Anda di halaman 1dari 6

Bermadzhab Syafi'i, Berakidah Asy'ari

Dari muslim.or.id

Suatu ketika penulis membaca sebuah kitab fikih syafi’i bertajuk Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in
syarh Qurratil ‘Ain bi Muhimmatid Din lil Malibari. Ketika membaca muqaddimah pensyarah, penulis
dikejutkan dengan sebuah pernyataan yang mengganjil di hati. Pernyataan itu adalah sebagai berikut:

َّ ‫ اَأْل َ ْش َع ِر‬،ً‫ ُم َح َّم ُد نَ َو ِويُّ ابْنُ ُع َم َر ْالتَّنَارْ يُّ بَلَدا‬،‫ص ْي َر‬


     ‫ي‬ ِ ‫ب َو ْالتَّ ْق‬
َ ْ‫َّاجي ِم ْن َربِّ ِه ْال َخبِ ْي ُر َغفَ َر ْال ُّذنُو‬
ِ ‫ فَيَقُوْ ُل ال َع ْب ُد ْالفَقِ ْي ُر ْالر‬K،‫أَ َّما بَ ْع ُد‬
ً ‫ي َم ْذهَبا‬
َّ ‫ اَ ْل َّشافِ ِع‬،ً‫…إِ ْعتِقَادا‬

“Adapun selanjutnya, berkata hamba yang membutuhkan lagi mengharapkan dari Robb-nya agar Dia
mengampuni dosa-dosa serta kecerobohannya, Muhammad Nawawi bin ‘Umar At Tanari negerinya, Al
Asy’ari akidahnya, dan Asy Syafi’i madzhab fikihnya…” (Nihayatuz Zain, hal. 5)

Di halaman ke-10, pensyarah mengatakan, “Dan wajib bagi siapa saja yang tidak memiliki keahlian
(dalam agama) untuk bertaklid dalam masalah ushul, yaitu akidah, kepada Abul Hasan Al Asy’ari atau
Abu Manshur Al Maturidi.” “Dan juga wajib kepada orang yang disebut di atas (yaitu orang yang tidak
memiliki keahlian) untuk bertaklid kepada salah satu imam dari imam-imam tasawuf, seperti Al Junaid.
Dia adalah Imam Sa’id bin Muhammad Abul Qasim Al Junaid, seorang penghulu para shufi; baik secara
ilmu maupun amal. Semoga Allah meridhainya.”

Ternyata penulis juga mendapatkan hal yang sama di beberapa kitab ulama-ulama yang berakidah
Asy’ari. Ini senada dengan pernyataan banyak kaum muslimin –terutama di Tanah Air-, “Madzhab saya
adalah syafi’i dan akidah saya Ahlussunnah wal Jama’ah Asy’ariyyah (!?).” Sebagaimana juga yang
sering dijumpai dalam buku-buku tulisan KH Siradjuddin ‘Abbas –salah satu ulama kenamaan dan
pemerang utama tauhid di Indonesia- , seperti bukunya yang ma’ruf,  I’tiqad Ahlussunnah wal
Jama’ah dan lainnya. Setelah membaca pernyataan semacam di atas, terbetik dalam hati, “Apa mereka
menyangka bahwa Imam Syafi’i tidak memiliki akidah, sehingga beliau hanya layak diikuti dalam
masalah fikih saja?! Bukankah Imam Syafi’i adalah mujaddid di zamannya?”

Oleh karena itu, dalam artikel ringkas ini penulis akan mencoba menyingkap beberapa kerancuan-
kerancuan pernyataan semacam ini.

Imam Syafi’i Tidak Mempunyai Akidah?

Sesunguhnya para ulama di sepanjang zaman bersepakat bahwa Imam Syafi’i rahimahullah  adalah


mujaddid di zamanya. [Al Khazain As Saniyyah (hal. 108) karya ‘Abdul Qadir Al Mandili] Karena
keilmuan dan perjuangan beliau yang begitu gigih. Imam Ahmad, selaku muridnya, pernah mengatakan,
“Dahulu ilmu fikih itu terkunci, sampai kemudian datang Imam Syafi’i membukanya.”

