7,26
: Rp. 1.854.930.000,-

Jumlah Dump Truck : 15 unit


Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 365 hari
Konsumsi BBM : 10,64 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 15 x 20 x 365 x 10,64
: Rp. 8.155.560.000,-
Total anggaran = Rp 11.926.740.000

Konsumsi bahan bakar alat kecil


Jumlah Bulldozer : 1 unit
Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 365 hari
Konsumsi BBM : 37,5 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 1 x 20 x 365 x 37,5
: Rp. 1.916.250.000,-
Jumlah Excavator : 2 unit
Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 365 hari
Konsumsi BBM : 35,26 liter/jam
Harga solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 5 x 20 x 365 x 35,26
: Rp. 3.603.572.000,-
Jumlah Dump Truck : 7 unit
Waktu kerja : 20 jam/hari
Hari kerja : 365 hari
Konsumsi BBM : 61,87 liter/jam
Harg solar : Rp. 7.000,-
Biaya : Rp. 7.000/liter x 15 x 20 x 365 x 61,87
: Rp. 22.130.899.000,-
Total anggaran = Rp. 27.650.721.000

Pembibitan pohon Sengon


Luas lahan yang divegetasi = 63 Ha
Dimensi penanaman yaitu 4m x 4m = 16 m2
Setiap 10.000 m2 dibutuhkan = 10.000/16
= 625 pohon
Pohon sengon yang dibutuhkan keseluruhan = 625 x 63
= 39.072,65 pohon
Harga satu bibit = Rp 5.000
Jumla bibit = 9.908,43 pohon
Biaya pembibitan = 39.072,65 x 5000
= Rp 195.363.270
Pemeliharaan bibit
Waktu pemeliharaan bibit = 1 bulan
Biaya buruh untuk pemeliharaan bibit = Rp. 1.000.000
Jumlah buruh yang bekerja = 3 orang
Biaya pemeliharaan untuk 3 orang dalam 1 bulan = Rp 1.000.000 x 3
= Rp. 3.000.000
Total biaya pemeliharaan selama 1 tahun ( 12 bulan )= Rp 3.000.000 x 12
= Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos
volume pot = 0,30 m x 0,30 m x 0,30 m = 0,027 m3
perbandingan tanah dengan pupuk kompos 1:1
volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 0,027 m3 / 2
= 0,0135 m3
Volume pupuk kompos yang diperlukan untuk seluruh pot = 39.072,65 x 0,0135
= 527,48 ton/m3
Berat jenis pupuk kompos = 0,5
Berat pupuk kompos total = 0,5 x 527,48
= 263,74 ton
Harga pupuk kompos/ karung ( 25 kg ) = Rp 15.000
Harga pupuk kompos 1kg = 500/pot
Jumlah pot = 39.072,65
Biaya pembelian pupuk kompos = 500 x 263,74
= Rp 131.870.207
Biaya penanaman pohon sengon
Luas lahan yang direvegatasi = 63 Ha
Biaya penanaman sengon/Ha = Rp 1.500.000
Biaya penanaman sengon keseluruhan = 1.500.000 x 63
= Rp. 93.774.370

Biaya Pasca Tambang


Pasca tambang area kantor
Gaji operator = Rp 479.360.000
Konsumsi bahan bakar = Rp 19.183.080.000
Pembibitan pohon sengon = Rp 49.592.134
Pemeliharaan bibit = Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos = Rp 33.474.691
Biaya penanaman pohon sengon = Rp 23.804.225
Pasca tambang area pit
Gaji operator = Rp 5.572.560.000
Konsumsi bahan bakar = Rp 39.557.461.000
Pembibitan pohon sengon = Rp 195.363.270
Pemeliharaan bibit = Rp 36.000.000
Pembelian pupuk dasar kompos = Rp 131.870.207
Biaya penanaman pohon sengon = Rp 93.774.370
Jumlah biaya = Rp 65.412.339.897

Tabel 9.3. Biaya Pasca Tambang


Kegiatan Deskripsi Biaya
Pasca Tambang Area Kantor Gaji Operator Rp 479,360,000
Konsumsi bahan bakar Rp 19,183,080,000
Pembibitan pohon sengon Rp 49,592,134
Pemeliharaan bibit Rp 36,000,000
Pembelian pupuk dasar kompos Rp 33,474,691
Biaya penanaman pohon sengon Rp 23,804,225
Pasca Tambang Area Pit Gaji Operator Rp 5,572,560,000
Konsumsi bahan bakar Rp 39,577,461,000
Pembibitan pohon sengon Rp 195,363,270
Pemeliharaan bibit Rp 36,000,000
Pembelian pupuk dasar kompos Rp 131,870,207
Biaya penanaman pohon sengon Rp 93,774,370
Jumlah Biaya Rp 65,412,339,897

