Anda di halaman 1dari 28

SINDIKAT MATERI

NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Senior Course

HmI Cabang Makassar

Disusun Oleh: Muhammad Ahyul

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

CABANG SAMARINDA

2021
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
metodologi pembelajaran materi Nilai-nilai Dasar Perjuangan Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI). Pada dasarnya, rancangan konsep pembelajaran ini
dibuat untuk menjadi panduan dalam menyampaikan isi materi Nilai-nilai Dasar
Perjuangan HMI secara implisit.

Selama pembuatan metodologi penyampaian materi Nilai-nilai Dasar


Perjuangan HMI ini, penulis mencoba menerjemahkan Nilai-nilai Dasar
Perjuangan HMI dan menciptakan sebuah kerangka acuan yang mudah
dipahami oleh para peserta LATIHAN KADER 1. Oleh karena itu, Penulis
berharap rancangan metodologi penyampaian materi Nilai-nilai Dasar
Perjuangan HMI ini, menjadi khasanah yang relevan untuk meningkatkan kualitas
kader HMI.

Penulis

Muhammad Ahyul
`

JENJANG MATERI: ALOKASI WAKTU:


LATIHAN KADER NILAI-NILAI DASAR 14 JAM
I PERJUANGAN HMI

Tujuan Pembelajaran Umum:

Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta
substansi materi secara garis besar dalam organisasi.

Tujuan Pembelajaran Khusus:

1. Peserta dapat menjelaskan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya


dalam organisasi.
2. Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan.

3. Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran.

4. Peserta dapat menjelaskan hubungan hakikat penciptaan alam semesta.

5. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia.

6. Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat.

7. Peserta dapat menjelaskan hubungan antara iman, ilmu, dan amal.

Metode:

Ceramah, diskusi, tanya jawab.

Evaluasi:

Test objektif/subjektif dan penugasan.


MATERI TRAINING

NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP)

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

1. Sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam organisasi.

1.1 Sejarah Perumusan NDP

NDP merupakan salah satu dokumen organisasi tertua yang digunakan


Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sampai hari ini. Pertama kali disahkan pada
Kongres IX HMI di Malang pada bulan Mei 1969, NDP disusun sebagai
penjabaran atas dasar organisasi HMI, yaitu Islam. NDP menjadi semacam
ijtihad pemikiran kaum muda muslim ketika itu, untuk menegaskan persepsi-
persepsi mereka terhadap universalitas ajaran Islam dalam konteks ruang dan
waktu yang bernama Indonesia modern.

HMI yang didirikan pada tahun 1947 oleh Lafran Pane dkk. berdiri diatas
visi ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang unik. Visi awal didirikannya HMI adalah
untuk meninggikan derajat umat Islam Indonesia dan mempertahankan negara-
bangsa Indonesia dari agresi militer Belanda. Visi ini menganggap bahwa Islam
sebagai ajaran yang universal perlu ditafsirkan menurut konteks lokalitas ke-
Indonesiaan, atau sederhananya, mengusahakan Islam yang Indonesia, dan
bukan kebalikannya. Sehingga bagi HMI, antara Islam dan konsep negara-
bangsa Indonesia tidak terdapat pertentangan.

Islam yang dipahami HMI inilah yang kemudian termaktub sebagai asas
HMI, dimana sebagai asas, Islam menjadi sumber motivasi, pembenaran dan
ukuran bagi gerak perjuangan HMI mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur. Inilah yang menjadi tujuan HMI.

Kebutuhan terhadap sebuah buku saku panduan perjuangan seperti yang


pernah dimiliki oleh kaum muda sosialis di Indonesia mulai dirasa semakin
mendesak bagi para pengurus HMI di akhir dekade 60‟an. Kalau kaum muda
sosialis punya buku saku panduan ideologi, mengapa HMI tidak, begitu mungkin
logika berpikir ketika itu. Dasar organisasi HMI -Islam- harus dijabarkan dalam
sebuah doktrin perjuangan yang walaupun bersifat mendasar, normatif, namun
dapat menjadi rujukan praktis bagi kader HMI.

Di penghujung tahun 1968, beberapa fungsionaris Pengurus Besar HMI


diundang untuk melakukan kunjungan ke Amerika Serikat, dan Nurcholish Madjid
(Cak Nur) yang ketika itu Ketua Umum PB HMI termasuk salah satu diantaranya.
Usai kunjungan ke AS, ia sendiri kemudian melanjutkan kunjungannya lebih
lama untuk mengelilingi Timur-tengah: Mesir, Turki, Irak, Suriah, Arab Saudi
untuk menyaksikan sendiri bagaimana Islam dipraktekkan di tanah asalnya.
Sayangnya, kesimpulan dari perjalanan Cak Nur adalah kekecewaan, betapa
Islam diperlakukan secara kaku dalam rupa slogan-slogan loyalistik dan
cenderung miskin solusi menghadapi problematika umatnya sendiri. Demikian
pula Indonesia kondisinya tidak lebih baik. Sebagai bangsa muslim terbesar di
dunia namun paling terakhir ter-arabkan, umat muslim Indonesia belum
menghayati betul ajaran Islam, dan malah terjerat dalam kondisi sosial-ekonomi
yang memprihatinkan: kemiskinan, kebodohan, kebencian antar kelompok,
ketidakadilan dan intoleransi.

Dari kunjungan ke luar negeri dan perenungan terhadap kondisi umat Islam
di Indonesia inilah Cak Nur menggagas penyusunan NDI atau Nilai Dasar Islam.
Gagasan NDI dalam bentuk kertas kerja kemudian dibawa Cak Nur menuju
Kongres IX di Malang pada bulan Mei tahun 1969, yang lalu menghasilkan
rekomendasi kongres bahwa draft NDI ini perlu dilakukan penyempurnaan,
diserahkan kepada tiga orang: Cak Nur sendiri, Endang Saefudin Ansari dan
Sakib Mahmud untuk melakukan penyempurnaan teks. Pada Kongres X di
Palembang tahun 1971 teks tersebut kemudian disahkan dengan nama NDP,
dan disosialisasikan ke cabang-cabang.

