Anda di halaman 1dari 74

PEMBAGIAN PAJAK DAN PEMUNGUTAN

PAJAK

I. PEMBAGIAN PAJAK
Dalam berbagai referensi literatur hukum pajak terdapat pembedaan atau
pembagian pajak. Pembagian pajak dididasarkan pada suatu kriteria, seperti siapa yang
wajib membayar pajak, siapa yang menjadi pemikul pajak, apakah beban pajak dapat
dilimpahkan/dialihkan kepada pihak lain atau tidak, siapa yang memungut pajak, serta
sifat yang melekat pada pajak yang bersangkutan.
Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang
pemungut, maupun sifatnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini
(Suandy 2002 : 39).

Pajak langsung
Berdasarkan golongan
Pajak tidak langsung

Pajak pusat/negara
Pajak Berdasarkan wewenang pemungut
Pajak daerah

Pajak subjektif
Berdasarkan sifat
Pajak objektif

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan golongannya, pajak


dapat dibagi menjadi dua yaitu:

22
1. pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib

pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, contoh: Pajak
Penghasilan
2. pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan
kepada pihak lain sehingga disebut juga sebagai pajak tidak langsung, contoh ini
adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam
pajak ini beban pajak digeserkan dari produsen/penjual ke pembeli/konsumen
karena pergeseran ini searah dengan arus barang yaitu dari produsen ke konsumen
maka pergeserannya ke depan, sedangkan sebaliknya disebut dengan pergeseran
pajak berlawanan dengan arus barang.
Berdasarkan wewenang pemungutannya, pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu:
a. pajak pusat/pajak negara
b. pajak daerah
Pajak pusat/pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada
pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan
melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak Pusat diatur dalam undang-undang dan
hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Pajak pusat yang
berlaku saat ini adalah:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (PPh) (L.N. No. 50
Tahun 1983, TLN No. 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UU No. 36 Tahun 2008.
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan PPn Barang Mewah (L.N. No. 51 Tahun 1983, TLN No. 3264) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
3. Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) (L.N.
No. 68 Tahun 1985, TLN No. 3312) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12
Tahun 1994 khusus terkait perkebunan, pertambangan dan kehutanan.
4. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (L.N. No. 69 Tahun 1983,
TLN No. 3313).
Selanjutnya pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada
pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah. Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke

23
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pajak daerah yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-
Undang ini mencabut berlaku Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000. Pajak Daerah terdiri dari pajak daerah propinsi dan pajak daerah
kabupaten/kota.
Pajak Daerah Propinsi
No. UU Nomor 18 Tahun 1997 stdd UU Nomor 28 Tahun 2009
UU Nomor 34 Tahun 2000
1. Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bea Balik Nama Kendaraan


Bermotor Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Bawah Tanah dan Pajak Air Permukaan
Air Permukaan
5. Pajak Rokok

Pajak Daerah Kabupaten/Kota


No. UU Nomor 18 Tahun 1997 stdd UU Nomor 28 Tahun 2009
UU Nomor 34 Tahun 2000
1. Pajak Hotel Pajak Hotel
2. Pajak Restoran Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Parkir Pajak Parkir
7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Pajak Mineral Bukan Logam dan
Gol. C Batuan
8. Pajak Sarang Burung Walet
9. PBB Pedesaan dan Perkotaan
10. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.

Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:


1. Pajak subjektif
2. Pajak objektif

24
Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan Wajib Pajak.
Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat
dengan keadaan materialnya, yaitu gaya pikul. Gaya pikul adalah kemampuan Wajib
Pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum. Gaya pikul mengandung 2
(dua) unsur yaitu:
a. Unsur subjektif, unsur subjektif dari gaya pikul mencakup segala kebutuhan
terutama material disamping moral dan spiritual. Gaya pikul berbanding terbalik
dengan kemampuan membayar, semakin besar gaya pikulnya semakin ringan
kemampuan membayar pajak.
b. Unsur objektif, yaitu unsur objektif dari gaya pikul yang terdiri dari pendapatan
(penghasilan), kekayaan dan belanja (pengeluaran).
Selanjutnya, pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek
yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya
baik orang pribadi maupun badan. Dengan kata lain, pajak objektif adalah pengenaan
pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya.
II. CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam era globalisasi saat ini batas negara menjadi tidak jelas bagi wajib pajak
dalam mencari dan memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan
pajak menjadi penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak.
Dalam pemungutan pajak penghasilan ada 3 (tiga) macam cara yang bisa dilakukan:
a. Asas domisili
b. Asas sumber
c. Asas kebangsaan (asas natonaliteit)
Asas domisili, dalam asas ini pemungutan pajak berdasarkan domisili atau
tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu negara. Negara dimana Wajib Pajak bertempat
tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana
pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari
luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan/kewarganegaraan wajib pajak tersebut.
Kemudian asas sumber, yaitu asas pemungutan pajak berdasarkan pada sumber
pendapatan/penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi
sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa
memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.

