CABANG SAMARINDA
2021
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
metodologi pembelajaran materi Nilai-nilai Dasar Perjuangan Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI). Pada dasarnya, rancangan konsep pembelajaran ini
dibuat untuk menjadi panduan dalam menyampaikan isi materi Nilai-nilai Dasar
Perjuangan HMI secara implisit.
Penulis
Muhammad Ahyul
`
Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta
substansi materi secara garis besar dalam organisasi.
Metode:
Evaluasi:
HMI yang didirikan pada tahun 1947 oleh Lafran Pane dkk. berdiri diatas
visi ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang unik. Visi awal didirikannya HMI adalah
untuk meninggikan derajat umat Islam Indonesia dan mempertahankan negara-
bangsa Indonesia dari agresi militer Belanda. Visi ini menganggap bahwa Islam
sebagai ajaran yang universal perlu ditafsirkan menurut konteks lokalitas ke-
Indonesiaan, atau sederhananya, mengusahakan Islam yang Indonesia, dan
bukan kebalikannya. Sehingga bagi HMI, antara Islam dan konsep negara-
bangsa Indonesia tidak terdapat pertentangan.
Islam yang dipahami HMI inilah yang kemudian termaktub sebagai asas
HMI, dimana sebagai asas, Islam menjadi sumber motivasi, pembenaran dan
ukuran bagi gerak perjuangan HMI mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur. Inilah yang menjadi tujuan HMI.
Dari kunjungan ke luar negeri dan perenungan terhadap kondisi umat Islam
di Indonesia inilah Cak Nur menggagas penyusunan NDI atau Nilai Dasar Islam.
Gagasan NDI dalam bentuk kertas kerja kemudian dibawa Cak Nur menuju
Kongres IX di Malang pada bulan Mei tahun 1969, yang lalu menghasilkan
rekomendasi kongres bahwa draft NDI ini perlu dilakukan penyempurnaan,
diserahkan kepada tiga orang: Cak Nur sendiri, Endang Saefudin Ansari dan
Sakib Mahmud untuk melakukan penyempurnaan teks. Pada Kongres X di
Palembang tahun 1971 teks tersebut kemudian disahkan dengan nama NDP,
dan disosialisasikan ke cabang-cabang.
Penggunaan nama NDP sendiri diambil karena dirasa nama NDI dianggap
terlalu klaim terhadap ajaran Islam, terlalu simplistis dan menyempitkan
universalitas Islam itu sendiri. Sedangkan kata perjuangan diambil dari buku
Sjahrir yang berjudul “Perjuangan Kita”.
Kemudian di pertengahan dekade 80‟an pemerintah Orde Baru
mengesahkan UU No. 5 Tahun 1985 tentang Pancasila sebagai asas tunggal
bagi setiap organisasi. Maka pilihannya hanya dua bagi HMI, mengganti asas
atau bubar. Setelah diputuskan melalui Kongres XVI di padang pada tahun 1986,
HMI mengubah asasnya menjadi pancasila dan menggeser Islam menjadi
identitas HMI. Maka berubahlah nama NDP menjadi Nilai Identitas Kader (NIK)
tanpa perubahan substansi.
Dalam prosesnya kemudian setelah Orde Baru runtuh, pada Kongres XXII
tahun 1999 di Jambi, Islam dikembalikan sebagai asas HMI dan NIK berubah
kembali menjadi NDP. Pada saat kongres ini pula mulai muncul keinginan kuat
untuk memulai langkah ke arah rekonstruksi NDP. langkah ini diinisiasi oleh
Andito dan Dudi Iskandar dari Badko Jawa Bagian Barat yang secara khusus
menawarkan format rekonstruksi mereka.