Penggunaan nama NDP sendiri diambil karena dirasa nama NDI dianggap
terlalu klaim terhadap ajaran Islam, terlalu simplistis dan menyempitkan
universalitas Islam itu sendiri. Sedangkan kata perjuangan diambil dari buku
Sjahrir yang berjudul “Perjuangan Kita”.
Kemudian di pertengahan dekade 80‟an pemerintah Orde Baru
mengesahkan UU No. 5 Tahun 1985 tentang Pancasila sebagai asas tunggal
bagi setiap organisasi. Maka pilihannya hanya dua bagi HMI, mengganti asas
atau bubar. Setelah diputuskan melalui Kongres XVI di padang pada tahun 1986,
HMI mengubah asasnya menjadi pancasila dan menggeser Islam menjadi
identitas HMI. Maka berubahlah nama NDP menjadi Nilai Identitas Kader (NIK)
tanpa perubahan substansi.

Dalam prosesnya kemudian setelah Orde Baru runtuh, pada Kongres XXII
tahun 1999 di Jambi, Islam dikembalikan sebagai asas HMI dan NIK berubah
kembali menjadi NDP. Pada saat kongres ini pula mulai muncul keinginan kuat
untuk memulai langkah ke arah rekonstruksi NDP. langkah ini diinisiasi oleh
Andito dan Dudi Iskandar dari Badko Jawa Bagian Barat yang secara khusus
menawarkan format rekonstruksi mereka.

Rekonstruksi NDP dimaksudkan sebagai jawaban atas keluhan kader HMI


bahwa NDP Cak Nur cenderung berat untuk dipahami sehingga di beberapa
cabang tertentu muncul alur penyampaian NDP yang berbeda-beda semisal:
Dialog Kebenaran di Makassar, Visi Merah Putih di sebagian Jabodetabek dan
Revolusi Kesadaran di cabang Bandung.

Kongres XXII Jambi akhirnya merekomendasikan kepada PB HMI untuk


melaksanakan lokakarya rekonstruksi NDP, yang terlaksana pada tahun 2001 di
Graha Insan Cita Depok dibawah koordinasi Kholis Malik sebagai Ketua Bidang
PA PB HMI. Lokakarya ini kemudian mengamanahkan kepada tim khusus PB
HMI untuk menyusun draft NDP rekonstruksi berdasar draft yang diajukan Badko
Jabar sebelumnya. Namun dalam perjalanannya menuju Kongres XXIII di
Balikpapan tahun 2002, draft NDP rekonstruksi tak juga hadir.

Kemudian di Kongres XXIV di Jakarta tahun 2003 muncul kembali


rekomendasi kongres untuk melaksanakan lokakarya NDP. PB HMI periode
2003-2005 kemudian menugaskan bidang PA PB HMI melalui ketua bidangnya
Muhammad Anwar (Cak Konyak) untuk kemudian bekerjasama dengan
Bakornas LPL PB HMI yang dipimpin Encep Hanif Ahmad untuk melaksanakan
lokakarya NDP, dengan maksud melakukan pengayaan alur materi NDP
sehingga lahir metodologi pemahaman NDP yang lebih mudah dicerna kader
HMI.

Semangat rekonstruksi NDP yang menggebu dari cabang-cabang


kemudian difasilitasi melalui lokakarya di Mataram yang mempertemukan draft-
draft rekonstruksi NDP yang dibawa beberapa badko dan cabang yang menjadi
undangan. Melalui berbagai dinamika forum akhirnya lokakarya mengarah pada
pembandingan draft tawaran HMI Cabang Makassar dengan NDP Cak Nur,
sehingga melalui forum group discussion (FGD) dalam lokakarya tersebut
terbentuk sebuah tim yang terdiri dari delapan orang peserta untuk mengawal
draft tawaran HMI Cabang Makassar. Setelah lokakarya di Mataram, proses
finalisasi teks dilakukan oleh tim 8 di Selong dan di HMI Cabang Makassar
Timur. Draft inilah yang kemudian disahkan pada Kongres XXV di makassar
pada tahun 2006 sebagai NDP HMI, atau lazim disebut sebagai NDP baru.

Namun tak lama setelah disahkan, NDP baru banyak mendapat kritik, baik
terhadap teks maupun proses perumusan dan pengesahan di Kongres
Makassar. Dalam Seminar/Lokakarya yang diadakan PB HMI bulan April 2009
terungkap bahwa NDP baru sesungguhnya bukan hasil rekonstruksi tim 8,
melainkan hasil narasi Arianto Achmad, seorang guru NDP di Cabang Makassar
Timur, yang melalui proses tertentu sehingga dapat dijadikan draft final sehingga
disahkan pada Kongres Makassar melalui mekanisme forum yang dipaksakan:
voting.

Selain itu, kritik terhadap isi teks NDP baru juga disampaikan oleh banyak
pihak, diantaranya Azhari Akmal Tarigan, Amrullah Yasin (mantan Tim 8) dan
Kun Nurachadijat yang mensinyalir NDP baru „berbau‟ mazhab Syiah, dengan
kualitas yang „tidak lebih baik‟ dari NDP Cak Nur, selain juga kemudian banyak
cabang yang tidak mau menggunakan NDP baru dan cenderung memilih NDP
Cak Nur, yang notabene ketika itu adalah tindakan inkonstitusional.