25
Asas kebangsaan (nationeliteit), yaitu asas pemungutan pajak berdasarkan
pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana
sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal
(domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan.
Indonesia menganut asas world wide income berdasarkan Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu: “yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Negara dalam menjalankan pemerintahannya memerlukan dana yang tiak sedikit untuk
membiyai pengeluaran umum Negara berupa biaya rutin dan biaya pembangunan.
Sumber-sumber pendapatan Negara untuk masing-masing Negara berbeda-beda,
tergantung dari sumber-sumber yang dimiliki di Negara yang bersangkutan.
A. PAJAK
1. Arti Pajak
Pengertian pajak ada bermacam-macam, yang lain dikemukakan oleh para sarjana,
yang oleh Santoso Brotodhardjo, S.H. (1982 : 2) yaitu :
a. Definisi Leroy Beaulieu yang berbunyi : “Pajak adalah bantuan, baik secara
langsung maupun tidak, yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk
atau dari barang, untuk menutup belanja Pemerintah”.
b. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) :
“Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan
tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh Badan yang bersifat Umum
(Negara), untuk mempeloreh pendapatan, dimana terjadi suatu Tatbestand
(sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan hutang
pajak”.
Secara keseluruhan pengertian pajak baik yang disampaikan oleh ahli pajak
maupun perundang-undangan pajak hampir sama, yaitu pajak merupakan iuran
wajib warga negara kepada negara yang harus dilaksanakan, bersifat memaksa
dan warga negara tersebut tidak mendapat imbalan secara langsung, iuran
wajib tersebut digunakan untuk keperluan negara yang digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, pajak merupakan
bentuk kedaulatan rakyat agar negara tersebut tetap dapat berdaulat.

2. Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak.

26
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, tersimpul ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak yaitu :
a. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan Undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi
individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah).
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran Pemerintah, yang bila dari
pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
public investment.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.

3. Fungsi pajak.
Fungsi pajak ada dua :
a. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgetair) ialah fungsi pajak disektor publik,
merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat
berasarkan undang-undang ke Kas Negara, hasilnya untuk membiayai
pengeluaran umum Negara.
b. Fungsi mengatur (Fungsi Regulerend) ialah fungsi pajak yang dipergunakan
untuk mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu dibidang ekonomi, politik,
sosial, budaya, pertahanan keamanan misalnya dengan mengadakan
perubahan-perubahan tarif, memberikan pengecualian atau keringanan-
keringanan.

B. RETRIBUSI
Retribusi ialah pembayaran-pembayaran kepada Negara yang dilakukan oleh mereka
yang menggunakan jasa-jasa Negara. Dalam retribusi nyata-nyata bahwa atas
pembayaran-pembayaran itu si pembayar mendapat prestasi kembali yang langsung.
Dalam Pasal 1 angka 64 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
dijelaskan pengertian retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Misalnya: pembayaran uang sekolah, uang kuliah, langganan PAM, retribusi
pasar dan lain-lain.

C. SUMBANGAN
Menurut Santoso Brotodihadjo, S.H. (1982 : 6), sumbangan mengandung pikiran,
bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi Pemerintah tertentu, tidak boleh

27
dikeluarkan dari kas umum. Karena prestasi itu tidak ditunjukan kepada penduduk
seluruhnya, melainkan hanya untuk sebagian tertentu saja. Oleh karena itu maka
hanya golongan tertentu dari penduduk yang diwajibkan membayar sumbangan ini.
Misalnya Sumbangan Wajib Pemeliharaan Prasarana Jalan, Pening Sepeda.

