Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESAREA (SC)

DISUSUN OLEH
NAMA : LIEKE YUNI LATIFAH
NIM : 19121100

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO


DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022

1
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA (SC)

A. Definisi
Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnyaplasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu
(Hadijono, 2009).Periode pasca partum (puerperium) ialah masa enam minggu
sejak bayi lahirsampai organ-organ reproduksi kembali kekeadaan normal
sebelum hamil(Mochtar, 2011).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
denganmembuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2009). Sectio
caesareaadalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dindinguterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia
untukmelahirkan janin dari dalam rahim (Sastrawinata, 2010).
B. Klasifikasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
2) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang

2
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC
klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.

4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

C. Etiologi
Indikasi SC :

3
1. Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah:
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
2. Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio
adalah :
a. Malpersentasi janin
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara
yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak
lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih
dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Distosia serviks

D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

4
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

E. Pathway

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan


Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri 5

mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia,


Ansietas

F. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,

6
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil
dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,
terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
Kematian perinatal sekitar 4 - 7%.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematocrit (HB/HT) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kutur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

7
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan
pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian Obat – Obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda – beda setiap
institusi
b. Analgesic dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90 – 75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat – obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti

7. Perawatan rutin

8
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

(Manuaba, 1999)

9
I. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.

J. Diagnosa Keperawatan

10
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
5. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
K. Fokus Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mempengaruhi
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian pilihan /
dengan selama … x 24 jam secara pengawasan
pelepasan diharapkan nyeri klien komprehensif keefektifan
mediator nyeri berkurang / terkontrol tentang nyeri intervensi.
(histamin, dengan kriteria hasil : meliputi lokasi,
prostaglandin) Klien karakteristik,
akibat trauma melaporkan durasi, frekuensi,
jaringan nyeri kualitas, 2. Tingkat ansietas
dalam berkurang / intensitas nyeri dapat
pembedahan terkontrol dan faktor mempengaruhi
(section Wajah tidak presipitasi. persepsi / reaksi
caesarea) tampak 2. Observasi respon terhadap nyeri.
meringis nonverbal dari
Klien tampak ketidaknyamanan
rileks, dapat (misalnya wajah
berisitirahat, meringis) 3. Mengetahui
dan beraktivitas terutama sejauh mana
sesuai ketidakmampuan pengaruh nyeri
kemampuan untuk terhadap kualitas
berkomunikasi hidup pasien.
secara efektif.
3. Kaji efek 4. Memfokuskan

11
pengalaman kembali
nyeri terhadap perhatian,
kualitas hidup meningkatkan
(ex: beraktivitas, kontrol dan
tidur, istirahat, meningkatkan
rileks, kognisi, harga diri dan
perasaan, dan kemampuan
hubungan sosial) koping
4. Ajarkan
menggunakan 5. Memberikan
teknik ketenangan
nonanalgetik kepada pasien
(relaksasi sehingga nyeri
progresif, latihan tidak bertambah
napas dalam,
imajinasi,
sentuhan
terapeutik.) 6. Analgetik dapat
5. Kontrol faktor - mengurangi
faktor pengikatan
lingkungan yang mediator
yang dapat kimiawi nyeri
mempengaruhi pada reseptor
respon pasien nyeri sehingga
terhadap dapat
ketidaknyamanan mengurangi rasa
(ruangan, suhu, nyeri
cahaya, dan
suara)
6. Kolaborasi untuk
penggunaan
kontrol analgetik,
jika perlu.
Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar
terhadap asuhan keperawatan kondisi dasar / seperti diabetes /

