Anda di halaman 1dari 8

PEMBENTUKAN STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN BERBASIS BUDAYA (Ibnu Sasongko)

PEMBENTUKAN STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN


BERBASIS BUDAYA
(Studi Kasus: Desa Puyung - Lombok Tengah)

Ibnu Sasongko
Jurusan Planologi, Institut Teknologi Nasional Malang
Jl Bendungan Sigura-gura 2 Malang
e-mail: koko_is@yahoo.com

ABSTRAK

Sejak lama disadari bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk struktur ruang
permukiman. Pada masyarakat yang teguh memegang budaya seperti di Bali misalnya, struktur ruang permukiman secara
makro sangat ditentukan oleh sistem kosmis yang diwujudkan melalui simbolisme gunung sebagai sakral dan laut sebagai
profane, sedang pada skala mikro nampak pada pembagian ruang permukiman, dan dapat dikatakan bersifat tetap.
Penggambaran struktur ruang permukiman juga dapat dilihat dari sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan ritual dan acara
keagamaan. Acara ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang digunakan tidak semata untuk ritual saja, sehingga strukturnya
juga nampak temporal. Masyarakat Sasak di Pulau Lombok juga sangat terkait dengan budaya dalam menata ruang
permukimannya, ataupun pada ritual daur hidup dan berbagai acara keagamaan. Melalui kajian ini dapat dilihat adanya
pembentukan struktur ruang permukiman berbasis budaya Sasak.

Kata kunci: struktur ruang, budaya, dan Sasak.

ABSTRACT

It has been realized that culture has an important role in formation of settlement spatial structure. The people who
highly related to culture such in Bali, in macro context, settlement spatial structure is determined by cosmic system
performed by symbolism of sacred mountain and sea as profane area. In the micro scale, it is manifested in the distribution
of space in house yard, therefore it is permanently defined. On the other context, settlement spatial structure can also be
shown by observing ritual and religious activities. These activities are routinely conducted, and it the usage of space are
not permanent, then the structure of space will be temporary. Sasaknese in Lombok island are strongly embraced to their
culture in relation with their settlement arrangement, others are performed in life cycle and religious activities. By
observing Sasaknese culture, we would be able to understand the settlement spatial structure.

Keywords: spatial structure, culture, and Sasak.

PENDAHULUAN nilai-nilai adat dan budaya, yang dihubungkan


dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang
Pembentukan suatu lingkungan permukiman bersifat khusus/unik pada masyarakat tertentu yang
pada dasarnya sangat ditentukan oleh berbagai faktor, berakar dari tempat tertentu pula diluar determinasi
diantaranya adalah budaya masyarakat setempat. sejarah (Crysler, 2000: 55).
Bagaimana individu berhubungan dengan keluarga Merujuk konsep strukturalisme Levi-Strauss
dan lingkungan sekitarnya sudah tentu berbeda antara (1963:121)disebutkan pada dasarnya masyarakat
satu budaya dengan budaya lainnya, selanjutnya memiliki struktur yang kompleks didasarkan atas
bagaimana ruang itu ditata dan dirancang sangat bentuk dualisme dalam tata relasi yang paling
tergantung pada pandangan hidup masing-masing sederhana. Dengan mendasarkan pada oposisi binair
(Dansby, 1993: 137). Salah satu bagian yang penting dari Levi Strauss, secara umum Waterson (1990)
untuk diketahui dalam hubungan antara manusia menggambarkan tipikal permukiman di Asia
dengan lingkungannya adalah pemahaman tentang Tenggara merupakan gambaran yang diistilahkan
bagaimana ruang diorganisasikan tergantung pada oleh Levi Strauss sebagai dualisme konsentris.
tujuan manusia itu sendiri (Aspinall, 1993: 337). Representasi hirarki ruang digunakan sebagai
Berbagai hal berkait dengan budaya, norma, ekspresi hubungan-hubungan politik, seperti halnya
tradisi dsb, lebih mudah terlihat pada permukiman pandangan hidup sebagai perhatian masyarakat.
tradisional. Permukiman tradisional sering direpre- Layout berbagai ibukota di Asia Tenggara mere-
sentasikan sebagai tempat yang masih memegang fleksikan konsep kekuatan pusat yang meng-

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 1
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 33, No. 1, Juli 2005: 1 - 8