Namun tak lama setelah disahkan, NDP baru banyak mendapat kritik, baik
terhadap teks maupun proses perumusan dan pengesahan di Kongres
Makassar. Dalam Seminar/Lokakarya yang diadakan PB HMI bulan April 2009
terungkap bahwa NDP baru sesungguhnya bukan hasil rekonstruksi tim 8,
melainkan hasil narasi Arianto Achmad, seorang guru NDP di Cabang Makassar
Timur, yang melalui proses tertentu sehingga dapat dijadikan draft final sehingga
disahkan pada Kongres Makassar melalui mekanisme forum yang dipaksakan:
voting.
Selain itu, kritik terhadap isi teks NDP baru juga disampaikan oleh banyak
pihak, diantaranya Azhari Akmal Tarigan, Amrullah Yasin (mantan Tim 8) dan
Kun Nurachadijat yang mensinyalir NDP baru „berbau‟ mazhab Syiah, dengan
kualitas yang „tidak lebih baik‟ dari NDP Cak Nur, selain juga kemudian banyak
cabang yang tidak mau menggunakan NDP baru dan cenderung memilih NDP
Cak Nur, yang notabene ketika itu adalah tindakan inkonstitusional.
Jika tolak ukur ini disepakati, maka NDP hanya akan berbicara tentang hal
mendasar dalam Islam: tauhid dan pembebasan, ikhtiar dan takdir, keadilan
sosial dan ekonomi, dan peradaban berdasarkan keilmuan. NDP tentu tak akan
sempat membahas secara mendalam mengenai masalah teknis ritual
keagamaan semacam shalat, puasa dll karena cenderung akan terjebak dalam
khilafiyah furuiyyah fiqh.
2. Rekonstruksi Kepercayaan
Ketika penganut ateistik bertanya, jika yang menciptakan alam ini tuhan,
apakah itu pasti? Dan siapakah di antara manusia yang pernah melihat tuhan
sendang menciptakan bumi ini. Lalu penganut theistik kembali bertanya, jika
bukan tuhan siapa? Kaum ateistik menjawab, tercipta dengan sendirinya.
Pengikut theistik kembali menggugat, siapakah yang menyaksikan bahwa alam
tercipta dengan sendirinya!. (Islam Mahzab HMI, 39)
Eksotoris
Dari gambar di atas tampak dengan jelas, terdapat garis pemisah antara
esoteris dengan eksoteris. Semua agama pada dasarnya (secara esoteris) sama
menuju kepada Tuhan yang Satu (tauhid), namun secara eksoteris (syari’at)
agama-agama itu berbeda antara yang satu dengan lainnya. Dapat juga
dikatakan, keberagaman yang menekankan pada aspek esoteris (batin) Agama,
maka perbedaan semakin kecil sampai akhirnya bertemu pada satu titik.
Sebaliknya, keberagaman yang menekankan pada aspek eksoteris atau
formalisme agama, maka perbedaan itu semakin tampak dan melebar. (Islam
Mahzab HMI, 49)
Hal ini tidak berarti kita menganut agama atau kepercayaan apapun
hasilnya akan sama, karena setiap agama atau kepercayaan akan melahirkan
tata nilai bagi para pengikut atau pemeluknya. Tata nilai yang bersumber pada
setiap Kitab Suci atau pedoman lain dalam sebuah agama atau kepercayaan
akan menjadi ukuran utama dalam melegimitasi tingkah laku, sikap, sifat sang
penganut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain agama atau
kepercayaan yang di anut harus benar, cara kita melakukan aktifitas keagamaan
sebagai konsekuensi berkepercayaan juga harus benar.
Lalu manusia mulai bertanya untuk apa semua kehidupan ini kalau
akhirnya semua akan dijemput oleh kematian. Seketika itu muncul berbagai
kepercayaan dan agama di dalam masyarakat, mencoba memberi arti lebih
dalam kehidupan manusia. Tidak hanya pendeketan secara ke agamaan, para
ilmuwan juga memawarnai peradaban manusia dengan ilmu pengetahuanya dan
hipotesanya mengenai kehidupan.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
Nabi Muhammad SAW adalah Rasul penghabisan, jadi tiada Rasul lagi
sesudahnya. Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW
terkumpul seluruhnya dalam kitab suci al Qur‟an. Selain berarti “bacaan”,
kata al-Quran juga berarti “kumpulan” atau kompilasi dari segala
keterangan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat An-Nahl ayat 89.