Tabel 9.4. Alur Kegiatan Pasca Tambang

Tahun 2028
Deskripsi Septembe Novembe Desembe
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Oktober
r r r
Back Fil ing Area Kantor
Back Fil ing Area Pit
Penanaman Sengon
9.2.Keselamatan Pertambangan
Kegiatan penanganan kesehatan dan keselamatan kerja wajib dilakukan
setiap perusahaan yang bergerak dibidang usaha pertambangan. Upaya ini
dilakukan agar kegiatan pertambangan dapat berjalan dengan lancar dan
mengutamakan keselamatan dan kesehetan kerja karena usaha pertambangan
merupakan kegiatan yang memiliki resiko kerja tinggi karena penggunaan alat
berat, dan sebagainya. Dasar hukum pelaksanaan kegiatan kesehatan dan
keselamatan kerja antara lain:
a. UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
b. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
c. PP No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja
di Bidang Pertambangan
d. Peraturan Umum Tenaga Listrik
e. PerMen ESDM No. 38 tahun 2014 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Hal-hal yang diperhatikan kaitannya dengan keselamatan dan kesehatan kerja
antara lain:
1. Prosedur kerja
2. Pengecekan kestabilan lereng
3. Peralatan pendukung keselamatan dan kesehatan kerja antara lain: helm
pengaman, sepatu lapangan, kaca mata pengaman, penutup telinga, masker dan
peralatan lain yang penting.

Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada industri


pertambangan akhir-akhir ini terus berkembang seiring dengan teknologi dalam
bidang industri pertambangan. Kemajuan tersebut telah mengakibatkan
munculnya berbagai persoalan dan dampak industri pertambangan yang semakin
kompleks dan telah mengundang perhatian khalayak banyak. Maka dari itu PT.
Coal Mining Borneo menerapkan Pola Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dengan tujuan dapat meminimalkan tingkat kecelakaan dan sakit akibat hubungan
kerja dengan cara yang paling efektif dan efisien, sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas kegiatan penambangan Batubara di PT. Coal Mining
Borneo sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal.

9.2.1 Manajemen Risiko Keselamatan Pertambangan


Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang
digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya
seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang
ekstrem,dll.Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan
secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman
bahaya di tempat kerja.
Tujuan dibuatnya manajemen risiko keselamatan pertambangan adalah sebagai
berikut:
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup & meningkatan produktivitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
c. Sumber produksi dipelihara & dipergunakan secara aman & efisien
Pada tambang Batubara, PT. Coal Mining Borneo yang berlokasi Di
Kecamatan Laungtuhup, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimatan Tengah
kemungkinan dapat terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat terjadi
karena sebab – sebab tertentu. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya untuk
mencegah terjadi kecelakaan kerja. Sehingga tidak ada pihak yang di rugikan,
baik itu pihak dari pekerja, maupun pihak dari perusahaan.
1. Sebab – sebab Kecelakaan Kerja
PT. Coal Mining Borneo yang berlokasi Di Kecamatan Laungtuhup,
Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimatan Tengah menerapkan sistem
tambang strip Mine untuk kegiatan eksploitasi bahan galian batubara, tentu
terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
Berdasarkan kegiatan pemantauan di lapangan adapun sebab – sebab kecelakaan
kerja yang mungkin terjadi terbagi menjadi tiga faktor, yaitu faktor tindakan
pekerja yang tidak aman, faktor kondisi kerja yang tidak aman serta faktor diluar
kemampuan manusia. Untuk lebih jelas mengenai sebab kecelakaan dapat dilihat
pada tabel 9.5.

