Anda di halaman 1dari 42

i

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM NORMAL PADA NY.X


DENGAN MENYUSUI TIDAK EFEKTIF DI RUANG X RS X

PROPOSAL
KTI
Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan
Diploma III Keperawatan Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Oleh:
Shalsabilla Malfa
NIM. 190102051

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM


DIPLOMA TIGA FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021
ii

LEMBAR PERSETUJUAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM NORMAL PADA NY.X


DENGAN MENYUSUI TIDAK EFEKTIF DI RUANG X RS X
Proposal KTI
Disusun Oleh:

Shalsabilla Malfa
NIM. 190102051

Telah disetujui untuk dilakukan Ujian Sidang Proposal KTI


Pada tanggal............................…

Purwokerto,
Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Siti Haniyah, S.Kep., Ns., M.Kep Ema Wahyu Ningrum., SST., S.Kep, Ns., M.Kes
NIK.10701100682 NIK.109494120181
iii

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL


KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM NORMAL PADA NY.X


DENGAN MENYUSUI TIDAK EFEKTIF DI RUANG X RS X

Disusun Oleh:
Shalsabilla Malfa
NIM. 190102051

Telah dipertahankan di Depan Dewan Penguji Proposal KTI pada Program Studi
Keperawatan D3 Fakultas Kesehatan Universitas Harapan Bangsa dan Telah
dinyatakan Layak untuk dilakukan Studi kasus
Pada hari: ...........................
Tanggal: .........................…

Dewan Penguji:
1. Penguji I : Nama Penguji I (Tanda Tangan Penguji I)
2. Penguji II : Nama Penguji II (Tanda Tangan Penguji II)
3. Penguji III : Nama Penguji III (Tanda Tangan Penguji III)

Mengesahkan
Ka. Prodi Keperawatan D3
Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Ns. Arni Nur R., S. Kep., M. Kep


NIK. 108701120888
iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.


Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya yang telah dilimpahkan sebagai sumber kekuatan hati dan peneguhan
iman dan atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Ujian Hasil
Pengamatan Kasus dan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN POST PARTUM NORMAL PADA NY.X DENGAN
MENYUSUI TIDAK EFEKTIF DI RUANG X RS X”
Sholawat berangkaian salam juga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, semoga atas izin Allah SWT penulis dan teman-teman
seperjuangan semua mendapatkan syafaatnya nanti, Amin Amin Amin Yarabbal
Aalamin.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini terselesaikan berkat dukungan, dorongan
motifasi, bimbingan, nasehat dan semangat dari orang terdekat dan orang yang
berada di sekitar penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1 Lis Setiawan mangku negara, S.Kom., M.TI., selaku ketua yayasan Dwi
Puspita Universitas Harapan Bangsa.
2 Dr. Pramesti Dewi M.Kes., selaku Rektor Universitas Harapan Bangsa
Purwokerto.
3 Ns. Arni Cahyaningrum, SST., S.Kep., Ns., M.Kes selaku koordinator
KTI program studi DIII keperawatan Universitas Harapan Bangsa.
4 Etika Dewi Cahyaningrum, SST., S.Kep., Ns., M.Kes selaku
koordinator KTI program studi DIII keperawatan Universitas Harapan
Bangsa.
5 Siti Haniyah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang telah
memeberikan banyak bimbingan dengan sabar, koreksian, masukan,
arahan dalam penulisan karya tulis ilmiah.
6 Ema Wahyu Ningrum., SST., S.Kep, Ns., M.Kes selaku pembimbing II
yang telah memberikan banyak bimbingan, koreksian, masukan dalam
penulisan karya tulis ilmiah.
7 Segenap dosen dan Staf perpustakaan Universitas Harapan Bangsa
Purwokerto yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan membagi
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
8 Kedua orangtua yang selalu memberikan dan menjadi inspirasi, semangat
dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan ini.
v

9 Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
berguna bagi pendidikan, namun penulis menyadari bahwa karya tulis
ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun bagi penulis sangat diharapkan.

Purwokerto, ...................... 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Table of Contents
COVER.....................................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL..............................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
BAB I.....................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................2
C. TUJUAN.....................................................................................................2
D. MANFAAT.................................................................................................3
BAB II....................................................................................................................4
A. KONSEP POST PARTUM.........................................................................4
1. Definisi Post Partum................................................................................4
2. Tahapan Pada Post Partum......................................................................4
3. Perubahan Fisiologis Post Partum...........................................................4
4. Adaptasi Psikologis Post Partum.............................................................8
5. Komplikasi Post Partum..........................................................................9
6. Penatalaksanaan Pada Post Partum.....................................................13
7. Konsep Menyusui................................................................................14
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................................23
1. Pengkajian...............................................................................................23
2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................27
3. Intervensi Kepperawatan........................................................................28
4. Implementasi Keperawatan....................................................................29
5. Evaluasi Keperawatan............................................................................29
C. KONSEP MENYUSUI TIDAK EFEKTIF............................................31
1. Definisi................................................................................................31
2. Batasan Karakteristik..........................................................................31
3. Faktor Yang Berhubungan..................................................................31
4. Populasi Beresiko................................................................................32
5. Penatalaksanaan Menyusui Tidak Efektif (Kemenkes,2014).............32
BAB III..............................................................................................................33
A. RANCANGAN STUDI KASUS............................................................33
B. SUBJEK STUDI KASUS.......................................................................33
C. FOKUS STUDI.......................................................................................33
D. DEFINISI OPERASIONAL...................................................................33
E. TEMPAT DAN WAKTU STUDI KASUS............................................33
F. METODE PENGUMPULAN DATA.....................................................34
G. PENYAJIAN DATA...............................................................................34
H. ETIKA STUDI KASUS..........................................................................34
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa nifas atau post partum ialah waktu yang diperlukan untuk
memulihkan kembali organ reproduksinya seperti saat sebelum hamil
terhitung dari selesai persalinan sampai pada jangka waktu sekitar 6 Minggu
atau 42 hari (Maritalia, 2017). Selama masa nifas perlu mendapat perhatian
lebih karena angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka
kematian ibu (AKI) adalah penyebeb banyaknya wanita meningal dari suatu
penyebab adalah kurangya perhatian pada wanita postpartum (Maritalia,
2012). Salah satu adaptasi fisiologi yang dialami saat nifas adalah
pengeluaran ASI. Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon terutama prolaktin
ini merupakan hormon laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan
mempertahankan skresi air susu ibu. Menyusui merupakan proses alamiah
yang besar artinya untuk kesejahteraan ibu, bayi dan keluarga. Namun ibu
sering tidak berhasil dalam menyusui dan menghentikan menyusui lebih dini.
Oleh karena itu dibutuhkannya bantuan untuk ibu-ibu agar berhasil dalam
menyusui. Banyak alasan yang ditemui pada ibu-ibu yang tidak menyusui
bayinya yaitu produksi ASI yang tidak cukup dan bayi yang tidak mau
menghisap. Disamping itu cara menyusui yang baik dan benar juga dapat
menimbulkan gangguan dalam menyusui (Marmi, 2012).
Fenomena yang ada di masyarakat saat ini ada beberapa kendala dalam
pemberian ASI eksklusif yaitu ibu tidak peracaya diri bahwa dirinya mampu
menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi bayi
(Mahfudin, 2012). Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dapat mencegah penyakit
seperti diare, ISPA dan demam (Saeed, Haile, & Chertok, 2020), dimana
infeksi pada bayi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Penyakit
infeksi menjadi penyumbang kematian pada kelompok anak usia 29 hari - 11 bulan.
Sama seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2020, pneumonia dan diare masih
menjadi masalah utama yang meyebabkan 73,9% kematian (pneumonia) dan 14,5%
kematian (diare) (Profil Kesehatan Indonesia,2020).
Angka Kematian Bayi (AKB) Berdasarkan data yang dilaporkan kepada
Direktorat Kesehatan Keluarga Indonesia, pada tahun 2020, dari 28.158
kematian balita, 72,0% (20.266 kematian) diantaranya terjadi pada masa
neonatus. Dari seluruh kematian neonatus yang dilaporkan, 72,0% (20.266
kematian) terjadi pada usia 0-28 hari. Sementara, 19,1% (5.386 kematian)
2

