Dewi Nurhayati2
Dewi Nurhayati2
DEWINURHAYATI
02613150
in
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
diterbitkan dalam daftar pustaka.
^
Dewi Nurhayati
DAFTAR LAMPIRAN
Xlll
Beberapa metode pemah dilaporkan untuk menentukan derajat deasetilasi.
Termasuk tes ninhidrin, linearpotensiometrik titrasi, spektroskopi inframerah jarak dekat,
nuclear magnetic resonance spectroscopy, hidrogen bromida titrimetri, spektroskopi
inframerah, dan spektroskopi UV (Khan dkk., 2002).
b. Sifat antibakteri dari khitosan :
Sifat antibakteri dari khitosan tergantung pada berat molekul dan tipe bakteri,
untuk bakteri Gram positif, khitosan dengan berat molekul 470 Kda lebih efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri, kecuali untuk Lactobacillus sp, sedangkan untuk
bakteri Gram negatif, khitosan dengan berat molekul 1106 Kda lebih efektif. Khitosan
secara umum menunjukkan efek bakterisidal yang kuat untuk bakteri Gram positif
daripada untuk bakteri Gram negatif yang ditunjukkan oleh khitosan 0,1% (No dkk.,
2002). Menurut Cuero (1999) kerja antibakteri dari khitosan dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik seperti tipe khitosan, derajat polimerisasi dari khitosan, substrat
kimia dan atau komposisi kimia, dan kondisi lingkungan seperti aktivitas substrat air.
Tsai dan Su (1999) menjelaskan mekanisme kerja antibakteri dari khitosan meliputi
ikatan silang antara polikation dari khitosan dan anion pada permukaan bakteri yang
mengubah permeabilitas membran.
Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat
polielektrolitik (Hirano, 1986). Khitosan merupakan flokulan, koagulan yang baik serta
pengkelat logam (Hartanto dkk., 2003). Disamping itu khitosan dapat dengan mudah
berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein dan lemak. Oleh karena itu,
khitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan
industri farmasi dan kesehatan (Muzzarelli, 1986).
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap
pemisahan protein (deproteinisasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan
{bleaching) dengan aseton dannatrium hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi
khitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi (Ferrer dkk.,
1996; Arreneuz, 1996, dan Fahmi, 1997).
Untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan benar-benar khitin adalah
dengan di deteksi dengan reaksi wama Van Wesslink, yaitu yang pertama di reaksikan
dengan lodium-KI menghasilkan wama coklat, yang kedua dengan direaksikan dengan
22
Media nutrien cair ditambah suspensi bakteri uji 108 CFU/ml kemudian ditambah
khitosan yang dibuat pengenceran dengan kadar 0,5%, 0,25%, 0,125%, 1% kemudian
inkubasi 37°C selama 24 jam, amati kekeruhan dan tentukan kadar hambat minimal.
Disini digunakan pembanding berupa perlakuan nutrien cair ditambah dengan bakteri uji
dan shampoo yang mengandung zink 1%, nutrien cair ditambah bakteri uji dan asam
asetat glasial 0,1 %, nutrien cair dengan bakteri uji, dan nutrien cair saja. Untuk
mempertegas hasil maka dilakukan uji penghambatan khitosan 0,5% terhadap
Staphylococcus epidermidis dalam media nutrien cair dan pada waktu-waktu tertentu (0,
1, 2, 3, 6, 24, 27, 30, 72, 75 jam) diambil dan ditanam secara taburan pada media nutrien
agar kemudian diinkubasi pada suhu 37° Cselama 24 jam dan dihitung jumlah bakteri
yang tumbuh. Data yang diperoleh dikemas dalam bentuk kurva pertumbuhan dan
digunakan untuk menentukan jumlah generasi (n), konstanta kecepatan pertumbuhan (k),
waktu generasi (g) dan kecepatan pertumbuhan secara praktis (a).
logiV-logJVo
n " 0,301 -~^ 1)
k=n/t =k=^N-logN0
0,30k ;
g=l/k 3)
Kecepatan pertumbuhan secara praktis (u):
u=0,693k 4)
A. Kesimpulan
Dari uji dapat disimpulkan bahwa khitosan belum dapat memberikan daya hambat
terhadap Staphylococcus epidermidis.
B. Saran
2. Derajad deasetilasi khitosan dan selanjutnya dilakukan uji daya hambat khitosan
tersebut terhadap bakteri penyebab ketombe, sehingga daya antibakteri dari khitosan
dapat maksimal.
3. Selain itu diupayakan mencari pelarut yang lebih baik sehingga dapat dibuat larutan
khitosan dengan kadar yang lebih tinggi.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
52
LAMPIRAN 3
JUMLAH KOLONI BAKTERI
BAKTERI + KHITOSAN
1 150 80 80 - -
162 90 61 - -
BAKTERI SAJA
JUMLAH BAKTERI
BAKTERI + KHITOSAN
24 - - - 2160000 - -
14550 50500 490000 -
30 - - - - 3100000 - - - 1050000 -
72 - - - - 3500000 - - -
1760000 1450000
75 - - - -
2700000 - - -
1515000 2750000
BAKTERI SAJA
3 - -
127500 - - - 15250 147500 - -
27 - - - - 2200000 - - - -
2100000
30 - - - -
2700000 - - -
1035000 -
72 - - - -
3000000 - - -
1560000 4900000
75 - - - -
2600000 - - - 1475000 4050000