Tabel 9.5. Sebab – sebab Kecelakaan Kerja PT. Coal Energy Optima
No. Faktor – faktor Penyebab Kecelakaan
Faktor tindakan pekerja Tidak menggunakan alat pelindung diri (helm,
yang tidak aman sarung tangan, masker, dll) pada site kerja (front
penambangan, processing unit, bengkel, gudang
dan tempat kerja lainnya).
Penggunaan alat pelindung diri yang tidak benar.
Penggunaan peralatan tambang yang tidak sesuai
standar operasional prosedur.
Jarak antar penambang yang berdekatan pada saat
sedang dilakukannya kegiatan penambangan
Batubara, sehingga dapat menimbulkan
kecelakaan. Kurangnya kegiatan pegawasan kerja.
2. Faktor kondisi kerja yang Kurangnya Pemasangan Rambu tentang
tidak aman keselamatan kerja di daerah Penambangan
Alat Pelindung Diri (APD) yang sudah tidak layak
pakai. Seperti sepatu pengaman yang sudah
bolong, serta helm yang digunakan sudah tidak
kuat.
3. Faktor diluar kemampuan Terjadinya bencana alam seperti : Gempa bumi.
manusia

2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja


Setelah mengetahui potensi kecelakaan kerja yang mungkin terjadi pada
lingkungan PT. Coal Mining Borneo. Langkah selanjutnya yang diambil oleh
managemen. adalah menyusun suatu standar sistem pencegahan untuk
menghindari terjadinya kecelakaan kerja. Adapun upaya yang dilakukan disajikan
pada tabel 9.6.
Tabel 9.6. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja PT. Coal Mining Borneo
Faktor – faktor yang Upaya Pencegahan Kecelakaan
No
Dicegah Kerja
1. Faktor tindakan pekerja Memberikan dan menyiapkan Alat
yang tidak aman Pelindung Diri (APD) standar
keselamatan bagi pekerja tambang di
setiap pekerja sesuai dengan tempat
bekerjanya.
Memberikan pelatihan kepada para
pekerja serta memberikan
penghargaan tahunan bagi pekerja
tambang yang disiplin.
Menetapkan standar operasional
prosedur setiap peralatan dan
kegiatan tambang.
Membentuk tim safety patrol dan
safety supervisor tambang.
Memberikan instruksi tentang
keselamatan tata cara bekerja dan
motivasi kepada pekerja setiap
sebelum memulai kerja.

2. Faktor kondisi kerja yang Pemasangan rambu di tempat daerah


tidak aman masuk penambangan.
Melakukan pengecekan secara
berkala dari alat pelindung diri yang
digunakan.
3. Faktor diluar kemampuan Pemasangan rambu di tempat daerah
manusia masuk penambangan.
Melakukan pengecekan secara
berkala dari alat pelindung diri yang
digunakan.

4. Faktor waktu kerja 1 shift 8 jam


Waktu kerja efektif 6 jam

9.2.1.1 Identifikasi Bahaya.


Identifikasi bahaya dilakukan langsung di lapangan, mulai dari aktivitas
land clearing sampai pada loading batubara di stockpile, seperti pada table
dibawah ini:

a. Land Clearing.

b. Hauling top soil.

c. Loading overburden

d. Hauling overburden

e. Maintenance jalan hauling

f. Loading batubara

g. Hauling batubara ke stockpile.

h. Loading batubara di stockpile untuk di pasarkan (dijual).

9.2.1.2 Penilaian Risiko.

Penilaian resiko merupakan perkalian antara nilai kemungkinan (likelihood)


dan nilai keparahan (consequences) dari suatu kejadian yang membahayakan yang
terjadi pada aktivitas tambang batubara.
9.2.1.3 Pengendalian Risiko.

Pengendalian resiko yang digunakan adalah dengan hirarki pengendalian


yang meliputi:
1. Eliminasi, seperti: menutupi jalan yang berlubang, menyirami jalan yang
berdebu, maintenance atau perawatan jalan hauling oleh motor grader, dozer
dan compactor.
2. Subtitusi, seperti: dump truck HD diganti dengan articulate dump truck (ADT)
untuk kegiatan pengangkutan overburden pada saat kondisi jalan licin atau
lunak, akibat hujan semalaman.
3. Engineering, seperti: pemasangan buggy whip/bendera pada unit LV (light
vehicle), pemasangan canopi pada dozer, dump truck dilengkapi dengan AC,
dan penempatan tower lamp dan mega lamp pada malam hari.

4. Administrasi, seperti: pelatihan dan pengawasan K3, mengadakan safety


refresher, safety talk, safety meeting, program P2H (Pemeriksaan dan
Perawatan Harian) pada setiap unit, pembuatan SIMPER (Surat Izin
Mengemudi Perusahaan) dan KIMPER (Kartu Izin Mengemudi Perusahaan),
pemasangan ramburambu, membuat dan memasang tanda bahaya, membuat
prosedur atau instruksi kerja dan lain-lain.
5. APD, seperti helm untuk melindungi kepala dari benturan, kacamata anti silau
untuk melindungi mata dari paparan debu dan sinar matahari, masker untuk
melindungi organ pernafasan dari paparan debu, reflective vest untuk
memudahkan seseorang terlihat, safety shoes untuk melindungi kaki dari
benda-benda yang bisa menyebabkan cedera, dan lain-lain.