terjadi pada usia 29 hari – 11 bulan dan 9,9% (2.506 kematian) terjadi pada
usia 12 – 59 bulan (Profil Kesehatan Indonesia,2020),
Untuk itu Angka kematian Bayi (AKB) dapat ditekan dengan menyusui
secara eksklusif, Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan,
tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(kecuali obat, vitamin, dan mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya
akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan
bermanfaat untuk mematikan kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian
ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi.
Di dunia angka kematian bayi akibat tidak mendapatkan ASI ekslusif
mencapai 820.000 di bawah usia 5 tahun dan 7,6 juta bayi tidak mendapatkan
ASI ekslusif (United Nations Childrens Fund [UNICEF], 2018). Secara
nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif tahun 2020 yaitu sebesar
66,06%. Angka tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2020 yaitu
40%. Sedangkan di Jawa Tengah yaitu 81,4% sudah mencapai target cakupan
ASI di Indonesia yaitu 80% (Profil Kesehatan Indonesia,2020).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan asuhan keperawatan
pada klien post prtum normal melalui penyusunan karya tulis ilmiah (KTI)
dengan judul “Asuhan Keperawatan Post Partum Normal pada Ny.X dengan
Menyusui Tidak Efektif ”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan maka rumusan masalah dalam


penulisan ini adalah “Bagaimanakah gambaran Asuhan Keperawatan Post
Partum Normal Pada Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif Di Ruang X RS
X?”

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum:
Mampu menggambarkan Asuhan Keperawatan Post Partum Normal
Pada Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif Di Ruang X RS X
2. Tujuan Khusus:
a. Mampu menggambarkan hasil pengkajian Asuhan Keperawatan Post
Partum Normal Pada Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif Di
Ruang X RS X
3

b. Menetapkan gambaran rumusan diagnosa keperawatan Asuhan


Keperawatan Post Partum Normal Pada Ny.X dengan Menyusui
Tidak Efektif Di Ruang X RS X
c. Menggambarkan intervensi keperawatan Asuhan Keperawatan Post
Partum Normal Pada Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif Di
Ruang X RS X
d. Menggambarkan implementasi Asuhan Keperawatan Post Partum
Normal Pada Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif Di Ruang X RS
X
e. Menggambarkan evaluasi keperawatan Asuhan Keperawatan Post
Partum Normal Pada Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif Di
Ruang X RS X

D. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien
Post Partum Normal dengan Menyusui Tidak Efektif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Responden
Memberi informasi dan pengetahuan tentang Menyusui pada
saat Post Partum
b. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang
keperawatan dalam pemberian Asuhan Keperawatan Post Partum
Normal dengan Menyusui Tidak Efektif
c. Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman keperawatan, khususnya study kasus
mengenai Asuhan Keperawatan Post Partum Normal dengan
Menyusui Tidak Efektif
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP POST PARTUM

1. Definisi Post Partum


Post partum adalah masa setelah melahirkan atau persalinan. Masa
beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat hingga minggu ke
enam setelah melahirkan(Rose & Janet, 2018). Masa post partum dimulai
setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira enam
minggu, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada
waktu saluran reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat
sebelum hamil (Wahyuningsih, 2018)

2. Tahapan Pada Post Partum


Menurut Wahyuningsih (2018) Masa ibu post partum dibagi menjadi
3 bagian yaitu :
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan
postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu
melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi
uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu
b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling perencanaan KB

3. Perubahan Fisiologis Post Partum


Setelah masa post partum akan adanya perubahan pada otot – otot
uterus mulai dari berkontraksi, pembuluh – pembuluh darah yang ada
antara otototot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
terjadinya pendarahan setelah plasenta lahir (Cunningham, 2013).
Perubahan – perubahan yang terdapat pada serviks sesudah
postpartum yaitu padaorgan serviks seperti menganga berbentuk corong,
5

bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin.


Peruabahan – perubahan yang terdapat pada endometrium yaitu
timbulnya berupa trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi
plasenta pada hari pertama endometrium yang kira – kira setebal 2 – 5
mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan
selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa – sisa sel desidua
basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen – ligamen dan
diafragma palvis serta fasia yang merenggang pada sewaktu kehamilan
dan pertu setelah janin lahir berangsur – angsur kembali seperti sedia kala
(Cunningham, 2013)
Menurut Wahyuningsih (2018), perubahan-perubahan fisiologis yang
terjadi pada ibu setelah masa nifas/post partum adalah:
a. Perubahan sitem reproduksi
1) Involusi uterus
Involusi uterus adalah kembalinya uterus ke keadaan
sebelum hamil, baik dalam bentuk maupun posisi. Proses
involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri
(TFU). Pada hari pertama TFU diatas simfisis pubis/ sekitar 12
cm. Proses ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm
tiap harinya, sehingga pada hari ke-7 TFU sekitar 5 cm dan pada
hari ke10 TFU tidak teraba di simfisis pubis (Cunningham,
2013). Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a) Iskemia Miometri
Iskeemia miometrium disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi uterus yang terus menerus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
mmenyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormon estrogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akaan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya sepuluh kali panjang sebelum hamil dan
lebarnya lima kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan. Hal ini terjadi karena penurunan hormon
estrogen dan progesterone.
6

d) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah
yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus.
Proses ini menbantu untuk mengurangi perdarahan
( Marliandiani dan Nyna,2015).
2) Lokia
Lokia keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3
atau 4 minggu setelah post partum, perubahan lokia terjadi
dalam 3 tahap: lokia rubra, serosa dan alba.
3) Ovarium dan tuba falopi
Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan
progestern menurun sehingga menimbulkan mekanisme timbal
balik dari sirkulasi menstruasi. Pada saat inilah dimulai kembali
proses ovulasi sehingga wanita dapat hamil kembali.
b. Perubahan sistem pencernaan
Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern
menurun sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (Beartburn) dan
konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi
karena inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan
cairan selama persalinan dan adanya reflex hambatan defekasi karena
adanya nyeri pada perineum akibat luka episiotomy.
c. Perubahan sistem perkemihan Saluran kencing kembali normal
dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :
1) Keadaan/status sebelum persalinan
2) Lamanya partus kala II dilalui
3) Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan
Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah
persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia
dinding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi.
extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh
darah di dalam badan) ke mukosa (Province of Manitoba, 2019).
d. Perubahan sistem endoktrin
1) Hormon Plasenta
Hormon plasenta HCG ( Human Choironic Gonadotropin)
menurun dengan cepat setelah persalinan dan menetap sampai
10% dalam tiga jam hingga hari ketujuh post partum dan sebagai
onset pemenuhan mamae pada hari ketiga postpartum
(Marliandiani dan Nyna, 2015).
7