hubungkan kekuatan kosmos dan menghilang di gunaan ruang permanen dalam arti ruang hanya
pinggiran. Pengaruh raja adalah yang paling kuat digunakan untuk ritual tertentu dan tidak untuk
sebagai pusat politik dan berakhir pada batas lainnya, seperti makam sebagai tempat penguburan
kerajaan (Waterson, 1990: 95 - 96). dan berdo’a, dan ruang temporal seperti pelaksanaan
Berdasarkan kajian Levi-Strauss, Allen me- selamatan di rumah, setelah selamatan selesai rumah
ngembangkan menjadi kajian struktur ruang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dengan
permukiman di Samoa. Struktur ruang permukiman demikian, maka dalam mengamati struktur ruang
desa di Samoa dibentuk oleh tatanan fisik. Pola permukiman dapat digunakan dua determinasi, yakni
hubungannya tidak se-ekstrem pusat -pinggiran akan secara permanen maupun temporal.
tetapi justru menunjukkan ruang yang menerus.
Kajian Allen ini ternyata dapat mengkritisi konsep
dualisme konsentris Levi-Strauss. Bila Levi-Strauss BUDAYA DALAM STRUKTUR RUANG
memfokuskan pada hasil akhir sistem konsentrik PERMUKIMAN
berpasangan, maka dalam struktur ruang di Samoa
terdapat ruang antara. Selanjutnya ruang arsitektural Dalam konteks budaya berkait dengan ruang
di Samoa adalah dinamis (Allen, 1993: 34). permukiman, Yi-Fu Tuan (1977: 5) menyatakan
Berkaitan dengan penggunaan ruang tertentu untuk menjelaskan makna dari organisasi ruang
bagi berbagai peristiwa ritual, Ralph L Knowles dalam konteks tempat (place) dan ruang (space)
(1996: 96) menyatakan bahwa manusia dalam harus dikaitkan dengan budaya. Budaya sifatnya
segenap tindakannya selalu berkait dengan ritual, unik, antara satu tempat dengan tempat lain bisa
dimanapun dia berada dalam belahan bumi ini, sangat berbeda maknanya. Selanjutnya manusia akan
dalam berbagai tipe masyarakat. Beberapa ritual mengekspresikan dirinya pada lingkungan dimana
diurai sebagai atribut budaya, merupakan tindakan dia hidup, sehingga lingkungan tempat tinggalnya
kolektif dalam ruang umum. Beberapa ritual terlihat akan diwujudkan dalam berbagai simbolisme sesuai
merupakan ciptaan atau tindakan perorangan dan dengan budaya mereka. Bagaimana manusia me-
menghasilkan seting privat. Mengingat berbagai milih tempat tertentu dan menggunakan berbagai
ritual terkait dengan lokasi dan titik tertentu serta kelengkapan, ataupun berbagai cara untuk berko-
dilakukan dalam suatu tatanan dan urutan tertentu, munikasi pada dasarnya merupakan “bahasa”
maka dapat dilihat adanya suatu keberurutan peng- manusia. Pola ini tidaklah semata dilihat dalam
gunaan tempat dan ruang tertentu yang meng- kaitan dengan lingkungan semata, akan tetapi pada
indikasikan adanya suatu struktur ruang berdasarkan waktu yang bersamaan juga merupakan perwujudan
ritual. budaya mereka (Locher, 1978: 171).
Masyarakat Sasak di Pulau Lombok dikenal Struktur ruang permukiman digambarkan
sebagai masyarakat agamis sekaligus memegang melalui pengidentifikasian tempat, lintasan, dan batas
adat yang yang cukup teguh. Dalam kehidupan sebagai komponen utama, selanjutnya diorientasikan
sehari-hari masyarakat Sasak umumnya hidup melalui hirarki dan jaringan atau lintasan. Yang
berkelompok berdasarkan ikatan keluarga baik muncul dalam lingkungan binaan mungkin secara
sebagai keluarga inti maupun keluarga majemuk. fisik atau non fisik. Untuk membentuk struktur ruang
Berbagai peristiwa budaya baik terkait dengan daur tidak hanya orientation yang terpenting, tetapi juga
hidup dan berbagai acara adat berkaitan dengan acara obyek nyata dari suatu identifikasi (Norberg-Schulz,
keagamaan dilaksanakan masyarakat Sasak akan 1979: 21).Dalam suatu lingkungan tempat suci
selalu terkait dengan penggunaan ruang tertentu. berfungsi sebagai pusat yang selanjutnya menjadi
Tatanan ruang permukiman masyarakat Sasak orientasi dan identifikasi bagi manusia, dan merupa-
nampak dipengaruhi oleh kepercayaan mereka, kan struktur ruang (Norberg-Schulz, 1979: 28).
diantaranya adalah pada penentuan arah atap Secara lebih nyata struktur ruang permukiman
bangunan yang berorientasi ke Gunung Rinjani, tradisional di Korea menunjukkan tatanan ruang
sehingga bangunan dalam satu rumpun keluarga permukiman sangat dipengaruhi oleh kepercayaan,
dibuat berjajar searah. Demikian juga dalam pelak- mulai dari pemilihan lokasi sampai struktur ruang itu
sanaan berbagai acara ritual baik terkait dengan daur sendiri. Pemilihan ruang untuk permukiman ditentu-
hidup maupun keagamaan menunjukkan suatu kan dari falsafah feng-shui yakni lokasi terbaik
keberurutan penggunaan ruang dan orientasi ruang adalah diantara gunung dan sungai (Han, 1991: 1).
yang digunakan sehingga menunjukkan adanya Perumahan di Korea dalam satu desa bisa merupakan
struktur ruang berdasarkan ritual. Pada dasarnya perumahan keluarga atau clan houses. Dalam
pelaksanaan ritual akan mengacu pada ruang tertentu menempatkan rumah untuk keluarga memiliki
yang bersifat permanen ataupun temporal. Peng- aturan: tempat yang paling atas digunakan untuk