Berbagai realitas -kecacatan NDP baru- inilah sehingga melahirkan


keputusan PB HMI periode 2008-2010 dan lalu diperkuat melalui Kongres XXVII
di depok tahun 2010 untuk mengembalikan NDP Cak Nur sebagai NDP HMI
yang sah.
1.2 Kedudukan NDP Dalam Perjuangan HMI

Jika mencermati maksud awalnya sebagai penjabaran Islam, maka tolak


ukur NDP tak jauh dari nilai-nilai dasar Islam yang termaktub dalam Al Quran dan
hadits, kemudian nilai-nilai tersebut dapat menjadi rujukan lahirnya filsafat sosial
HMI, yang kemudian dikemas dalam teori sosial yang mewujud dalam gerak
perjuangan HMI.

Jika tolak ukur ini disepakati, maka NDP hanya akan berbicara tentang hal
mendasar dalam Islam: tauhid dan pembebasan, ikhtiar dan takdir, keadilan
sosial dan ekonomi, dan peradaban berdasarkan keilmuan. NDP tentu tak akan
sempat membahas secara mendalam mengenai masalah teknis ritual
keagamaan semacam shalat, puasa dll karena cenderung akan terjebak dalam
khilafiyah furuiyyah fiqh.

Nilai tauhid dalam NDP misalnya, kemudian diterjemahkan dalam bentuk


independensi HMI, pembebasan atau ketidaktundukan HMI terhadap apapun
selain kebenaran. Sehingga kebenaran menjadi satu-satunya ukuran bagi asal
dan tujuan perjuangan kader HMI. Atau nilai keadilan sosial yang termaktub
dalam NDP yang menjadi rujukan bagi HMI untuk melakukan perubahan,
menjadi idea of progress menghadapi kejumudan dan kondisi keummatan yang
timpang.

2. Rekonstruksi Kepercayaan

Dengan segala keteraturan Alam semesta, mungkinkah asal mula alam


semesta tercipta dari teori Big Bang tanpa ada Sang Creator (TUHAN)?
Perdebatan antara kaum Atheis dengan dengan kaum theis tentang keberadaan
dan Intervensi Tuhan dalam proses penciptaan Alam semesta beserta isinya
mewarnai perjalanan perkembangan peradaban manusia.

Ketika penganut ateistik bertanya, jika yang menciptakan alam ini tuhan,
apakah itu pasti? Dan siapakah di antara manusia yang pernah melihat tuhan
sendang menciptakan bumi ini. Lalu penganut theistik kembali bertanya, jika
bukan tuhan siapa? Kaum ateistik menjawab, tercipta dengan sendirinya.
Pengikut theistik kembali menggugat, siapakah yang menyaksikan bahwa alam
tercipta dengan sendirinya!. (Islam Mahzab HMI, 39)

Akhirnya baik argumen teistik dan ateistik sama-sama tidak dapat


membuktikan dengan meyakinkan karena keduanya tidak dapat diverifikasi.
Disisi lain akal sehat kita tetap akan lebih mudah menerima argumen theistik
ketimbang argumen yang menyatakan tuhan tidak ada. (Islam Mahzab HMI, 40).

Dalam perkembangannya meskipun kaum atheistik menolak keberadaan


Tuhan yang Suci dan Tinggi, teryata kaum atheistik memuja tokoh-tokoh atheis
seperti Stalin, Karl Marx maupun dari golongan ilmuwan seperti Darwin, Einsten,
dll, Ada juga yang mengkultuskan ilmu pengetahuan. Secara tidak langsung
mereka bertuhan pada tokoh-tokoh ateis dan beberapa menuhankan ilmu
pengetahuan atau akalnya sendiri. Hal ini menyimpulkan bahwa Atheis murni
tidak ada lagi.

Perdebatan tidak hanya terjadi antara kaum atheistik dengan theistik,


sesama kaum theistik pun terjadi perdebatan yang cukup mendalam dikarenakan
setiap agama dan setiap kepercayaan mengklaim dirinya sebagai ajaran yang
benar dengan Tuhannya masing-masing. Jika Hanya ada satu Tuhan di dunia ini,
maka ada kemungkinan salah satu Tuhan dari sekian banyak agama (Islam,
Kristen, Yahudi, Budha, Hindu dan lainya) merupakan Tuhan penguasa Langit
dan Bumi dengan teks suci yang mendukungnya (Kitab Suci), tidak mungkin ada
dua Tuhan atau lebih.

Lalu pertanyaannya Tuhan yang mana? Pada prakteknya setiap agama


membenarkan Tuhan yang tersimbol pada agama atau kepercayaannya dan
menyesatkan Tuhan yang tersimbol pada agama lain. Para Pemikir Agama,
membedakan aspek esoteris (al-bawahin) dan eksoteris (al-dzawahir) dalam
sebuah agama. Yang berbeda di dalam kehidupan keberagaman adalah sisi
eksoterisnya yang terkadang disebut juga dengan aspek syari’ah, sedangkan
dari sisi esoterisnya. Semua agama mengajarkan kepada monoteisme (Tauhid)
dan sikap pasrah (islam) itu sendiri. (Islam Mahzab HMI, 48)
Esotoris

Eksotoris

Dari gambar di atas tampak dengan jelas, terdapat garis pemisah antara
esoteris dengan eksoteris. Semua agama pada dasarnya (secara esoteris) sama
menuju kepada Tuhan yang Satu (tauhid), namun secara eksoteris (syari’at)
agama-agama itu berbeda antara yang satu dengan lainnya. Dapat juga
dikatakan, keberagaman yang menekankan pada aspek esoteris (batin) Agama,
maka perbedaan semakin kecil sampai akhirnya bertemu pada satu titik.
Sebaliknya, keberagaman yang menekankan pada aspek eksoteris atau
formalisme agama, maka perbedaan itu semakin tampak dan melebar. (Islam
Mahzab HMI, 49)

Hal ini tidak berarti kita menganut agama atau kepercayaan apapun
hasilnya akan sama, karena setiap agama atau kepercayaan akan melahirkan
tata nilai bagi para pengikut atau pemeluknya. Tata nilai yang bersumber pada
setiap Kitab Suci atau pedoman lain dalam sebuah agama atau kepercayaan
akan menjadi ukuran utama dalam melegimitasi tingkah laku, sikap, sifat sang
penganut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain agama atau
kepercayaan yang di anut harus benar, cara kita melakukan aktifitas keagamaan
sebagai konsekuensi berkepercayaan juga harus benar.

