Review IbnuRusyd
Review IbnuRusyd
“IBNU RUSYD”
FILSAFAT ISLAM
Dosen Pengampu:
Di Susun Oleh:
JURUSAN TARBIYAH
BAB II
Pembahasan
Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd.
Berasal dari keturunan Arab kelahiran Andalusia. Ibnu Rusyd lahir di kota Cordova tahun
526-595 H atau 1126-1198 M. Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga ahli fiqh. Ayahnya
seorang hakim. Demikian juga kakeknya sangat terkenal dengan sebagai ahli fiqh. Sang
kakek dengan cucunya mempunyai nama yang sama, yaitu Abu al-Walid. Maka untuk
membedakannya, sang kakek dipanggil Abul Walid al-Jadd (kakek), sedang sang cucu Abul
Walid al-Hafidz.
Semenjak kecil Ibnu Rusyd belajar ilmu fiqh, ilmu pasti dan ilmu kedokteran di Sevilla
kemudian berhenti dan pulang ke Cordova untuk melakukan studi, penelitian, membaca
buku-buku dan menulis.Pada usia 18 tahun Ibnu Rusyd bepergian ke Maroko, di mana ia
belajar kepada Ibnu Thufail. Dalam bidang ilmu Tauhid (teologi) ia berpegang pada paham
Asy’ariyah dan hal ini tetap memberikan jalan baginya untuk mempelajari ilmu filsafat.
Ringkasnya Ibnu Rusyd adalah seorang yang ahli dalam bidang filsafat, agama, syari’at, dan
kedokteran yang terkenal pada masa itu. Pada tanggal 19 Shafar 595 H/10 Desember 1197
Ibnu Rusyd meninggal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat,
jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, kota Cordova.
Menurut Ibrahim Madkur, Ibnu Rusyd adalah filosof muslim besar periode terakhir
dalam dunia filsafat Islam. Setelah wafatnya Ibnu Rusyd, secara berangsur-angsur filsafat
Islam mulai mengalami kemunduran akibat kritikan tajam al-Ghazali terhadap masalah-
masalah filsafat dalam kitabnya Tahafut al-Falasifah. Ketika budaya berfikir ala filsafat mulai
dibenci dan banyak ditinggalkan umat Islam, maka pemikiran-pemikiran filsafat beralih
kepada Eropa yang dibawa dan dikembangkan oleh murid-murid Ibnu Rusyd yang
beragama non-muslim. Berawal dari sini, filsafat-filsafat Aristoteles dan Ibnu Rusyd akhirnya
mulai berkembang di Eropa secara perlahan walaupun pada awalnya mendapat kecaman
yang keras dari pihak gereja. Namun pada akhirnya ilmu filsafat menjadi pintu gerbang bagi
Eropa dalam menyongsong peradaban yang maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Tahafut al-Tahafut. Buku yang terkenal dalam lapangan ilmu filsafat dan ilmu kalam.
Buku ini merupakan pembelaan Ibnu Rusyd terhadap kritikan al-Ghazali terhadap para
filosof dan masalah-masalah filsafat dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-falasifah.
Al-Kasyf ‘an Manahij al-‘Adillah fi ‘Aqaid ahl al-Millah. Buku yang menguraikan metode-
metode demonstratif yang berhubungan dengan keyakinan pemeluk agama.
Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid. Buku fiqh Islam yang berisi perbandingan
mazhab (aliran-aliran dalam fiqh dengan menyebutkan alasan masing-masing).
Fashl al-Maqal Fi Ma Baina al-Himah Wa asy-Syirah Min al-Ittishal. Buku yang
menjelaskan adanya persesuaian antara filsafat dan syari’at.
