Anda di halaman 1dari 7

Nama : Reihan Ramadhan

NIM : C1C018080

Tugas : AKM 1 Tax Amnesty

Kelas : R13

A. Pengertian Tax Amnesty

amnesty pajak (Tax Amnesty) adalah penghapusan pajak yang


seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan atau denda
dan saksi pidana di bidang perpajakan. Hal itu bisa dilakukan dengan
membayar uang tebusan serta melakukan pelaporan harta. Kewajiban
perpajakan yang mendapatkan Pengampunan Pajak terdiri atas kewajiban
Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Indonesia Mengatur Tentang amnesty pajak Didalam UU No 11 Tahun


2016 tentang Pengampunan Pajak. Menteri Keuangan kala itu, Bambang
Brodjonegoro mengatakan tujuan tax amnesty yakni meningkatkan
penerimaan pajak. Pasalnya, masyarakat banyak yang masih enggan
melaporkan hartanya mdan menyebabkan penerimaan pajak yang cenderung
stagnan.

"Dengan adanya tax amnesty maka ada potensi penerimaan yang akan
bertambah dalam APBN kita baik di tahun ini atau tahun-tahun sesudahnya
yang akan membuat APBN kita lebih sustainable," ujar Bambang seperti
dikutip Kompas.com dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"APBN lebih sustainable dan kemampuan pemerintah untuk spending atau
untuk belanja juga semakin besar sehingga otomatis ini akan banyak
membantu program-program pembangunan tidak hanya infrastruktur tapi
juga perbaikan kesejahteraan masyarakat," jelas dia. Adapun

berikut tujuan amnesty pajak seperti dikutip dari laman pajak.go.id:

 Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan


harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas
domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan
peningkatan investasi;
 Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi; dan
 Meningkatkan penerimaan pajak, yang digunakan untuk pembiayaan
pembangunan.

(https://money.kompas.com/read/2021/05/23/115230326/mengenal-arti-tax-
amnesty-dan-tujuannya?page=all )

(https://pajak.go.id/id/amnesti-pajak-10 )

B. PSAK Tax Amnesty

Dalam Tindakan Menghadapi Tax Amnesty Ikatan Akuntan Indonesia


(IAI) Mendukung Atas Kebijakan Tersebut dengan mengesahkan PSAK 70.

Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI telah mengesahkan


PSAK 70 Akuntansi Aset dan Liabilitas Pengampunan Pajak. PSAK ini
memberikan panduan bagi entitas untuk menyusun pelaporannya pasca
pemberlakuan Undang-Undang Tax Amnesty. PSAK 70 ini akan memandu
wajib pajak yang mengikuti Tax Amnesty, agar terhindar dari berbagai
kesalahan akuntansi dan pelaporan keuangan yang mungkin timbul di
kemudian hari.

Ketua DPN IAI, Prof. Mardiasmo dalam launching PSAK 70 di BEI hari
ini mengatakan, sebagai asosiasi profesi yang menaungi akuntan di seluruh
Indonesia, IAI senantiasa meningkatkan peran profesi akuntan dalam upaya
mencapai pertumbuhan ekonomi nasional untuk kesejahteraan rakyat. Sebagai
organisasi profesi dan standard setter, IAI selalu berupaya memberikan
sumbangsih terbaiknya dalam mendukung setiap program pemerintah yang
bertujuan memberikan kemaslahatan bagi rakyat Indonesia.

Pelaksanaan program Tax Amnesty yang merupakan amanat Undang-


Undang nomor 11 Tahun 2016 menunjukkan perkembangan yang cukup
menggembirakan. Komposisi harta wajib pajak Indonesia yang disampaikan
hingga minggu ketiga September ini mencapai lebih dari Rp1.722 triliun,
terdiri dari dana yang dideklarasikan di dalam dan dari luar negeri serta
repatriasi dari para wajib pajak. Sementara jumlah uang tebusan yang masuk
ke kas negara mencapai lebih dari Rp41 triliun.