Warna Risk Risiko Tindakan pengendalian


rating
(Nilai)
Perlu Melakukan tindakan langsung
tindakan 16-25 Tinggi  Menambahkan sumber daya
langsung  Memperbanyak kontrol
Perlu tindakan perbaikan segera
Prioritas  Rencana kontijensi untuk menangani
tinggi 11-15 Peringatan ancaman
 Pertimbangkan untuk menambahkan
sumber daya
Lakukan tindakan perbaikan pada
Dikaji 7-10 Sedang tepat waktu
tepat  Monitor
waktu  Biasanya sumber daya yang sudah
dilokasikan dinilai sudah cukup
Risiko dapat diterima
Risiko  Melaksanakan pekerjaan seperti biasa
dapat 1-6 Rendah  Kurangi sumber daya ( apabila
diterima memungkinkan )
 Pengendalian tidak terlalu ketat
Tabel 9.7. Tingkat Pengendalian Risiko
9.2.2 Pengolahan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja
Pertambangan
9.2.2.1 Pengolahan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengenai pertambangan di Indonesia
diatur oleh keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di pertambangan
umum. Pada keputusan Menteri Pertambangan dan Energi dijelaskan pada pasal
24 tentang tugas bagian kesehatan dan keselamatan kerja, adapun tanggung jawab
bagian kesehatan dan keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

a) Mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kecelakaan atau


kejadian yang berbahaya, kejadian sebelum terjadinya kecelakaan, penyebab
kecelakaan, menganalisis kecelakaan dan pencegahan kecelakaan.
b) Mengumpulkan data mengenai daerah-daerah dan kegiatan- kegiatan yang
memerlukan pengawasan yang lebih ketat dengan maksud untuk memberi
saran kepada Kepala Teknik Tambang, penambangan dan pengunaan alat-alat
deteksi serta alat pelindung diri.
c) Memberikan penerangan dan petunjuk-petunjuk mengenai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja kepada semua pekerja tambang dengan jalan mengadakan
pertemuan-pertemuan, ceramah-ceramah, diskusi-diskusi, pemutaran film,
publikasi dan lain sebagainya.
d) Apabila diperlukan, membentuk dan melatih anggota- anggota tim
penyelamat tambang.
e) Menyusun statistik kecelakaan, melakukan evaluasi keselamatan dan
kesehatan kerja.

9.2.2.2 Pengolahan Kesehatan Kerja


Untuk menjamin kesehatan kerja para pekerja PT. Coal energy Optima
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagai bentuk tanggung jawab
perusahaan terhadap karyawan, dengan mendirikan klinik dan beberapa pos
pertolongan pertama serta tenaga medis untuk melayani pemeriksaan kesehatan
kerja dan pemeriksaan umum dalam hal ini bekerjasama dengan instansi
kesehatan setempat seperti rumah sakit. Adapun tugas Pokok Pelayanan
Kesehatan Kerja sebagai berikut:

a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan


pemeriksaan khusus.
b. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.

d. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair.

e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.

f. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat


kerja.
g. Pertolongan pertama pada kecelakaan.

h. Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas pertolongan
pertama pada kecelakaan.
i. Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja.
j. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

k. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan


tertentu dalam kesehatannya.
l. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus.

9.2.2.3 Pengolahan lingkungan Kerja

Berdasarkan Pasal 5, Permenaker No. 5 Tahun 2018, pengukuran


dan pengendalian Lingkungan Kerja meliputi faktor fisika, faktor kimia, faktor
biologi, faktor ergonomi, dan faktor psikologi. Berikut ulasan lengkap tentang
faktor utama dalam K3 Lingkungan Kerja dan turunannya.
a. Faktor Fisika
Faktor Fisik atau Fisik terbagi lagi menjadi beberapa faktor turunan di bawah ini.
1. Iklim Kerja.

2. Kebisingan.

3. Getaran.

4. Gelombang radio atau gelombang mikro.

5. Sinar Ultra Violet.

6. Medan Magnet Statis.

7. Tekanan udara.

8. Pencahayaan.

b. Faktor Kimia
Faktor Kimia ini berhubungan dengan hal-hal berbau kimia dan
perlindungan pada pekerja atau masyarakat umum di sekitar perusahaan.
Beberapa bahan kimia yang dianggap berbahaya biasanya akan diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis yang terdiri dari:
 Mudah terbakar

 Mudah meledak

 Beracun
 Korosif

 Oksidator

 Reaktif

 Radioaktif.

c. Faktor Biologi
Pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Faktor Biologi harus dilakukan
pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Biologi. Potensi bahaya
Faktor Biologi meliputi:
1. Mikroorganisme dan/atau toksinnya.

