Tafsir Dan Tadabbur (Al-Alaq 6-19)
Tafsir Dan Tadabbur (Al-Alaq 6-19)
(Pertemuan 3)
(Ayat 9-19)
“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada
Tuhanmulah kembali (mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang
melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan salat. Bagaimana
pendapatmu jika orang yang dilarang itu berada di atas kebenaran, atau dia
menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang
melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidakkah dia mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? Sekali-kali tidak,
sesungguhnya jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik
ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami
akan memanggil Malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah kamu
patuh kepadanya; sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa
Abu Jahal pernah berkata, “Apakah Muhammad meletakkan mukanya ke
tanah (sujud) di hadapan kamu ?” ketika itu orang membenarkannya.
Selanjutnya Abu Jahal berkata: “Demi al-Lata dan al-‘Uzza, sekiranya aku
melihat dia sedang berbuat demikian, akan aku injak batang lehernya dan
kubenamkan mukanya ke dalam tanah.” Ayat-ayat ini (6-19) turun berkenaan
dengan peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika
Rasulullah saw sedang shalat, datanglah Abu Jahal melarang beliau
melakukannya. Ayat-ayat 6-19 ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut
sebagai ancaman kepada orang yang menghalang-halangi orang yang hendak
beribadah.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas,
menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan shahih, bahwa ketika Rasulullah saw
sedang shalat, datanglah Abu Jahal seraya berkata: “Bukankah aku sudah
melarang engkau berbuat demikian (shalat) ?” Nabi Muhammad saw pun
membentaknya. Abu Jahal berkata: “Bukankah engkau tau bahwa di sini
tidak ada orang yang lebih banyak pengikutnya daripada aku ?” maka Allah
menurunkan ayat-ayat ini (al-‘Alaq 17-19) sebagai ancaman kepada orang
yang menghalang-halangi orang yang hendak melakukan ibadah dan merasa
banyak pengikut
Pelajaran 2 Surat Al-’Alaq
Setelah merenungkan pelajaran pertama,
berkaitan perintah mengambil Risalah
Rabbaniyah sebagai pedoman hidup
timbulah pertanyaan yang memerlukan
jawaban:
“Pelajaran pertama dari surat ini mengandung takliif (perintah) kepada manusia
untuk menerima risalah rabbaniyyah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan membaca kitabnya (risalah) perlahan-lahan
setelah dituliskannya dengan pena, dengan jalan yang ilmiyyah.
لا
َّ َك
Ditemukan dalam Al-Qur’an sebanyak 33 kali,
dan sebagai ciri dari surat makiyyah, salah satu
maknanya menafikan kandungan pembicaraan
sebelumnya (tidak!, “bukan demikian”, “sekali-
kali tidak”
Nash ayat ini berkaitan dengan alasan sebagai hikmah dari diturunkannya Risalah
Rabbaaniyyah, kepada Rasul dari manusia, dan seruan kepada manusia untuk
mengikutinya, dengan kepemimpinan Rasul. Yaitu kalaulah tidak diturunkan risalah
yang memuat pengajaran kepada manusia tentang Al-haq dan al-batil, kebaikan
dan keburukan. Dan mengajarkan kepada jalan yang lurus, maka orang-orang yang
merasa berkecukupan akan melampaui batas, tidak ada penghalang yang
menghalanginya dari kesewenang-wenangannya. Kesewenang-wenangan yang
beraneka macam seperti saling membunuh, menumpahkan darah, berbuat
kerusakan di muka bumi, kezhaliman, kelaliman dan permusuhan………..
َ
ََْ
Dalam berbagai bentuknya ditemukan 39 kali dalam Al-Qur’an. Makna asalnya
“meluapnya air sehingga mencapai tingkat kritis atau
membahayakan”/melampaui batas. Dalam Al-Qur’an maknanya adalah segala
sikap melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran,
kesewenang-wenangan atau kekejaman terhadap manusia
“karena dia melihat dirinya
serba cukup”.
Ayat ini menunjukan tabi’at manusia bahwa ada pada dirinya sifat melampaui
batas jika ia melihat/merasa bahwa dirinya serba cukup. Dan ini menjadi tabiat
manusia umumnya.