Al-Mukhtashar al-Mustashfa fi Ushul al-Ghazali. Ringkasan atas kitab al-Mustashfa al-
Ghazali
Risalah al-Kharaj. Buku tentang perpajakan
Kitab al-Kulliyah fi al-Thibb. Ensiklopedia kedokteran
Dhaminah li Mas’alah al-‘Ilm al-Qadim. Buku apendiks mengenai ilmu qadimnya Tuhan
yang terdapat dalam buku Fashl al-Maqal
Al-Da’awi. Buku tentang hukum acara di pengadilan
Makasih al-Mulk wa al-Murbin al-Muharramah. Buku yang berisi tentang perusahaan-
perusahaan negara dan sistem-sistem ekonomi yang terlarang
Durusun fi al-Fiqh. Buku yang membahas beberapa masalah fiqh.
Buku-buku yang disebutkan di atas merupakan karya asli dari pemikiran Ibnu Rusyd
dalam berbagai bidang seperti filsafat, kedokteran, fiqh/ushul fiqh, politik dan sebagainya.
Selain itu, Ibnu Rusyd juga menghasilkan karya ulasan atau komentar terhadap karya
filosof-filosof sebelumnya seperti Ibnu Sina, Plato, Aristoteles, Galen dan Porphiry, seperti:
Urjazah fi al-Thibb, Kitab al- Hayawan, Syarh al-Sama’ wa al-A’lam, Syarah Kitab Burhan,
Talkhis Kitab al-Akhlaq li Aristhuthalis, Jawami’ Siyasah Aflathun, dan sebagainya.
Dalam beberapa hal Ibnu Rusyd tidak sependapat dengan tokoh-tokoh filosof muslim
sebelumnya, seperti al-Farabi dan Ibnu Sina dalam memahami filsafat Aristoteles walaupun
dalam beberapa persoalan filsafat ia tidak bisa lepas dari pendapat dari kedua filosof muslim
tersebut. Menurutnya pemikiran Aristoteles telah bercampur baur dengan unsur-unsur
Platonisme yang dibawa komentator-komentator Alexandria. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd
dianggap berjasa besar dalam memurnikan kembali filsafat Aristoteles. Atas saran gurunya,
Ibnu Thufail yang memintanya untuk menerjemahkan fikiran-fikiran Aristoteles pada masa
dinasti Muwahhidun tahun 557-559 H. Namun demikian, walaupun Ibnu Rusyd sangat
mengagumi Aristoteles bukan berarti dalam berfilsafat ia selalu mengekor dan menjiplak
filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd juga memiliki pandangan tersendiri dalam tema-tema filsafat
yang menjadikannya sebagai filosof Muslim besar dan terkenal pada masa klasik hingga
sekarang.
Ibnu Rusyd adalah tokoh yang ingin mengharmoniskan agama dan filsafat. Di
antaranya tidak terdapat dua kebenaran yang kontradiktif, tetapi sebuah kebenaran tunggal
yang dihadirkan dalam bentuk agama, dan melalui takwil, menghasilkan pengetahuan
filsafat. Agama adalah bagi setiap orang, sedangkan filsafat hanya bagi mereka yang
memiliki kemampuan-kemampuan intelektual yang memadai. Meskipun demikian,
kebenaran yang dijangkau suatu kelompok tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang
ditemukan kelompok lain.
Seperti al-Kindi, Ibnu Rusyd juga berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah
memperoleh pengetahuan yang benar dan berbuat benar. Dalam hal ini, filsafat sesuai
dengan agama. Sebab tujuan agama-pun tidak lain adalah untuk menjamin pengetahuan
yang benar bagi umat manusia dan menunjukkan jalan yang benar bagi kehidupan yang
praktis. Agama dan filsafat adalah sejalan dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
mencapai pengetahuan yang benar. Dengan demikian, berfilsafat secara benar dengan
menggunakan metode ilmu mantiq yang benar pula, akan didapat pengetahuan yang tidak
bertentangan dengan ajaran agama.
Dalam hal ini Ibnu Rusyd membuat perbedaan tingkat kapasitas dan kemampuan
manusia dalam menerima kebenaran menjadi tiga kelompok. Mereka adalah kelompok yang
menggunakan metode retorik (khathabi), metode dialektik (jadali) dan metode demonstratif
(burhani). Metode yang pertama dan kedua dipakai oleh manusia awam, sedangkan metode
yang ketiga merupakan pengkhususan yang diperuntukkan bagi kelompok manusia yang
tingkat intelektual dan daya kemampuan berfikirnya tinggi.
Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan cara hikmah, pengajaran yang baik dan
ajak bicaralah (debat) mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang sesat di jalan-Nya dan Ia juga lebih tahu siapa yang mendapat
petunjuk. (al-Nahl: 125)
3. Kebahagiaan
Mengenai konsep kebahagiaan, Ibnu Rusyd sejalan dengan ide al-Farabi dan Ibnu
Sina bahwa ilmu pengetahuan adalah jalan pencapaian dan kebahagiaan spiritual. Derajat
kesempurnaan tertinggi ialah jika seseorang menembus tabir dan melihat dirinya aspek
demi aspek di hadapan realitas-realitas. Ibnu Rusyd menolak jika kesederhanaan dan
kejumudan orang-orang tasawuf merupakan sarana untuk menyendiri dan berhubungan
dengan Tuhan. Dengan demikian ia tidak bisa menerima anggapan kaum sufi bahwa
kebahagiaan seseorang dapat dicapai tanpa ilmu pengetahuan.
Ibnu Rusyd percaya bahwa konsep kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui akal
aktual dan ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa sejak bayi dilahirkan, ia sudah
membawa kesiapan untuk menerima pengetahuan-pengetahuan umum sehingga jika ia
mulai belajar, maka kesiapan ini berubah menjadi akal aktual. Akal ini selalu berkembang
dan meningkat sampai ia bisa berhubungan dengan akal yang tidak ada pada benda dan
daripadanya mengambil pancaran ilham. Akal yang sudah sampai kepada tahap menerima
pancaran ilham merupakan kesempurnaan tertinggi. Sedangkan jalan yang akan menuntun
untuk mencapainya, ialah perkembangan segala pengetahuan dan peningkatan persepsi
manusia. Karena ilmu pengetahuan semata-mata adalah jalan kebahagiaan dan hubungan
dengan alam akal dan alam ruh.
Manusia menurut Ibnu Rusyd, mempunyai dua gambaran yang dalam bahasa Arab
disebut ma’ani. Kedua gambaran itu dinamakan percept (perasaan) dan concept (pikiran).
Perasaan adalah gambaran khusus yang dapat diperoleh dengan pengalaman yang berasal
dari materi. Ibnu Rusyd memberi perbedaan antara perasaan dan akal. Pemisahan ini
memperlihatkan kecenderungan Ibnu Rusyd dalam memisahkan antara pengetahuan akali
(aqli) dengan pengetahuan inderawi (naqli). Dengan sendirinya kedua pengetahuan ini
berbeda dalam hal cara manusia memperolehnya. Pengetahuan inderawi diperoleh dengan
percept (perasaan), sedangkan pengetahuan aqli diperoleh lewat akal, pemahamannnya
dilakukan dengan penalaran atau pikiran.
Akal sendiri dibagi menjadi dua jenis, yang pertama disebut akal praktis dan yang kedua
adalah akal teoritis. Akal praktis memiliki fungsi sensasi, di mana akal ini dimiliki oleh semua
manusia. Di samping memiliki fungsi sensasi, akal praktis juga memiliki pengalaman dan
ingatan. Sedangkan akal teoritis mempunyai tugas untuk memperoleh pemahaman
(konsepsi) yang bersifat universal.
C. TANGGAPAN ATAS KRITIK AL-GHAZALI
Seperti diketahui, al-Ghazali dalam buku Tahafut al-Falasifah telah menyerang para
filosof. Ada dua puluh persoalan yang diuraikan al-Ghazali berkenaan dengan kerancuan
berfikir mereka. Tiga di antaranya, menurut al-Ghazali, meneyebabkan para filosof telah
kufur. Sebagai filosof, Ibnu Rusyd merasa berkewajiban membela para filosof dan pemikiran
mereka dan mendudukkan masalah tersebut pada proporsinya. Untuk itu ia menulis
sanggahan berjudul Tahafut al-tahafut. Judul buku ini mengisayaratkan bahwa al-Ghazali
lah yang sebenarnya kacau dalam berfikirnya.
