MAKALAH
LEMBAGA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DAN PERMASALAHANNYA
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan)
Maftuhah 1911010368
Salsadila Putri Arjuni 1911010427
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Waa Ta’alaa atas berkat
rahmat hidayah-Nya lah sehingga penulisan makalah ini yang membahas tentang Lembaga
Lembaga Pendidikan Islam dan Permasalahannya. Pembelajaran ini dapat terselesaikan dengan
waktu yang telah ditentukan. Makalah dengan judul “Lembaga Lembaga Pendidikan Islam dan
Permasalahannya” ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan
yang diberikan oleh Bapak Samsu Rohman, M.Pd
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambahkan pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami memerlukan kritik dan saran
yang membangun demi sempurnanya makalah ini. Terimakasih , Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Kelompok 13
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan....................................................................................................................18
B. Saran...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejumlah masalah yang dihadapi oleh lembaga pendidikan tampak sangat kompleks, di
antaranya belum maksimalnya mutu pada semua jenjang pendidikan. Peningkatan kualitas
lembaga pendidikan Islam merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan karena merupakan
bagian dari sistem pendidikan nasional. Peningkatan mutu lembaga itu bertujuan memberi
jaminan kepada masyarakat, yakni suatu jaminan bahwa penyelenggaraan pendidikan itu sesuai
dengan apa yang seharusnya terjadi dan diharapkan masyarakat. Berdasarkan karakteristiknya,
institusi pendidikan Islam tidak hanya mencetak figur intelektual yang potensial, melainkan juga
mencetak figur yang berkarakter dan beretika. Perhatian utama dari institusi pendidikan Islam
adalah meningkatkan kualitas jasmani dan rohani.
Perkembangan masyarakat dunia dari waktu ke waktu terus berubah. Kita sebagai bagian
dari masyarakat dunia tersebut, mau tidak mau dipaksa untuk ikut dalam perubahan itu. Sekarang
ini arus globalisasi tidak terhindarkan lagi, era informasi telah merubah wajah dunia semakin
cantik. Era ini ditandai dengan ciriciri: menguasai dan mampu mendayagunakan arus informasi,
bersaing, terusmenerus belajar, dan menguasai kemampuan menggunakan berbagai teknologi.
Itulah gambaran era global yang terjadi di depan mata, dan umat manusia harus menghadapinya.
Kondisi ini selanjutnya akan mempengaruhi dunia pendidikan, yang pada gilirannya menjadi
tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam. Oleh
karena itu dalam tulisan ini akan dijelaskan tentang bentuk-bentuk dari tantangan yang dihadapi
oleh lembaga pendidikan Islam, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Lembaga Pendidikan Islam ?
2. Apa Saja Jenis – Jenis Lembaga Pendidikan Islam ?
3. Bagaimana Analisis Permasalahan Pendidikan Islam ?
4. Apa Tantangan yang Dihadapi Lembaga Pendidikan Islam ?
5. Bagaimana Solusi Menghadapi Tantangan Lembaga Pendidikan Islam ?
2
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat Mengetahui Pengertian Lembaga Pendidikan Islam.
2. Dapat Mengetahui Jenis – Jenis Lembaga Pendidikan Islam.
3. Dapat Mengetahui Analisis Permasalahan Pendidikan Islam
4. Dapat Mengetahui Tantangan yang Dihadapi Lembaga Pendidikan Islam.
5. Dapat Mengetahui Solusi Menghadapi Tantangan Lembaga Pendidikan Islam
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 367
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 277.
4
memperhatikan hal tersebut, barangkali untuk mencapai kemajuan dalam perkembangannya agak
sulit 3
3
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996), Cet I, h. 38-39.
5
Nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga sosial keagamaan semakin memadat,
sehingga masjid terkesan sebagai tempat ibadah shalat saja. Pada mulanya, masjid merupakan
sentral kebudayaan masyarakat Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, dan
pusat pemukiman, serta sebagai tempat ibadah dan I’tikaf.
Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan
pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid, akan terlihat hidupnya
Sunnah-sunnah Islam, menghilangkan segala bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan,
serta menghilangnya stratafikasi status sosial-ekonomi dalam pendidikan. Karena itu, masjid
merupakan lembaga kedua setelah lembaga pendidikan keluarga.
Fungsi masjid dapat lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas terjadinya proses
belajar mengajar. Fasilitas yang diperlukan adalah sebagai berikut.
a. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan.
b. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum dan sesudah shalat jamaah. Program
inilah yang dikenal dengan istilah “I’tikaf ilmiah
c. Ruang kuliah, baik digunakan untuk traning (tadrib) remaja masjid, atau juga untuk Madrasah
Diniyah. Omar Amin Hoesin memberi istilah ruang kuliah tersebut dengan Sekolah Masjid.
Kurikulum yang disampaikan khusus mengenai materi-materi keagamaan untuk membantu
pendidikan formal, yang proporsi materi keagamaannya lebih minim dibandingkan dengan
proporsi materi umum.
d. Apabila memungkinkan, teknik ceramah dapat diubah dengan teknik komunikasi transaksi,
yakni antara penceramah dengan para audien, terjadi dialog aktif satu sama lain, sehingga situasi
dalam ceramah menjadi semakin aktif dan tidak monoton.
Menurut Abuddin Nata, terdapat dua peran yang dilakukan oleh masjid. Pertama, peran masjid
sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan
informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, shalat Idul
Fitri, Idul Adha, berzikir dan berdo’a. Pada semua kegiatan ibadah tersebut terdapat nilai-nilai
pendidikan mental spiritual yang amat dalam. Adapun peran masjid sebagai lembaga pendidikan
nonformal dapat terlihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk
halaqoh (lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya tentang
ilmu agama Islam dengan berbagai cabangnya. Kegiatan tersebut berlangsung mengalir
sedemikian rupa, tanpa sebuah aturan formal yang tertulis dan mengikat secara kaku. Kedua,
7
peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal
yang berkaitan dengan kepentinagan masyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara
melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang bersiafat amaliah. Mereka yang banyak terlibat
dan aktif dalam berbagai kegiatan di masjid akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan
kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan dan kepemimpinan
wetonan dan serogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan benndungan,
sedangkan di Sumatera digunakan istilah halaqah.
a. Meode Wetonan, (halaqah). Metode yang di dalamnya terdapat seorang kiai yang membaca
suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri
mendengar dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar
mengaji secara kolektif.
b. Metode serogan. Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah
kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenari
kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.
Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-
ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukuk Islam, sistem yurisprudensi
islam, Hadis, tafsir Al-Quran, teologi islam, tasawuf, tarikh, dan retorika. Dan literatur ilmu-ilmu
tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan istilah “kitab kuning”.
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakk eksistensinya sebagai lembaga
pendidikan islam yang terdapat, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun
nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru
dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu
a. Mulai akrab dengan metodelogi modern
b. Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di
luar dirinya
c. Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya dengan kiai tidak
absolute, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata
pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja
d. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
e. Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai. Pondok
pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern).
f. Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam.
Madrasah adalah isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah atau tempat untuk belajar.
Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang
berbasis keagamaan. Adapun sekolah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis
9
pada ilmu pengetahuan pada umumnya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan
fenomena yang merata di seluruh negara, baik pada negara-negara Islam, maupun negara lainnya
yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.
Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui Perdana Menteri Bani Saljuk yang
bernama Nidzam al-Muluk, melalui Madrasah Nidzamiah yang didirikannya pada tahun 1065 M.
Selanjutnya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar setelah Nizam al-
Mulk adalah Shalah al-Din al-Ayyubi.
Menurut Abuddin Nata, khususnya di Indonesia dinamika pertumbuhan dan
perkembangan madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan dan
perkembangan madrasah di negara lain. Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya
terdiri dari mata pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah
Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama,
mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk membangun
sikap keberagamaan dan pemahaman terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung
hingga kelas empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama
dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi para pelajar yang
nantinya akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan pilihannya. Di antara madrasah tersebut
sebagian besar rata-rata lebih dari 80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah
negeri
sesamanya dan manusia dan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT.
b. Tujuan dan Fungsi Majlis Ta’lim.
