Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“KEKUASAAN DAN POLITIK ORGANISASI”


DOSEN PEMBIMBING: FIRMANSYAH KUSUMAYADI S,pd.MM

DI SUSUN OLEH:

1. ALI KHASBI AKBAR ( 19010010/M)


2. INDAH NURAINIAH (19010166/M)
3. NURLINDA (19010013/M)
4. NENI FATHIYAH RIZKI (19010216/M)
5. IFA NURAWALIAH(19010026/M)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BIMA(STIE) TAHUN AJARAN


2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “KEKUASAAN
DAN POLITIK ORGANISASI”.Dari makalah ini semoga dapat memberikan informasi kepada
kita semua tentang kekuasaan dan politik dalam sebuah organisasi.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan,
dan semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini.Kami menyadari atas kekurangan kemampuan kami dalam pembuatan makalah ini,
sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan
saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak dan
pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu
budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Bima, 20,November 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang   
Study tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi cuma sedikit. Beberapa studi
justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik merupakan
sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk
mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena
keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain,
maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan
merupakan kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.
Politik bukan hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada
organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unitkeluarga.
Politik merupakan suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh,
ditransfer, dan digunakan.
Politik yang dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan
kepentingan manajer serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut
tercapai,maka kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

  Tujuan Makalah
Adapun tujuan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.     Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2.     Dapat mengetahui taktik kekuasaan
3.     Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan.
4.     Dapat mengetahui politik dalam organisasi.
5.     Dapat mengetahui etika berpolitik dalam organisasi

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Kekuasaan
      Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah
hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini
merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Apabila Semakin besar ketergantungan B
pada A, maka semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.

1.      Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan


Kebanyakan Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk
mewujudkan tujuan kelompok. Biasanya Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan
adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Terdapat Perbedaan antara kedua
istilah itu adalah salah satu perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan. Suatu Kekuasaan
tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh.
Kepemimpinan biasanya berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut.
Kepemimpinan meminimaliskan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak
demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai
kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas
beberapa pertanyaan-pertanyaan seperti : Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin?
Sampai mana tingkat proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para
pengikut? Sebaliknya penelitian mengenai kekuasaan biasanya cenderung mencakup bidang
yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.
Penelitian tersebut melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat
digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-
kelompok yang lain.

2.      Landasan Kekuasaan
a.        Kekuasaan Formal
          Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal.

1)      Kekuasaan Koersif (Coercive Power)


Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang
memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena adanya rasa takut terhadap akibat-akibat
negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif biasanya mengandalkan
aplikasi, atau ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan
frustrasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar
fisiologis atau keamanan.

2)      Kekuasaan Imbalan (Reward Power)


Kebalikan dari kekuasaan koersif yaitu kekuasaan imbalan (reward power). Orang akan
memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan berbuat demikian ia akan
mendapatkan manfaat yang positif. oleh Karena itu, seseorang yang dapat membagikan
imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai tinggi akan memiliki kekuasaan
atas orang lain itu. Imbalan tersebut bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah,
kenaikan upah, dan bonus; atau bersifat nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi,
penugasan kerja yang menarik kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan
yang lebih disukai.
Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika kita dapat
membuang sesuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai
negatif, Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika kita dapat memberi seseorang
sesuatu yang bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki
kekuasaan imbalan atas orang itu.

3)      Kekuasaan Legitimasi(legitimate power)


Dalam kelompok atau organisasi formal, kemungkinan akses yang paling mudah ditemui
pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini
disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan tersebut melambangkan
kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan dapat mencakup kekuasaan koersif dan
imbalan. Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas dibandingkan kekuasaan untuk memaksa dan
memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan tersebut mencakup penerimaan wewenang
suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah, presiden
bank, atau kapten tentara berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada dalam
wewenang jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan dan,
biasanya, mematuhinya.

b.        Kekuasaan Pribadi
Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik dan
berasal dari dalam diri. Terdapat dua basis kekuatan pribadi yaitu kekuasaan karena keahlian
dan juga kekuasaan rujukan.