Rasa cukup manusia terkadang dengan materi maupun immateri, hartanya, atau
dengan jabatan dan kekuasaan, atau dengan kesehatan, atau dengan banyaknya
pengikut atau kolega, atau karena ia memiliki segala sesuatu yang diperlukannya,
sehingga merasa tidak perlu lagi kepada selain dirinya.
Merasa diri serba cukup dan tidak memerlukan kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah
perasaan yang rusak, dan suatu prasangka yang dusta yang tidak boleh sama sekali
ada pada hati orang yang beriman. Manusia membutuhkan Allah dalam setiap
perkara dan urusannya, karena Allahlah saja yang telah menciptakannya dan
menyiapkan segala sesuatu yang diperlukannya, termasuk dengan segala sunah-
Nya dalam alam semesta yang diciptakan-Nya
“Ayat enam dan tujuh ini mengungkapkan
salah satu hukum sejarah dan
kemasyarakatan, yakni tentang pengaruh
hubungan manusia dengan alam terhadap
hubungannya dengan sesama manusia.
Bahwa sejalan dengan berkembannya
kemampuan manusia untuk mengelola
alam dan penguasaannya terhadap alat
produksi, bertambah dan berkembang pula
potensinya dalam bentuk keinginan dan
godaan untuk berlaku sewenang-wenang
atau mengekspoitasi sesamanya.
Penciptaan manusia adalah untuk diuji dengan kehidupan dunia, maka tatkala ia
diuji tentunya ada masa dimana ia harus di hisab dan ditetapkan keputusan
baginya akan segala perbuatannya di dunia. Dan dilaksanakan kepadanya balasan
atas perbuatannya itu.
َ َُ ْ ُ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ُّ ُ ٰ ََّ ُ َُّ َّ َ َ ُ َ ْ ُ ً ْ َ ُ َّ َ
اَّللۖ ثم توفى كل نف ٍس ما كسبت وهم لا يظلمون ِ ى لإ يهف
ِ ِ ِ ونواتقوا يوما ترجع
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu
semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang
sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan)”. (QS Al-Baqarah: 281)
9. Tahukah kamu tentang orang yang
melarang
10. seorang hamba ketika dia melaksanakan
shalat?
11. Bagaimana pendapatmu kalau terbukti
dia berada di dalam kebenaran
12. atau dia menyuruh bertakwa (kepada
Allah)?
13. Bagaimana pendapatmu kalau dia
mendustakan (kebenaran) dan berpaling
(dari keimanan)?
14. Tidakkah dia mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah melihat (segala
perbuatannya)?
15. Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian), niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya (ke dalam neraka),
16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan (kebenaran) dan durhaka.
17. Biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya).
18. Kelak Kami akan memanggil (Malaikat) Zabaniah (penyiksa orang-orang yang berdosa).
19. Sekali-kali tidak! Janganlah patuh kepadanya, (tetapi) sujud dan mendekatlah (kepada
Allah).
Setelah selesai membahas pelajaran kedua, dan berkaitan dengan unsur-
unsurnya, ayat-ayat berikutnya menjelaskan berbagai Keadaan manusia dalam
menjawab seruan untuk menjadikan Risalah Rabbaaniyyah sebagai pedoman,
dengan dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallama, maka manusia
terbagi ke dalam empat golongan:
Golongan pertama: Menerima seruan ini bagi dirinya dan mengikutinya, dan
memikul kesulitan dan beban dakwah dengan mengajak
manusia kepada Risalah Rabbaaniyyah dan mengikutinya
Golongan kedua : Menerima seruan ini bagi dirinya, tetapi tidak memberikan
perhatian untuk mendakwahkannya
Golongan ketiga : Mendustakan Risalah ini untuk dirinya dan mendustakan
Rasul yang menyampaikan Risalah. Berpaling darinya dan
menolak untuk mengikutinya, tetapi di saat yang sama ia
tidak memeranginya (Pasif), tidak juga mengajak manusia
untuk menolaknya.
Golongan keempat:Mendustakan Risalah dan mensiarkan permusuhanannya,
dan menolak untuk mengikutinya, menyatakan peperangan
dengannya dan mencegah manusia untuk mengikutinya.
“Bagaimana pendapatmu
tentang orang yang melarang,
seorang hamba ketika dia
mengerjakan salat”.