Setelah kita tahu tentang pengertian Majlis Ta’lim sebagai lembaga non formal yang mempunyai
kedudukan dan fungsi sebagai alat dan sekaligus sebagai media pembinaan dalam beragama
( da’wah Islamiyah ), hal ini dapat dirumuskan fungsi Majlis Ta’lim sebagai berikut :
1.) Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertaqwa kepada Allah SWT.
2.) Sebagai taman rekreasi rohaniyah karena penyelenggaraanya bersifat santaI
3.) Sebagai ajang berlangsungnya silaturrohnmi masa yang dapat menghidupsuburkan da’wah
dan ukhuwah Islamiyah
4.) Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama’ dan umara’ dengan umat
5.) Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa
pada umumnya
Dilihat dari segi tujuan, majlis ta’lim termasuk sarana dakwah Islamiyah yang secara self
standing dan self disciplined mengatur dan melaksanakan berbaga ikegiatan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat demi untuk kelancaran pelaksanaan ta’lim Islami sesuai dengan
tuntutan pesertanya. Dilihat dari aspek sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang
banyak terdapat lembaga pendidikan Islam memegang peranan sangat penting dalam penyebaran
ajaran Islam di Indonesia. Disamping peranannya yang ikut menentukan dalam membangkitkan
sikap patriotismedan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia, lembaga ini
ikutserta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk dan sifat
pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk langgar, surau,
rangkang
Meningkatkan tuntutan jamaah dan peranan pendidikan yang bersifat nonformal, menimbulkan
pula kesadarana dari dan inisiatif dari para ulama beserta anggota masyarakat untuk
memperbaiki meningkatkan
dan mengembangkan kwalitas dan kemampuan sehingga eksistensi dan peranan serta fungsi
majlis ta’lim benar benar berjalan dengan baik.
Disamping peranan Majlis Ta’lim terdapat pada fungsi di atas , namun disini H.M. Arifin
mengatakan bahwa “ Peranan secara fungsional majelis taílim adalah mengokohkan landasan
hidup manusia muslim Indonesia pada khususnya
di bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya
secara integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawi dan ukhrawiah.4
4
Akmal Hawi, TANTANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM, Tadrib, Vol. III, No.1, Juni 2017.
12
tahapan tersebut dapat di sebut dengan teahapan penjaringan. semua tahapan tersebut
membutuhkan pengelolaan secara maksimal agar mendapatkan hasil yang maksimal pula.
4. Analisis kurikulum,
Materi pendidikan dan proses belajar mengajar Selama ini kurikulum di anggap sebagai
penentu keberhasilan pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Karena itu, perhatian para guru,
13
dosen, kepala sekolah/madrasah, ketua rektor, maupun praktisi pendidikan terkonsentrasi pada
kurikulum. Padahal kurikulum bukanlah penentu utama. Dalam kasus pendidikan di Indonesia
misalnya. Problem yang paling besar di hadapi bangsa ini sesungguhnya bukan problem
kurikulum, meskipun bukan berarti kurikulum tidak menimbulkan problem, namun masalah
kesadaran merupakan masalah yang besar. Yaitu lemahnya kesadaran untuk berprestasi,
kesadaran untuk sukses, kesadaran untuk meningkatkan SDM, kesadaran untuk menghilangkan
kebodohan, maupun kesadaran untuk berbuat yang terbaik.
2011). Umumnya ketidak sesuaian kebijakan dengan apa yang ada di atas kertas dengan apa
yang ada di lapangan dikarenakan tidak adanya kebijakan pendukung. Misalnya seperti
penerapan kebijakan dalam menjalankan standar nasional pendidikan dalam bidang proses
pembelajaran seperti yang tertuang dalam permendiknas No. 22,23 dan 24 tahun 2006, sekolah
atau madrasah melaksanakan proses pembelajaran yang terencana dibuktikan dengan adanya
para guru yang membuat silabus dan RPP.