DASAR PEMBENARAN PEMUNGUTAN PAJAK


Menurut falsafah hukum termasuk dalam maximpertama “The Four Maxim”. Berikut ini
akan dikemukakan teori-teori pajak yang menyatakan dasar keadilannya.
1. Teori Asuransi.
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas untuk melindungi
orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa juga harta bendanya.
Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran dengan pembayaran premi, seperti
halnya perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan diperlukan
pembayaran berupa premi. Walaupun perbandingan dengan perusahaan asuransi tidak
tepat karena:
a. dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari Negara.
b. antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh Negara,
tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini tetap dipertahankan,
sekadar untk memberi dasar hukum kepada pemungutan pajak saja.
Karena pincangnya persamaan tadi, menimbulkan ketidak puasan, pula karena ajaran
bahwa pajak bukan restibusi, maka makin lama makin berkuranglah penganut teori ini.
2. Teori Kepentingan.
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi kepentingan jiwa
dan harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian beban pajak yang harus
dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan
orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya),
termasuk juga perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya. Maka sudah
selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk menunaikan
kewajibannya, di bebankan kepada mereka. Terhadap teori ini banyak yang menyanggah.
Karena dalam ajarannya pajak dikacaukan dengan retribusi. Untuk kepentingan yang
lebih besar terhadap harta benda yang lebih banyak harganya daripada harta si miskin
harus membayar pajak lebih besar dalam hal tertentu, misalnya dalam perlindungan yang
termasuk jaminan sosial, sehingga sebagai konsekwensinya harus membayar pajak lebih
banyak, dan inilah suatu hal yang bertentangan dengan kenyataan. Untuk mengambil
kepentingan seseorang dalam usaha pemerintah sebagai ukuran, sejak dahulu belum ada

28
alat pengukurnya, sehingga sulit sekali dapat ditentukan dengan tegas. Makin lama teori
ini pun ditinggalkan.
3. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti.
Teori ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, diajarkan bahwa justru karena
sifat Negara inilah maka timbulah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang
tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan , tidaklah akan ada individu.
Oleh karena persekutuan itu (yang menjelma jadi Negara) berhak atas satu dan lain.
Sejak berabad-abad hak ini telah diakui, dan orang-orang selalu menginsafinya sebagai
kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap Negara dalam bentuk
pembayaran pajak.
4. Teori Daya Beli.
Teori ini tidak mempersoalkan asal mula Negara memungut pajak, hanya melihat kepada
efeknya, dan dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.
Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam
masyarakat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah-
tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara, dan kemudian menyalurkannya
kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk
membawanya kearah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa penyelenggaraan
kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan
pajak, bukan kepentingan individu, juga bukan kepentingan Negara, melainkan
kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya. Teori ini menitikberatkan ajarannya
kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak yaitu fungsi mengatur.
5. Teori Daya Pikul.
Teori ini menganut bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang
diberikan oleh Negara pada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.
Untuk keperluan ini diperlukan biaya-biaya, biaya ini dipikul oleh orang yang menikmati
perlindungan itu, berupa pajak.

29
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PERLAWANAN
TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK
Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib
pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Kepatuhan tersebut meliputi kepatuhan formil maupun kepatuhan materiil. Kepatuhan
formil adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan
secara formil sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan, misalnya
wajib pajak badan (tahun buku = tahun kalender) menyampaikan SPT Tahunan PPh
Badan Tahun Pajak 2009 pada tanggal 30 April 2010. Apabila wajib pajak tersebut
menyampaikan SPT tepat waktu dapat dikatakan bahwa wajib pajak tersebut telah
memenuhi kewajiban formil. Selanjutnya, yang dimaksud kepatuhan materiil adalah
suatu keadaan dimana wajib pajak secara substansi memenuhi semua ketentuan
materiil perpajakan sesuai dengan isi atau jiwa undang-undang perpajakan artinya
wajib pajak dalam menyampaikan SPT dengan benar, lengkap dan jelas.

Tax Avoidance dan Tax Evasion


Dalam literatur perpajakan sering disebutkan bahwa tax avoidance adalah suatu
skema transaksi yang meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-
kelemahan dalam ketentuan perpajakan suatu negara, sehingga banyak ahli pajak yang
menyatakan tindakan wajib pajak tersebut sah-sah saja karena hanya memanfaatkan
kelemahan peraturan perpajakan. (Safri 2003 : 150) Perilaku wajib pajak yang tidak
sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya oleh Bernard P. Herber dibedakan
menjadi tiga yaitu tax evasion dan tax avoidance serta tax delinquency.
“Tax evasion involves a fraudulent or deceitful effort by a taxpayer to escape his
legal tax obligation. This is a direct violation of both the “spirit”or intent” and the
“letter” of tax law. On the other hand, tax avoidance may involve a violation of the
spirit of tax law, but it does not violate the letter of the law… Tax avoidance is
lawful, while tax evasion is unlawful. Tax delinquency refers to the failure to pay the
tax obligations on the date when it is due. Ordinarily, tax delinquency is associated
with the inability to pay a tax because of inadequate funds.”