2) Hormon Pituitari
Menurunnya kadar estrogen merangsang kelenjar pituitari
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara dan merangsang produksi
ASI (Marliandiani dan Nyna , 2015).
3) Hormon Hipofisis Dan Fungsi Ovarium
Kadar prolaktin meningkat secara progresif semasa hamil.
Pada wanita menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai
minggu keenam setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum
dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama menyusui, dan
banyak makanan tambahan yang diberikan (Marliandiani dan
Nyna :2015).
4) Hormon Estrogen Dan Progesteron
Setelah persalinan, kadar estrogen menurun 10% dalam
kurun waktu sekitar tiga jam. Progesteron turun pada hari ketiga
post partum kemudian digantikan dengan peningkatan hormon
prolaktin dan prostaglandin yang berfungsi sebai pembentukan
ASI dan peningkatan kontraksi uterus sehingga mencegah
terjadinya perdarahan (Marliandiani dan Nyna, 2015).
e. Perubahan sistem kardiovaskuler
Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung
sampai kala 3 ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan
terjadi pada beberapa hari pertama post partum dan akan kembali
normal pada akhir minggu ke-3 post partum.
f. Perubahan tanda-tanda vital
1) Suhu tubuh
24 jam pertama ibu mengalami sedikit peningkatan suhu
tubuh (38˚C) sebagai respon tubuh terhadap proses persalinan.
Peningkatan suhu yang menetap bisa menandakan adanya
infeksi (Marliandiani dan Nyna, 2015).
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Pada
saat proses persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan.
Denyut nadi yang melebihi 100x/ menit, dapat menjadi pertanda
kemungkinan infeksi dan perdarahan post partum (Marliandiani
dan Nyna, 2015).
3) Tekanan darah
Setelah persalinan, tekanan darah dapat menjadi lebih
rendah dibanding saat hamil karena terjadinya perdarahan pada
proses persalinan. Bila tekanan darah mengalami peningkatan
8

lebih dari 30 mmHg pada sistole atau lebih dari 15mmHg pada
diastole perlu dicurigai timbulnya hipertensi atau preeklamsia
post partum (Marliandiani dan Nyna, 2015).
4) Pernafasan
Pada ibu post partum pada umumnya pernapasan menjadi
lambat atau kembali normal seperti saat sebelum hamil pada
bulan keenam setelah persalinan.

4. Adaptasi Psikologis Post Partum


Kelahiran anggota baru bagi suatu keluarga yang memerlukan
penyesuaian bagi ibu. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi
yang harus dijalani, perubahan tersebut berupa perubahan pada emosi dan
sosial. Adaptasi psikologis ini menjadi periode kerentanan pada ibu post
partum, karena periode ini membutuhkan peran professional kesehatan
dan keluarga. Tanggung jawab ibu post partum akan bertambah dengan
adanya kehadiran bayi yang baru lahir. Ikatan antara ibu dan bayi yang
sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita
untukmenjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau
rooming in pada ibu pasca melahirkan agar ibu dapat leluasa
menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi
fisik seperti merawat tali pusat, menyusui, mengganti popok tetapi juga
dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih
sayang ibu dapat terus terjaga (Wahyuningsih, 2018).
Ketika menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami
fase-fase sebagai berikut :
a. Fase taking in
Fase taking in merupakan periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan.
Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu
akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya
dari awal sampai akhir. Fase taking in adalah periode ketergantungan
dimana pada saat tersebut, fokus perhatian ibu akan tertuju pada
bayinya sendiri. Rubin menetapkan periode selama beberapa hari ini
sebagai fase menerima dimana seorang ibu juga membutuhkan
perlindunganserta perawatan yang bisa menyebabkan gangguan
mood dalam psikologi. Fase tersebut akan berlangsung antara 2
hingga 3 hari(Budiman et al., 2020). Rasa cemas, depresi dalam
psikologi dan juga kenikmatan terhadap peran barunya tersebut
terkadang juga semakin mempersempit persepsi seorang ibu
sehingga informasi yang disampaikan pada saat tersebut
9

kemungkinan harus diulang kembali. Beberapa rasa tidak nyaman


yang biasa terjadi dalam masa ini diantaranya adalah sakit perut,
nyeri di area luka jahitan jika ada, tidur tidak cukup dan kelelahan
sehingga yang harus lebih diperhatikan dalam fase tersebut adalah
banyak istirahat, komunikasi dan juga asupan nutrisi. Sedangkan
untuk gangguan psikologis yang biasa dialami oleh ibu selama fase
ini diantaranya yaitu rasa tidak nyaman karena perubahan fisik, rasa
kecewa terhadap bayi, merasa tidak bersalah karena tidak dapat
menyusui bayi dan kritik yang berasal dari suami atau keluarga
tentang perawatan bayi(Budiman et al., 2020).
b. Fase taking hold
Fase taking holdmerupakan suatu periode yang berlangsung
antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam
merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga
mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati
menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan
untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan
pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan
berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu
nifas(Taviyanda, 2019).
c. Fase letting go
Fase letting go merupakan periode menerima tanggung jawab
akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk
memenuhi kebutuhan bayinya.Keinginan untuk merawat diri dan
bayinya sudah meningkat pada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam
menjalani peran barunya(Maimunah & Masita, 2019).

5. Komplikasi Post Partum


Tanda-tanda bahaya postpartum adalah suatu tanda yang abnormal
yang mengindikasikan adanya bahaya atau komplikasi yang dapat terjadi
selama masa nifas, apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa
menyebabkan kematian ibu. Tanda-tanda bahaya postpartum, adalah
sebagai berikut.
a. Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi sebagai berikut.
10

1) Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage)


adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir, atau perdarahan dengan volume seberapapun
tetapi terjadi perubahan keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital
sudah menunjukkan analisa adanya perdarahan. Penyebab utama
adalah atonia uteri, retensio placenta, sisa placenta dan robekan
jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum
Hemorrhage)
adalah perdarahan dengan konsep pengertian yang sama
seperti perdarahan postpartum primer namun terjadi setelah 24
jam postpartum hingga masa nifas selesai. Perdarahan
postpartum sekunder yang terjadi setelah 24 jam, biasanya
terjadi antara hari ke 5 sampai 15 postpartum. Penyebab utama
adalah robekan jalan lahir dan sisa placenta (Wahyuningsih,
2018).
b. Infeksi pada masa postpartum
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan,
Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas.
Infeksi yang meluas kesaluran urinari, payudara, dan pasca
pembedahan merupakan salah satu penyebab terjadinya AKI tinggi.
Gejala umum infeksi berupa suhu badan panas, malaise, denyut
nadi cepat. Gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan dan
rasa nyeri pada payudara atau adanya dysuria (Province of Manitoba,
2019).
c. Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina
dalam masa nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari
pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir
(cairan ini berasal dari bekas melekatnya atau implantasi placenta).
Lochea dibagi dalam beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
1) Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan
mekoneum, selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi,
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
4) Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.
11

5) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah


berbau busuk.
6) Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya (Wahyuningsih,
2018).
d. Sub involusi uterus (Pengecilan uterus yang terganggu)
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim
dimana berat rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-
60 mg pada 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik
atau terganggu di sebut sub involusi. Faktor penyebab sub involusi,
antara lain: Sisa plasenta dalam uterus, endometritis, adanya mioma
uteri. Pada keadaan sub involusi, pemeriksaan bimanual di temukan
uterus lebih besar dan lebih lembek dari seharusnya, fundus masih
tinggi, lochea banyak dan berbau, dan tidak jarang terdapat pula
perdarahan (Sudirman & Lubuk, 2020).
e. Nyeri pada perut dan pelvis
Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat merupakan tanda dan
gejala komplikasi nifas seperti Peritonitis. Peritonitis adalah
peradangan pada peritonium, peritonitis umum dapat menyebabkan
kematian 33% dari seluruh kematian karena infeksi. Gejala klinis
peritonitis dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis Tanda dan
gejalanya adalah demam, nyeri perut bagian bawah tetapi
keadaan umum tetap baik, pada pemeriksaan dalam kavum
dauglas menonjol karena ada abses.
2) Peritonitis umum Tanda dan gejalanya adalah suhu meningkat
nadi cepat dan kecil, perut nyeri tekan, pucat muka cekung, kulit
dingin, anorexia, kadang-kadang muntah (Wahyuningsih, 2018).
f. Pusing dan lemas yang berlebihan, sakit kepala, nyeri epigastrik, dan
penglihatan Kabur
Pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada nifas. Pusing bisa
disebabkan oleh tekanan darah tinggi (Sistol ≥140 mmHg dan
distolnya ≥90 mmHg). Pusing yang berlebihan juga perlu diwaspadai
adanya keadaan preeklampsi/eklampsi postpartum, atau keadaan
hipertensi esensial. Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga
disebabkan oleh anemia bila kadar haemoglobin (Wahyuningsih,
2018).
g. Suhu Tubuh Ibu > 38 oC
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit
meningkat antara 37,2oC-37,oC oleh karena reabsorbsi proses
perlukaan dalam uterus, proses autolisis, proses iskemic serta
12

mulainya laktasi, dalam hal ini disebut demam reabsorbsi. Hal ini
adalah peristiwa fisiologis apabila tidak diserta tanda-tanda infeksi
yang lain. Namun apabila terjadi peningkatan melebihi 38C berturut-
turut selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas adalah
keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam
masa nifas (Wahyuningsih, 2018).
h. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh payudara yang tidak disusu
secara adekuat, puting susu yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu
dengan diet yang kurang baik, kurang istirahat, serta anemia.
Keadaan ini juga dapat merupakan tanda dan gejala adanya
komplikasi dan penyulit pada proses laktasi, misalnya
pembengkakan payudara, bendungan ASI, mastitis dan abses
payudara (Wahyuningsih, 2018).
i. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
Kelelahan yang amat berat setelah persalinan dapat
mempengaruhi nafsu makan,sehingga terkadang ibu tidak ingin
makan sampai kelelahan itu hilang. Hendaknya setelah bersalin
berikan ibu minuman hangat, susu, kopi atau teh yang bergula untuk
mengembalikan tenaga yang hilang. Berikanlah makanan yang
sifatnya ringan, karena alat pencernaan perlu proses guna
memulihkan keadaanya kembali pada masa postpartum
(Wahyuningsih, 2018).
j. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di wajah maupun
ekstremitas.
Selama masa nifas dapat terbentuk thrombus sementara pada
vena-vena di pelvis maupun tungkai yang mengalami dilatasi.
Keadaan ini secara klinis dapat menyebabkan peradangan pada vena-
vena pelvis maupun tungkai yang disebut tromboplebitis pelvica
(pada panggul) dan tromboplebitis femoralis (pada tungkai).
Pembengkakan ini juga dapat terjadi karena keadaan udema yang
merupakan tanda klinis adanya preeklampsi/eklampsi
(Wahyuningsih, 2018).
k. Demam, muntah, dan rasa sakit waktu berkemih.
Pada masa nifas awal sensitifitas kandung kemih terhadap
tegangan air kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma
persalinan serta analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan
kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman,
yang ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi, hematom
dinding vagina (Wahyuningsih, 2018).
13

6. Penatalaksanaan Pada Post Partum


a. Personal hygiene
Kebersihan diri sangat penting dilakukan pada masa post
partum, kondisi ibu pasca melahirkan sangatlah rentan terhadap
infeksi. Personal Hygiene pada ibu hamil adalah kebersihan yang
dilakukan oleh ibu hamil untuk mengurangi kemungkinan infeksi
karena badan kotor yang banyak mengandung kuman – kuman.
Tujuan dari personal hygiene adalah memelihara kebersihan diri ibu
hamil, mencegah penyakit serta ibu akan merasa nyaman (Sunarsih
& Mariza, 2020).
b. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas
untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya setelah melahirkan.
Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu
untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk merawat bayi
salah satunya pada perawatan tali pusat nanti.
c. Senam nifas
Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari
sampai hari kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang
dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam nifas
membantu untuk memperbaiki sirkulasi darah, dan memperbaiki
sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot
panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca
melahirkan (Sudirman & Lubuk, 2020)
d. Perawatan tali pusat
Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya
gangguan kesehatan pada bayi diantaranya tetanus neonatorum dan
omfalitis dengan tindakan sederhana. Tujuan lain perawatan tali
pusatpun berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada
bayi baru lahir, penyakit ini disebabkan karena masuknya spora
kuman tetanus kedalam tubuh bayi melalui tali pusat, baik dari alat
steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan yang
ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi
(Simanungkalit & Sintya, 2019)
14

7. Konsep Menyusui
a. Definisi Menyusui
Menyusui merupakan suatu proses alamiah manusia dalam
mempertahankan dan melanjutkan kelangsungan hidup
keturunannya. Organ tubuh yang ada pada seorang wanita menjadi
sumber utama kehidupan untuk menghasilkan ASI yang merupakan
sumber makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-
bulan pertama kehidupan. Perkembangan zaman membawa
perubahan bagi kehidupan manusia, dengan bertambahnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat membuat
pengetahuan manusia mengetahui pentingnya ASI bagi kehidupan
bayi. Menyusui merupakan suatu pengetahuan yang sudah ada sejak
lama yang mempunyai peranan penting dalam mempertahankan
kehidupan manusia (Astuti, 2015).
b. Manfaat Menyusui
Manfaat menyusui ternyata tidak hanya untuk bayi, tetapi juga
bermanfaat bagi ibu. Adapun manfaat yang diperoleh dengan
menyusui untuk ibu menurut Astuti (2015) adalah :
1) Menyusui membantu mempercepat pengembalian rahim ke
bentuk semula dan mengurangi perdarahan setelah kelahiran. Ini
karena isapan bayi pada payudara dilanjutkan melalui saraf ke
kelenjar hipofise di otak yang mengeluarkan hormon oksitosin.
Oksitosin selain bekerja untuk mengkontraksikan saluran ASI
pada kelenjar air susu juga merangsang uterus untuk
berkontraksi sehingga mempercepat proses involusio uteri.
2) Menyusui secara teratur akan menurunkan berat badan secara
bertahap karena pengeluaran energi untuk ASI dan proses
pembentukannya akan mempercepat seorang ibu kehilangan
lemak yang ditimbun selama kehamilan.
3) Bagi ibu, pemberian ASI mudah karena tersedia dalam keadaan
segar dengan suhu selalu siap jika diperlukan pada malam hari.
4) Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu dibeli.
5) Menyusui dapat meningkatkan kedekatan antara ibu dan bayi.
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusui
akan merasakan kasih sayang ibunya. Bayi juga akan merasa
aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar
detak jantung ibunya yang telah dikenal selama dalam
kandungan. Perasaan terlindung ini akan menjadi dasar
perkembangan emosi dan membentuk kepribadian yang percaya
diri dan dasar spiritual yang baik.
15