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan
kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.”
Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak menciptakan langit, bumi dan
apa yang ada diantara keduanya secara main-main, kecuali dengan haq.
Sebagaimana firmannya dalam surat Saad ayat 27
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah
anggapan orang- orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir
itu karena mereka akan masuk neraka.”
Hal ini menegaskan bahwa tidak ciptaanNya yang ada di langit dan bumi
beserta isinya jika tidak memiliki arti dan makna.
a. Eksistensi Alam
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka manusia sejati (Insan Kamil) adalah manusia yang menjadikan
aktifitas jasmani dan aktifitas rohani bukanlah dua hal kenyataan yang terpisah
melainkan satu kesatuan. Ia menempatkan iman dalam kepercayaan akan
adanya Tuhan YME, serta menjadikannya satu-satunya tujuan hidup dan
tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Serta menempatkan ilmu
pengetahuan sebagai alat manusia untuk mencari kebenaran dalam hidupnya,
meskipun kebenaran bersifat relatif namun kebenaran tersebut mesti dilalui
dalam perjalannan sejarah menuju kebenaran mutlak yang hanya dimiliki Allah
SWT Tuhan Alam Semesta berserta isinya (NDP).
Persoalan ini dijawab oleh Ali Syariati dalam bukunya Ummah wa al-
Imamah. Menurutnya ada beberapa istilah yang digunakan al Quran untuk
mengacu pada kelompok tersebut, ada terma qabillah, qawn, sya‟ab,
mujtama‟, jama‟ah dan tha‟ifah. Qabillah adalah sekumpulan induvidu
yang memiliki tujuan dan kiblat yang satu dalam hidup mereka.Qawn
(Kaum) adalah sekolompok manusia yang dbangu atas dasar
“menegakkan induvidu debgab bersyerikat”. Syaib adalah percabanngan
masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang menuju akar, atau asal usul
yang sama.
b. Jenis-jenis Ilmu
1. Iman
2. Ilmu
Ilmu adalah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar
tentang alam dan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan alam
bersifat penguasaan dan pengarahan. Alam tersedia bagi manusia
untuk kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Penguasaan dan
pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan
tentang hukum-hukumNya yang tetap (sunnatullah). Pengetahuan itu
dapat dicapai dengan mendayagunakan intelektualitas rasionalitas
secara maksimal.
3. Amal
Iman dan ilmu saja tidaklah berarti apa-apa jika tidak diterapkan
dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan. Inilah yang disebut amal.
Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama
dalam usaha yang sungguh-sungguh secara esensial menyangkut
kepentingan manusia secara keseluruhan, yaitu menegakkan keadilan
dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan
martabat sebagai manusia. Usaha ini disebut amar ma‟ruf. Lawannya
disebut nahi munkar, yaitu mencegah segala bentuk kejahatan dan
kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam bentuk yang lebih konkrit,
usaha ini diwujudkan misalnya melalui pembelaan terhadap kaum
lemah dan tertindas, serta usaha ke arah peningkatan nasib dan taraf
hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
Dengan integrasi iman, ilmu, dan amal itulah manusia akan
mampu memenuhi kodratnya, yaitu sebagai hamba di hadapan Tuhan
dan sebagai khalifah di hadapan alam. Cita-cita ideal HMI kiranya
tertuang dalam NDP tersebut. menjadi manusia kreatif yang mampu
berinovasi dalam kerja-kerja nyata demi mempertinggi harkat
kemanusiaan (amal saleh) dengan disertai ilmu sebagai alat untuk
melakukan itu dan tentu saja dilandasi oleh iman yang benar.
DAFTAR PUSTAKA