Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Mata Kuliah:

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

TAHUN AJARAN 2021 - 2022

Penyusun:

Dena Hardinati C.0105.20.162


Enaf Fantiah Nurwanti C.0105.20.168
Iis Sudyani C.0105.20.172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI

2021

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua keritik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah
ini agar menjadi lebih baik.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
Keperawatan Medikal Bedah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN COVID19” ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal
dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Cimahi , 13 September 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................................1
B. Tujuan penulisan ........................................................................................1
1. Tujuan umum .......................................................................................1
2. Tujuan khusus ......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................2

A. Definisi glaukoma .....................................................................................2


B. Klasifikasi glaukoma .................................................................................2
C. Etologi glaukoma........................................................................................4
D. Patofisiologi glaukoma...............................................................................4
E. Manifestasi klinis glaukoma.......................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang glaukoma..............................................................6
G. Penatalaksanaan glaukoma.........................................................................7
H. Asuhan keperawatan glaukoma..................................................................8
1. Pengkajian ............................................................................................8
2. Diagnosa ..............................................................................................9
3. Intervensi ..............................................................................................9
4. Evaluasi .............................................................................................15

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................16

BAB IV PENUTUP...................................................................................................18

A. Kesimpulan ..............................................................................................18
B. Saran ........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Akhir 2019 lalu, dunia dihebohkan dengan adanya virus baru yang berkembang. Di
Wuhan, Tiongkok adalah kota yang dikenal sebagai tempat penyebaran virus ini untuk
pertama kalinya. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), Corona virus adalah suatu
kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau menusia. Beberapa
jenis corona virus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari
batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan
Servere Acute Respiratory Syndrome (SARS). Corona virus jenis baru yang ditemukan
menyebabkan penyakit COVID-19.

Orang dapat tertular COVID-19 dari orang lain yang terinfeksi virus ini. COIVD-19
dapat menyebar terutama dari orang ke orang melalui percikan-percikan dari hidung atau
mulut yang keluar saat orang yang terinfeksi COVID-19 batuk, bersin, atau berbicara.
Percikan-percikan ini relatif berat, perjalanannya tidak jauh dan jatuh ke tanah dengan
cepat. Orang dapat terinfeksi COVID-19 jika menghirup percikan orang yang terinfeksi virus
ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga jarak minimal satu meter dari orang
lain. Percikan-percikan ini dapat menempel di benda dan permukaanlainnya di sekitar orang
seperti meja, gagang pintu, dan pegangan tangan. Orang dapat terinfeksi dengan
menyentuh benda atau permukaan tersebut, kemudian menyetuh mata, hidung, atau mulut
mereka. Inilah sebabnya penting untuk mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air
besrih mengalir, atau membersihkannya dengan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol.
WHO terus mengkaji perkembangan penelitian tentang cara penyebaran COVID-19 dan akan
menyampaikan temuan-temuan terbaru.

Virus corona disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran


pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-
CoV-2), atau yang sering disebut virus Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi
dan merupakan patogen zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang dengan
presentasi klinis yang sangat beragam, mulai dari asimptomatik, gejala ringan sampai berat,
bahkan sampai kematian.

Penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 4% di Asia Tenggara. Beberapa


faktor risiko dapat memperberat keluaran pasien, seperti usia >50 tahun, pasien
imunokompromais, hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit paru,
dan penyakit jantung. COVID-19 dapat dicurigai pada pasien yang memiliki gejala saluran
pernapasan, seperti demam >380C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai dengan
riwayat bepergianke daerah dengan transmisi lokal atau riwayat kontak dengan kasus
probabel atau kasus konfirmasi COVID-19. Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien
COVID-19 tidak spesifik, tetapi limfopenia, peningkatan laktat dehidrogenase, dan
peningkatan aminotransferase, umumnya sering ditemukan. Penemuan ground glass
opacification (GGO) bilateral, multilobar dengan distribusi periferal atau posterior
merupakan karakteristik penampakan COVID-19 pada pemeriksaan pencitraan CT scan
toraks nonkontras. Walaupun kurang spesifik, namun ultrasonography (USG) dan Rontgen
toraks juga dapat membantu menegakkan diagnosis COVID-19. Diagnosis COVID-19 dapat
dikonfirmasi dengan terdeteksinya viral RNA pada pemeriksaan nucleic acid amplification
test (NAAT) dan tes serologi dari spesimen saluran pernapasan bawah.