6) Pemberian ASI secara eksklusif dapat menunda proses


menstruasi dan ovulasi selama 20 sampai 30 minggu atau lebih
karena isapan bayi merangsang hormon prolaktin yang
menghambat terjadinya ovulasi/pematangan telur sehingga
menunda kesuburan.
7) Menyusui menurunkan resiko kanker ovarium dan kanker
payudara pramenopause, serta penyakit jantung pada ibu. Hasil
penelitian (Dr. Imad, 2012) menemukan bahwa resiko kanker
payudara turun 4,3% pada ibu yang menyusui, menyusui juga
dapat menurunkan osteoporosis.
8) Wanita menyusui yang tidak memiliki riwayat diabetes
gestasional akan kemungkinan yang lebih kecil untuk
mengalami diabetes tipe 2 di kemudian hari.
c. Mekanisme Menyusui
Reflek yang penting dalam mekanisme isapan bayi terbagi
menjadi tiga menurut Marliandiani (2015) yaitu:
1) Refleks Menangkap (Rooting Refleks)
Timbul saat bayi baru lahir, pipi disentuh, dan bayi akan
menoleh kearah sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan puting
susu, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha menangkap
puting susu.
2) Refleks Menghisap (Sucking Refleks)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh
oleh puting. Agar puting mencapai palatum, maka sebagian
besar areola harus masuk kedalam mulut bayi. Dengan
demikian, sinus laktiferus yang berada di bawah areola tertekan
antara gusi, lidah, dan palatum sehingga ASI keluar.
3) Refleks Menelan (Swallowing Refleks)
Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka
bayi akan menelannya.
d. Teknik Menyusui
Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan putting
susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga
mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu
(Wulandari & Handayani, 2011). Teknik menyusui yang benar
adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan
posisi ibu dan bayi dengan benar.
1) Langkah-langkah perlekatan menyusui yang benar menurut
Marliandiani dan Nyna (2015) adalah sebagai berikut:
a) Cuci tangan sebelum menyusui.
16

b) Ibu duduk atau berbaring dengan santai kemudian


mempersilahkan dan membantu ibu membuka pakaian bagian
atas.
c) Sebelum menyusui bersihkan puting sampai aerola dengan
kapas dibasahi air hangat lalu ASI dikeluarkan sedikit,
kemudian dioleskan pada puting dan sekitar aerola payudara
(cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan
menjaga kelembapan puting susu).
d) Jelaskan pada ibu bagaimana teknik memegang bayinya:
(1) Kepala dan badan bayi berada pada satu garis.
(2) Perut bayi menempel pada perut ibu dengan meletakkan
satu tangan bayi dibelakang badan ibu dan yang satu di
depan.
(3) Muka bayi menghadap payudara, sedangkan hidungnya
ke arah puting susu.
(4) Ibu harus memegang bayinya berdekatan dengan ibu.
(5) Untuk Bayi Baru Lahir (BBL), ibu harus menopang
badan bayi bagian belakang, disamping kepala dan bahu.
e) Mengajari ibu untuk menopang payudara dengan ibu jari di
atas dan jari yang lainmenopang di bawah serta jangan
menekan puting susu dan aerolanya.
f) Mengajari ibu untuk merangsang membuka mulut bayi,
menyentuh sudut mulut bayi dengan puting susu.
g) Setelah bayi membuka mulut (anjurkan ibu mendekatkan
dengan cepat kepala bayi ke payudara ibu, kemudian
memasukkan puting susu serta sebagian besar aerola masuk
ke mulut bayi).
h) Setelah bayi mulai menghisap, menganjurkan ibu untuk tidak
memegang atau menyangga payudara lagi.
i) Menganjurkan ibu untuk memperhatikan bayi selama
menyusui.
j) Mengajari ibu cara melepas isapan bayi dengan cara jari
kelingking dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut
atau dagu bayi ditekan ke bawah.
k) Setelah selesai menyusui, mengajarkan ibu mengoleskan
sedikit ASI pada puting susu dan aerola. Biarkan kering
dengan sendirinya.
17

2) Posisi menyusui menurut Marliandiani dan Nyna (2015) adalah


sebagai berikut :
a) Posisi madona atau menggendong
Bayi berbaring menghadap ibu, leher, dan punggung atas
bayi diletakkan pada lengan lateral payudara.Posisi ini telah
menjadi kegemaran kebanyakan para ibu.

Gambar 1. Posisi Madona (Sumber: Sutanto,


Andina Vita, 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan
Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Baru Press)
b) Posisi football hold
Bayi berbaring atau punggung melingkar antara lengan
dan samping dada ibu. Lengan bawah tangan ibu menyangga
bayi, dan ia menggunakan tangan sebelahnya untuk
memegang payudara jika diperlukan.

Gambar 2. Posisi football (Sumber : Sutanto,


Andina Vita, 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan
Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Baru Press)
c) Posisi berbaring miring
Posisi ini apabila ibu dan bayi merasa letih, jika baru
pulih dari pembedahan sesar, ini mungkin satu-satunya posisi
yang biasa dicoba pada beberapa hari pertama.Ibu dan bayi
berbaring miring saling berhadapan.
18

Gambar 3.Posisi Menyusui Berbaring Miring(Sumber :


Sutanto, Andina Vita, 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan
Menyusui. Yogyakarta :Pustaka Baru Press)
3) Cara Menyendawakan Bayi menurut Marliandiani dan Nyna
(2014) adalah sebagai berikut:
Saat bayi menyusui, sering kali udara ikut masuk bersama
susu. Jika bayi menyusu pada ibu, udara yang tertelan oleh bayi
lebih sedikit dibandingkan bayi yang minum susu menggunakan
botol. Udara yang masuk tertahan di bagian atas lambung,
akibatknya perut bayi menjadi kembung, gumoh, muntah, rewel,
bahkan nyeri perut.Untuk menghindari perut bayi kembung
segera sendawakan setelah bayi menyusu pada masing-masing
payudara atau setelah minum menggunakan botol. Sendawa
adalah keluarnya udara dari dalam lambung melalui mulut.
Posisi bayi agar mudah disendawakan menurut Marliandiani
dan Nyna tahun 2015 adalah sebagai berikut :
a) Posisi memeluk bayi di bahu
b) Posisi menggendong depan
c) Posisi tengkurapkan bayi di pangkuan

Gambar 4. Cara Membuat Bayi Bersendawa (Sumber :


Sutanto, Andina Vita, 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan
Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Baru Press)
e. Tanda Bayi Menyusui Dengan Benar
Apabila bayi telah menyusui dengan benar, maka akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut (Dewi dan Tri, 2014):
1) Bayi tampak tenang
2) Badan bayi menempel pada perut ibu
19