1.      Kekuasaan karena Keahlian (Expert Power)


Kekuasaan karena keahlian (expert power) merupakan pengaruh yang diperoleh dari
keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber
pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena
pekerjaan semakin terspesialiasi, maka kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli
untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian
dan dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita mengikuti saran-
saran yang diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang
komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri,dan spesialis – spesialis lain mampu
untuk menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

2.      Kekuasaan Rujukan (Referent Power)


Kekuasaan rujukan (referent power) biasanya didasarkan pada identifikasi terhadap
seseorang yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya
akan menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas
saya karena  saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan bisa berkembang
dari kekaguman kita terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

3.      Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif


Hal yang paling menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan
bahwa sumber-sumber  kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan
karena keahlian  terhadap penyeliaan yaitu komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja
mereka, sedangkan kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara langsung
dengan hasil semacam ini.

B.     Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan


Aspek terpenting dari kekuasaan yaitu bahwa hal ini merupakan suatu fungsi
ketergantungan. Dalam hal ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman mengenai
ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri.

1.      Postulat Umum tentang Ketergantungan


Apabila semakin besar ketergantungan B kepada A, maka semakin besar kekuasaan A
atas B. Ketika Anda sudah memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda
seorang dirilah yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda
dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, suatu ketergantungan berbanding terbalik
dengan sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya sangat banyak,
kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas,
kecerdasan  sebagai suatu kualitas tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian jugs,
diantara orang-orang super kaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.

2.      Penyebab Ketergantungan
Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang Anda kendalikan itu
penting, langka, dan tak tergantikan.
·         
Nilai Penting
Jika tak ada seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada Anda
tidak akan tercipta. Oleh Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda
kontrol haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif
berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan individu atau kelompok
yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai penguasa
sumber daya yang penting.
·        
 Kelangkaan
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah sangat banyak,
kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya
harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Hal Ini
dapat membantu  menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang
memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas
kelompok yang disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka tersebut dalam hal
ini, pengetahuan yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan. Hal ini juga
dapat membantu menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara pandang lain
tampak tidak logis , seperti menghancurkan manual prosedur yang menguraikan bagaimana
suatu pekerjaan ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam pekerjaan mereka atau
bahkan untk menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam menjalankan pekerjaan tersebut,
menciptakan bahasa dan dan beragam istilah khusus yang menghambat orang lain untuk
memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi secara rahasia sehingga suatu kegiatan akan
tampak lebih rumit dan sulit dibanding yang sebenarnya.
Hubungan antara kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam
kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang telah memiliki jabatan di
mana persediaan personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat
merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila
jumlah calonnya banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk
mencari dosen bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk para guru teknik komputer sangat ketat :
permintaan memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar
yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya.
·       
  Keadaan Tak Tergantikan
Semakin sedikitnya pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar
kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi
sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada banyak
tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat
mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar
berkorelasi terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan. Semakin
banyak pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar tersebut melalui publikasi
karyanya, semakin leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas yang lain menginginkan
tenaga pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang, pemintaan akan
jasa tenaga pengajar tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja tenaga kerja juga turut
mengubah hubungan ini dengan cara membatasi alternatif yang dimiliki kepala jurusan, tenaga-
tenaga pengajar yang baru sedikit mempublikasikan karyanya atau tidak memiliki publikasi
sama sekali memiliki mobilitas paling kecil dan mendapat pengaruh terbesar dari atasan
mereka.

C.    Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah suatu cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke
dalam tindakan-tindakan tertentu. Di bagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan taktik
yang populer untuk digunakan dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding yang
lain. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu :

  Legitimasi
Mengandalkan posisi kewenangan atau kekuasaan seseorang atau menekankan bahwa
sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.

 Persuasi rasional
Menyajikan argumen-argumen yang logis (masuk akal) dan berbagai bukti faktual untuk
memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.

 Seruan inspirasional
Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara-cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,
harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.

  Konsultasi
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara
melibatkannya dalam mengabil keputusan atau memutuskan bagaimana rencana atau
perubahan akan dijalankan.
 
Tukar pendapat
Memberikan imbalan atau hadiah kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan
lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
 
 Seruan pribadi
Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.

 Menyenangkan orang lain


Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat akrab sebelum membuat permintaan.

  Tekanan
Yaitu dengan cara menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.