30
Tax evasion diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak yang terutang
dengan cara melanggar ketentuan perpajakan secara illegal seperti dengan cara tidak
melaporkan penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif. Dengan demikian,
tax evasion adalah perbuatan melawan undang-undang yang tidak sejalan dengan
undang-undang pajak dan karenanya wajib pajak tersebut dapat diancam pidana sesuai
Pasal 38 atau 39 UU KUP.
Tax evasion dan tax avoidance mempunyai akibat yang sama yaitu berkurangnya
penerimaan negara atau penerimaan negara tidak masuk seluruhnya ke kas negara.
Menurut Lina M Ambrosio (Safri 2004: 151):
“tax evasion and tax avoidance have different legal connotation, although their
end result is the same; that of reducing or altogether removing tax liability. It is
tax evasion if reduction is made through some means contrary to law; it a tax
avoidance if reduction is made by taking advantage of some means allowed by
law, or at least not contrary to law. Tax evasion constitutes fraud; avoidance
does not. Evasion is illegal; avoidance is not.”

Berdasarkan penelitian di Australia, terdapat beberapa kondisi mengapa wajib


pajak melakukan tax evasion dan tax avoidance (Safri 2004: 152) akibat dari:
 taxpayer’s perception about: tax rates, equity or fairness of the tax system, how
wisely government spend taxpayer’s money
 individual basic predisposition to the state and to the law generallya
 group influence on individuals behavior
 tax audit, information reporting, withholding
 tax administration style
 tax practitioners
 probability of detection and level of penalties
 taxpayers services

31
DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prayudi. 1983. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia,


1983.
Bruggink, J.J.H. 1996. Refleksi tentang Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Garner, Bryan A. 1996. Black’s Law Dictionary. USA: West Publishing Company.
Kamil, Ahmad dan M. Fauzan. 2005. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Mertokusumo, Sudikno. 2010. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:Penerbit
Liberty.
Nurmantu, Safri., 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Soemitro, Rochmat..2004. Asas dan Dasar Perpajakan 1, edisi revisi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Soeroso, R. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta, Salemba Empat.
Utrecht. 1964. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: PT Penerbit
dan Balai Buku Ichtiar.
Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton. 2010. Hukum Pajak. Jakarta:Salemba Empat.

PERATURAN

Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan

WEBSITE

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52d0d2e4afc2c/bila-hukum-positif-
bertentangan-dengan-asas-hukum

32
PEMBAGIAN DAN CARA
PEMUNGUTAN PAJAK
PEMBAGIAN PAJAK
Pajak

Golongan Wewenang Sifat

Langsung Pusat Subjektif

Tidak Langsung Daerah Objektif


Pajak PEMBAGIAN PAJAK

Golongan

Administratif: dikenakan secara


berulang-ulang
Langsung
Ekonomis: tidak dapat dialihkan

Tidak Administratif: dikenakan satu kali


Langsung Ekonomis: dapat dialihkan
PajakPEMBAGIAN PAJAK

Wewenang
•PPh
•PPN & PPn BM
•Bea Meterai
Pusat •PBB

▪ BPHTB
▪ Pajak Kendaraan Bermotor
Daerah Pajak Hotel dan Restoran
PEMBAGIAN PAJAK
Pajak Daerah
PEMBAGIAN PAJAK
Pajak Daerah
Pajak PEMBAGIAN PAJAK
▪ memperhatikan keadaan/kondisi WP
penetapan pajaknya harus ada alasan yang
Sifat ▪
obyektif yang berhubungan dengan keadaan
materialnya (gaya pikul)

Subjektif ▪ pada awalnya melihat obyeknya (benda,


keadaan, perbuatan atau peristiwa yang
menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar, kemudian dicari subyeknya
(orang atau badan hukum) yang
bersangkutan langsung, dengan tidak
Objektif mempersoalkan apakah subyek ini
berkediaman di Indonesia atau tidak
▪ tidak dipengaruhi oleh keadaan subjek
pajaknya
• Berdasarkan tempat tinggal WP
• sumber penghasilan
• kewarganegaran

Asas
Domisili
• Berdasarkan sumber • Berdasarkan pada
penghasilan kewarganegaran
• Domisili • sumber penghasilan
• Kewarganegaran Cara • domisili
Pemungutan
Pajak

Asas Asas
Sumber Kebangsaan
ASAS APA
YANG DIANUT INDONESIA
WORLD WIDE INCOME
Pasal 4 ayat (1) UU
PPh
“yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk
apa pun”.
Sistem Pemungutan

Self assessment
system
▪ Kewenangan pada WP untuk
menentukan sendiri besarnya
pajak terutang
▪ WP aktif menghitung,
menyetor & melapor
▪ Fiskus tidak ikut campur,
hanya mengawasi
Sistem Pemungutan