2. Arthropoda dan/atau toksinnya.

3. Hewan invertebrata dan/atau toksinnya.

4. Alergen dan toksin dari tumbuhan.

5. Binatang berbisa.

6. Binatang buas.

7. Produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya lainnya.

d. Faktor Ergonomi
Pengukuran dan pengendalian Faktor Ergonomi harus dilakukan pada
Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Ergonomi. Potensi bahaya
Faktor Ergonomi meliputi:
1. Cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak sesuai saat melakukan
pekerjaan.
2. Desain alat kerja dan Tempat Kerja yang tidak sesuai dengan antropometri
Tenaga Kerja.
3. Pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja.
e. Faktor Psikologi
Pengukuran dan pengendalian Faktor Psikologi harus dilakukan pada
Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Psikologi. Potensi bahaya
Faktor Psikologi meliputi.
1. Ketidakjelasan/ketaksaan peran.

2. Konflik peran.

3. Beban kerja berlebih secara kualitatif.

4. Beban kerja berlebih secara kuantitatif.

5. Pengembangan karir.

6. Tanggung jawab terhadap orang lain.

9.2.2.4 Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan

Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) merupakan bagian


dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif (PP 50 / 2012, Pasal 1 angka 1). Ruang lingkup
SMKP meliputi beberapa aspek, yaitu kebijakan, perencanaan, organisasi dan
personil, implementasi, evaluasi dan tindak lanjut, dokumentasi, serta tinjauan
manajemen.
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) PT. Coal Mining
Borneo ini adalah integerasi dari PerMen ESDM No. 38 Tahun 2014 tentang
Penerapan SMKP Minerba. Tujuan dari penerapan SMKP ini adalah untuk
mencapai target produktivitas yang diinginkan perusahaan dengan tidak
mengabaikan kaidah-kaidah kemanusiaan dan lingkungan. SMKP ini juga sebagai
acuan bagi manajemen dalam membuat kebijakan dan melaksanakan setiap
aktivitas proses produksi maupun proses penunjangnya. Sasaran dari
implementasi SMKP ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan target
“zero accident”,
meminimalisir dampak lingkungan dengan tidak mengenyampingkan upaya
untuk meningkatkan produktivitas dan mengoptimalkan kinerja kerja sehingga
mencapai profit yang setinggi mungkin dengan biaya produksi yang seminimal
mungkin. Untuk pencapaian tujuan dari Sistem Managemen Keselamatan
Pertambangan PT. Coal Mining Borneo maka program harus diaktualisasikan
melalui kegiatan riil di lapangan berikut tabulasi pelaksanaan program
keselamatan pada Lihat Tabel 9.8.

Tabel 9.8. Langkah-langkah Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan PT. Coal


Mining Borneo
No Kegiatan Uraian
1. Pada Areal Jalan a. Melakukan pengerasan pada jalur yang lunak.
Angkut Pengerasan jalan dilakukan agar transportasi dapat
berjalan dengan lancar.
b. Penambahan rambu-rambu lalu lintas Untuk
memperingatkan pengguna kendaraan pada
jalan angkut sebaiknya pihak perusahaan
menambah rambu-rambu lalu lintas pada jalan
angkut pada ruas-ruas jalan yang dianggap
perlu. Pada tikungan tajam, dapat pula dipasang
cermin agar kendaraan yang berlawanan arah
dapat saling mengetahui.

2. Peningkatan a. Pengawasan dilakukan secara aktif dan berjenjang


Pengawasan. mulai dari pekerja dilapangan sampai manajer
sehingga efektif dan kondisi aman dari suatu
kegiatan akan terjaga terus.
b. Lakukan pengawasan silang, karena sering terjadi
pengawas dan pekerja disuatu bagian tertentu menjadi
terbiasa dan tidak menyadari akan adanya suatu potensi
bahaya.
c. Pimpinan harus bisa mengontrol bawahannya dan

selalu memotivasi untuk melakukan yang terbaik.