2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
PEMBENTUKAN STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN BERBASIS BUDAYA (Ibnu Sasongko)

orang tua, selanjutnya dibawahnya untuk anak laki- dunia leluhur ini diamati memiliki hubungan dengan
laki dan selanjutnya cucu laki-laki. ruang disekitar dimana peristiwa tersebut terjadi. Pola
Lebih lanjut dalam menentukan tatanan ruang ini mempengaruhi perilaku di dalam ruang pada saat
permukiman ini, keterkaitan dan pemaknaan ling- tertentu, dan mengungkapkan kepercayaan tentang
kungan juga memiliki cakupan yang sangat luas, alam raya dan tatanan kosmis yang dipahami oleh
bukan hanya dilihat dalam hal lingkungan sekitarnya masyarakat Tswana (Hardie, 1985: 142).
saja, akan tetapi juga dalam lingkup yang sangat luas
seperti kedudukan dalan jagad raya, di bumi sampai
dimana seseorang bertempat tinggal. BUDAYA MASYARAKAT SASAK TERKAIT
Masyarakat Bali dalam menata ruang permu- PERMUKIMAN
kimannya sangat memperhatikan sistem orientasi.
Pandangan hidup dasar mereka adalah adanya Keterikatan permukiman masyarakat Sasak
oposisi antara gunung dan laut atau kaja dan kelod. terhadap budaya dapat dilihat dari berbagai lokasi
Gunung (Agung) merupakan tempat para dewa, perkampungan yang ada, baik pada kampung tra-
sedangkan laut tempat para setan. Pada masyarakat di disional maupun non-tradisional. Diantara elemen
wilayah selatan, maka arah utara dan selatan seperti budaya yang melekat pada masyarakat Sasak,
umumnya, akan tetapi masyarakat Utara sebagai kekerabatan dan kepercayaan sangat mempengaruhi
‘utara’ adalah Gunung Agung di Selatan, dan struktur ruang permukiman. Umumnya masyarakat
‘selatan” adalah Laut di Utaranya (Waterson, 1990: Sasak bertempat tinggal dalam satu kesatuan
97). Demikian juga dengan pelaksanaan ritual, keluarga baik terdiri atas keliarga inti maupun
dilakukan disekitar pembangunan rumah atau keluarga majemuk. Jumlah kepala keluarga dalam
penetapan lokasi dan penentuan kapan mulai bisa satu rumpun bisa banyak atau sedikit, umumnya
ditempati. Kegiatan ini nampak mengambil dari ide tergantung pada luas tanah yang dimiliki.
kosmologi Hindu. Berbagai acara ini sudah tertulis, Perkampungan asli suku bangsa Sasak didirikan
akan tetapi dalam prakteknya para tukang kayu sudah diatas tanah yang mungkin dahulu menjadi milik
paham tentang acara semacam ini (Waterson, 1990: bersama masyarakat kampung. Rumah yang didiri-
97 - 98). kan diatas tanah gubug tidak dibatasi oleh pagar
Secara khusus ritual ditunjukkan sebagai halaman. Setiap rumah tidak memiliki hak atas tanah
peristiwa publik yang ditampilkan pada tempat- tempat bangunan rumahnya (Yaningsih, 1981: 10).
tempat khusus (sacred places) atau pada waktu Perkampungan merupakan satuan permukiman
tertentu. Para ahli antropologi juga sering lebih bentuknya memanjang dari arah Utara ke Selatan.
mengkaitkan dengan ritual keagamaan dan masya- Letak perkampungan diatur berdasarkan fungsi
rakat “preliterate” (Norget, 2000: 80). Salah satu kerabat penghuninya di dalam kehidupan bermasya-
bagian penting dalam ritual adalah rites of passage rakat. Perumahan dalam suatu perkampungan ditata
yang merujuk pada: kelahiran, puber, perkawinan, sedemikian rupa, sehingga urutan strata penghuninya
kematian, dan berbagai peristiwa krusial lain sebagai di dalam kekerabatannya akan tercermin dengan
perubahan atau transisi dalam kehidupan seseorang. jelas. Rumah tempat tinggal paling Utara mempunyai
Dalam interaksinya dengan alam dan strata sosial yang tertinggi sedangkan yang paling
pemahaman atas keseimbangan alam baik sebagai Selatan mempunyai strata sosial sebaliknya (Putra,
makro kosmos maupun mikro kosmos, manusia 1985/1986: 48).
melakukan berbagai rangkaian ritual yang dilakukan
secara terus menerus. Diantara ritual bagian yang STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN DI
sangat penting adalah terkait dengan daur hidup. DESA PUYUNG BERDASARKAN BUDAYA
Hoebel dan Frost menyatakan bahwa siklus hidup
manusia pada dasarnya terdiri dari empat bagian, Puyung merupakan salah satu desa yang
yakni, kelahiran, dewasa, bereproduksi dan mati. terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok
Pada berbagai budaya manusia acara ini selalu ada Tengah; desa ini dilalui jalan utama antara Mataram
dengan berbagai variasi dan intensitas yang berbeda dan Praya. Permukiman di Desa Puyung sebagian
(Hoebel dan Frost, 1976: 154). besar terbentuk dari rumpun keluarga dan pada
Bagaimana peristiwa ritual mempengaruhi beberapa bagian berupa rumah tunggal. Pola yang
aktivitas masyarakat dan penggunaannya dalam terbentuk adalah merupakan pengelompokan yang
ruang permukiman, salah satunya disampaikan oleh membentuk cluster baik sebagai rumpunkeluarga
Hardie yang mempelajari masyarakat Tswana. maupun sebagai dusun.
Dalam hal ini kelahiran dan kematian yang memiliki Kepercayaan supra natural masih nampak
signifikansi terhadap kedatangan dan kepergian ke dalam kehidupan masyarakat Desa Puyung. Dalam