Jika seseorang yang memperhatikan madzhab Imam Asy Syafi’i dengan sebenar-benar perhatian, niscaya
ia akan mendapatkan bahwa madzhab yang beliau dirikan adalah madzhab yang berasaskan ushul
Ahlissunnah wal Jama’ah. Ini karena beliau melihat di zamannya banyak bermunculan kelompok-
kelompok sesat yang berkembang, seperti Zindiq, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, dan ahli kalam lainnya.
[Al Imam Asy Syafi’i wa Madzhabaih Al Qadim wal Jadid hal. 121 karya Dr. Ahmad Nahrawi
‘Abdussalam]
Melihat kelompok-kelompok bid’ah yang semakin gencar menyebarkan idiologi-idiologi ini, Imam Asy
Syafi’i pun merasa terpanggil untuk membendung dakwah sesat mereka. Maka beliau pun dengan
sepenuh jiwa membela sunnah dari campur tangan kotor itu. Tidak heran, Imam Asy Syafi’i
digelari Nashirus Sunnah (pembela/penolong sunnah) ketika di Iraq.

Sebagai penganut madzhab syafi’i saja, yang benar-benar bermadzhab dengannya, mengambil dasar-
dasarnya dari sumber-sumbernya yang mu’tabar, dan mengetahui kepribadian pendirinya, tentu akan
menjumpai bahwa Imam Asy Syafi’i tidak hanya mengenalkan fikih kepada umat, akan tetapi semua
keilmuan islam telah beliau ajarkan kepada umat, terlebih akidah.

Dari sini, maka seseorang yang bermadzhab syafi’i harus cerdas dalam menilai madzhab syafi’i itu
sendiri. Jika tidak, ia akan tergelincir seprti banyak penganunt syafi’i lainnya, terutama dari kalangan
belakangan, yang hanya melihat madzhab dengan hanya menggunakan kacamata kuda. Sehingga hanya
mengikuti madzhab fikih saja, bukan madzhab akidah yang lebih penting.

Ya. Madzhab syafi’i tidak hanya sebatas hukum amaliyyah saja, yang biasa diungkapkan dengan istilah
fikih. Bahkan ia merupakan madzhab yang lengkap, yang mencakup akidah. Oleh karena itu, sebagian
murid Imam Asy Syafi’i apabila ditanya tentang akidah mereka atau mengarang buku yang menjelaskan
masalah-masalah akidah, mereka menyatakan bahwa apa yang mereka tetapkan adalah semata-mata
akidah imam mereka. Sebagaimana perkataan Abu Hamid Al Isfirayini rahimahullah  ketika
menyebutkan masalah-masalah akidah:

ِ ْ‫ أَ َّن ْالقُر‬،‫ار‬
‫آن كَاَل ُم هللاِ…إلخ‬ ِ ‫ص‬َ ‫َم ْذهَبِي َو َم ْذهَبُ ال َّشافِ ِع ِّي َو َج ِم ْي ُع ُعلَ َما ِء اأْل َ ْع‬

 “Madzhabku, madzhab Syafi’i, dan madzhab seluruh ulama sepanjang zaman, bahwa Al Quran adalah
perkataan Allah….dsb.” [Dinukil Imam Ibnul Qayyim dalam Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah hal. 156]

Dalam muqaddimah kitabnya yang bertajuk Ushuluddin, Imam Abu ‘Amru As


Sahruardi rahimahullah mengatakan, “Ia memintaku agar aku mengumpulkan ringkasan (mukhtashar) ini
dalam akidah sunnah menurut madzhab Asy Syafi’i…dsb.” [Dinukil Ibnul Qayyim dalam Ijtima’ul
Juyusyil Islamiyyah hal.

Ketika Imam Al Muzani rahimahullah (w. 264) ditanya tentang pendapatnya terhadap Al Quran, beliau
menjawab:

‫َم ْذهَبِي َم ْذهَبُ ال َّشافِ ِع ِّي‬

“Madzhabku adalah sebagaimana madzhab Asy Syafi’i.” Ketika ditanya apa madzhab Syafi’i itu, beliau
menjawab, “Bahwasannya Al Quran adalah firman Allah dan bukanlah makhluk.” [Syarh Ushul I’tiqad
Ahlissunnah wal Jama’ah karya Imam Al Lalika’i (II/254)]

Tidak ragu lagi bahwa yang beliau maksud di sini adalah madzhabnya dalam akidah. Adapun madzhab
fikih, maka beliau termasuk ulama syafi’iyyah yang banyak membantah dan mengoreksi kekeliruan
gurunya, Asy Syafi’i.

