Disusun oleh:
Pengembangan model kelembagaan agroforestri yang dapat diterima sesuai dengan kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan bersifat spesifik sangat diharapkan menjadi sebuah solusi dalam
mengoptimalkan keuntungan dalam agroforestri secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Menurut
Triwanto (2011) terdapat beberapa model sebagai inovasi untuk mengembangkan sistem
agroforestri, antara lain:
1) Model yang menaksir perubahan kandungan bahan organik tanah, dinamakan
CENTURY.
2) Model yang menaksir perubahan sifat-sifat tanah akibat sistem agroforestri, dinamakan
SCUAF (Soil Changes Under Agroforestry).
3) Model pengelolaan pohon ROTATE.
4) Model tentang siklus air tanah di bawah sistem tumpangsari tanaman pagar (hedgerow
intercropping), simulasi dari hedgerow intervention berlawanan dengan erosi dan
degradasi tanah: SHIELD
Kebijakan pemerintah untuk pengembangan agroforestri dapat kita nyatakan sebagai cara
dan tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah kerusakan hutan dan produktivitas pertanian
serta ekosistemnya, serta permasalahan lingkungan yang mempengaruhi produktivitas dan
keberlanjutan sistem produksi pertanian dan atau kehutanan.
2.4 Studi Kasus Pengembangan Agroforestry dan Peran Kelembagaan
Taman Hutan Raya Nipa-Nipa di Sulawesi Tenggara selain berperan pemasuk pendapatan
daerah juga memiliki fungsi ekologis seperti daerah lindung dan sumberdaya air. Dalam upaya
konservasi fungsi ekologis tersebut dibutuhkan kontribusi dari masyarakat sekitar dan
pemerintah. Maka dari itu dibentuklah kelompok tani. Peran kelembagaan kelompok tani
terhadap bentuk kegiatan pengelolaan secara kolaborasi dapat diukur melalui pengelolaan lahan
secara agroforestri dan melakukan jarak tanam serta memilih jenis tanaman berdasarkan pola
tanam agroforestry. Kelembagaan kelompok tani hutan dalam melakukan pengelolaan Tahura
Nipa-Nipa harus mampu bekerjasama dengan pihak-pihak lembaga lain yang bertujuan untuk
kepentingan masyarakat.
Dalam sebuah penelitian melalui sebuah survey, didapatkan hasil bahwasanya kelompok tani
telah memiliki Lembaga Perekonomian (Koperasi) atau Lembaga Simpan Pinjam bagi anggota
kelompok tani. Selain itu, kelompok tani telah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah,
Perguruan Tinggi, Komda SF Sultra, Dinas Kehutanan, Bapedalda Sultra dan Pemerintahan
Kelurahan dan Kecamatan dalam merumuskan pengelolaan Tahura Nipa-Nipa secara
Kolaborasi.
Dalam kasus lain mengenai pola tanam di agroforestry, petani yang mengikuti lembaga
tersebut rupanya mendapatkan banyak wawasan dan mulai meninggalkan kebiasaan buruk dalam
pola tanam yang berdampak buruk pada lingkungan. Masyarakat tani melakukan berbagai
kegiatan dengan melakukan perubahan atau merehabilitasi lahan tidur menjadi lahan produktif
(bermanfaat) dengan melakukan penanaman kembali tanaman jangka panjang dan tanaman
semusim, maka banjir dan tanah longsor sudah tidak sering terjadi lagi. Hal ini membuktikan
bahwa peran kelembagaan tani dalam pengelolaan secara kolaborasi sangat bermanfaat bagi
kelestarian hutan.
BAB III
KESIMPULAN
Penguasaan lahan (property right) sangat penting dalam pelaksanaan agroforestri. Apabila
tidak ada kepastian penguasaan lahan, maka insentif untuk menanam pohon/ agroforestri menjadi
sangat lemah karena sistem agroforestri merupakan strategi usaha tani dalam jangka panjang.
Sistem penguasaan lahan agroforestri merupakan sekumpulan hak-hak yang dipegang seseorang
atau kelompok orang-orang dalam suatu pola hubungan sosial terhadap suatu unit lahan dan hasil
agroforestri dari lahan tersebut.
Sistem Agroforestri tidak hanya berperan dalam menyumbang ekonomi, namun juga terdapat
fungsi ekologis yang perlu dipertimbangkan. Dalam sistem ini konservasi lahan yang
diimplementasikan membutuhkan partisipasi dari masyarakat lokal dan pemerintah. Lembaga-
lembaga pertanian menjadi wadah beraktivitas dan menyalurkan aspirasi untuk inovasi lebih baik,
serta mencari solusi untuk permasalahan yang sering terjadi pada keberlanjutan sistem
agroforestri. Keberlanjutan sistem agroforestri harus didukung dengan kelembagaan yang kuat
sehingga konsep tentang keberlanjutan sistem agroforestri dapat di implementasikan di lapangan .
Prospek pengelolaan sistem agroforestri memiliki prinsip yang mendorong tercapainya
produktivitas, mengusahakan keberlanjutan, dan penyebarluasan sistem agroforestri di berbagai
tempat dan kondisi yang berbeda. Prospek pengembangan kelembagaan agroforestri dapat tercapai
dan terjamin apabila terdapat insentif bagi orang atau organisasi yang melaksanakannya, sasaran
pengembangan, terdapat keseimbangan kepemilikan dan akses terhadap informasi, kepemilikan
dan akses atas sumber daya terjamin, terdapat usaha pengendalian atas tingkah laku oportunistik,
terdapat aturan yang ditegakkan dan ditaati. Kebijakan pemerintah untuk pengembangan
agroforestri dapat kita nyatakan sebagai cara dan tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah
kerusakan hutan dan produktivitas pertanian serta ekosistemnya, serta permasalahan lingkungan
yang mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan sistem produksi pertanian dan atau
kehutanan.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, D. F. dan Yuningsih, N. Y. (2016). Analisis kebijakan pemerintah tentang
pencegahan dan penanganan korban perdagangan (trafficking) perempuan dan anak
di Kabupaten Cianjur. J. Ilmu Pemerintahan. 2 (2) : 330-360
Kuswantoro, D. P., Junaidi, E., Handayani, W., Ruhimat, I. S., Utomo, B., Kuswandi, N.,
Filianty, D. (2014). Kajian lanskap agroforestry pada DAS prioritas (DAS
Cikawung). Ciamis: Balai Penelitian Teknologi Agroforestry.
Sumarlan, Dkk, mei 2012. “Peningkatan Kinerja Petani Sekitar Hutan Dalam Penerapan
Sistem Agroforestri Di Pegunungan Kendeng Pati”. Jurnal Agro Ekonomi. Volume
30 No. 1 : 25- 39
Tamrin, M. Sundawati, L. dan Wijayanto, N. (2015). Strategi pengelolaan agroforestri
berbasis aren di Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan. Risalah Kebijakan
Pertanian dan Lingkungan. 2(3): 243-25.
Triwanto, J. (2011). Model pengembangan agroforestry pada lahan marginal dalam upaya
peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Humanity. 7(1): 23-27.
Yudohartono, T.P. (2008). Peranan taman hutan raya dalam konservasi sumberdaya
genetik: peluang dan tantangannya. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan. 6(2):1-6.Eggers, D. (2008). The circle [Kindle
Version]. Retrieved from http://www.amazon.com/