Maka dalam memilih sebuah kepercayaan bukanlah sebuah permainan


yang tidak mengandung konsekuensi apapun, tidak hanya terletak pada sisi
masuk surga atau neraka. Salah memilih kepercayaan akan membuat manusia
kehilangan jati dirinya sebagai manusia dan menghambat kemajuan peradaban
manusia (membelenggu manusia) bahkan kemungkinan terburuk ras keturunan
Nabi Adam AS akan menghilang dari tanah bumi.
2.2 Garis Besar Materi NDP

2.2.1 Hakikat Hidup

Hidup tidaklah sekedar untuk menunggu mati atau untuk menumpuk


kekayaan ataupun demi kesenangan jangka pendek (Pragmatis) yang banyak
menjuruskan manusia pada kesesatan dan membelenggu peradaban manusia.
Dalam sejarah perjalanan peradaban anak cucu Nabi Adam AS mengalami
kemajuan pesat secara ilmu pengetahuan dan teknologi namun mengalami
kemunduran dalam memaknai hidup secara spritual dan moralitas.

Lalu manusia mulai bertanya untuk apa semua kehidupan ini kalau
akhirnya semua akan dijemput oleh kematian. Seketika itu muncul berbagai
kepercayaan dan agama di dalam masyarakat, mencoba memberi arti lebih
dalam kehidupan manusia. Tidak hanya pendeketan secara ke agamaan, para
ilmuwan juga memawarnai peradaban manusia dengan ilmu pengetahuanya dan
hipotesanya mengenai kehidupan.

a. Analisa Kebutuhan Manusia.


Perkembangan peradaban manusia yang terus mengalami perkembangan
dan kecepatan (akselerasi) terus mengalami pertambahan dalam setiap
pergantian generasi, tercatat telah terjadi dua kali revolusi dalam
peradaban manusia, yang pertama dikenal dengan revolusi pertanian dan
yang kedua dikenal dengan revolusi Industri. Memasuki abad ke -20
peradaban menusia memasuki babak baru yang dikenal dengan era
globalisasi. Era ini ditandai dengan kemajuan teknologi yang pesat
berbasis komputerisasi berakibat pada arus informasi antar satu negara
dengan negara lainnya begitu cepat sehingga seakan-akan menghilangkan
batas antar negara.
Hal ini berdampak pada semakin kompleksnya kebutuhan
manusia, dalam perkembangannya kebutuhan manusia, secara umum
Abraham maslow membagi tingkat kebutuhan manusia pada piramida
kebutuhan yakni :
1. Kebutuhan fisiologis atau dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Namun Sejak kemunculan manusia, manusia juga mempunyai


kebutuhan spritual, nurani manusia selalu menuntut untuk mencari dan
menemukan sesuatu yang dianggap kuasa dan perkasa. Perjalanan
panjang manusia dalam merumuskan fokus relegiustasnya inilah yang
disebut Karean Amstrong sebagai sejarah “Tuhan”. Artinya Manusia
mempunyai kebutuhan yakni Lahiriyah, Batiniyah dan Spritualitas.

b. Mencari kebenaran sebagai kebutuhan dasar manusia

Karen Amstrong dalam bukunya Sejarah Tuhan, mencatat


manusia mencoba mencari Kebenaran Sejati (Tuhan) selama 4000
Tahun Lamanya, maka mencari kebenaran merupakan sebuah
kebutuhan dasar bagi manusia mengingat rasa ingin tahu dan proses
mencari hakikat hidup bagi manusia begitu tinggi.

Rudolf Otto sejarahwan Agama berkebangsaan Jerman dalam


bukunya The Ide Of Holy (1971) meyakini bahwa setiap orang memiliki
apa yang disebutnya nominous yang juga menjadu dasar dari setiap
agama. Yang di maksud “nominous” adalah perasaan dan keyakinan
seseorang terhadap adanya yang Maha Kuasa yang lebih besar dan
tinggi yang tidak bisa dijangkau dan dikuasai manusia.
(Islam Mahzab HMI 41)

Dalam Pandangan Nur Cholis Madjid, persoalan manusia tidak


terletak pada apakah ia hendak berbakti atau tidak berbakti, melainkan
hendak berbakti kepada apa atau kepada siapa, dan bagaimana caranya
serta apa konsekuensinya. Tentu saha keinginan untuk berbakti kepada
siapa dan apa itu haruslah kepada yangahad (tunggal).
(Islam Mahzab HMI, 41)

Maka sudah menjadi hal yang niscaya bagi manusia untuk


menolak sebuah kepercayaan dalam dirinya, karena tuntutan agar
manusia memiliki kepercayaan datang dari dalam dirinya.

c. Islam sebagai sumber kebenaran


Seberapapun manusia telah menguasai Ilmu pengetahuan, tidak
akan pernah membuat menusia menjadi dewa atau sekedar manusia
setengah dewa. Dr. Zakir Naik pendebat Islam abad 20 juga berpendapat
bahwa Kuasa Tuhan tidak sedikitpun berkurang hanya karena manusia
diberi kemerdekaan dan berpengetahun dengan kemajuan teknologi, dia
menganalogikannya dengan pertanyaan berkurangkah apabila air yang
ada di hamparan di ambil setetes, dan apakah berkurang tingginya air
dalam samudra tersebut. Pantaskah manusia sombong karenanya?