Sampai saat ini, belum terdapat terapi antiviral spesifik dan vaksin dalam
penanganan COVID-19. Akan tetapi, beberapa terapi, seperti remdesivir,
klorokuin/hidroksiklorokuin, lopinavir-ritonavir, dan tocilizumab, sudah ditemukan memiliki
efikasi dalam penanganan COVID-19 dan sudah masuk dalam uji coba klinis obat. Pasien
COVID-19 dengan infeksi ringan umumnya hanya disarankan isolasi di rumah dan
menggunakan obat yang dijual bebas untuk meredakan gejala. Pada pasien dengan infeksi
berat, disarankan untuk dirawat inap dan terkadang diperlukan tindakan intubasi dan
ventilasi mekanik apabila terjadi gagal napas atau acute respiratory distress syndrome.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur sistem
persepsi sensori dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
glaukoma dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
glukoma.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui definisi dari glaukoma.


b. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma.
c. Untuk mengetahui etiologi glaukoma.
d. Untuk mengetahui patofisiologi glaukoma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis glaukoma.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan medis glaukoma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glaukoma.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

B. Etiologi

Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomi


sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan predisposisi
faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses
patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antara
lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.

C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).


2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)

D. Klasifikasi Glaukoma

1. Glaukoma primer

Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu


timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit
pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga, DM
Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan
progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-


95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai
pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg
berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya
tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang
anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri
mata yang timbul.

b. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena


ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke
depan, menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos
mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau
lensa yang mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari penutupan
yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat,
penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak
segera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain
yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam
mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang
terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi
akibat:

 Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak


 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea

 Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

3. Glaukoma kongenital

Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah


kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam
mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus
dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan
peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan abnormal
dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang
(0,05%) manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.

E. Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor


aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm
dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari
20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular,
akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :

a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut


saraf pada papil saraf optik.

b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.

c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.

d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).
Usia ≥ 40 tahun, DM, kortikosteroid jangka
panjang, miopia, trauma mata.

Obtruksi jaringan Peningkatan tekanan


trabekuler vitreus

Hambatan pengaliran Pergerakan iris ke


cairan humor aqueous depan

TIO meningkat Glaukoma TIO meningkat

Nyeri

Gangguan saraf optik Tindakan operasi

Perubahan pengelihatan Anxietas Kurang pengetahuan


perifer

Gangguan persepsi
sensori: pengelihatan

Kebutaan
F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.

a. Tonometri

Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal


empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :

— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk


— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann

— Nonkontak pneumotonometri

Tonomerti Palpasi atau Digital

Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah
dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh
melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata
mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,
hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan
perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari
lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai
berikut :

 N : normal
 N+1 : agak tinggi
 N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N–1 : lebih rendah dari normal

 N–2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya

b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.

c. Oftalmoskopi

Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan


papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik.
Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya
ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari
ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.

2. Pemeriksaan lapang pandang

a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih
lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan
di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.

b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang


meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas,
2002: 242-248).

G. Penatalaksanaan Klinis

Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka sudut


yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya sudut
tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).

Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hiperosmotik


seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor
aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide
(Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide (Nepthazane).
Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyekat
beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol
(Begatan).
Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil dengan
miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam. Miotikum ini
menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian miotikum
dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan TIO.

Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan


memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau kostikosteroid
untuk reaksi radang.

Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran
schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser
trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi (Pemasanag
selaput beku).

Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan


terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma merupakan
penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian untuk
mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan progresif
dan mengakibatkan kebutaan.