3) Mulut bayi terbuka lebar


4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu
5) Sebagian aerola masuk ke dalam mulut bayi, aerola bawah lebih
banyak yang masuk.
6) Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin aerola, lingkar aerola
atas terlihat banyak bila dibandingkan dengan lingkar aerola
bawah.
7) Lidah bayi menompang puting dan aerola bagian bawah.
8) Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan dan Kepala
bayi agak menengadah.
9) Puting susu tidak terasa nyeri
10) Bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang
disertai berhenti sesaat.
f. Tanda Bayi Cukup ASI
Bayi usia 0-6 bulan, dapat dinilai mendapat kecukupan ASI bila
mencapai keadaan sebagai berikut:
1) Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal
mendapatkan ASI 8 kali pada 2-3 minggu pertama.
2) Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering dan warna
menjadi lebih muda pada hari kelima setelah lahir.
3) Bayi akan buang air kecik (BAK) paling tidak 6-8x sehari.
4) Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah
habis.
5) Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.
6) Pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) bayi
sesuai dengan grafik pertumbuhan.
7) Bayi menyusui dengan kuat (rakus), kemudian mengantuk dan
tertidur pulas. ( Dewi dan Tri, 2014)
g. Dampak Tidak Menyusui
Dampak yang dapat ditimbukan bila tidak menyusui, diantaranya :
1) Bertambahnya kerentanan terhadap penyakit baik bagi ibu
maupun bayi Menyusui dapat mencegah sepertiga kejadian
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), kejadian diare dapat turun
50%, dan penyakit usus parah pada bayi premature dapat
berkurang kejadiannya sebanyak 58%. Pada ibu, risiko kanker
payudara juga dapat menurun 6-10% (Fadhila et al., 2016). Jika
air susu ibu tidak 18 diberikan kepada bayi secara adekuat
bersamaan dengan bertambahnya sekresi air susu tersebut, maka
akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli yang secara
klinis tampak payudara membesar. Payudara yang membesar dan
berisi penumpukan air susu tersebut dapat mengakibatkan abses,
20

gagal menyusui dan rasa sakit. Jika hal ini terjadi secara terus-
menerus dengan tidak mengosongkan ASI sebagai
penatalaksanaan penyembuhan, maka akan terjadi keparahan dan
menyebabkan ibu mengalami penyakit kanker payudara.
2) Biaya kesehatan untuk pengobatan Pemberian ASI dapat
mengurangi kejadian diare dan pneumonia sehingga biaya
kesehatan dapat dikurangi 256,4 juta USD atau 3 triliun tiap
tahunnya (Fadhila et al., 2016).
3) Kerugian kognitif seperti hilangnya pendapatan bagi individual
Pemberian ASI eksklusif dapat meningkatkan IQ anak, potensi
untuk mendapatkan pekerjaan kedepannya lebih baik, karena anak
tersebut memiliki fungsi kecerdasan tinggi. Tentunya hal ini akan
meningkatkan potensi mendapatkan penghasilan yang lebih
optimal (Fadhila et al., 2016).
4) Biaya susu formula Penghasilan seseorang hampir 14% habis
digunakan untuk membeli susu formula bayi berusia kurang dari
6 bulan. Jika dari mereka mampu memberikan ASI eksklusif
selama bayi baru lahir hingga berusia dua tahun, penghasilan
orangtua dapat dihemat sebesar 14% (Fadhila et al., 2016).
h. Masalah Dalam Menyusui
Proses pemberian ASI tidak selalu berjalan lancar, sering kali
masalah muncul baik dari factorbayi maupun ibu. Berikut ini adalah
masalah-masalah dalam pemberian ASI menurut Dewi dan Tri (2014)
:
1) Masalah pada bayi
a) Bayi enggan menyusu
Kemungkinan bayi enggan menyusu disebabkan hidung
tertutup lendir atau inggus, karena salesma (pilek), sehingga
sulit bernafas, terlambat mulainya menyusu ketika berada di
rumah sakit, karena tidak dirawat gabung, karena ibu sakit
atau bekerja, bayi menyusu bergantian dengan dot, dan
teknik menyusui yang salah.
b) Bayi dengan reflek isap lemah
Bayi yang lahir kurang bulan atau dengan gangguan
menghisap akan mengalami kesulitan saat menyusui. Untuk
bayi dalam kondisi demikian sebaiknya ASI diperah dan
diberikan dengan pipet atau sonde lambung.
c) Bayi kuning
Adakalanya kasus bayi kuning terjadi karena kurangnya
pemberian ASI pada awal kelahiran, dengan menyusui
21

secara dini hal ini akan sangat penting karena bayi akan
mendapatkan kolostrum. Kolostrum berfungsi untuk
mengeluarkan bilirubin pada bayi melalui mekonium.
d) Bayi kembar
e) Bayi terpisah dengan ibu karena sakit
f) Bayi bingung puting
Niple confusion atau istilah bayi bingung puting dimana
bayi tidak mau menysui lagi pada ibunya dikarenakan telah
mencoba minum susu dari botol atau dot. (Dewi dan Tri,
2014)
2) Masalah pada Ibu
a) Kurang informasi
b) Puting susu yang pendek atau terbenam
c) Payudara bengkak /penuh
d) Puting susu nyeri / lecet
e) Radang payudara
Apabila puting lecet, saluran payudara tersumbat, atau
terjadi pembengkakan yang tidak diatasi dengan baik, maka
hal ini akan menjadi peradangan pada payudara. Payudara
akan terasa bengkak, sangat sakit, kulit berwarna merah dan
disertai demam.
f) Abses payudara
Payudara berwarna lebih merah mengkilap, berisi nanah,
dan ibu merasa lebih sakit. Penanganan hampir sama dengan
peradangan namun nanah yang terjadi harus dikeluarkan dengan
cara insisi. Selama luka bekas insisi belum sembuh maka bayi
hanya dapat menyusu dari payudara yang sehat.
g) Ibu Post Sectio Caesaria
Selama 12 jam ibu belum mampu menyusui karena proses
pembiusan, ASI dapat diperah dan diberikan dengan
menggunakan sendok.Apabila ibu sudah sadar, kondisi ibu dan
bayi dalam keadaan baik, maka ibu dapat segera menysui, ibu
dapat memilih posisi menyusui dengan menghindari tekanan
pada luka dengan posisi berbaring miring atau posisi memegang
bola (football position).
h) Ibu dengan penyakit
Pada umumnya, ibu yang sakit masih dapat menyusui
bayinya kecuali ibu sakit sangat berat, seperti gagal ginjal,
jantung, atau kanker.Dalam kasus ibu yang mengalami penangan
khusus, misalkan ibu mengalami hepatitis B, HIV serta penyakit
22

yang diperoleh saat kehamilan misalnya diabetes militus, TB


paru aktif, maka kegiatan menysusui perlu penanganan khusus.
(Dewi dan Tri, 2014).
23

E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas ibu dan penanggungjawab
Nama, nama panggilan, alamat, bahasa yang digunakan.
Usia ibu dalam kategori usia subur (15-49 tahun). Bila
didapatkan terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu tua
(lebih dari 35 tahun) merupakan kelompok resiko tinggi.
Pendidikan dan pekerjaan klien. (Taufan,2014).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Umumnya ibu post partum persalinan normal akan
mengeluhkan nyeri pada bagian abdomen, vagina, perineum
(Doenges, 2012).
2) Riwayat penyakit yang lalu
Pada tinjauan kasus riwayat kesehatan yang lalu diikaji
untuk mengetahui apakah ibu mempunyai riwayat penyakit
seperti diabetes militus,dan lain-lain.
3) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit menular seperti TBC dan hepatitis, menurun
seperti jantung dan DM
c. Riwayat Ginekologi dan Obstetri
1) Riwayat ginekologi
a) Riwayat menstruasi
Anamnesis haid memberikan kesan tentang faal alat
reproduksi / kandiungan mengikuti menarche, frekuensi
siklus normal, lamanya, jumlah darah keluar, karakteristi
darah, HPHT, disminhorea, perdarahan uterus disfungsional
dan syndrome premenstrual. Pada wanita indonesia usia
pertama kali menstruasi umumnya 12-16 tahun. Selain itu,
jarak antara menstruasi atau siklus menstruasi yang biasanya
sekitar 23-32 hari dengan lama menstruasi sekitar 7-14 hari.
24