Teolog abad ke 10, Imam Ghozali juga mengingatkan betapa akal


bisa menyesatkan apabila kita terlalu berpatokan padanya, kritik yang
ditujukan terhadap hukum kausalitas (sebab-akibat) yang menjadi ujung
tombak kemajuan ilmu pengetahuan lewat karyanya Tahafut Al Falasifah
(Kerancuan para Filosof). Dalam karyanya Imam Ghozali mengajukan
pertanyaan “apa buktinya bahwa api adalah aktor yang membakar?”
Imam Gozali berpendapat jika api dapat membakar, maka itu bukanlah
kerena api itu sendiri memiliki kemampuan untuk membakar,melainkan
karena tuhan telah memberi api kemampuan membakar, Ia memberikan
antitesis dengan contoh ketika Nabi Ibrahim AS tidak terbakar di tengah
kobaran Api. (Imam Gozali dan Hume, 87)

Maka manusia tidak boleh menyombongkan pengatahuannya dan


senantiasa menggunakan Al Qur‟an dan Hadits Sahih sebagai referensi
utama dalam melihat sebuah kebenaran di atas bumi.

2.2.2 Hakikat Kebenaran


a. Konsep Tauhid
Dalam Agama Islam konsep Tauhid terumuskan dalam dua
kalimat Syahadat yakni “Asyahadu an Laa ilaaha illallah wa asyhadu anna
muhammadan rasulullah” yang berarti Saya bersaksi tiada Tuhan Selain
Allah SWT dan Saya bersaksi Muhammad ada utusan Allah SWT. Kata
Syahadat pertama, Saya bersaksi “tiada Tuhan” merupakan Peniadaan
(Negasi) terhadap pengakuan Tuhan di dunia ini, sedangkan “Selain
Allah” Mengandung Pengecualian (Afirmasi) yang berarti Tidak ada dan
tidak akan pernah ada tuhan terkecuali Allah SWT sebagai satu-satunya
Tuhan penguasa langit dan bumi, awal dari segala awal yang tidak
pernah diawali sekaligus akhir dari segala akhir yang tidak pernah
berakhir.
Surat Thaahaa ayat 14

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”

b. Eksistensi dan Sifat-sifat Allah SWT


Keterbatasan (kenisbian) yang dimiliki Manusia membuatnya tidak
mampu menjangkau kepada Hakekat Tuhan, maka diperlukan sesuatu
yang lebih tinggi dari Ilmu Pengetahuan, insting dan indra yang dimiliki
manusia namun tidak bertentangan dengan Ilmu pengetahuan, insting
dan indra itu sendiri. Sesuatu yang di perlukan itu ada “Wahyu” yaitu
pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri.

Nabi Muhammad SAW adalah Rasul penghabisan, jadi tiada Rasul lagi
sesudahnya. Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW
terkumpul seluruhnya dalam kitab suci al Qur‟an. Selain berarti “bacaan”,
kata al-Quran juga berarti “kumpulan” atau kompilasi dari segala
keterangan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat An-Nahl ayat 89.

“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan
kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.”

Beragama tidak Agama tentu tidak sama dengan sebuah cukup


hanya dibuktikan dengan bertuliskannya “Islam” dalam kartu tanda
penduduk atau pengenal lain ataupun memakai simbol-simbol dan atribut
yang identik dengan identitas Islam. Tidak juga sekedar menjalankan
peribadatan yang sifatnya ritual maupun non ritual, beragama lebih dari
itu. Namun Banyak muslim yang terjebak dalam nama dan simbol dalam
agama islam dan melupakan substansi ataupun nilai yang terkandung di
dalamnya.
Sebagai contohnya :

Orang bijak mengatakan :

Barang siapa yang menyembah Allah bukan substansinya, itu sama


dengan kafir.
Barang siapa yang menyembah Allah dan substansi, itu adalah syirik.
Barang siapa yang tidak menyembah Allah, melainkan substansinya
itulah tauhid sejati. (Islam Mahzab HMI, 47-48)

Sejarah mencatat bahwa perkataan Allah SWT telah dipakai orang


arab sebelum kedatangan Nabi Muhammad dan agama Islam sebagai
penamaan untuk Dewa Air atau dewa yang mengairi bumi sehingga
menyuburkan pertanian dan tumbuhan-tumbuhan. Tentu Allah untuk
menyebut Dewa Air orang arab sebelum Islam tidak sama dengan konsep
Allah SWT yang dibawa Rasulullah sebagai Tuhan yang maha Esa,
tempat berlindung bagi segala yang ada, tidak beranak dan tidak
diperanakkan, juga tidak ada satupun yang menyerupainya. (Islam
Mahzab HMI, 45)

c. Rukun Iman sebagai upaya mencari kebenaran


Dalam Islam Selain harus Percaya (Iman) kepada Allah SWT, Nabi
Muhammad SAW dan Kitab Al Quran, seorang muslim juga harus
mempercayai akan adanya Malaikat, Kitab Suci sebelum Al Qur‟an Rasul
Allah sebelum Nabi Muhamamad SAW, Hari Agama (Hari Kiamat) dan
iman kepada Qada dan Qadar yakni Takdir yang baik dan yang buruk yang
terumuskan dalam Rukun Iman :
1. Iman kepada Allah SWT.
2. Iman kepada Malaikat-malaikat Allah SWT.
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT.
4. Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT.
5. Iman kepada hari Akhir.
6. Iman kepada Qada dan Qadar.

2.2.1 Hakikat Penciptaan Alam Semesta

Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak menciptakan langit, bumi dan
apa yang ada diantara keduanya secara main-main, kecuali dengan haq.
Sebagaimana firmannya dalam surat Saad ayat 27

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah
anggapan orang- orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir
itu karena mereka akan masuk neraka.”

