PENDAHULUAN
Gagal napas adalah masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya,
meskipun tidak selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem
pernapasan. Keadaan ini semakin sering di temukan sebagai komplikasi dari
trauma akut, septikemia, atau syok.
Gagal napas, seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, dapat di
kenali berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium. Tetapi harus
di ingat bahwa pada gagal napas, hubungan antara gambaran klinis dengan
kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal adalah tidak
langsung.
Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di
intensive care unit (ICU) dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia,
tingkat mortalitas dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome
(ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal napas akut
sering kali diikuti dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan
karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian
akibat gagal napas ireversibel adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, insiden
gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus
per 100.000 populasi per tahun dengan tingkat mortalitas 40%.
1
2. Mahasiswa mampu menjelasakan pengertian gagal napas ?
3. Mahasiswa mampu menjelasakan epidemelogi gagal napas?
4. Mahasiswa mampu menjelasakan etiologi gagal napas?
5. Mahasiswa mampu menjelasakan patofisiologi gagal napas?
6. Mahasiswa mampu menjelasakan Manifestasi Klinis gagal napas?
7. Mahasiswa mampu menjelasakan pemeriksaan penunjang gagal napas?
8. Mahasiswa mampu menjelasakan penatalaksanaan gagal napas?
9. Mahasiswa mampu menjelasakan Komplikasi gagal napas ?
10. Mahasiswa mampu menjelasakan Asuhan Keperawatan pada pasien
gagal napas?
1.4 Manfaat
1.4.1 Klinis
1.4.2 Mahasiswa
1.4.3 Akademik
Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian, etiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjaang dan penatalaksanaan pada
pasien gagal nafas serta asuhan keperawatan pada gagal napas.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan
pembuangan karbondioksida (price& Wilson, 2005)
2.3 Epidemelogi
Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di
ICU dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas
dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41%
dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal nafas akut sering kali di
temukan dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan karena
multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian akibat
gagal napas ireversibla adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, inside dengan
gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus
per 100.000 populasi pertahun dengan tingkat mortalitas 40%.
3
terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan
lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi
kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan
daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh
obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh
fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink,
epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada
emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) :
Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli,
emfisema, dan bronkhiektasis.
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah
pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi
yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap
yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi
lain yang menyababkan gagal nafas.
2.5 Klasifikasi
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang
ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam
4
jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada
pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi
pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan
emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.
2.6 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal
nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik
5
opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal
nafas akut.
2.9 Penatalaksaan
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan
intubasi dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu
memelihara patensi jalan napas.
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
6
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.
2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan
membalikkan keadaan asidosis.
c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap
terapi yang di berikan;tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan
nafas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli
paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonaleuntuk mengurangi volume dan
beban kerja jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah
jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan
cairan.
2.10 Komplikasi
1. Hipoksia jaringan
2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat
mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan
tubuh lebih asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung
7
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
2.4 Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran
secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan
apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
3. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami klien
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat gagal nafas terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi
obat berlebihan.
5. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya bedah jantung- paru ,fenomena
embolik(darah,udara,lemak).
Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut
menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat
faktor pencetus seperti pada eklampsi
8
Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia
dapat terjadi ,tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membran mukosa :Pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi
(tahaplanjut).
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi
usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik.
f. Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru,
timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda :
- Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
- Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan,
contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal,
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi
bunyi napas bronkial.
- Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
- Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar
vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa,
pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode
anafilaktik.
h. Seksualitas
Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Makan/kelebihan dosis obat
9
6. Pemariksaan Fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan
amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan
dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit
akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau
karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan
gangguan metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
10
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal
tersebut merupaka tanda awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi
dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
f.B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada
dermis/ integument.
Suara nafas bersih,tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang
lain
11
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional : Suara tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan
penumpukan sekret
2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan pada
klien.
Rasional : Meminimalkan kecemasan keluarga.
3. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
4. Monitor status oksigenasi klien.
Rasional :Adanya dispnea menunjukkan peningkatan kebutuhan oksigen
5. Posisikan klien pada posisi semi fowler.
Rasional :Untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal.
6. Lakukan suction sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mengurangi produksi lendir pada jalan nafas
12
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital dan nilai gas darah merupakan
indicator ketidakefektifan pernapasan.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional: Memaksimalkan napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.
13
DX 4 Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat
14
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
15
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa
keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan
awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gagal napas.
DAFTAR PUSTAKA
16