Tiga masalah filsafat yang menyebabkan kekafiran para filosof ialah berkaitan
dengan masalah qadimnya alam, pengetahuan Tuhan yang bersifat juz’iyyat, dan
kebangkitan jasmani. Berikut ini akan dijelaskan tanggapan Ibnu Rusyd terhadap kritikan al-
Ghazali mengenai tiga masalah tersebut.
1. Qadimnya Alam
Ibnu Rusyd menjelaskan, perselisihan yang terjadi antara kaum teolog dengan kaum
filosof klasik mengenai persoalan apakah alam semesta ini qadim (ada tanpa permulaan)
atau hadits (ada setelah tiada), lebih condong kepada soal penamaan belaka. Sebabnya,
mereka sendiri pada dasarnya sepakat tentang adanya tiga macam wujud: dua sisi wujud
dan satu yang menengahi keduanya. Para teolog maupun filosof sepakat dalam
memberikan sebutan nama kepada kedua sisi wujud itu, tetapi mereka berselisih mengenai
wujud pertengahan. Pada wujud yang pertengahan inilah alam semesta menempatkan
posisinya.
Sisi wujud yang pertama adalah: Wujud yang tercipta dari sesuatu di luar dirinya
sendiri dan berasal dari sesuatu yang berbeda, yang tercipta dari bahan (materi) tertentu
dan didahului oleh zaman. Inilah kondisi benda-benda wujud yang tertangkap indera seperti
air, udara, bumi, hewan tumbuhan dan sebagainya. Wujud ini disepakati untuk
menamakannya sebagai sesuatu yang muhdatsah (tercipta setelah tidak ada).
Sisi wujud yang berseberangan dengan sisi tersebut di atas adalah: wujud yang
keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak disebabkan oleh sesuatu apapun
juga dan tidak didahului oleh zaman. Sisi wujud ini juga disepakati, untuk menamakannya
sebagai yang qadim (ada tanpa permulaan). Wujud ini adalah Allah Ta’ala, penggerak
sesuatu yang ada.
Adapun sisi wujud yang di antara keduanya yaitu: wujud yang keberadaannya tidak
berasal dari sesuatu apapun, tidak didahului oleh zaman, akan tetapi keberadaannya
disebabkan oleh suatu penggerak. Sisi wujud ini adalah alam semesta dengan segala
perangkatnya. Mereka semua setuju adanya tiga sifat tersebut pada alam semesta. Para
teolog mengakui bahwa zaman tidak mendahului alam semesta, karena zaman adalah
sesuatu yang menyertai gerak dan benda. Jadi letak permasalahannya adalah sisi wujud
yang pertengahan ini menempati dan memiliki persamaan dengan wujud yang muhdats
maupun wujud yang qadim.
2. Pengetahuan Tuhan
3. Kebangkitan Jasmani
BAB III
PENUTUP
Perlu disampaikan bahwa uraian-uraian pemikiran filsafat Ibnu Rusyd di atas belum
sepenuhnya dapat dijelaskan secara terperinci dan mendalam. Namun dapat dipahami
bahwa Ibnu Rusyd merupakan filosof muslim yang kaya dengan khasanah pemikiran-
pemikiran yang filosofis dan ilmiah, sehingga pemikiran dan karya-karyanya tidak hanya
dihargai di dunia Islam namun juga di dunia Barat yang ditandai dengan munculnya gerakan
Averroisme di Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fuad al-Ahwani, Filsafat Islam, penyunting: Sutardji Calzoum Bachri, Pustaka
Firdaus, cetakan kedelapan, Jakarta, 1997
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1996
https://www.anekamakalah.com/2012/04/ibnu-rusyd-averroisme.html diakses pada
tanggal 8 Desember 2021 pada pukul 11.11