Ulama-ulama syafi’iyyah sendiri mengkencap dengan keras kepada setiap orang yang hanya menisbatkan
dirinya kepada madzhab syafi’i dalam masalah fikih namun malah menyelisihinya dalam masalah yang
paling mendasar, yaitu akidah.
Salah seorang ulama syafi’iyyah yang paling banyak menjelaskan masalah ini adalah Syaikh Abul Hasan
Al Karji Asy Syafi’irahimahullah dalam kitabnya, Al Fushul fil Ushul ‘anil Aimmatil Fuhul. Di sini
beliau banyak mengkeritik orang yang menyelisi Imam Asy Syafi’i dalam akidah, hanya mengambil
madzhabnya dalam fikih dan hukum. Beliau juga banyak menukil dari ulama-ulama syafi’iyyah semacam
Abu Hamid Al Isfirayini yang mengkeritik dengan keras kepada pengikut-pengikut Asy Syafi’i yang
malah menyelisihi akidah Asy Syafi’i.

Imam Abul Muzhaffar As Sam’ani Asy Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya, Al Intishar li Ash-habil


Hadits, setelah beliau menjelaskan sikap Imam Asy Syafi’i terhadap ilmu kalam dan ahlinya, beliau
berkata, “Tidak sepantasnya bagi seseorang yang membela madzhabnya dalam furu’ (fikih) namun
kemudian membenci metodenya dalam ushul (akidah).” [Dinukil As Suyuthi dalamShaunul Manthiq]

Imam Ibnu Qayyimil Jauziyyah rahimahullah dalam Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah (hal. 150)


menukilkan perkataan Imam Abu ‘Amru As Sahrawardi dalam kitab Ushuluddin, “Imam kami
dalam ushul & furu’, yaitu Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i.”

Lihatlhah, bagaimana sikap ulama-ulama besar di atas terhadap madzhab Imam Asy Syafi’i dan
pengikutnya. Seandainya benar mereka mengikuti madzhab Imam Asy Syafi’i dengan sebenarnya, pasti
tidak hanya fikih saja yang diikuti. Karena sesungguhnya madzhab besar Syafi’i adalah madzhab dalam
akidah.

Sampai di sini kiranya sudah dapat dijawab pertanyaan di atas. Ternyata Imam Asy Syafi’i juga memiliki
akidah yang juga patut diikuti. Maka seyogyanga pengikut madzhab Asy Syafi’i tidak memilah-milih dan
memisahkan antara madzhab fikih dan madzhab akidah. Bahkan madzhab akidah itulah yang lebih
penting, karena dia merupakan fikih akbar.

Di Mana Dijumpai Akidah Imam Asy Syafi’i?

Imam Asy Syafi’i memang tidak menulis kitab akidah secara khusus, namun bukan berarti menunjukkan
beliau tidak memiliki perhatian terhadap akidah. Perhatiaan seseorang terhadap sesuatu tidak harus
diterjemahkan dengan menulis suatu kitab, namun bisa dengan yang lainnya. Demikian juga dengan
Imam Asy Syafi’i.

Perhatian Imam Asy Syafi’i diterjemahkan dalam bentuk putusan-putusan serta fatwa-fatwanya yang
diriwayatkan banyak ulama dan ‘direkam’ dalam kitab-kitab mereka. Berikut kami nukilkan dari
kitab ‘Aqidatul Imam Asy Syafi’i min Nushush Kalamih wa Idhah Ash-habihi karya Dr. ‘Abdullah bin
‘Abdul ‘Aziz Al ‘Anqari tentang di mana ditemui akidah Asy

Kita dapat menjumpai Imam Asy Syafi’i dalam masalah akidah dalam dua tempat,

Pertama, di dalam karangan-karangan Imam Asy Syafi’i sendiri. Jika ada seseorang yang meneliti
karangan-karanagan Imam Asy Syafi’i, ia akan bisa mengeluarkan sejumlah perkara-perkara akidah. Ini
adalah jalan terbaik dalam mengetahui akidah beliau. Sebagaimana dalam kitab Al Umm & Ar 