3. Meningkatkan a. mengakomodasikan keluhan ini dengan meningkatkan
Kualitas APD kualitas APD sesuai dengan kondisi kerja dimana si
karyawan itu melakukan pekerjaan serta alat-alat
pengaman (rompi, sarung tangan, kacamata, helm) agar
para pekerjan yaman dan
merasa aman dengan APD yang dikenakan
4. Meningkatkan a. membuat peraturan perusahaan atau pedoman-
Kualitas Peraturan pedoman kerja dan operasi berupa SOP (Standart
Perusahaan Operation Procedure) yang khusus menyangkut
keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan
peraturan pemerintah tentang masalah ini.
b. Peraturan perusahaan dapat bersifat umum dan khusus,
Peraturan perusahaan yang bersifat umum berlaku untuk
seluruh kegiatan yang ada, mulai dari lokasi
penambangan, jalan angkut Batubara dan stock pile.
c. Peraturan yang bersifat khusus dibuat pada masing-
masing kegiatan, karena masing-masing kegiatan
tersebut memiliki potensi bahaya yang berbeda,
sehingga harus dibuat peraturan khusus yang
Spesifik

5. Melakukan a. Safety talk atau penyuluhan yang dilakukan oleh


Pembinaan atau perusahaan.
b. Motivasi singkat tentang Keselamatan Kerja.
Sosialisasi untuk
c. Pemasangan poster-poster keselamatan kerja.
Para Pekerja.
d. Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja
dilakukan pada setiap saat sebelum pekerja memulai
shift kerjanya.
e. Safety committee.

a) Mengusahakan terciptanya suasana kerja yang


aman.
b) Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang
sangat tinggi tentang pentingnya keselamatan kerja.
c) Pemberian informasi tentang teknik-teknik
keselamatan kerja serta peralatan kerja.
f. Pendidikan dan pelatihan

a) Mengikuti kursus-kursus Keselamatan

Kerja
b) Latihan menggunakan peralatan Keselamatan
Kerja

9.2.3 Pengolahan Keselamatan Operasi Pertambangan


Sistem keselamatan operasi Pertambangan Keselamatan Operasi
Pertambangan (KO Pertambangan) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi operasional tambang yang aman, efisien dan produktif, melalui upaya
antara lain pengelolaan sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana,
prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan, pengamanan instalasi ,
kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan pertambangan, kompetensi
tenaga teknik, dan evaluasi kajian teknis pertambangan.
Dalam melaksanakan KO Pertambangan, Kepala Teknik Tambang wajib
menyusun, menetapkan, menerapkan, mendokumentasikan, dan mengevaluasi
prosedur pengelolaan KO pertambangan. KO Pertambangan harus dilaksanakan
oleh tenaga teknik yang memiliki kompetensi
9.2.3.1.Sistem dan Pelaksanaan Pemeliharaan/Perawatan Sarana, Prasarana,
Instalasi, dan Peralatan Tambang
Sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana,
instalasi, dan peralatan pertambangan. Perusahaan harus memiliki prosedur
terkait pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan
peralatan pertambangan. Selain itu juga harus disusun jadwal untuk pemeliharaan
dan perawatannya, yang harus dilakukan sesuai yang telah dijadwalkan.

9.2.3.2 Pengamanan Instalasi


Pengamanan instalasi, Perusahaan diminta membuat prosedur terkait
pengamanan instalasi seperti instalasi kelistrikan, instalasi hydraulic, instalasi
pneumatic, instalasi bahan bakar cair, instalasi gas, instalasi air, instalasi proteksi
kebakaran, instalasi komunikasi.

9.2.3.3 Kelayakan Sarana, Prasarana, instlasi, dan Peralatan Pertambangan


Kelayakan Sarana, Prasarana, Instalasi, dan Peralatan pertambangan.
Perusahaan harus memiliki Prosedur Pengujian kelayakan (commissioning)
Sarana, Prasarana, Instalasi, dan Peralatan pertambangan. Selain itu harus
dilakukan evaluasi secara berkala dan mendokumentasikan hasil pengujian
kelayakan yang telah dilakukan.