Kebijakan ini sebenarnya adalah langkah maju yang dilakukan oleh pemerintah dalam
upaya pembelajaran yang efektif. Namun awalnya kebijakan ini juga berjalan tersendak-sendak
dikarenakan ketika menerima kebijakan tersebut para pengelola madrasah merasa kelebihan
karena kebijakan tersebut tidak di ikuti dengan kebijakan pendukung seperti pengadaan pelatihan
pembuatan silabus dan RPP yang merata diseluruh Indonesia, bantuan dana serta teknologi
informasi dan komunikasi yang berkaitan dengan hal tersebut.
5
ImronFauziwordpress.com, Tantangan Pendidikan Islam Indonesia
15
1. Konformisme
Konformisme, atau cepat merasa puas dengan keadaan yang ada, merupakan tantangan
pendidikan di manapun. Konformisme adalah musuh utama kreatifitas. Pendidikan Islam yang
sudah “tertinggal” (dibandingkan pendidikan yang berorientasi sekuler) malah juga terjebak pada
konformisme. Ini tentu suatu kondisi yang lebih paradoks. Konformisme biasanya terjadi pada
suatu kondisi yang sudah mapan (established), akan tetapi hal ini justru terjadi pada konteks
pendidikan Islam yang bergerak lamban. Bisa dibayangkan, implikasi lebih lanjut dari
konformisme pendidikan Islam.
Kurikulum yang kini dijalankan di lembaga pendidikan Islam, khususnya pada
pendidikan dasar dan menengah, masih banyak menggunakan model lama. Pendidikan dasar
agama masih menjadi andalan, sebagai bekal mengajarkan pendidikan agama lebih lanjut kepada
masyarakat, akan tetapi hal ini saja tidak cukup. Harus diikuti dengan bekal pengetahuan lainnya
yang kontekstual dengan perkembangan sosial. Sekalipun di lembaga tertentu ada pembaruan
kurikulum, namun sifatnya masih parsial. Secara keseluruhan kurikulum pendidikan Islam masih
konservatif.
Implikasinya sangat serius ketika para lulusannya (SDM) menghadapi perubahan di luar
dunia pendidikan mereka. Dunia ini jauh lebih kompleks daripada yang mereka pelajari dan
bayangkan selama berada di tempat belajar-mengajar tadi. Pluralitas sosial dan kemanusiaan di
tengah masyarakat membuat mereka gagap. Indonesia yang mereka diami rupanya sebuah entitas
yang berwarna. Kebangsaan ini rupanya tak bisa dilihat secara monolitik, misal dari sudut
pandang umat Islam saja. Di sisi lain, kelompok sosial yang merupakan produk pendidikan
sekuler, dan mereka umumnya non-muslim, justru lebih adaptif, responsif, serta menguasai tren
iptek.
Dewasa ini lembaga pendidikan Islam mendapat citra baru, yakni mengajarkan
radikalisme. Padahal kalau diperiksa tidak semua pesantren mengajarkan pendidikan dengan
orientasi yang mengarahkan peserta didik berbuat radikal. Islam agama damai dan menyejukkan
(hanif) mesti tetap menjadi pesan pokok pengajaran mulai dari tingkat ibtidaiyah sampai
perguruan tinggi. Radikalisme dalam pengajaran biasanya memunculkan radikalisme dalam
tindakan.
16
2. Perubahan Orientasi
Perubahan orientasi pendidikan Islam sudah menjadi keniscayaan dan tuntutan zaman,
terlebih di era globalisasi dewasa ini. Orientasi dari sekedar mendidik mereka untuk memahami
ilmu (pengetahuan) agama an sich haruslah diubah menjadi paham terhadap ilmu agama
sekaligus ilmu sosial, ilmu humaniora dan ilmu alam. Ilmu agama dan “ilmu duniawi” harus
konvergen.