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 3
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 33, No. 1, Juli 2005: 1 - 8

menentukan orientasi bangunan khususnya arah dan ini dilaksanakan di halaman rumah, dengan
hadap rumah, masih menghendaki menghadap Utara demikian, maka halaman rumah menjadi ruang inti
atau ke Gunung Rinjani, atau juga berpola sejajar dalam ritual penguburan ari-ari.
jalan. Juga antara satu rumah dengan rumah lain Selanjutnya adalah pelaksanaan peraq api yakni
dalam satu rumpun keluarga diperhitungkan agar upacara memadamkan api bersamaan dengan
bisamenghadap lorong dalam rumpunkeluarga. Peran putusnya pusar. Ritual ini dimulai dengan mensuci-
senioritas dalam keluarga juga nampak, yakni orang kan ibu dan anak, kemudian mengambil api dari
tua ditempatkan pada bagian atas atau Utara, dapur dan dipadamkan di halaman. Setelah itu bayi
sedangkan anak di bawah atau sampingnya, lihat diayun-ayun diatas bara api yang baru dipadamkan,
gambar 1. diikuti para wanita-umumnya kerabat, yang menge-
lilingi api mengibaskan pakaian bagian bawah untuk
mendapat asap sampai padam. Selesai acara ini, bayi
diberi nama, dan diberitahukan pada tetangga secara
lisan. Rangkaian upacara ini diakhiri dengan sela-
matan kecil yang dihadiri kiyai dan undangan lainya.
Dalam ruang permukiman acara ini menggunakan
ruang rumah dan halaman serta terjadi dalam satu
rumpun keluarga. Keterlibatan tetangga, kerabat, dan
kiyai menunjukkan bahwa skala ruang menengah
Gambar 1. Pola perumahan yang berjajar dengan penggunaan ruang pada tingkat kampung.
dengan arah atap sejajar jalan Sebagai pusat sekaligus inti ruang ritual ini adalah
halaman, rumah tetangga dan kerabat di kampung
Sesuai dengan adat Sasak umumnya, masya- akan berorientasi pada halaman rumah pelaksanaan
rakat Puyung juga melaksanakan berbagai ritual, peraq api.
terutama terkait dengan acara daur hidup, acara Tahap akhir dari ritual kelahiran adalah
keagamaan, ataupun waktu membangun rumah, ngurisan atau mencukur rambut, biasanya diseleng-
membuka tanah untuk kegiatan baru dsb. Diantara garakan antara anak berusia tujuh hari sampai satu
ritual ini yang mengalami peristiwa rutin dan tetap tahun. Umumnya dilaksanakan oleh beberapa anak
dipentingkan adalah terkait daur hidup, terdiri atas pada bulan Maulid Nabi Muhammad. Pelaksanaan
ritual: kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian, pemotongan rambut adalah di halaman Masjid.
serta ritual terkait keagamaan, khususnya: Maulid Selanjutnya dilakukan selamatan; sedangkan rambut
Nabi Muhammad dan Lebaran Ideul Fitri. Dalam yang dipotong umumnya ditanam di halaman. Inti
kajian ini akan difokuskan ritual kelahiran dan peristiwa ini ada di Masjid, sehingga orientasi secara
perkawinan dan pelaksanaan Maulid Nabi Muham- keseluruhan adalah masjid. Acara ini termasuk acara
mad. komunal, sebab umumnya dilaksanakan oleh bebe-
rapa anak, yang berarti pula ada beberapa ritual
1. Struktur Ruang Permukiman berdasarkan dalam cakupan individu yang bergabung menjadi
Ritual Kelahiran cakupan publik.
Bagi masyarakat Sasak kelahiran anak merupa- Bila digambarkan dalam pola ruang permu-
kan salah satu peristiwa penting yang harus ditandai kiman, nampak bahwa ritual kelahiran memiki
dengan berbagai pelaksanaan ritual. Peristiwa ini hubungan antar ruang dalam skala mikro dan makro.
ditandai oleh tiga rangkaian yakni: tukaq ari kakaq, Skala ruang mikro ada dalam rumpun keluarga
peraq api dan ngurisan. Dalam ruang permukiman, dengan pusat peristiwa di halaman rumah, sedangkan
peristiwa ini dilaksanakan di rumpun keluarga, dan di saat memotong rambut di Masjid yang dilaksanakan
Masjid, melibatkan tetangga dan kerabat, sehingga secara bersama memiliki skala ruang makro.
merujuk pada konsep Schulz tentang struktur ruang Selanjutnya dengan menggambarkan hubungan antar
permukiman dapat dilihat keterkaitan antara ruang ruang dan orientasi ruang ritual ini maka dapat dilihat
permukiman dengan ritual ini. struktur ruang permukiman berdasarkan kelahiran,
Tahap awal adalah pelaksanaan tukaq ari kakaq dengan pusat ritual di halaman rumah dan halaman
yang memiliki inti penguburan ari-ari bayi. Ritual ini Masjid, secara diagramatis lihat gambar 2.
dimulai dengan membersihkan ari-ari didekat sumur,
dan menempatkan dalam kuali dengan perlengkapan-
nya. Penanaman ari-ari bagi anak laki-laki di pagar
dan bagi anak perempuan di cucuran atap atau tirisan.
Dalam ruang permukiman secara keseluruhan ritual

