2. Nina_A40120154
3. Hijria_A40120175
5. Dinda Riani_1910631060013
HASIL DISKUSI
Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam suku, etnis, agama, budaya serta
berbagai aliran kepercayaan. Keberagaman bangsa tersebut dapat menjadi potensi sekaligus
resiko bagi Negara indonesia. Fakta menunjukan bahwa di indonesia terdapat kurang lebih 665
bahasa daerah, dan 300 suku bangsa yang tersebar pada 17.670 pulau besar dan kecil. Dari
keberagaman ini lah akan muncul resiko konflik yang disebabkan oleh keberagaman itu sendiri.
dengan demikian pendidikan multikultur muncul karena adanya keberagaman tersebut dan
karena adanya dorongan masyarakat kepada pemerintah untuk menerapkan prinsip-prinsip
kehidupan yang lebih berbudaya dan beradap dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi,
politik, sosial, dan budaya. Hal ini dilakukan untuk menghindari semakin menipisnya jiwa
nasionalisme, hilangnya kekuatan nilai-nilai tradisional, atau hal yang paling buruk adalah
kehilangan jati diri, baik kelompok atau individu. Sehingga diharapkan dengan adanya sebuah
pendidikan multikultural dapat mengatasi berbagai masalah dalam masyarakat. Mengingat
pendidikan multikultural adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai
keyakinan, heterogenitas, pluralitas, dan keragaman aspek dalam masyarakat. Penanaman nilai-
nilai tersebut harus ditanamkan pada setiap jenjang pendidikan dan harus melibatkan berbagai
tatanan masyarakat dalam membentuk karakter anak didik, khususnya dalam memahami dan
saling menghormati antara berbagai suku. Pendidikan multikultur memiliki posisi strategis
dalam memberikan sumbangsih terhadap penciptaan perdamaian dan upaya penanggulangan
konflik. Sebab nilai-nilai dasar dari pendidikan ini adalah penanaman dan pembumian nilai
toleransi, empati dan solidaritas ( Fanani,2004:16 ). Sehingga dengan adanya pendidikan ini
akan menjadi kontribusi dalam usaha mentransformasikan nilai dan karakter budaya local yang
berwawasan nasionalisme.
Lain halnya dengan Inggris, gerakan multicultural ditandai dengan kedatangan imigran
Karibia dan Asia. Dikarenakan keharusan asimilasi dengan budaya inggris, bahasa dan budaya
mereka tidak boleh digunakan, dan bahkan anak-anak imigran diperbolehkan bersekolah hanya
ditempat yang sedikit kalangan pendatangnya. Setelah pemerintah inggris menyadari bahwa
perbedaan etnik dan budaya tidak dapat dihilangkan, pandangan masyarakat inggris terhadap
isu multicultural berubah derastis sejak era 1950 an dengan meningkatnya jumlah imigran dari
Negara – Negara pesemakmuran yang memasuki pasar kerja dalam ekonomi inggris ( Watson,
2000:92). Seiring dengan perubahan demografis tuntunan kebebasan budaya terus
berkembang, munculah beberapa tuntutan yaitu 1) menuntut kesamaan perlakuan dalam ruang
public debagai upaya memerangi deskriminasi yang terlembaga, 2) menuntut pemenuhan
prakondisi yang memungkinkan akses terhadap semua fasilitas sosial dan pendidikan, 3) serta
tuntutan agar pemerintah melakukan intervasi dan tindakan altrenatif untuk mewujudkan
prakondisi tersebut. Pada puncak tuntutan adalah perlunya pengakuan oleh Negara terhadap
perbedaan budaya ditingkat public, pendidikan, dan bahkan hukum keluarga (family law).