Apakah kamu tidak memperhatikan wahai yang mau berfikir golongan yang
melampaui batas ini yang tindakannya tidak bisa dibenarkan dengan Aqal,
tatkala mereka melarang dan menindas orang-orang yang mendapat petunjuk
untuk dirinya yang beriman kepada al-Haq (kebenaran) dan beribadah kepada
Allah di atas bashirah mereka, dan melarang serta menindas orang orang yang
mendapat petunjuk untuk dirinya, serta ia menyeru serta mengajak manusia
kepada perilaku di jalan petunjuk (suluk sabiil-Hudaa, tanpa paksaan dan
kekerasan berkata kepada mereka takutlah kepada adzab Allah dan hukuman-
Nya dengan beriman kepada al-Haq yang dating dalam Risalah Allah bagi
hamba-hamba-Nya, dengan menta’ati-Nya baik dalam perintah-Nya dan
meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya.
Bagaimana pendapatmu jika
orang yang dilarang itu berada di
atas kebenaran, atau dia
menyuruh bertakwa (kepada
Allah)?
Dengan mentadabburi dua ayat ini, kita dapat melihat adanya dua golongan:
Kalla alat penolakan dan bantahan yang dialamatkan kepada para al-thaaghiy
(orang-orang yang melampaui batas) dan pendurhaka yang menyesatkan yang
telah melarang hamba-hamba Allah dari keimanan dan menegakan shalat, dan
berusaha menyakiti mereka dan mencegah mereka dari beribadah kepada
Rabbnya dengan paksaan dan menggunakan kekuatan materi atau maknawi.
Maka Allah mengancam mereka para al-thaaghiy dan al-baaghiy jika mereka
tidak berhenti dari perbuatan-perbuatan dosa dan dusta mereka maka Kami
akan membalasinya dengan menarik ubun-ubunnya ke dalam neraka.
(yaitu) ubun-ubun orang
yang mendustakan lagi
durhaka.
Dalam ayat ini disifati uban-ubun pendurha dan pendusta dengan kaadzibah
(pendusta) dan durhaka, maksudnya di sini bahwa mengidentifikasi apa-apa
yang ada dalam otak pendurhaka adalah dusta dan durhaka, ini merupakan
majaz yang menyebutkan yang zhahir dengan maksud yang bathin. Dan tatkala
otak/ubun-ubun di depan kepala sebagai tempat di mulyakannya manusia dan
secara bathin ia adalah alat untuk memahami dan berfikir, sumber dari
keinginan dan tempat yang paling bertanggung jawab sebagai pusat berfikir
dan berkeinginan.
«Maka biarlah dia
memanggil golongannya
(untuk menolongnya), kelak
Kami akan memanggil
Malaikat Zabaniyah»,
‘Ayat ini turun berkaitan dengan perkataan Abu Jahal kepada Nabi Muhamma
SAW tatkala sedang menunaikan shalat:“Bukankah engkau tau bahwa di sini
tidak ada orang yang lebih banyak pengikutnya daripada aku ?”
Maka nash ayat ini menantangnya untuk memanggil setiap golongan yang ia
miliki untuk menolongnya dalam pengingkaran dan permusuhan mereka
kepada Rasulullah SAW. Maka Allah akan menolong dan menjaga Rasulullah
SAW dari mereka, dengan mengirim kepada mereka malaikat Zabaniyah.
Mereka adalah malaikat yang membinasakan dan mengadzab orang-orang
yang mendustakan al-Haq dan penolong-penolongnya dengan adzab yang
sangat pedih.
sekali-kali jangan,
janganlah kamu patuh
kepadanya; sujudlah dan
dekatkanlah (dirimu
kepada Tuhan).
Kalla , Akhir dari nash ini Kembali mengulang pengingkaran dan penolakan
kepada golongan althaaghiy, durhaka, sesat dan menyesatkan.
Kemudian mengalihkan pembicaraan kepada Rasulullah SAW “janganlah kamu
patuh kepadanya; sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
Khitab ini diperuntukan bagi seluruh kaum mukminin yang beribadah kepada
Rabbnya, dan menghadapi orang-orang yang melarangnya dari keimanan dan
‘ibadah mereka dan melakukan gangguan kepada orang-orang yang beriman.
“Janganlah kamu menta’ati orang-orang yang melarangmu dari keimananmu
kepada al-Haq, dan shalatmu kepada Rabbmu, dan yang memaksamu untuk
menta’ati mereka. Bersujudlah kepada Allah dan dekatkanlah dirimu kepada-
Nya dengan sujudmu.