4 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
PEMBENTUKAN STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN BERBASIS BUDAYA (Ibnu Sasongko)

kan perkawinan yang disebut dengan sejati. Acara ini


dapat dilaksanakan sekaligus dengan penentuan
besaran biaya perkawinan atau ajikrama sedangkan
acaranya sendiri disebut selabar; dan bila disatukan
disebut sejati-selabar.
Pelaksananan sejati-selabar dilakukan dengan
datang pada kepala dusun atau keliang pihak
perempuan, selanjutnya disampaikan pada keluarga
perempuan bahwa anaknya telah “dicuri” dan akan
segera menikah. Untuk itu diminta adanya wali nikah
atau tuntut wali. Pihak laki-laki yang datang selain
Gambar 2. Diagram Struktur Ruang Permu- kepala dusun, disertai dengan pembayun yang
kiman Berdasarkan Ritual Kelahir- bertugas menegosiasi besarnya ajikrama. Besaran
an ajikrama ini bergantung pada “nilai perempuan”,
Keterangan: artinya perempuan keturunan bangsawan nilai
1. Halaman ajikramanya lebih mahal dibandingkan masyarakat
2. Rumah Orang Tua biasa. Acara ini mulai melibatkan tokoh adat,
3. Rumah Anak kerabat, tokoh kampung kedua belah pihak sehingga
4. Masjid dapat dikatakan memiliki seting publik. Dalam kajian
5. Rumah Belian (Dukun) struktur ruang, nampak ada dua buah hubungan antar
ruang, yakni pada keluarga laki-laki dan pihak
2. Struktur Ruang Permukiman berdasarkan perempuan. Meskipun demikian secara keseluruhan
Ritual Perkawinan orientasi ruang dan kegiatannya ada pada rumah
Masyarakat Sasak yang bertempat tinggal pihak perempuan.
dalam rumpun keluarga dari garis laki-laki, atau Selanjutnya adalah sorong serah yang intinya
menganut pola patrilineal. Pola ini menjadikan pihak menyerahkan ajikrama pada pihak perempuan. Pada
wanita akan masuk dalam kerabat laki-laki. Dengan pihak laki-laki diikuti oleh rombongan setidaknya 12
demikian masyarakat Sasak lebih mengutamakan orang selain pembayun, sedangkan dipihak keluarga
perkawinan antar kerabat dengan strata yang sama. wanita telah menunggu para kerabat dan tetua atau
Tahap awal sebelum perkawinan dilaksanakan pejabat adat. Dahulu acara ini termasuk panjang dan
perkenalan semacam ‘apel’ yang disebut midang, rumit dengan berbagai acara adat, sekarang banyak
ditandai oleh kedatangan laki-laki ke rumah perem- yang diganti dengan uang atau gantiran sehingga
puan. Selanjutnya adalah memasuki tahap perka- tinggal menyerahkan di rumah perempuan. Pola ini
winan, dimana pada dasarnya ada beberapa cara menunjukkan adanya struktur ruang, yakni adanya
pelaksanaan, tetapi cara terbanyak adalah dengan hubungan antar ruang antara antara rumah pihak laki-
mencuri atau merariq. laki dan perempuan dengan sekitarnya, dan terdapat
Masyarakat Sasak yang akan menikah dimulai orientasi pada rumah pihak perempuan. Dengan
dengan laki-laki “mencuri” perempuan dan dibawa demikian pada ritual ini dapat dilihat adanya sub-
ke rumah laki-laki. Pada kondisi terjadi critical path struktur ruang dengan pusat rumah perempuan.
sebab bila ada lelaki lain yang menghendaki wanita Setelah sejati selabar ini, maka dilaksanakan
tersebut, maka dapat terjadi perebutan. Setelah nyongkolan yakni merupakan kunjungan pihak laki-
“sukses” memaling, maka pada keluarga lelaki laki pada pihak perempuan dengan disertai kerabat
diadakan seboq atau semacam pesta yang diikuti dan diiringi gamelan gendang beleq secara meriah.
teman, tetangga, dan kerabat, umumnya mereka Pengantin diarak keliling desa atau jalan utama,
membawa ayam. Pesta diadakan di halaman, dan bila setidaknya dalam perjalanan dari rumah laki-laki ke
halaman tidak mencukupi maka digunakan rumah rumah perempuan. Acara ini dimulai dengan
kerabat dalam rumpun keluarga. Pola ini menunjuk- berolem atau mengundang teman, kerabat, dan
kan adanya hubungan antar ruang antara rumpun tetangga. Dua hari sebelum acara nyongkolan tamu
keluarga dengan lingkungan sekitar, yakni tetangga umumnya berdatangan, umumnya siang sampai
dan kerabat, dan sebagai pusat peristiwa ada di malam hari. Dalam kesempatan ini tamu duduk
halaman. Secara keseluruhan pola ini menunjukkan berkelompok dengan kerabat masing-masing, dan
adanya seting publik dalam ruang permukiman perjamuan dilakukan dengan begibung. Pelaksanaan
sebatas kampung. nyongkolan sendiri dilaksanakan pada sore hari.
Selanjutnya adalah memberitahu pihak perem- Secara keseluruhan nyongkolan ini merupakan acara
puan bahwa anak perempuannya akan melakssana- paling meriah dan melibatkan banyak pihak, ter-