b) Riwayat perkawinan
Usia pwerkawinan, usia klien dan suami saat menikah,
pernikahan yang keberapa, jumlah anak.
c) Riwayat KB
Untuk mengetahui jenis alat kontrasepsi yang
digunakan, waktu penggunaan dan adanya keluhan selama
penggunaan. Pada ibu post partum persalinan normal tidak
ada hubungannya dengan jenis KB yang digunakan
(Nursalam, 2012).
2) Riwayat obstetri
a) Riwayat kehamilan dahulu
Meliputi berapa jumlah kehamilan, masalah atau
keluhan pada kehamilan sebelumnya.
b) Riwayat kehamilan sekarang
Usia kehamilan, keluhan selama hamil, imunisasi,
imunisasi TT, perubahan berat badan selama hamil, tempat
pemeriksaan kehamilan dan keterangan klien dalam
memeriksa kehamilan.
c) Riwayat persalinan dahulu
Meliputi umur kehamilan, tanggal partus, jenis partus,
tempat persalinan, berat badan anak waktu lahir, masalah
yang terjadi pada ibu dan anak.
d) Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal terminasi, usia gestasi, tempat
melahirkan, bentuk persalinan (spontan, SC, forcep atau
vakumekstraksi), masalah obstetric, dalam kehamilan
(preeklamsi dan lain-lain), dalam persalinan (malpresentasi,
drip oksitosin), dalam nifas (perdarahan, infeksi kandungan,
bagaimana laktasi), berat bayi lahir, jenis kelamin bayi,
kelainan kongenital bayi, status kehidupan bayi, jika
meninggal apa penyebabnya (Chapman & Cathy, 2013).dan
APGAR score.
e) Riwayat nifas dahulu
Meliputi masalah atau keluhan pada nifas sebelumnya.
f) Riwayat nifas sekarang
Meliputi tentang adanya perdarahan, jumlah darah
biasanyabanyak, kontraksi uterus, konsistensi uterus
biasanya keras seperti papan, tinggi fundus uteri setinggi
pusat (Maryunani, 2015).
25

d. Pola aktivitas sehari-hari


1) Pola Nutrisi
Mencakup nafsu makan, pola menu makanan yang
dikonsumsi, meliputi jumlah makan dan minum, jenis makanan
(kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi makan. Pada ibu
post partum akan terjadi penurunan dalam pola makan dan akan
merasa mual karena efek kelelahan yang masih ada dan bisa juga
dari faktor nyeri akibat persalinan.
2) Pola Eliminasi
Apakah ibu mengalami diuresis setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya kontrol pengeluaran urine), apakah
terjadi retensi urine karena rasa takut akibat luka episiotomi,
apakah perlu alat/ tindakan saat BAK, serta pola BAB. Biasanya
terjadi penurunan karena faktor psikologis dari ibu yang masih
merasa trauma, dan otot-otot masih berelaksasi. Defekasi
spontan mungkin baru terjadi setelah 2-3 hari post partum.
Pergerakan usus yang biasa dan teratur kembalisetelah tonus
usus kembali. Dibutuhkan 2-8 minggu sampai 42 hipotonus dan
dilatasi uterus dan pelvis ginjal yang terjadi karena kehamilan
kembali seperti sebelum hamil.
3) Pola Istirahat Tidur
Mencakup lamanya tidur, waktu tidur (siang dan malam)
dan kualitas tidur. Pola istirahat tidur menurun karena ibu
merasa kesakitan dan lemas akibat dari proses persalinan.
4) Personal Hygine
Meliputi pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut, kebersihan genitalia, pola berpakaian,
serta tata rias rambut dan wajah. Biasanya kondisi pada ibu
setelah melahirkan dalam keadaan lemah dan nyeri akibat
persalinan, sehingga dalam melakukan perawatan diri masih
dibantu.
5) Aktivitas dan Latihan
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan,
seperti melakukan senam nifas, kemampuan merawat diri,
melakukan eliminasi, serta kemampuan bekerja atau beraktivitas
dan menyusui. Biasanya kondisi pada ibu setelah melahirkan
dalam keadaan lemah dannyeri akibat persalinan, sehingga
dalam melakukan perawatan diri masih dibantu perawat dan
keluarga. Pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari
26

tempat tidur sebentar, sekurang kurangnya 2 kali pada hari


kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
e. Pemeriksaan fisik Head To Toe (Sulistyowati, 2013)
a) Kepala
Bentuk kepala oval dan bulat, kulit kepala bersih, rambut berwarna
hitam dan tidak rontok. Muka oedem, tidak ada nyeri tekan.
Mata : Mata simetris kanan dan kiri, sklera mata berwarna
putih, konjungtiva berwarna merah muda.
Telinga : Simetris kanan kiri, bersih tidak ada serumen,
pendengaran berfungsi dengan baik.
Hidung : Bentuk normal, keadaan bersih, tidak ada polip,
pertumbuhan rambut hidung merata, penciuman normal.
Mulut : Bentuk normal, kedaan bersih, tidak ada kesulitan
menelan.
b) Leher : Normal, tidak terdapat pembengkakan kelenjar dan vena
jugularis
c) Dada :
(1) Payudara
Payudara simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe,
areola mamae berwarna hitam merata, payudara terasa
padat, papilla mammae menonjol, colostrum ada, tidak ada
kelainan pada payudara.
(2) Paru paru
Jalan nafas spontan, vokal fremitus getarannya sama,
tidak teraba massa, perkusi sonor, suara nafas vesikuler, ada
suara nafas tambahan atau tidak yaitu wheezing atau ronchi.
(3) Jantung
Kecepatan denyut apical reguler, irama jantung normal,
umumnya tidak ada kelainan bunyi jantung, tidak ada nyeri
tekan.
d) Abdomen
Abdomen mungkin masih menonjol atau membesar, tinggi
fundus uterus turun 1-2 jari setiap 24 jam, konsistensi uterus
keras atau lembek. Perkusi timpani pada usus, bising usus
normal
e) Genetalia
Jumlah dan jenis lochea biasanya terdapat pengeluaran
lochea rubra (berwarna merah) yang menetap selama 3 hari.
Berapa kali ganti pembalut dalam sehari.
27

f) Ekstermitas Atas : Pada pasien persalinan normal Lingkar


Lengan Atas 23 cm, tidak ada edema . Ekstremitas bawah : Ada
edema, tidak ada varises

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (DPP PPNI,
2016).
a. SDKI, 2016
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, luka episiotomi post partum
spontan
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Kode : D.0077
b. SDKI, 2016
Resiko infeksi b.d luka episiotomi post partum spontan
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi
Kode : D.0141
c. SDKI, 2016
Gangguan pola tidur b.d tanggung jawab memberi asuhan pada bayi
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas dan istirahat
Kode : D.0055
d. SDKI, 2016
Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi tentang kesehatan
masa post partum
Kategori : Perilaku
Subkategori : Penyuluhan dan pembelajaran
Kode : D.0110
e. SDKI, 2016
Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
Kode : D.0029
28