Hal ini menegaskan bahwa tidak ciptaanNya yang ada di langit dan bumi
beserta isinya jika tidak memiliki arti dan makna.

a. Eksistensi Alam

Kenyataan menunjukkan bahwa bumi ini riil (ada) teratur


(cosmo) dan tidak kacau berarti ada yang menciptakannya dan itu
Tuhan yang satu, tunggal, esa dan mutlak. Hal ini berarti Di Bumi
hanya ada satu Tuhan Yang Maha Kuasa, Jika Tuhan itu terbilang,
Bumi tidak akan tercipta. (Islam Mahzab HMI : 23). Sebagaimana
firmannya dalam Al Qur‟an surat Al-Anbiya (surat ke-21) ayat 30
disebutkan:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

b. Fungsi dan Tujuan Penciptaan Alam


Selain menjadikan bumi dan seluruh alam semesta sebagai
mahluknya, Bumi dan Alam Semestas menjadi lembaran putih bagi
Manusia untuk menuliskan tinta perjalanannya sebagai Wakil Tuhan.

2.2.4 Hakikat-hakikat Penciptaan Manusia

Manusia ada mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna jika dibandingkan


dengan mahluk ciptaan lainnya, sebagaimana yang di terangkan al qur‟an dalam
surat At Tin ayat 4
”sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya”

Seiring dengan kesempurnaan manusia sebagai seorang mahluk, maka


Allah SWT menjadikan manusia sebagai “khilafah” atau wakilNya di bumi, hal ini
diterangkan pada Surat Al-An‟am ayat 165

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka manusia sejati (Insan Kamil) adalah manusia yang menjadikan
aktifitas jasmani dan aktifitas rohani bukanlah dua hal kenyataan yang terpisah
melainkan satu kesatuan. Ia menempatkan iman dalam kepercayaan akan
adanya Tuhan YME, serta menjadikannya satu-satunya tujuan hidup dan
tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Serta menempatkan ilmu
pengetahuan sebagai alat manusia untuk mencari kebenaran dalam hidupnya,
meskipun kebenaran bersifat relatif namun kebenaran tersebut mesti dilalui
dalam perjalannan sejarah menuju kebenaran mutlak yang hanya dimiliki Allah
SWT Tuhan Alam Semesta berserta isinya (NDP).

Manusia mencapai kesempuranaan dalam dirinya jika melakukan dua


peran sekaligus dalam waktu yang bersamaan yakni sebagai seorang hamba
Allah SWT sekaligus sebagai seorang khalifah di muka bumi.

a. Eksistensi Manusia dan Kedudukannya diantara mahluk lainnya


Ketika memahami hakikat penciptaan manusia, maka manusia
merupakan seorang hamba yang senantiasa selalu menuju kebenaran
dan pasrah dengan tulus (Islam) kepada Allah SWT, Di sisi lain
manusia mempunyai tanggung jawab untuk menjadi pemimpin di
dunia ini sebagai wakil tuhan dan mempertanggung jawabkan segala
perbuatannya selama di dunia kepada Sang Maha Pencipta.

Sebagai Mahluk ciptaanNya yang tertinggi, manusia


mempunyai potensi derajatnya lebih tinggi sekaligus mempunyai
potensi derajatnya lebih rendah dari syaitan.

b. Kesetaraan dan Kedudukan Manusia sebagai khilafah dimuka bumi


Sebagai Khilafah manusia harus menguasai ilmu pengetahun
yang di bimbing oleh sebuah keimanan agar manusia mampu
menguasai hukum-hukum alam (sunatullah) dan menjadi khalifah di
muka bumi sebagai wakil Tuhan.

Maka kewajiban seorang muslim untuk selalu mengetahui jalan


menuju kebenaran, dia tidak selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai
tradiosional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya,
maka kehidupan yang baik adalah yang disemangati iman sejati dan
ilmu yang mengirinya. Sebagaimana firmanNya Surat Al mujaadillah
ayat 11.
“ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”

c. Manusia Sebagai Hamba Allah

Sebagaimana firman Allah SWT surat Adz-Dzaariyah ayat 56,


“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
merekamengabdi kepada-Ku.”

Maka manusia sebagai seorang hamba dituntut untuk selalu


tunduk dan patuh kepada Allah SWT, dan menyerahkan segala
kehidupan dan usahaya semata-mata karena ingin mendapat
Ridhonya.

d. Fitra, kebabasan dan tanggung jawab manusia

Fitrah manusia selalu menuntun manusia kepada jalan


kebenaran (hanif), namun manusia dalam menuju fitrahnya harus
melalui medan perang abadi dengan syaitan sebagai musuh alamiah
manusia yang menjerumuskan manusia kepada kesesatan. Selain
“fitrah” manusia mempunyai “syahwah” yang berarti menyukai
(Wanita, Anak-anak, Harta, dll) dan manusia juga mempunyai “hawa”
yang bermakna kecenderungan manusia kepada syahwat dalam
makna yang negatif. Syaitan dalam menyesatkan manusia “syahwah”
dan “hawa” yang terdapat dalam diri manusia untuk membuat
manusia melupakan fitrahnya sebagai seorang hamba. (Islam
Mahzab HMI, 76-77).
2.2.5 Hakikat Masyarakat

W. Montgomery Watt menyatakan pendapat “sesungguhnya


manusia sepanjang sejarahnya hidup berkelompok”, maka apakah nama
kelompok manusia ini, yang mereka saling berinteraksi dan di dalamnya
mereka hidup?