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 5
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 33, No. 1, Juli 2005: 1 - 8

masuk pemberitahuan pada tetangga dan masyarakat Keluarga Perempuan Keluarga Laki-laki
sekitar.
Nyongkolan ini menunjukkan adanya struktur
ruang permukiman terkait dengan ritual ini yang
ditunjukkan oleh hubungan antar ruang antara
masyarakat sekitar dengan rumah baik pada pihak
laki-laki maupun pihak perempuan, dan orientasi
ruang secara keseluruhan ada pada rumah perem-
puan. Cakupan ritual ini adalah makro berada dalam
ruang publik; dengan relasi ruang sampai tingkat
desa.
Selanjutnya adalah pelaksanaan yang ditandai Gambar 3. Diagram Struktur Ruang permu-
oleh ijab–kabul, merupakan upacara pengesahan kiman Berdasarkan Ritual Perka-
secara Islam, yang dipimpin oleh kepala KUA. Acara winan
ini juga dihadiri kerabat, kyai, tetua adat, juga Keterangan:
beberapa undangan, demikian juga kerabat pihak (Keluarga Perempuan)
perempuan. Umumnya acara ini dilakukan di Masjid, 1. Banjar
tetapi juga bisa dirumah. Ritual ini juga menunjuk- 2. Pembayun
kan adanya struktur ruang yang ditandai oleh 3. Belian
hubungan antar ruang antara kerabat dan tokoh 4. Keliang
kampung dengan keluarga laki-laki, dan sebagai 5. Kiyai
orientasi adalah rumah laki-laki. Ritual ini memiliki 6. Kerabat
cakupan sampai kampung, tetapi yang terlibat lebih 7. Tetangga
banyak kerabat dan tokoh adat dalam kampung itu.
Sebagai acara akhir dari rangkaian perkawinan (Keluarga Laku-laki)
adalah bejango, yang ditandai oleh kedatangan kedua 1. kerabat 1 (Paman)
pengantin dan keluarga laki-laki ke keluarga perem- 2. Kerabat lain
puan, dengan acara pamitan akan menetap di rumpun 3. Teman
keluarga laki-laki. Peristiwa ini lebih sederhana 4. Tetangga
dibandingkan peristiwa sebelumnya, akan tetapi tetap 5. Kiyai
menunjukkan adanya struktur ruang dengan inti 6. Keliang
peristiwa di rumah perempuan. 7. Belian
Merujuk pada segenap ritual perkawinan ini, 8. Banjar
dapat dilihat bahwa ada struktur ruang permukiman 9. Pembayun
yang ditunjukkan oleh hubungan antar ruang dan 10. Gendang Beleq
orientasi ruang pada rumah baik rumah laki-laki 11. Makam
maupun perempuan. Sebagai pusat peristiwa baik
rumah laki-laki maupun rumah perempuan berada 3. Struktur Ruang Permukiman berdasarkan
pada ruang yang bebas, dalam pengertian tidak pada Ritual Maulid Nabi Muhammad
satu ruang yang tetap, atau tidak pada satu titik Maulid nabi dapat diartikan sebagai perayaan
orientasi tertentu. Selanjutnya struktur ruang ini untuk memperingati kelahiran Nabi Muhhamad.
hanya dapat dilihat pada saat terjadi ritual Acara ini dilaksanakan pada berbagai tingkatan,
perkawinan, bila tidak terjadi perkawinan, maka mulai dari kampung, desa, kecamatan, maupun
ruang permukiman memiliki fungsi sebagai ruang Kabupaten. Pada dasarnya acara ini dibagi menjadi
non-ritual. Mengamati peristiwa ini, maka dapat dua kelompok, yakni persiapan dan pelaksanaan
disimpulkan bahwa ritual perkawinan membentuk Maulud.
struktur ruang permukiman, sifatnya bebas dalam Acara Maulud pada tingkat kampung, misalkan
pengertian inti peristiwa dan orientasinya tidak di Gubug Punik, diawali dengan mengadakan
mengarah pada satu cardinal yang tetap akan tetapi pertemuan di rumah kepala dusun atau keliang yang
lebih tergantung pada lokasi peristiwa saat ritual diikuti oleh warga Dusun Gubug Punik, untuk
terjadi, secara diagramatis lihat gambar 3. menentukan hari pelaksanaan dan siapa saja yang
akan diundang. Selanjutnya menentukan secara suka
rela siapa saja yang akan membawa konsumsi pada
waktu pelaksanaan. Pelaksanaan maulid di kampung