12
infeksi selama … x 24 jam faktor risiko yang hemoragi
berhubungan diharapkan klien tidak ada sebelumnya. menimbulkan
dengan mengalami infeksi Catat waktu pecah potensial risiko
trauma dengan kriteria hasil : ketuban. infeksi /
jaringan / luka Tidak terjadi penyembuhan
bekas operasi tanda - tanda luka yang buruk.
(SC) infeksi (kalor, Pecah ketuban
rubor, dolor, yang terjadi 24
tumor, fungsio jam sebelum
laesea) pembedahan
Suhu dan nadi dapat
dalam batas 2. Kaji adanya tanda menimbulkan
normal ( suhu = infeksi (kalor, koriamnionitis
36,5 -37,50 C, rubor, dolor, sebelum
frekuensi nadi = tumor, fungsio intervensi bedah
60 - 100x/ laesa) dan dapat
menit) mempengaruhi
WBC dalam proses
batas normal 3. Lakukan penyembuhan
(4,10-10,9 10^3 perawatan luka luka
/ uL) dengan teknik 2. Mengetahui
aseptik secara dini
terjadinya infeksi
sehingga dapat
4. Inspeksi balutan dilakukan
abdominal pemilihan
terhadap eksudat / intervensi secara
rembesan. tepat dan cepat
Lepaskan balutan 3. Meminimalisir
sesuai indikasi adanya
kontaminasi pada
luka yang dapat
menimbulkan
5. Anjurkan klien dan infeksi
keluarga untuk 4. Balutan steril

13
mencuci tangan menutupi luka
sebelum / sesudah dan melindungi
menyentuh luka luka dari cedera /
6. Pantau kontaminasi.
peningkatan suhu, Rembesan dapat
nadi, dan menandakan
pemeriksaan terjadinya
laboratorium hematoma yang
jumlah WBC / sel memerlukan
darah putih intervensi lanjut

5. Cuci tangan
menurunkan
resiko terjadinya
infeksi
nosokomial

6. Peningkatan
7. Kolaborasi untuk suhu, nadi, dan
pemeriksaan Hb WBC merupakan
dan Ht. Catat salah satu data
perkiraan penunjang yang
kehilangan darah dapat
selama prosedur mengidentifikasi
pembedahan adanya bakteri di
dalam darah.
Proses tubuh
8. Anjurkan intake untuk melawan
nutrisi yang cukup bakteri akan
meningkatkan
produksi panas
dan frekuensi
nadi. Sel darah
9. Kolaborasi putih akan

14
penggunaan meningkat
antibiotik sesuai sebagai
indikasi kompensasi
untuk melawan
bakteri yang
menginvasi
tubuh.
7. Risiko infeksi
pasca melahirkan
dan proses
penyembuhan
akan buruk bila
kadar Hb rendah
dan terjadi
kehilangan darah
berlebihan.
8. Mempertahankan
keseimbangan
nutrisi untuk
mendukung
perpusi jaringan
dan memberikan
nutrisi yang
perlu untuk
regenerasi selular
dan
penyembuhan
jaringan
9. Antibiotik dapat
menghambat
proses infeksi
Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon 1. Keberadaan
berhubungan asuhan keperawatan psikologis sistem
dengan selama … x 6 jam terhadap kejadian pendukung klien
kurangnya diharapkan ansietas dan ketersediaan (misalnya

15
informasi klien berkurang dengan sistem pendukung pasangan) dapat
tentang kriteria hasil : memberikan
prosedur Klien terlihat dukungan secara
pembedahan, lebih tenang dan psikologis dan
penyembuhan, tidak gelisah membantu klien
dan perawatan Klien 2. Tetap bersama dalam
post operasi mengungkapkan klien, bersikap mengungkapkan
bahwa tenang dan masalahnya
ansietasnya menunjukkan rasa 2. Keberadaan
berkurang empati perawat dapat
memberikan
dukungan dan
perhatian pada
3. Observasi respon klien sehingga
nonverbal klien klien merasa
(misalnya: gelisah) nyaman dan
berkaitan dengan mengurangi
ansietas yang ansietas yang
dirasakan dirasakannya
3. Ansietas
4. Dukung dan seringkali tidak
arahkan kembali dilaporkan secara
mekanisme koping verbal namun
tampak pada
pola perilaku
klien secara
5. Berikan informasi nonverbal
yang benar 4. Mendukung
mengenai prosedur mekanisme
pembedahan, koping dasar,
penyembuhan, dan meningkatkan
perawatan post rasa percaya diri
operasi klien sehingga
menurunkan
6. Diskusikan ansietas
pengalaman / 5. Kurangnya 16
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramed

17
18

Anda mungkin juga menyukai