3. Intervensi Kepperawatan
Menurut Bullechek, dkk (2015), rencana keperawatan atau intervensi
keperawatan adalah suatu perawatan yang dilakukan perawat berdasarkan
penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome
klien.
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, luka episiotomi post partum
spontan
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
3) Edukasi
a) Jelaskan strategi meredakan nyeri
b) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu (SIKI, 2018)
b. Resiko infeksi b.d luka episiotomi post partum spontan
1) Observasi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2) Terapeutik
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
3) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu (SDKI, 2018)
c. Gangguan pola tidur b.d tanggung jawab memberi asuhan pada bayi
1) Observasi
a) Identifikasi pola aktifitas dan tidur
b) Identifiksi faktor pengganggu tidur
2) Terapeutik
a) Tetapkan jadwal tidur rutin
b) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
3) Edukasi
29

a) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur (SIKI, 2018)


d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi tentang kesehatan
1) Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Terapeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
3) Edukasi
a) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
b) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatakan perilaku hidup bersih dan sehat (SIKI, 2018)
e. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI
1) Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
2) Terapeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
d) Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam
menyusui
3) Edukasi
a) Berikan konseling menyusui
b) Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
c) Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan dengan
benar
d) Ajarkan perawatan payudara postpartum (SIKI, 2018)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan salah satu bagian dalam proses
keperawatan dengan melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan
dan disesuaikan dengan intervensi atau perencanaan dan perwujudan dari
tahap perencanaan yang telah dibuat tujuannya untuk mencapai tujuan
ataupun kriteria hasil yang telah ditentukan (Sri Wahyuni, 2016).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap yang paling akhir dalam
proses keperawatan, dimana perawat melakukan penilaian apakah tujuan
30

ataupun kriteria hasil yang telah ditentukan tercapai atau tidak. Pengisian
format yang dipakai adalah SOAP (Sri Wahyuni, 2016).
31

F. KONSEP MENYUSUI TIDAK EFEKTIF

1. Definisi
Menyusui Tidak Efektif adalah Kesulitan memberikan susu pada bayi
atau anak secara langsung dari payudara, yang mempengaruhi status
nutrisi pada anak (Keliat dan Henny, 2018).

2. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik pada konsep menyusui tidak efektif menurut
(Keliat dan Henny, 2018) adalah :
a. Ketidakefektifan defekasi bayi.
b. Bayi mendekat ke payudara.
c. Bayi menangis dalam jam pertama setelah menyusu.
d. Bayi tidak mampu lach on pada payudara secara tepat.
e. Bayi menolak lacthing on.
f. Bayi tidak responsif terhadap tindakan kenyamanan lain.
g. Ketidakcukupan pengosongan payudara setelah menyusui.
h. Kurangnya penambahan berat badan bayi.
i. Tidak tampak pelepasan oksitosin.
j. Tampak ketidakadekuatan asupan susu.
k. Luka puting yang menetap setelah seminggu, pertama menyusui.
l. Penurunan berat badan bayi terus menerus.
m. Tidak menghisap payudara terus menerus. (Keliat dan Henny, 2018)

3. Faktor Yang Berhubungan


Faktor yang berhubungan dengan menyusui tidak efektif menurut
(Keliat dan Henny, 2018) adalah :
a. Suplai ASI tidak cukup.
b. Keluarga tidak mendukung.
c. Tidak cukup waktu untuk menyusu ASI.
d. Kurang pengetahuan orang tua tentang teknik menyusui.
e. Kurang pengetahuan orang tua tentang pentingnya pemberian ASI.
f. Diskontinuitas pemberian ASI.
g. Ambivalensi ibu.
h. Ansietas ibu.
i. Anomali payudara.
j. Keletihan ibu.
k. Obesitas ibu .
32

l. Nyeri ibu.
m. Reflek isap bayi buruk.

4. Populasi Beresiko
Populasi beresiko dengan menyusui tidak efektif menurut (Keliat dan
Henny, 2018) adalah :
a. Bayi premature.
b. Pembedahan payudara sebelumnya.
c. Riwayat kegagalan menysui sebelumnya.
d. Masa cuti melahirkan yang pendek.

5. Penatalaksanaan Menyusui Tidak Efektif (Kemenkes,2014)


a. Memberitahukan keuntungan dan penatalaksanaan pemberian ASI
pada semua ibu hamil.
b. Membantu ibu memulai pemberian ASI dalam waktu setengah jam
setelah kelahiran.
c. Memperlihatkan kepada ibu yang belum berpengalaman bagaimana
cara meneteki dan tetap memberikan ASI meskipun ibu terpisah
darineonatus.
d. Tidak memberikan makanan atau minuman lain selain ASI kepada
neonatus kecuali diindikasikan secara medis.
e. Mempraktekkan rawat gabung, mengijinkan ibu dan neonatus untuk
terus bersama-sama 24 jam sehari.
f. Tidak memberikan dot atau empeng pada neonatus yang diberi ASI.
g. Mengajarkan ibu cara merangsang refleks let down. Pijat oksitosin
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran
produksi ASI dengan cara merangsang reflek let down. Pijat Oksitosin
adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai
tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang
hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Rahayu, 2016).
33

BAB III
METODE STUDI KASUS

A. RANCANGAN STUDI KASUS

Studi kasus menurut (Nursalam, 2016) adalah merupakan penelitian yng


mencangkup pengkajian bertujuan memberikan gambaran secara mendetail
mengenai latar belakang, sifat maupun karakter yang ada dari suatu kasus,
dengan kata lain bahwa studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus
secara intensif dan rinci. Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan rancangan
studi kasus deskriptif yang menggambarkan Asuhan Keperawatan Post
Partum Normal pada Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif Di Ruang X RS
X.

G. SUBJEK STUDI KASUS

Peneliti ini menggunakan subjek pasien yang telah melahirkan secara


normal dan mengalami menyusui tidak efektif.

H. FOKUS STUDI

Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah Asuhan Keperawatan Post
Partum Normal dengan Menyusui Tidak Efektif Di Ruang X RS X

I. DEFINISI OPERASIONAL

Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Partum Normal dengan Menyusui


Tidak Efektif adalah serangkaian tindakan atau proses keperawatan yang
diberikan serta dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan,
kemudian evaluasi terhadap tindakan keperawatan tersebut.

J. TEMPAT DAN WAKTU STUDI KASUS

Lokasi yang digunakan dalam penyususnan studi kasus menyusui tidak


efektif pada ibu post partum normal yaitu Di Ruang X RS X. Waktu
penelitian dilaksanakan pada hari X, 13 Desember 2021-21 Januari 2022.
34

K. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara


dan studi dokumentasi (Nursalam, 2016).
1. Observasi:
Penulis melakukan pengamatan pada pasien untuk mendapat data objektif.
2. Wawancara:
Penulis melakukan wawancarta pada pasien dan keluarga untuk
mendapatkan data subjektif.
3. Studi dokumentasi:
Penulis melakukan studi dokumentasi pada catatan medis pasien, selain itu
penulis melakukan telaah pustaka untuk membandingkan kondisi pasien
dengan teori.

L. PENYAJIAN DATA

Penulis akan melakukan asuhan keperawatan Post partum Normal pada


Ny.X dengan Menyusui Tidak Efektif, melalui proses keperawatan selama 3
hari dengan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam Karya
Tulis Ilmiah ini penulis akan menyajikan data tentang asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, intervensi, implementasi, dan evaluasi yang
disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

M. ETIKA STUDI KASUS

Menurut (Nursalam, 2016), secara garis umum prinsip etika dalam


penelitian dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip
menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan.
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan.
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada
subjek, khususnya jika menggunakan tindakn khusus.
b. Bebas dari eksploitasi.
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan yang
tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya
dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan, tindakan
dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk
apapun.
c. Resiko (benefits ratio)
35

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang


akan berakibat kapada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak
memutuskan aapakah mereka bersedia menjadi subjek atau pun tidak,
tanpa adanya sang siapa pun atau akan mberakibat terhadap
kesembuhannya jika mereka seorang klien.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right
to full disclosure) Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara
rinci serta bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada
subjek.
c. Informed Consent Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap
dengan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak
untuk bebas berpastisipasi atau menolak menjadi responden. Pada
informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh
hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan
sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi
apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiannya (right to privacy) Subjek mempunyai hak
untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu
perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).

Anda mungkin juga menyukai