6 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
PEMBENTUKAN STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN BERBASIS BUDAYA (Ibnu Sasongko)

ini, diawali dengan kedatangan para peserta men- yang diundang adalah keliang, kiyai dusun, merbot,
jelang sholat Isya. Makanan atau minuman yang masyarakat lain boleh ikut tapi biasanya tidak
dibawa peserta ditempatkan pada serambi langgar banyak.
bagian utara. Cara menghormati undangan bagi Pelaksanaan maulud di desa juga dilaksanakan
pelaksanaan Maulud ini dengan memberi tempat setelah Sholat Isya dengan inti acara mendengarkan
bagi yang diundang di dalam langgar, dan warga ceramah keagamaan dari Tuan Guru. Seperti halnya
Gubug Punik bisa menggunakan ruang yang tidak pengajian pada tingkat kampung, selesai pengajian
digunakan untuk undangan, dan bila sudah penuh peserta berdoa dan makan bersama, dan peserta tidak
warga duduk diluar langgar. Acara inti maulid ini menghabiskan semua hidangan yang disediakan ada
adalah pengajian yang dipimpin oleh tuan guru atau dan selebihnya dibawa pulang oleh peserta acara
kiyai. Selesai pengajian peserta berdoa dan makan Maulud. Pelaksanaan Maulid pada tingkat desa juga
bersama. Umumnya makan bersama ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara ritual ini
menghabiskan semua hidangan yang ada dan dengan struktur ruang ruang permukiman desa. Pada
selebihnya dibawa pulang oleh peserta acara Maulid. saat persiapan, nampak adanya hubungan ruang
Pelaksanaan Maulid pada tingkat kampung ini antara kantor desa dengan tetua adat dan tokoh
menunjukkan adanya keterkaitan antara antara ritual kampung di desa Puyung, sehingga sebagai orientasi
dengan struktur ruang yang ditunjukkan oleh adanya adalah kantor desa. Pada saat pelaksanaan maulud
hubungan antar ruang dan orientasi ruang. Pada tahap desa juga menampakkan adanya hubungan antar
persiapan, terlihat adanya hubungan ruang antara ruang dari tempat tinggal di kampung pada satu desa
rumah kepala dusun dengan warga sekitarnya, dengan Masjid Al Ihsan. Dengan demikian terlihat
sekaligus orientasinya adalah rumah kepala dusun. adanya struktur ruang permukiman berdasarkan
Selanjutnya dalam pelaksanaan maulud, hubungan ritual Maulid pada tingkat desa.
antar ruang terdapat antara tempat tinggal di Yang membedakan pelaksanaan maulud pada
kampung Gubug Punik dan rumah undangan dengan tingkat kampung dengan tingkat desa adalah bila
langgar, dan sekaligus pusat orientasinya adalah pada tingkat kampung ada dua pusat dan salah satu
langgar. Dengan demikian terlihat adanya struktur adalah tidak tetap, maka pada tingkat desa juga ada
ruang permukiman berdasarkan ritual Maulid pada dua pusat akan tetapi keduanya memiliki pusat yang
tingkat kampung. tetap yakni di kantor desa dan masjid desa. Adapun
Dalam pelaksanaan maulid ini terdapat dua hal gambaran struktur ruang permukiman berdasarkan
terkait dengan struktur ruang yang dapat dikaji. Pada maulud nabi dapat dilihat pada gambar: 4
saat persiapan Maulud terdapat sub-struktur yang
bersifat temporal dan sebagai pusat rumah kepala
kampung merupakan ruang bebas dalam arti rumah
kepala kampung sebagai sebuah ruang bisa berganti
dimanapun dalam kampung itu. Sebaliknya pada saat
pelaksanaan juga dapat terlihat adanya sub-struktur
ruang dengan pusat yang tetap yakni di langgar.
Dengan demikian pada acara ini terlihat adanya
struktur ruang permukiman berdasarkan maulid
dengan dua buah pusat yakni rumah kepala kampung
dan bersifat tidak tetap, sedangkan pusat lainnya
adalah langgar bersifat tetap. Gambar 4. Diagram Struktur Ruang permu-
Pelaksanaan Maulud pada tingkat desa pada kiman Berdasarkan Maulud Nabi
dasarnya memiliki pola yang sama, akan tetapi skala Keterangan:
kegiatan dan ruang yang tercakup didalamnya lebih 1. Masjid
luas. Pada tahap awal diadakan pertemuan di kantor 2. Masyarakat
desa, diikuti kepala dusun dan tokoh adat serta tokoh 3. Tokoh Agama
agama di Desa Puyung dan pelaksanaan Maulud 4. Tokoh Masyarakat
desa dilaksanakan di Masjid desa yakni Masjid Al
Ihsan.
Seperti halnya pelaksanaan maulid di kampung, KESIMPULAN
maulud di desa diikuti oaleh segenap tokoh kampung
dan desa, dalam acara maulud tahun 2004, acara ini Berdasarkan kajian budaya Sasak di Desa
dihadiri oleh Tuan Guru (TG) Ibrahim, H Subqi, H Puyung nampak bahwa determinasi budaya muncul
Masmuk, TG Tarmidzi, TG H M Izzi. Dari dusun pada ruang permukiman, dan selanjutnya dapat