  Koalisi
Meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran (target) atau menggunakan
dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran tersebut setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara khusus
kebanyakan bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan konsultasi
cenderung menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan yang lebih sering menjadi
bomerang dan paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Kita juga dapat meningkatkan
kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan lebih dari satu jenis taktik pada saat
yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik anda itu selaras.
Sebagai contoh menggunakan taktik yang menyenangkan orang lain ataupun legitimasi dapat
meminimalisir reaksi negatif yang mungkin akan timbul akibat “didikte” oleh atasan.

a.  Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi


Koalisi adalah suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi
pemegang kekuasaan. Oleh Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan
berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam kebanyakan contoh, hal ini
mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan
untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. Orang di luar kekuasaan yang dengan bersatu,
bisa menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan kekuasaan. Koalisi
yang berhasil terdiri dari anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat,
menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”.
Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar saling ketergantungan di dalam
organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta apabila terdapat banyak ketergantungan
tugas dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit yang saling ketergantungan di
antara berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan koalisi bilamana berbagai sub
unit itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah.
Terakhir pembentukan suatu koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin atau banyak tugas semua kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan,
semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka perlu
membangun koalisi. Ini dapat membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat
pekerja, khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-karyawan di
sini dalam kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih mampu
menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika mereka bertindah
sendiri-sendiri.

b.   Pelecehan seksual ( ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja)


Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas atau kegiatan yang bersifat seksual yang tidak
diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja
yang tak nyaman. Pelecehan seksual biasa didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat
seksual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan
suasana keerja yang tak nyaman. Mahkamah Agung AS membantu memperjelas definisi
tersebut dengan menambahkan bahwa tes kunci untuk menentukan apakah telah terjadi
pelecehan seks adalah apakah komentar atau perilaku di suatu lingkungan kerja umumnya
akan dianggap, dan memang dipandang tak menyenangkan ataupun merendahkan. Pada
umumnya organisasi telah membuat  kemajuan besar kearah pembatasan bentuk-bentuk
pelecehan seks terbuka selama dasawarsa silam. Hal Ini mencangkup sentuhan fisik yang tidak
diinginkan, permintaan kencan yang berulang sementara orang yang diajak jelas-jelas tidak
berminat, dan ancaman disertai  kekerasan bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaan bila ia
menolak ajakan berhubungan seks
Pelecehan seksual merupakan masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba
mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan berbuat tidak
senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi aturan atau hukum. Namun
anda bisa memahami pelecehan seksual muncul ke permukaan dalam organisasi jika anda
menganalisnya dalam bingkai kekuasaan telah dijelaskan.
Bagaimana pelecehan seksual tersebut dapat mengakibatkan kehancuran sebuah
organisasi, tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager perusahaan
dalam mencegah pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager bisa
melindungi diri mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah sebagai
berikut :
1.    Pastikan adanya sebuah kebijakan yang sangat tepat mendefinisikan hal-hal yang merupakan
pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat karena
melakukan pelecehan seksual semacam itu kepada  karyawan lain, dan yang menetapkan
prosedur untuk menyampaikan keluhan.
2.    Yakinkanlah karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika mereka
menyampaikan keluhan mereka.
3.      Selidikilah setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia
perusahaan.
4.      Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.
5.  Adakan seminar internal untuk bisa membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu seputar
pelecehan seksual dan pelecehan.

Kesimpulannya yaitu bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk melindungi
karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu
melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak akan menyadari bahwa salah
seorang karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi hal itu mungkin tidak akan
melindungi mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum meyakini bahwa
seorang manager sudah tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah tanggung
jawabnya, baik si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab.   

D.  Politik dalam Organisasi


DuBrin pernah menyatakan, "Politik organisasi merujuk ke pendekatan-pendekatan
informal untuk memperoleh kekuasaan, melalui cara-cara di luar prestasi kerja dan
keberuntungan. Politik di sini dimainkan untuk mencapai kekuasaan, baik secara langsung
ataupun tidak langsung."
Sedangkan Robbins juga mengatakan bahwa "politik organisasi pada dasarnya berfokus
pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sebuah
organisasi, atau berfokus pada perilaku-perilaku untuk melayani kepentingan diri sendiri, yang
bukan merupakan tugas atau arahan dari organisasi"
Richard L. Daft juga mendefinisikan politik organisasi sebagai “ [kegiatan yang]
melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan (power) dan
sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan
tatkala terdapat ketidak menentuan ataupun ketidak setujuan seputar pilihan-pilihan yang
tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif. 
Politik Organisasi merupakan suatu kemampuan untuk mengidentifikasi peta kekuatan
di dalam organisasi, siapa yang dominan dalam pembuatan keputusan, serta aspek-aspek yang
hidden di dalam organisasi.