Dalam pekan-pekan terakhir ini publik menyaksikan antusiasme yang


besar dari para wajib pajak Indonesia untuk mengikuti program Tax Amnesty.
Menurut Wamenkeu, antusiasme ini harus terus dipelihara dan ditingkatkan,
karena program Tax Amnesty masih akan berlangsung hingga bulan Maret
2017. Kesuksesan Tax Amnesty akan menentukan keberhasilan pembangunan
jangka panjang Indonesia, serta akan menentukan bagaimana tingkat
kesejahteraan rakyat yang bisa kita capai di masa depan. Seluruh elemen
bangsa harus berpartisipasi aktif menyukseskan program ini, karena
perekonomian Indonesia menjadi taruhan besarnya. Apapun hambatan dan
tantangan, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, harus dihadapi
bersama dalam semangat persatuan dan kesatuan di bawah NKRI.

Sementara itu Ketua DSAK IAI, Djohan Pinnarwan mengatakan,


peluncuran PSAK 70 ini juga sebagai bentuk tanggung jawab yang
diamanahkan kepada DSAK IAI selaku badan penyusun standar akuntansi
keuangan yang berlaku di Indonesia. Tujuan dari PSAK 70 adalah memberikan
pengaturan perlakuan akuntansi atas aset dan liabilitas pengampunan pajak
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan
Pajak.

Dalam menentukan apakah entitas mengakui aset dan liabilitas


pengampunan pajak dalam laporan keuangannya, entitas mengikuti ketentuan
dalam UU Pengampunan Pajak. Entitas menerapkan PSAK 70, jika entitas
mengakui aset dan liabilitas pengampunan pajak dalam laporan keuangannya.
PSAK 70 juga dapat diterapkan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik
signifikan sesuai definisi dalam Standar Akuntansi Keuangan Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP), jika entitas mengakui aset dan liabilitas
pengampunan pajak dalam laporan keuangannya.

Pengukuran setelah pengakuan awal aset dan liabilitas pengampunan


pajak mengacu pada SAK yang relevan. Entitas diperkenankan tetapi tidak
diharuskan untuk mengukur kembali aset dan liabilitas pengampunan pajak
berdasarkan nilai wajar sesuai dengan SAK pada tanggal Surat Keterangan.
Entitas yang setelah melakukan pengampunan pajak memiliki pengendalian
atas investee diperkenankan untuk mengukur investasi dalam entitas anak
dengan metode biaya sampai dengan laporan keuangan yang berakhir 31
Desember 2017 dan setelahnya diharuskan mengukur kembali aset dan
liabilitas pengampunan pajak pada tanggal Surat Keterangan dan secara
bersamaan juga menerapkan prosedur konsolidasi sesuai PSAK 65: Laporan
Keuangan Konsolidasian, dengan periode pengukuran kembali dimulai setelah
tanggal Surat Keterangan sampai 31 Desember 2017.

Entitas menyajikan aset dan liabilitas pengampunan pajak secara


terpisah dari aset dan liabilitas lainnya jika menerapkan PSAK 70 paragraf 07.
Akan tetapi, entitas diberikan opsi untuk mereklasifikasi aset dan liabilitas
pengampunan pajak ke dalam pos aset dan liabilitas serupa jika memenuhi
persyaratan tertentu dalam PSAK 70. Entitas mengungkapkan, dalam laporan
keuangannya, hal-hal yang disyaratkan sesuai dengan PSAK 70.

PSAK 70 berlaku efektif sejak tanggal pengesahan UU Pengampunan


Pajak dengan ketentuan transisi yaitu entitas yang memilih kebijakan
akuntansi sesuai paragraf 06 menerapkan ketentuan dalam PSAK 25:
Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan.
Sedangkan entitas yang memilih kebijakan akuntansi sesuai paragraf 07
menerapkan PSAK 70 secara prospektif.

Terkait sosialisasi PSAK 70, IAI pada jumat lalu telah menyelenggarakan
seminar dengan tema PSAK 70 Akuntansi Aset dan Liabilitas Pengampunan
Pajak dan Isu-Isu Terkini Tax Amnesty. Sosialisasi itu diikuti lebih dari 220
orang dari berbagai latar belakang, baik praktisi akuntan publik, akademisi,
perusahaan, dan lainnya. Sosialisasi ini akan terus dilakukan sebagai bagian
dari upaya IAI mendukung kesuksesan Tax Amnesty.