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 7
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 33, No. 1, Juli 2005: 1 - 8

menunjukkan adanya struktur ruang. Seting dan Han, Pilwon, The constancy of the Spatial Structure
cakupan ruang dalam peristiwa ritual pada dasarnya in traditional Korean Settlement, Seoul,
beragam, serta menunjukkan adanya pengunaan Seoul National University, http://arch.hannam.
ruang yang tetap maupun temporal. Melalui kajian arc.kr, 30/8/01, 1991.
terhadap kepercayaan masyarakat Puyung, gambaran
makro kosmos tetap nampak pada orientasi rumah Hardie, Graeme, Tswana Concept of Placemaking,
dalam G Missinghamb and P. Downton, (eds),
dan bangunan yang mengarah ke Gunung Rinjani,
Place and Placemaking, Proceeding of People
sedangkan terhadap pelaksanaan ritual terkait daur
and Physical Environment Research (PAPER)
hidup yang paling banyak muncul adalah ruang Conference, Melbourne, 1985.
temporal. Sebaliknya pada pelaksanaan ritual
keagamaan seperti Maulud Nabi Muhammad, Hoebel, E Adamson dan Frost, Everett L, Cultural
nampak bahwa peristiwanya rutin dilaksanakan and Social Anthropology, New York, Mc
sekali setahun, berskala kampung dan desa. Pada Graw-Hill Book, 1976.
skala kampung persiapannya bersifat mudah
berubah tergantung rumah kepala dusun, sedangkan Knowles, Ralph, Rhythm and Ritual, Maintaining the
pelaksanaannya tetap di langgar. Sementara pelak- Identity of a Place, dalam Journal Traditional
sanaan di desa lebih tetap, yakni menggunakan Dwelling and Settlements”, Vol Ninety-
kantor desa dan Masjid. Four/IASTE 94-96, Berkeley, IASTE –
University of California, 1996.
Untuk itu, dengan mendasarkan pada ritual daur
hidup yang menghasilkan ruang temporal sehingga Levi-Strauss, Claude (1963), Structural Anthro-
struktur ruangnya juga temporal, maka keberlanjutan pology, New York, Basic Book,, 1963.
acara ritual menjadi kunci. Bila pelaksanaan ritual
berubah atau hilang misalnya, maka struktur ruang Locher GW., Transformation and Tradition, and
juga berubah atau hilang. Berbeda dengan Other Essays, KITLV – Translation Series 18,
pelaksanaan ritual keagamaan, karena ruang tetap, The Hogue – Martinus Nijhoff, 1978.
maka perubahan ritual tidak akan mempengaruhi
struktur ruang, akan tetapi bila pelaksanaan ritual Putra, Nengah dkk, Kesadaran Budaya Tentang
Ruang pada Masyarakat, di Daerah NTB
hilang, maka ruang tetap ada tetapi tidak lagi
(Suatu Studi Menganai Proses Adaptasi),
menunjukkan struktur ruang. Dengan demikian,
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
dalam jangka panjang diperlukan pemeliharaan ritual Kebudayaan Daerah, Prop NTB, Mataram,
Sasak. Depdikbud, 1985/1986.

Norberg-Schulz, Christian, “Genius Loci”, New


DAFTAR PUSTAKA York, Electa/Rizolly, 1979.
Aspinal, Peter, Aspect off Spatial Experience and Norget, Kristin, Ritual dalam Raymond Scupin, ed,
Structure, dalam Farmer, Ben dan Louw, Religion and Culture, An Anthropological
Hentie, Companion to Contemporary Focus, New Jersey, Prenctice Hall, 2000.
Architectural Thought, London, Routledge,
1993. Tuan, Yi-Fu, Space and Place, The Perspective of
Experience, Minneapolis, University of
Allen, Anne E G, “Architecture as Social Expression Minnesota Press, 1977.
in Western Samoa: Acioms and Models”,
Journal Traditional Dwelling and Settlements Waterson, Roxana, The Living House, An Anthro-
Review, Vol V Number I, Fall 1993, pologgy of Architecture in South-East Asia,
Berkeley, University of California at Singapore, Kyodo Printing, 1990.
Berkeley, 1993.
Yaningsih, Sri, Sistem Kesatuan Hidup Setempat
Crysler, Greig, Journal Traditional Dwelling and Daerah NTB, Mataram, Depdikbud, 1981.
Settlement Research, IASTE, Vol XI No II,
Spring 2000, 2000.

Danby, Miles, Privacy as a Culturally Related


Factor in Built Form, dalam Farmer, Ben dan
Louw, Hentie, Companion to Contemporary
Architectural Thought, London, Routledge,
1993.

8 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/

Anda mungkin juga menyukai