Sayangnya lembaga pendidikan Islam terlalu lambat menyadari ketertinggalan ini. Tokoh
pendidikan kita terlalu berpikir konservatif dan masih terjebak pada dikotomi antara pendidikan
agama-pendidikan umum. Padahal dikotomi itu justru mematikan kreatifitas. Untunglah, dalam
batas tertentu sebagian kecil yang berlatar pendidikan “sekuler” relatif lebih cepat menyadari
kejumudan. Tidak heran, dewasa ini di perguruan tinggi umum diajarkan pula ekonomi Islam,
sosiologi agama (Islam), psikologi Islam, antropologi agama (Islam) dan lainnya.
Masalahnya, sebagian lembaga pendidikan Islam masih “alergi” dengan filsafat, bahkan
ilmu sosial lainnya yang dituding sebagai bentuk hegemoni Barat di bidang ilmu pengetahuan.
Sayangnya, kalangan Islam sendiri tidak bisa melakukan dekonstruksi atas ilmu sosial Barat.
Walau tidak seluruhnya, akan tetapi secara umum kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan
Islam Indonesia mengalami kejumudan serius.
yang dibutuhkan masyarakat tetapi tidak diberikan oleh sekolah umum, yaitu pendidikan agama.
Tetunya kualitas pendidikan umum dan pendidikan agama yang diberikan lembaga pendidikan
Islam harus bagus tidak hanya sekedarnya saja.
Ketiga, salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas lembaga pendidikan Islam adalah
menejemen (pengelolaan). Ini adalah tnggung jawab pengurus yayasan dan kepala lembaga
pendidikan Islam, kedua pihak ini harus kompak dan mempunyai pandangan yang sama
mengenai arah tujuan pengembangan lembaga. Setelah kedua pihak ini kompak langakah
berikutnya adalah mengonpakkan semua pihak yang terlibat dalam lembaga tersebut.
Kekompakan dalam satu arah tujuan inilah yang nantinya akan menentukan pengelolaan
lembaga yang baik.
Kemudian priorotas utama pengembangan lembaga pendidikan Islam adalah menciptakan
citra di masyarakat bahwa lembaga lembaga tersebut memiliki kualitas yang cukup tinggi, hal ini
sangatlah penting karena citra akan mempengaruhi minat masyarakat, dan besar kecilnya minat
masuk ke lembaga tersbut jelas mempengaruhi kuat lemahnya dana operasional lembaga
tersebut.
Untuk membentuk citra yang baik haruslah lambaga tersebut dipermak sedemikan rupa
muali dari gedung, sarana dan prasarana, sragam. Hal yang bersifat fisik ini sangat mudah
dilaksanakan jika ada dana, yang lebih sulit lagi adalah pemenuhan sarana non fisi, seperti
kualitas, dan kualitas lulusan. Untuk menelorkan lulusan yang berkualitas tentunya dalam
lembaga tersebut harus dipenuhi dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan professional
di bidangnya, mulai dari kepala lembaga pendidikan, pendidik, karyawan serta input peserta
didik yang baik juga.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga pendidikan Islam menurut Hasbullah adalah wadah atau tempat berlangsungnya
proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan. Kelembagaan pendidikan
Islam merupakan subsistem dari masyarakat atau bangsa. Dalam operasionalitasnya selalu
mengacu dan tanggap kepada kebutuhan perkembangan masyarakat. Tanpa bersikap demikian,
lembaga pendidikan Islam dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kultural. Kesenjangan
inilah menjadi salah satu sumber konflik antara pendidikan dan masyarakat. Dari sanalah timbul
krisis pendidikan yang intensitasnya berbeda-beda menurut tingkat atau taraf kebutuhan
masyarakat. Denngan bahasan yang singkat saja ternyata sudah banyak tantangan yang
ditemukan dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam, yang tentunya kesemua tantangan
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sagat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
Akmal Hawi, TANTANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM, Tadrib, Vol. III, No.1, Juni
2017.
Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
ImronFauziwordpress.com, Tantangan Pendidikan Islam Indonesia
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996), Cet I,
Prof. Dr. H Imam Suprayogo, Quo Vadis Pendidikan Islam, UIN Malang Press, 2006.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,