1.  Dimensi Perilaku Politik


Kemunculan suatu politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik
di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut yang membuka ruang yang besar bagi
individu dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot telah merinci 6
dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu: 

1.     Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin mahir
kemampuannya dalam menerapkan pengaruh dengan tujuan mempromosikan keinginannya;
2.      Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pengambilan keputusan
membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab
agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna mempertahankan daya
saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang memungkinkan untuk
memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi
dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan
membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi.
3.      Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, maka semakin ia percaya pada
organisasi berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh
berkurang. Kepuasan yang ia dapatkan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu
memelihara status quo. Jika kepuasannya kurang maka itu akan membawa individu bertindak
dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam
organisasi.
4.      Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan opini
politik. Semakin besar keinginan untuk mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif
mengutarakan ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise profesional yang
tinggi, maka ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak
hanya mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian
politiknya yang tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya.
5.      Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat di antara satu individu dengan individu lainnya di
lokasi kerja akan membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam
organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6.      Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan dan ide, perilaku dan kebiasaan politik
dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian
sebaliknya). Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja pada umumnya
mahir pula dalam berpolitik.
2.    Praktik politik dalam organisasi
Setiap aktor termasuk manajer akan menggunakan taktik dan strategi untuk mempengaruhi
aktor lain dengan menggunakan sumber kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa
taktik yang dipakai oleh para aktor adalah sebagai berikut:
·         Membentuk koalisi dengan pihak yang lain untuk meningkatkan dukungan dan sumber daya.
·         Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk suatu persepsi dan perilaku
orang-orang sesuai dengan peran dan fungsinya
·         Mentransformasikan kepentingan kita menjadi kepentingan pihak lain dengan mengubah
persepsi dan tindakan pihak lain
·          Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi kepentingan kita
untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas
·         Melakukan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang bersinggungan dengan
kepentingan kita untuk mendapatkan kompromi

E.  Etika Berpolitik dalam organisasi


Pembahasan suatu politik organisasi tidaklah lengkap tanpa berbicara tentang etika
berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol
dalam perilaku politik untuk mempengaruhi pihak tertentu. Etika merupakan standar moral
apakah suatu perilaku baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang etis
adalah suatu perilaku yang bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku politik
yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai organisasi.     

Setidaknya ada terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau
tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan
bahwa keputusan yang telah kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah
orang terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerjaorganisasi).
Dengan kata lain, suatu pengambilan  keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan
produktivitas organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’
menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat
dan berbicara,
Sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip ’keadilan’
mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturan-aturan secara adil dan
tidak berat sebelah atau pilih kasih sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas.
Dalam melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf) haruslah
mempunyai pedoman pada tiga kriteria etis tadi.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah
hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini
merupakan fungsi ketergantungan (dependency). apabila Semakin besar ketergantungan B
pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi merupakan
kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik terdapat dua basis
kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan juga kekuasaan rujukan.
Taktik Kekuasaan merupakan cara-cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan
kedalam tindakan-tindakan tertentu. Ada Terdapat Sembilan taktik pengaruh diantaranya
legitimasi, persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar pendapat, seruan pribadi,
menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi.
            Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang dikendalikan itu
penting, langka, dan tidak tergantikan. Koalisi merupakan sebuah kelompok informal yang diikat
bersama dengan sebuah isu yang diperjuangkan bersama. Koalisi yang berhasil terdiri dari
anggota-anggota yang sifatnya cair dan bisa berbentuk secara cepat, menjangkau isu yang
menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya. 
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak hanya dipandang sebagai bagian dari
peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat faktor-
faktor yang berpengaruh atau berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan
faktor organisasi.
.

Anda mungkin juga menyukai