Kitab Al Umm tidak hanya sebatas memuat hukum-hukum fikih saja, bahkan ia memiliki hubungan erat
dengan akidah. Karena secara umum, kitab fikih juga didapati masalah-maslah akidah, yang bisa
diistilahkan dengan masalah-masalah musytarakantara akidah & fikih, yang disebutkan dalam kitab-kitab
fikih. Sebagaimana dalam kitab jenazah, haji, hukum murtad, dan masalah-masalah yang bertebaran
dalam perkara jihad, warisan, dan
Hal serupa juga dijumpai dalam kitab Ar Risalah, sebuah kitab ushul fikih pertama yang ‘dilahirkan’ di
dunia

Kedua, dalam riwayat-riwayat yang bertebaran dalam kitab-kitab akidah yang bersanad. Di antara ulama-
ulama syafi’iyyah yang menukilkan darinya dalam masalah akidah:

1.      Imam Al Lalika’i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah

2.      Al Ashbahani At Taimi dalam Al Hujjah

3.      Syaikhul Islam Abu ‘Utsman Ash Shabuni dalam ‘Aqidatus Salaf Ash-habul Hadits

4.      Dan lain-lain.

Al Hikkari bahkan menulis sebuah juz yang diberi judul I’tiqad Asy Syafi’i yang dinukil dari Imam Asy
Syafi’i dalam beberapa perkara-perkara akidah dengan bersanad.

Contoh Akidah Imam Asy Syafi’i

–  Madzhab Imam Asy Syafi’i dalam Masalah Tauhid

Ketika datang seseorang kepada Imam Al Muzani yang menanyakan tentang masalah kalam, beliau
menjawab, “Aku membenci yang semacam ini, bahkan aku melarang darinya, sebagaimana Imam Asy
Syafi’i melarangnya. Aku telah mendengar Imam Asy Syafi’i berkata, Malik (bin Anas) ditanya tentang
kalam dan tauhid, maka beliau menjawab, ‘Mustahil kita menyangka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengajarkan umatnya (cara) beristinja akan tetapi tidak mengajari mereka tauhid. Tauhid adalah
apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

َ َّ‫ت أَ ْن أُقَاتِ َل ْالن‬


‫اس َحتَّى يَقُوْ َل اَل إِلهَ إِاَّل هُللا‬ ُ ْ‫أُ ِمر‬

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia ia mengatakan laa ilaaha illallah (tidak ada tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah).” [HR Al Bukhari & Muslim]

Maka apa yang dapat melindungi darah dan harta, itulah hakekat tauhid.’” [Siyar A’lam An
Nubala’ (X/26)]

Dan sudah diketahui bahwa yang melindungi darah dan harta adalah mengingkari thaghut & iman kepada
Allah. [Manhaj Al Imam Asy Syafi’i At Tauhid fi Itsbatil ‘Aqidah hal. 241-242]

Asy Syafi’i berkata, “Allah berfirman, ‘Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk
menyembah-Ku.’ [QS Adz Dzariyat: 56]” Asy Syafi’i berkata, “Allah menciptakan makhluk agar
(mereka) menyembah-Nya.”

Adz Dzahabi meriwayatkan dari Al Muzani, katanya, “Apa bila ada orang yang mengeluarkan uneg-uneg
yang berkaitan dalam maslah tauhid yang ada di dalam hati saya, maka orang itu adalah Asy Syafi’i.”
[Siyar A’lam An Nubala’ (X/31)]

– Madzhab Imam Asy Syafi’i bahwa Iman Adalah Keyakinan, Ucapan, dan Perbuatan
Al Hakim dalam Manaqib Asy Syafi’i berkata, Abul ‘Abbas Al Ashamm bercerita kepada kami, Ar Rabi’
mengkabari kami, ia berkata, ‘Aku mendengar Asy Syafi’i berkata, ‘Iman adalah ucapan dan perbuatan,
bertambah dan berkurang.’ [Fathul Bari (I/47)]

Dalam Al Hilyah [IX/115] ditambahkan, “Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan


kemaksiatan.” Lalu beliau membaca firman Allah [QS Al Muddatstsir: 31]:

‫َو يَ ْزدَا ُد الَّ ِذ ْينَ أَ َمنُوْ ا إِ ْي َمانًا‬

“Dan orang-orang beriman bertambah imannya.”