Persoalan ini dijawab oleh Ali Syariati dalam bukunya Ummah wa al-
Imamah. Menurutnya ada beberapa istilah yang digunakan al Quran untuk
mengacu pada kelompok tersebut, ada terma qabillah, qawn, sya‟ab,
mujtama‟, jama‟ah dan tha‟ifah. Qabillah adalah sekumpulan induvidu
yang memiliki tujuan dan kiblat yang satu dalam hidup mereka.Qawn
(Kaum) adalah sekolompok manusia yang dbangu atas dasar
“menegakkan induvidu debgab bersyerikat”. Syaib adalah percabanngan
masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang menuju akar, atau asal usul
yang sama.

Sedangkan ummah bagi Ali Syariati empat arti kunci, gerakan,


tujuan, ketetapan kesadaran, dan kemajuan. Secara istilah ummah adalah
kumpulan orang dimana setiap induvidu sepakat dalam tujuan yang sama
dan masing-masing saling membantu agar bergerak kearah tujuan yang
diharapkan, atas dasar kepemimpinan yang sama. (Islam Mahzab HMI,
97)

a. Perlunya menegakkan keadilan dalam masyarakat

Sebagaimana yang telah dikemukan oleh Ali Syariati bahwa


tujuan manusia berkelompok untuk mencapai tujuan yang sama dengan
empat arti kunci, gerakan, tujuan, ketetapan kesadaran, dan kemajuan.
Terlahir sebagai mahluk sosial tidak memungkinkan manusia hidup
seorang diri tanpa berinteraksi dengan sesamanya. Dalam proses
berkelompok ini keadilan menjadi hal yang mutlak bagi peradaban
manusia. Sebagaimana firmannya dalam surat Al Maidah ayat 8

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang


yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”

b. Hubungan Keadilan dan Kemerdekaan

Keadilan dan kemerdekaan adalah dua hal yang saling


berhubungan dan saling berkaitan satu sama lain. Nabi Muhammad SAW
dalam menyebarkan

Agama Islam selalu menolak pada konsep perbudakan. Keadilan


hanya akan lahir ketika setiap manusia telah mendapatkan
kemerdekaanya. Artinya kemerdekaan adalah syarat mutlak yang harus
dimiliki manusia agar dapat berlaku adil kepada sesamanya.

c. Hubungan Keadilan dan kemakmuran

Kemakmuran hanya akan tercapai bila keadilan telah ditegakkan,


selama keadilan belum ditegakkan kemakmuran hanya menjadi
kenyataan semu. Karena hanya akan sebagian saja bagian dari
masyarakat yang akan merasakan sebuah kemakmuran atau dengan
kata lain kemakmuran yang tidak merata.

Maka kemakmuran dapat dicapai jika keadilan benar-benar telah


ditegakkan oleh pihak-pihak yang mempunyai otoritas, dalam dewasa
ini bias dikatakan Pemerintah ataupun lembaga Negara lainnya sesuai
dengan amanat perundang-undagan yang berlaku.

d. Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan

Peran pemimpin sebagai pengambil kebijakan atau keputusan


dalam sebuah organisasi ataupun masyarakat sangatlah berpengaruh
terhadap anggota organisasi atau masyarakat yang di pimpinnya.

Maka sudah sewajarnya bagi pemimpin dalam setiap pengambilan


keputusan benar-benar mempertimbangkan aspek “keadilan” agar
tidak terjadi kekacauan (Chaos) di tengah-tengah masyarakat dalam
rangka mencapai tujuan bersama.

Dari sini manusia mempunyai kesadaran sebagai seorang hamba


yang senantiasa selalu menuju kebenaran dan pasrah dengan tulus
(Islam) kepada Allah SWT, Di sisi lain manusia mempunyai tanggung
jawab untuk menjadi pemimpin di dunia ini sebagai wakil tuhan.

2.2.6 Hakikat Ilmu

Definisi Ilmu menurut KBBI merupakan pengetahuan tentang suatu bidang


yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Banyak jalan yang

digunakan manusia untuk mendapatkan pengetahuan baik secara intuisi,


trial n eror (coba-coba) hingga secara ilmiah, ilmu dikatakan ilmiah ketika
melalui proses dari teori, hipotesis, observasi dan generalisasi empiris.

Dalam perkembangan peradaban manusia Sumber Ilmu pengetahuanpun


tidak hanya terletak pada pengalaman (empiris) dan juga aka manusia (rasio)
tapi juga bersumber dari Kitab Suci untuk menjelaskan sesuatu seperti konsep
Surga, Neraka, Tuhan dan lain sebagainya.
a. Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran

Manusia sebagai khalifah du dunia harus menguasai ilmu


pengetahuan agar dapat memahami hukum-hukum Tuhan
(Sunatullah), maka tidak mengherankan apabila Ibnu Sina
berpendapat bahwa sifat batinnya manusia (Natura Prima Hominis)
saja tidak cukup untuk mencapai pengetahuan, sebab pengetahuan itu
harus diperoleh tidak dirasakan. Pada posisi ini ibnu sina
menempatkan logika sebagai alat mencapai ilmu pengetahuan yang
tergambarkan pada liriknya (Filsafat Islam, 118):
Perlulah orang empunya alat.
Pelindung akal dari yang palsu.
Ilmu logika namanya alat.
Alat mencapai semua ilmu.

Tentu sebagai manusia yang memilih Islam sebagai agamanya,


kita tidak bisa memunafikkan keberadaan Al Qur‟an sebagai Sumber
utama dalam mencari Ilmu pengetahuan, Lebih lanjut seorang filosof
Islam Ibnu Rusyd berpendapat bahwa Kitab Suci Al-Qur‟an dapat
dipahami dengan pendekatan rethorika, dialektika dan bayan
(demostrative)(filsafat islam 148).