9.2.3.4 Konpetensi Tenaga Teknik


Kompetensi tenaga teknis, Penunjukan tenaga teknis untuk menyusun dan
menetapkan prosedur, membuat prigram dan jadwal, melaksanakan pelaksanaan
pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan,
serta mengevaluasi dan mendokumentasikan hasilnya
9.2.3.5 Evaluasi Laporan Hasil Kajian Teknis Pertambangan
Evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan, Perusahaan harus
melakukan kajian teknis untuk setiap kegiatan awal atau baru sebelum dimulainya
kegiatan pertambangan. Perusahaan juga harus melakukan kajian teknis untuk setiap
perubahan atau modifikasi terhadap proses, sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan

9.2.4. Organisasi dan Personil Keselamatan Pertambangan


Secara umum ada empat bentuk organisasi pengelola keselamatan dan
kesehatan kerja yang di terapkan dalam usaha pertambangan PT. Nawasena Barito
indocoal, yakni :
1. Safety Departement
Model Organisasi ini memberikan kedudkan khusus kepada bagian keselamatan
kerja (Safety Departmen) sebagai sub sistem organisasi perusahaan untuk mengurusi
segala hal yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja adalam
perusahaan. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas organisasi, mestinya personil
Safety Departmen terdiri dari oaring-orang yang punya bercekapan teknik dan praktis
tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Secara umum tugas dari staf Departmen
adalah :
a. Memberikan petunjuk teknis dan praktis tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Melakukan inspeksi penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja oleh para
pekerja dibawah pimpinannya.
c. Melakukan pengusutan tentang sebab-sebab kecelakaan
d. Mencatat statistic kecelakaan yan terjadi pada perusahaan
e. Membuat laporan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Safety Comitte
Komite keselamatan kerja (Safety Committee) merupakan suatu forum rapat
para pimmpinan tingkat atas mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Biasanya komite diketuai oleh pimpinan tertinggi (Kuasa Direksi/General Manager)
dan sekretarisnya adalah Kepala bagian keselamatan dari kesehatan kerja serta
anggotanya terdiri dari kepala-kepala dinas/ anager dan kepala bagian
Superintendent, sehingga keputusan yang dikeluarkann mempunyai kekuatan moral
dan dilaksanakan.Tugas Safety Committe antara lain :
a. Menetapkan kebijaksanaan perusahaan, pengarahan dan pedoman untuk rencana
keselamatan dan kesehatan kerja (corporate level).
b. Mempelajari usulan proses, fasilitas dan peralatan baru safety (technical level).
c. Menilai dan mengevaluasi segi penerapann norma keselamatan dan kesehatan
kerja dan tata cara kerja standar (management level).
d. Mengusut,memeriksa, dan melaporkan setiap tindakan dan ondisi tidak aman dari
masing-masing bagian dan mengusulkan tindakan koreksi (supervisory-in-plant
level)

3. Bagian Personalia
Pada sistem organisasi ini penanganan masalah keselamatan dan kesehatan
kerja tidak dilakukan oleh suatu badan khusus, tetapi oleh bagian personalia.Tugas
dari bagian ini sama dengan tugas staf safety department, yakni antara lain :
a. Memberikan petunjuk teknik dan praktis kepada pekerja tentang keselamatan dan
kesehatan kerja.
b. Melakukan onspeksi penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Melakukan pengusutan sebab-sebab kecelakaan
d. Mencatat data statistik kecelakaan kerja
e. Membuat laporan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
4. Organisasi staf dan garis
Organisasi perusahaan tambang yang berbentuk staf dan garis memberi tugas
tambahan kepada staf yang ada posisi pengawas untuk terjun langsung dalam
menangani keselamatan dan kesehatan kerja dibidang masing-masing. Seorang staf
dalam organisasi ini haruslah mempunyai sertifikasi khusus, ,motivasi tinggi
pengetahuan ,dan pengalaman yang cukup dalam masalah keselamatan dan
kesehatan kerja. Mereka bertugas:
a. Memberikan contoh langsung (mendemontstrasikan) cara dan kebiasaan yang
nyaman.
b. Mengamati dan mengoreksi tindakan dan kondisi tidak aman.
c. Membangkitkan dan memelihara minat serta partisipasi anak buahnya dalam
penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja
d. Membuat laporan keselamatan dan kesehatan kerja.
Staf and line organization menetapkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan tanggung jawab penuh organisasi dan aspek keselamatan dan kesehatan
adalah merupakan bagian integral dari kegiatan produksi.