(http://iaiglobal.or.id/v03/berita-kegiatan/detailberita-948=dukung-program-
tax-amnesty-iai-luncurkan-psak-70 )

(https://pengampunanpajak.com/2016/09/26/psak-70-jadi-panduan-akuntansi-
aset-dan-liabilitas-tax-amnesty/ )
C. Perbedaan Tax Amnesty Jilid II dan Tax Amnesty Jilid I

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan


dilaksanakannya tax amnesty jilid II yang kini bernama program
pengungkapan sukarela wajib pajak, memberikan kesempatan peserta Tax
Amnesty Jilid I yang belum melaporkan harta kekayaannya sebelum 31
Desember 2015, untuk mendapatkan keringanan pajak.

"Maka kami memberikan pengungkapan sukarela sebagai satu


kesempatan sebelum langkah-langkah law enforcement dilakukan sesuai
diatur dalam UU HPP ini " jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers, Kamis
(7/10/2021) malam.

Terdapat dua kebijakan yang bisa masyarakat ikuti dalam Tax Amnesty
Jilid II ini. Pertama, kebijakan untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) dan
badan yang sudah pernah menjadi peserta Tax Amnesty Jilid II, dengan basis
aset yang diperoleh sebelum 31 Desember 2015.

Dengan PPh final yang ditetapkan pada kebijakan pertama adalah


dengan rentang 6% sampai 11% dengan tiga kategori. Diantaranya PPh Final
11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
Kemudian, tarif PPh final 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan
harta di dalam negeri, dan 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan
harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)
dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi

Adapun kebijakan kedua, adalah untuk WP yang selama ini belum


melaporkan kekayaannya yang didapat pada 2016 sampai 2020 dan belum
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2020.

Dalam kebijakan kedua ini, maka wajib pajak diberikan kesempatan


dengan tarif PPh Final sebesar 18% untuk harta di luar negeri yang tidak
direpatriasi ke dalam negeri, 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi
dan harta di dalam negeri, dan 12% untuk harta di luar negeri yang
direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat
Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi
terbarukan.
Dalam program pengungkapan sukarela ini, para wajib pajak diberikan
dengan tiga kategori, yang semua ratenya di atas yang sudah berlaku pada
Tax Amnesty Jilid I.

Seperti tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang


Pengampunan Pajak, saat itu pengampunan pajak diberikan kepada WP yang
hartanya ada di dalam negeri atau luar negeri yang diinvestasikan di
Indonesia, dengan rentang PPh final pada kisaran 2% sampai 10%.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang


Pengampunan Pajak, pemerintah mengatur tiga lapisan tarif tebusan
berdasarkan periode pelaksanaan amnesti pajak jilid pertama.

Pada periode pertama yang berlangsung 1 Juli 2016 - 30 September


2016, tarif tebusan dipatok 2% untuk repatriasi atau deklarasi dalam negeri
dan 4% untuk deklarasi luar negeri.

Periode kedua yakni pada 1 Oktober 2016 - 31 Desember 2016, tarif


tebusan dipatok 3% untuk repatriasi atau deklarasi dalam negeri dan 6%
untuk deklarasi luar negeri.

Sementara pada periode 3 yang dilaksanakan pada 1 Januari 2017 - 31


Maret 2017, tarif tebusan dipatok 5% untuk repatriasi atau deklarasi dalam
negeri dan 10% untuk deklarasi luar negeri. Repatriasi adalah menanamkan
harta yang diungkapkan wajib pajak dalam pengampunan pajak ke dalam
instrumen investasi di dalam negeri.

Klasifikasi keringanan tarif pada amnesti pajak pertama dan kedua juga
akan berbeda. Pada amnesti pajak pertama, tarif lebih murah diberikan
kepada wajib pajak yang ingin menempatkan investasinya di luar negeri ke
dalam negeri di berbagai instrumen. Pemerintah juga hanya memberikan
batasan penempatan instrumen selama tiga tahun.
(https://www.cnbcindonesia.com/news/20211008172834-4-282550/tax-
amnesty-ii-mulai-januari-2022-apa-bedanya-sama-jilid-i )

(https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/05/25/menkeu-sri-mulyani-
beberkan-perbedaan-tax-amnesty-jilid-ii-dengan-tahun-2016-lalu )

Anda mungkin juga menyukai