Sampai disini para pemikir Islam mencoba menyampaikan pada


kita bahwa Al Qur‟an Islam itu Ilmiah karena Al Quran merupakan
Wahyu Tuhan yang mengandung kebenaran didalamnya dan menjadi
kewajiban seorang muslim untuk menggali informasi dari al qur‟an
dalam proses menjadi khalifah di dunia ini.

b. Jenis-jenis Ilmu

Jenis atau pengklasifikisian ilmu sangat beragamam, bisa ditinjau


dari proses mendapatkan informasi, pembahasan bidang keilmuan, Pola
dari Ilmu tersebut dan lain sebagainya, namun secara umum dapat
dibagi
1. Ilmu Akhirat / Ilmu Agama
2. Ilmu Umum
3. Hubungan antara iman, ilmu, dan amal.

Dari 7 gagasan yang di tuangkan oleh Nurcholish Madjid dalam


Naskah Nilai-nilai Dasar Perjuangan, beliau merangkumnya dengan
kesimpulan yang dia ringkas dari 7 gagasan di atas yakni, Iman, Ilmu
dan Amal.

1. Iman

Iman adalah bentuk kepercayaan yang paling mendasar dalam diri


manusia. Hidup yang benar dimulai dengan iman yang benar. Iman
yang benar adalah percaya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa,
disertai takwa, yaitu keinginan mendekat serta kecintaan kepadaNya.
Manusia berhubungan dengan Tuhan dalam bentuk penghambaan
atau penyerahan diri (islam), berupa ibadah (pengabdian formil/ritual).
Ibadah mendidik individu agar tetap ingat kepada Tuhan dan
berpegang teguh pada kebenaran sebagaimana dikehendaki oleh hati
nurani yang hanif. Dengan ibadat, manusia dididik untuk memiliki
kemerdekaannya, kemanusiaannya, dan dirinya sendiri; sebab ia telah
berbuat ikhlas, yaitu memurnikan pengabdian hanya kepada
kebenaran (Tuhan) semata-mata. Inilah yang disebut tauhid.
Lawannya adalah syirik, yaitu memperhambakan diri kepada sesuatu
selain Tuhan. Syirik merupakan kejahatan terbesar bagi kemanusiaan
karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi.

Tuhan adalah mutlak. Kebenaran Tuhan dengan demikian bersifat


mutlak. Yang selain Tuhan (baca: manusia) adalah relatif. Namun
sudah merupakan tugas sejarah bagi yang relatif ini untuk terus-
menerus berupaya mencapai Yang Mutlak, karena dari sanalah
manusia berasal dan kepada-Nyalah manusia kembali. Kembali
kepadaNya berarti menuju kepada Kebenaran. Namun Kebenaran
yang sifatnya mutlak tidak mungkin dicapai oleh manusia. Manusia
hanya dapat

mencapai kebenaran-(kebenaran) yang relatif. Untuk itu manusia


memerlukan ilmu, yang merupakan alat manusia untuk mencari dan
menemukan kebenaran- kebenaran itu. Sekalipun relatif, kebenaran-
kebenaran itu merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui manusia
dalam perjalanan menuju Kebenaran Mutlak.

2. Ilmu
Ilmu adalah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar
tentang alam dan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan alam
bersifat penguasaan dan pengarahan. Alam tersedia bagi manusia
untuk kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Penguasaan dan
pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan
tentang hukum-hukumNya yang tetap (sunnatullah). Pengetahuan itu
dapat dicapai dengan mendayagunakan intelektualitas rasionalitas
secara maksimal.

3. Amal
Iman dan ilmu saja tidaklah berarti apa-apa jika tidak diterapkan
dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan. Inilah yang disebut amal.
Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama
dalam usaha yang sungguh-sungguh secara esensial menyangkut
kepentingan manusia secara keseluruhan, yaitu menegakkan keadilan
dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan
martabat sebagai manusia. Usaha ini disebut amar ma‟ruf. Lawannya
disebut nahi munkar, yaitu mencegah segala bentuk kejahatan dan
kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam bentuk yang lebih konkrit,
usaha ini diwujudkan misalnya melalui pembelaan terhadap kaum
lemah dan tertindas, serta usaha ke arah peningkatan nasib dan taraf
hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
Dengan integrasi iman, ilmu, dan amal itulah manusia akan
mampu memenuhi kodratnya, yaitu sebagai hamba di hadapan Tuhan
dan sebagai khalifah di hadapan alam. Cita-cita ideal HMI kiranya
tertuang dalam NDP tersebut. menjadi manusia kreatif yang mampu
berinovasi dalam kerja-kerja nyata demi mempertinggi harkat
kemanusiaan (amal saleh) dengan disertai ilmu sebagai alat untuk
melakukan itu dan tentu saja dilandasi oleh iman yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Armstrong, Karen, Sejarah Tuhan, Bandung, Mizan, 2009.


2. Nawawi, Rifa‟at Syauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh,
Jakarta,Paramadina 2002.
3. Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Kementerian Agama Repubik
Indonesia.
4. Ali Engineer, Asghar, Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka
Pelajar, 1999.
5. Effendi, Djohan, dkk, Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian
AhmadWahib, Jakarta, LP3ES, Cetakan ke-VI 2003.
6. Hanafi, Hasan, Ideologi, Agama dan Pembangunan, P3M, 1992.
7. Madjid, Nurcholis; Pesan-Pesan Takwa, Jakarta, Paramadina, 2005
8. Madjid, Nurcholis; Islam Universal, Jakarta, Pustaka Pelajar, 2007
9. Mustofa, Agus. Ibrahim Pernah Atheis, Surabaya, PADMA Press,
10. Syari‟ati, Ali, Ideologi Kaum Intelektual, Suatu Wawasan Islam,
Bandung,Mizan, 1992.
11. Syari‟ati, Ali Tugas Cendekiawan Muslim, Bandung, Mizan, 1992.

Anda mungkin juga menyukai