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang


penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan
itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa pengobatan bukan
untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya mempertahankan fungsi
pengelihatan yang masi ada.

H. Pengkajian Keperawatan Glaukoma

1. Pengkajian

1. Identitas

a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali
dari kulit putih (dewit, 1998).

f. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang


dan mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dan
sering menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya atau
pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi
pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma),
riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang
diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi).

d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang menglami


penyakit glaucoma sudut terbuka primer.

3. Psikososisl: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,


berkendaraan.

4. Pemeriksaan fisik

— Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk


mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.

— Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang


cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.

— Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi


mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata
yang lain.

— Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open


angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat
sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul
goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut
dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA
akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit. (Indriana
N dan Istiqomah; 2004)

I. Analisa Data

J. Diagnosa keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

2) Gangguan perpepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan

3) Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

K. Intervensi keperawatan

No.Dx SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera
fisiologis

2. Gangguan perpepsi
sensori berhubungan
dengan gangguan
penglihatan

3. Deficit pengetahuan
berhubungan dengan
kurang terpapar
informasi
L. EVALUASI

Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan glaukoma


diharapkan sebagai berikut:

a. Nyeri dapat berkurang dan hilang


b. Pasien dapat mempertahankan lapang pengelihatan dengan optimal dan mencegah
kehilangan pengelihatan lebih lanjut
c. Kehawatiran pasien berkurang dan hilang
d. Pasien mengetahui tentang kondisi dan cara penanganan penyakit yang
dideritanya.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian: mulai dari keluhan utama s/d pemfis persistem


B. Analisa data
C. Diagnosa Keperawatan
D. Perencanaan

BAB IV

PEMBAHASAN

BAB V

PENUTUP

A. Keimpulan

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin
lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini
disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola
mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di
belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati

Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu: glaukoma primer, sekunder dan


kongenital. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea suram, sakit kepala , nyeri,
lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan.
Penatalaksanaannya dapat dilakukan berbagai terapi obat-obatan, sala satunya adalah
dengan pemberian terapi timolol yang bertujuan untuk menurunkan intraokuler (TIO).

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan glaucoma

DAFTAR PUSTAKA

1. Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-bedah.


Jakarta: EGC, 2010.
2. Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta: EGC. 1999.

3. Indriana dan N Istiqomah.

Pustaka jurnal

1. Andrea Lalita. Pencapaian tekanan intraokuler pasca pemberian timolol maleat 0,5%
pada glaukoma susut terbuka primer di poloklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado tahun 2012-2014. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi; 2016.
2. Dina Ameliana. Perbandingan penurunan tekanan intraokuler pada terapi timolol
maleat dan dorsalamid pasien glaukoma. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2014

LAMPIRAN

Jurnal Penelitian dengan analisanya

SAP Penkes

DAFTAR PUSTAKA
BUKU/BACAAN WAJIB (BW)

1. Smeltzer, Suzanne C. 2012. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical


Nursing. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia

2. Hall, John E. 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Saunders
Elsevier. Philadelphia

3. Barret, Kim E. 2009. Ganong's Review of Medical Physiology. McGraw Hill. Lange
Medical

4. Debora, Oda. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Salemba Medika.
Jakarta

5. Kemenkes RI. 2012. Standar Pelayanan Keperawatan Ortopedi. Direktorat Jenderal


Bina Upaya Kesehatan. Jakarta

BUKU/BACAAN ANJURAN (BA)

1. Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Arthritis


Rematik. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta

2. http://www.rheumatology.org/practice/clinical/patients/diseases_and_conditions/ra.pdf

3. http://www2.gov.bc.ca/gov/topic.page?id=D5EA511CC37D4167BF7350F1344F8B16

4. http://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9780443102974/97804431
02974.pdf

5. http://www.betterbones.com/bonefracture/speedhealing.pdf

6. http://www.fractures.com/pdf/BOA-BGS-Blue-Book.pd

Anda mungkin juga menyukai