9.2.5. Penyediaan Peralataan Pertambangan


Di perusahaan tambang, tentunya memiliki peralatan Safety Pertambangan. alat
keselamatan kerja ini biasanya dikenal juga dengan sebutan APD (Alat Pelindung
Diri). APD di perusahaan pertambangan merupakan kelengkapan yang wajib
digunakan saat bekerja. APD dipakai sesuai dengan tingkat bahaya dan risiko
pekerjaaan, demi menjaga keselamatan pekerja dan orang di sekelilingnya.
Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja
RI. Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya berdasarkan pedoman
yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan,
Keselamatan Kerja dan Lingkungan').
Alat-alat keselamatan kerja (APD) yang sering dipakai di perusahaan
pertambangan adalah seperti berikut:
1. Safety Helmet (Helm Pengaman) ; Fungsi helm pengaman yang paling utama
adalah untuk melindungi kepala dari jatuhan dan benturan benda secara
langsung. Perlengkapan keselamatan ini merupakan perlengkapan yang cukup
vital bagi para pekerja didunia Pertambangan.
2. Safety Vest (Rompi Reflektor) ; Rompi ini diengkapi dengan iluminator, yaitu
sebuah bahan yang dapat berpendar jika terkena cahaya. Bahan berpendar ini
akan memudahkan dalam mengenali posisi pekerja ketika berada di kegelapan.
3. Safety Shoes (Sepatu Pengaman) ; Safety Shoes bentuknya seperti sepatu biasa,
tetapi terbuat dari bahan kulit yang dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan
kuat. Safety Shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa
kaki seperti tertimpa benda tajam atau benda berat, benda panas, cairan kimia,
dan sebagainya
4. Safety Goggles/Glasses (Kacamata Pengaman) ; Kacamata pengaman ini berbeda
dari kacamata pada umumnya. Perbedaanya terletak pada lensa/kaca yang
menutupi mata secara menyeluruh, termasuk bagian samping yang tidak
terlindungi oleh kacamata biasa. Dengan menggunakan safety Goggles/Glasses
ini, pekerja terhindar dari terpaan debu diarea Pertambangan.
5. Safety Masker/masker respirator (Penyaring Udara) ; Safety Masker berfungsi
sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas
udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb). Di berbagai area pertambangan
banyak bertaburan debu, yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada
pernafasan dalam jangka waktu yang panjang. Ada berbagai jenis masker yang
tersedia, mulai dari masker debu hingga masker khusus dalam menghadapi bahan
kimia yang mudah menguap.
6. Safety Gloves (Sarung Tangan Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pelindung
tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera
tangan. Penggunaan Safety Gloves menjadi hal yang wajib digunakan didunia
pertambangan. Hal ini dikarenakan para pekerja banyak berinteraksi (menyentuh)
benda-benda yang panas, tajam, ataupun yang beresiko terluka tergores saat
melakukan pekerjaannya.
7. Ear Plugs (Pengaman Telinga) ; Ear Plugs berfungsi sebagai alat pelindung yang
dilekatkan di telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. Ear plugs
merupakan alat pelindung pendengaran dari kebisingan.
8. Lampu Kepala ; Alat keselamatan ini biasanya khusus digunakan pada
penambangan bawah tanah (underground). Malam dan siang hari di terowongan
tak ada bedanya, sama-sama gelap. Itulah sebabnya, lampu kepala wajib
dikenakan.
9. Self Rescuer ; Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya gas
beracun, alat inilah yang dapat menjadi penyelamat bagi para pekerja. Alat ini
dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja. Tidak lama
memang, tapi ini diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja untuk
mencari jalan keluar atau mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.
10. Safety Boot (Sepatu Boot) ; Pada kondisi area pertambangan yang umumnya
licin dan berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan pokok. Sepatu pendek hanya
akan menyebabkan kaki terbenam dalam lumpur. Sepatu boot juga harus
dilengkapi dengan sol berlapis logam untuk melindungi jari kaki.
11. Safety Harness (Tali Pengaman) ; Alat ini berfungsi sebagai pengaman saat
bekerja di ketinggian. Alat ini wajib digunakan apabila bekerja pada ketinggian
lebih dari 1,8 meter.
12. Safety Belt (Sabuk Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pengaman ketika
menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lainnya yang serupa (mobil, alat
berat, pesawat, helikopter, dsb).
13. Raincoat (Jas Hujan) ; Berfungsi untuk melindungi pekerja dari percikan air saat
bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat). Terpapar air
secara langsung dan terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya penyakit
seperti flu dan demam, yang pada akhirnya akan mengganggu optimalisasi
pekerjaan dari pekerja tersebut.
14. Face Shield (Pelindung Wajah) ; Alat ini berfungsi sebagai pelindung wajah dari
percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggurinda dan las). Di
dunia tambang, alat ini biasanya banyak digunakan oleh para mekanik dan
welder.
15. Lifevest (Pelampung) ; Alat ini wajib digunakan saat kita beraktivitas di wilayah
perairan/di atas air. Biasanya untuk menjangkau suatu lokasi tambang harus
melewati perairan dengan menggunakan alat transportasi.

Anda mungkin juga menyukai