–  Madzhab Imam Asy Syafi’i tentang Taqdir

Al Baihaqi [Manaqib Asy Syafi’i (I/412-413) dan juga disebutkan Al Lalika’i dalam Syarh Ushul I’tiqad
Ahlissunnah wal Jama’ah (II/702)] meriwayatkan dari Ar Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Asy
Syafi’i pernah ditanya tentang taqdir, beliau menjawab dengan bait-bait syair yang terkenal:

Apa yang Engkau kehendaki terjadi

Meskipun aku tidak menghendaki

Apa yang aku kehendaki tidak terjadi

Apabila Engkau tidak menghendaki

Engkau ciptakan hamba-hamba

Sesuai apa yang Engkau ketahui

Maka dalam ilmu-Mu

Pemuda dan kakek berjalan

Yang ini Engkau karuniai

Sementara yang itu Engkau rendahkan

Yang ini Engkau beri pertolongan

Yang itu tidak Engkau tolong

Manusia ada yang celaka

Manusia juga ada yang beruntung

Manusia ada yang buruk rupa

Dan juga ada yang bagus rupawan


–  Madzhab Imam Asy Syafi’i dalam Memahami Asma’ & Sifat Allah

Ibnu Qudamah dalam Lum’atul I’tiqad ( beserta syarah Al ‘Utsaimin hal. 19) berkata, “Al Imam Abu
‘Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku beriman kepada Allah,
dengan apa yang datang dari Allah dengan apa yang Allah inginkan. Dan aku beriman kepada Rasulullah,
dengan apa yang datang dari Rasulullah, dengan apa yang diinginkan Rasulullah.”

Ibnu ‘Abdil Barr meriwayatkan dari Yunus bin ‘Abdul A’la, katanya saya mendengar Imam Asy Syafi’i
berkata, “Apabila Anda mendengar ada orang yang berkata bahwa nama itu berlainan dengan apa yang
diberi nama, atau sesuatu itu berbeda dengan sesuatu itu, maka ketahuilah bahwa orang itu adalah kafir
zindiq.”

Dalam Ar Risalah, Imam Asy Syafi’i berkata, “Segala puji bagi Allah yang memiliki sifat-sifat
sebagaimana Dia mensifati diri-Nya, dan di atas yang disifati makhluk-Nya.”

Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An Nubala’ (XX/341) menuturkan dari Imam Asy Syafi’i, kata beliau,
“Kita menetapkan sifat-sifat Allah ini sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran dan sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita meniadakantasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-
Nya), sebagaimana Allah meniadakan tasybih itu dalam firman-Nya:

‫ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌئ‬


َ ‫لَي‬

“Tidak ada satu pun yang serupa dengan Dia.” [Asy Syura: 11]

Akidah-akidah Imam Asy Syafi’i ini bisa dibaca dan ditelaah lebih luas dalam beberapa kitab
berikut: Juhud Asy Syafi’iyyah fi Taqrir Tauhud Al ‘Ibadah, ‘Aqidah Al Imam Asy Syafi’i min
Nushush Kalamih wa Idhah Ash-habihkeduanya karya Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al ‘Anqari, dan
penulis banyak mengambil manfaat dari dua kitab ini, Manhaj Al Imam Asy Syafi’i fi Itsbatil
‘Aqidah karya Dr. Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Al ‘Aqil yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan diterbitkan Pustaka Imam Asy Syafi’i Jakarta, I’tiqad Al Aimmah Al Arba’ah karya Dr.
Muhammad bin ‘Abdurrahman Al Khumais yang juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Allahua’lam. Segala puji hanya milik Allah. Semoga shalawat beserta salam tercurahkan kepada Nabi,
keluarga, shahabat, dan siapa saja yang berpegang teguh kepada petunjuknya hingga hari kiamat.

Penulis: Firman Hidayat

Artikel Muslim.Or.Id

Anda mungkin juga menyukai