Anda di halaman 1dari 5

Jakarta - Industri makanan dan minuman nasional mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,19

persen pada triwulan II tahun 2017. Capaian tersebut turut berperan dalam kontribusi manufaktur
andalan ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas yang mencapai 34,17%,
tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

"Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 258,7 juta orang merupakan pasar yang sangat
menjanjikan. Apabila para pelaku industri makanan dan minuman memanfaatkan potensi
tersebut, maka akan tumbuh lebih baik lagi. Selain itu juga perlu membidik peluang pangsa
ekspor," kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, dalam
keterangan tertulis, Sabtu (12/8/2017).

Menurut Panggah, industri makanan dan minuman nasional telah memiliki daya saing yang
unggul di kancah internasional. Hal ini terlihat dari sumbangan nilai ekspor produk makanan dan
minuman termasuk minyak kelapa sawit pada Januari-Juni 2017 mencapai US$ 15,4 miliar.
Kinerja ini mengalami neraca perdagangan yang positif bila dibandingkan dengan impor produk
makanan dan minuman pada periode yang sama sebesar US$ 4,8 miliar.

"Setelah melawati masa puasa dan lebaran, industri makanan dan minuman diharapkan dapat
tumbuh lebih tinggi lagi. Salah satu langkahnya dengan mendorong pelaku usaha ini untuk
menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)," tuturnya.

Panggah juga mengungkapkan, beberapa perusahaan makanan dan minuman baik yang skala
besar maupun sedang telah berminat untuk mengembangkan bisnisnya dengan menanamkan
investasi baru. Jika dilihat dari realisasi investasi industri makanan pada semester I tahun 2017
mencapai Rp 21,6 triliun untuk PMDN dan PMA sebesar US$ 1,2 miliar. Capaian tersebut
meningkat dibandingkan pada periode yang sama tahun 2016 untuk PMDN mencapai Rp 16,6
triliun dan PMA sebesar US$ 988 juta.

"Selain berperan aktif dalam upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif, Kemenperin juga
terus memfasilitasi promosi produk industri makanan dan minuman nasional baik di dalam
maupun luar negeri guna meningkatkan pertumbuhan industri strategis ini," papar Panggah.

Misalnya mengikutsertakan pada ajang Jakarta International Food Expo (JIFEX) 2017. Kegiatan
yang berlangsung pada tanggal 10-12 Agustus 2017 di Jakarta Convention Center (JCC),
Senayan, Jakarta ini diikuti lebih dari 1.000 peserta. JIFEX 2017 menjadi one stop event bagi
para stakeholders industri makanan dan minuman untuk membahas isu terkini, berbagi
pengetahuan hingga mempromosikan produk dan mengembangkan networking. (mca/mca)

JPP, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri makanan dan minuman, pada
triwulan-II 2017 umbuh sebesar 7,04 persen (year on year) untuk kelompok Industri Skala Besar
dan Sedang (IBS). 
Sedangkan kelompok Industri Skala Mikro Kecil (IMK) pun tidak luput dari tren positif dengan
mencapai pertumbuhan produksi sebesar 5,82 persen.

“Yang terpenting untuk industri ini adalah ketersediaan bahan baku," kata Menteri Perindustrian
Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (4/8/2017).

Airlangga menyatakan, industri makanan dan minuman nasional perlu lebih memperluas pangsa
ekspor baik pasar tradisional maupun pasar baru dalam upaya mendongkrak kinerjanya. 

Selain itu, melakukan terobosan inovasi produk yang dihasilkan sehingga dapat diminati oleh
konsumen dalam negeri dan mancanegara.

Apalagi, menurutnya, sektor ini mempunyai peranan penting dalam pembangunan industri
nasional terutama kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas. 

BPS menunjukkan, pertumbuhan produksi industri makanan yang tinggi berkontribusi cukup
signifikan terhadap pertumbuhan produksi industri manufaktur secara keseluruhan pada
triwulan-II 2017 dengan mencapai 4,00 persen untuk IBS dan 2,50 persen untuk IMK.

Bila dilihat lagi dari data unit usaha yang dikeluarkan oleh BPS, industri makanan memberikan
kontribusi yang tidak kalah signifikan, yaitu sebesar 25 persen atau seperempat dari jumlah unit
usaha IBS di Industri Manufaktur secara keseluruhan. 

Bahkan untuk IMK, industri makanan sangat mendominasi dengan jumlah unit usaha mencapai
lebih dari 1,5 juta dari total unit usaha IMK industri manufaktur secara keseluruhan. (Ind/ant)

Jakarta - Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor penting dalam
perekonomian Indonesia. Namun, pertumbuhan industri makanan dan minuman di akhir Juni
2017 melambat dibandingkan hasil triwulan I-2017.

Hal ini dikatakan oleh Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto saat membuka Pameran
Makanan dan Minuman di Plasa Pameran Industri, Gedung Kementerian Perindustrian, Jalan
Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (10/10/2017).

"Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada triwulan kedua sebesar 7,19%. Walaupun
mengalami sedikit perlambatan bila dibandingkan dengan triwulan I-2017 sebesar 8,15%," kata
Airlangga.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa industri makanan dan minuman memiliki peranan penting
dalam pembangunan sektor industri terutama kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal ini terbukti lewat industri makanan dan minuman yang menjadi subsektor terbesar yakni
34,42 persen dari subsektor lainnya.

"Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri makanan dan minuman mempunyai peran yang
cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia," sambung Airlangga.

Selain itu, peran penting industri makanan dan minuman juga dapat dilihat dari jumlah ekspor
periode Januari - Juni 2017 yang mencapai US$ 15,4 miliar. Hal ini dibandingkan dengan impor
produk makanan dan minuman yang memiliki nilai sebesar US$ 4,7 miliar.

"Dapat dilihat perkembangan realisasi investasi sektor industri makanan sampai triwulan II-2016
sebesar Rp 21,6 triliun untuk PMDN dan US$ 1,2 miliar untuk PMA," pungkasnya. (ang/ang)

Industri Makanan dan Minuman Tumbuh 9,8 Persen Triwulan III 2016

Industri makanan dan minuman nasional terus menunjukkan kinerja positif dengan tumbuh
mencapai 9,82 persen atau sebesar Rp192,69 triliun pada triwulan III 2016. Pertumbuhan
industri ini terutama didorong kecenderungan masyarakat khususnya kelas menengah ke atas
yang mengutamakan konsumsi produk-produk makanan dan minuman yang higienis dan alami.

“Industri makanan dan minuman menduduki posisi strategis dalam penyediaan produk siap saji
yang aman, bergizi dan bermutu,” kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah
Susanto pada acara CEO GatheringGabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh
Indonesia (GAPMMI) di Jakarta, Rabu malam (30/11).

Oleh karena itu, industri yang berperan memenuhi kebutuhan hidup masyarakat ini dituntut
untuk menerapkan cara pengolahan dan sistem manajemen keamanan pangan yang baik mulai
dari pemilihan bahan baku, pengolahan, pengemasan, serta distribusi dan perdagangannya.
“Sektor ini sangat strategis dan mempunyai prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan,”
ujar Panggah.

Industri makanan dan minuman juga mempunyai peranan penting dalam pembangunan sektor
industri.Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non migas merupakan
yang terbesar dibandingkan subsektor lainnya yang mencapai 33,6 persen pada triwulanIII tahun
2016. “Dengan pertumbuhan 9,82 persen, sektor ini menopang sebagian besar
pertumbuhanindustri non migas dengan pertumbuhan mencapai 4,71 persen,” ungkap Panggah.
Sementara itu, sumbangan nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa
sawit pada Januari-September 2016 mencapai USD17,86 miliar. Capaian ini membuat neraca
perdagangan masih positif bila dibandingkan dengan nilai impornya pada periode yang sama
sebesar USD6,81 miliar.

Dilihat dari perkembangan realisasi investasi sektor industri makanan, sampai dengan triwulan II
tahun 2016 sebesar Rp24 triliun untuk PMDN dan PMA sebesar USD1,6 miliar. “Kami
mengharapkan agar GAPMMI beserta seluruh anggotanya tetap berupaya keras dan bekerja
sama dengan pemerintah agar pertumbuhan industri yang dicapai saat ini dapat terus
dipertahankan, terlebih lagi ditingkatkan, sehingga sektor industri makanan dan minuman
menjadi penggerak utama industri nasional,” paparnya.

Panggah juga mengingkatkan, perkembangan industri makanan dan minuman ke depan


menghadapi tantangan yang cukup berat, khususnya dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Oleh sebab itu, industri makanan dan minuman Indonesia harus siap dan mampu
bersaing dengan produk-produk makanan dan minuman dari negara ASEAN.

“Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim investasi
dan memberikan dukungan dalam pengembangan industri makanan dan minuman,” tegas
Panggah. Dukungan strategis itu meliputi pemberian insentif investasi, fasilitasi penyediaan
bahan baku, dan pengembangan infrastruktur dalam mendukung konektivitas untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi distribusi bahan baku dan produk.

Selain itu, Kementerian Perindustrian juga berkomitmen menyiapkan tenaga kerja yang handal
melalui pendidikan vokasi, penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI),
pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan, sehingga tercipta tenaga kerja profesional di
sektor industri.

Ketua GAPMMI Adhi S. Lukman mengatakan, pihaknya optimistis kinerja ekspor industri
makanan dan minuman terus membaik pada tahun depan dan dapat menyamai angka realisasi
ekspor tahun 2015. Keyakinan ini didorong oleh proyeksi membaiknya perekonomian global
yang membuat harga jual bergerak positif serta meningkatnya produksi di dalam negeri. “Untuk
menopang kinerja, kami juga terus mencoba masuk ke negara-negara tujuan non tradisional.
Bahkan, peluang kebutuhan produk halal akan turut memberikan kontribusi,” ujarnya.
Demikian siaran pers ini untuk disebarluaskan.

Anda mungkin juga menyukai