Konsekuensi Self assessment


▪ Tanggung jawab pemungutan pajak
sepenuhnya pada WP
▪ Kemungkinan terjadinya perlawanan berupa
Tax Avoidance atau Tax Evasion
▪ Peran penting DJP pada kemampuannya
untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan
penegakan hukum atas terjadinya segala
bentuk penyimpangan pemenuhan kewajiban
perpajakan baik berupa pelanggaran
administratif maupun pidana
Sistem Pemungutan

Official assessment
system
▪Kewenangan pada fiskus untuk
menentukan besarnya pajak terutang
▪Wajib Pajak pasif
▪Utang pajak timbul setelah ada
surat ketetapan pajak
Sistem Perpajakan
Apa Yang Diterapkan Di
Indonesia?
Sistem Pemungutan

Withholding tax system

Provisional Final

dapat tidak dapat


diperhitungkan diperhitungkan
Sistem Pemungutan

Withholding tax system


a. Kewenangan pada pihak ketiga,
selain Fiskus dan WP, untuk
menentukan besarnya pajak
terutang
b. Memotong atau memungut
suatu prosentase tertentu
misalnya 20%, 15%, 10%, 5%
terhadap jumlah pembayaran
atau transaksi yang dilakukannya
dengan penerima penghasilan
WP
Asas-asas
pemungutan pajak
Asas-asas pemungutan pajak

Aristoteles → Rhetorica
• Hukum bertugas membuat
adanya keadilan
• Keadilan → relatif
• Keadilan pajak dapat ditempuh
dengan mengusahakan
pemungutan pajak secara
umum dan merata

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, hal.26


Asas-Asas Pemungutan Pajak Hukum

The Four Maxim


1. Asas Equality → keseimbangan
dengan kemampuan atau asas keadilan
dan didefinisikan bahwa pemungutan
pajak yang dilakukan harus adil, sesuai
dengan kemampuan dan penghasilan
wajib pajak, tanpa memihak- mihak dan
diskriminatif

2. Asas Certainty → kepastian


hukum dimana setiap pungutan pajak
yang dilakukan harus berdasarkan UU dan
tidak boleh ada penyimpangan
Asas-Asas Pemungutan Pajak Hukum

The Four Maxim


3. Asas Convinience of
Payment → pajak dipungut saat
wajib pajak berada di saat yang baik dan
sedang bahagia, misalnya saat baru
menerima penghasilan atau
memperoleh hadiah

4.Asas Eficiency → biaya


pemungutan pajak dilakukan seefisien
mungkin sehingga tidak terjadi biaya
administratif pemungutan pajak lebih
besar daripada penerimaan pajak itu
sendiri
Asas-Asas Pemungutan Pajak Hukum

1. Asas Politik Finansial → Asas


politik financial berarti pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara harus memadai sehingga
dapat membiaya pembangunan dan
mendorong perekonomian negara

2. Asas Ekonomi → Asas ini


mengemukakan bahwa penentuan objek pajak
harus tepat sasaran, seperti pada penetapan
pajak pendapatan dan pajak barang mewah

3. Asas Keadilan → Pemungutan pajak


harus berlaku secara umum, adil dan tidak
diskriminatif
Adolph Wagner
(25 March 1835 – 8 November 1917)
Asas-Asas Pemungutan Pajak Hukum

4.Asas Administrasi → mengatur


segala permasalah yang berhubungan dengan
perpajakan seperti bagaimana cara membayar
pajak, besar biaya pajak dan dimana tempat
membayar pajak

5. Asas Yuridis → segala pungutan pajak


harus dilakukan berdasarkan UU

Adolph Wagner
(25 March 1835 – 8 November 1917)
Asas-Asas Pemungutan Pajak Hukum
W.J Langen
1. Asas Daya Pikul → penyesuaian besar pungutan pajak terhadap
penghasilan wajib pajak. Seorang yang berpenghasilan besar maka akan
membayar pajak yang lebih besar juga daripada wajib pajak yang
berpenghasilan lebih kecil

2.Asas Manfaat → pajak yang dipungut harus benar- benar


dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan umum

3.Asas Kesejahteraan Rakyat → digunakan sebesar- besarnya


untuk mensejahterakan rakyat

4.Asas Kesamaan → setiap wajib pajak diberlakukan sama dalam hal


tarif pemungutan pajak

5.Asas Beban Sekecil- kecilnya → Pemungutan pajak tidak boleh


memberatkan wajib pajak, maka dari itu nilai yang dikenakan harus rendah
jika dibandingkan dengan nilai objek pajak itu sendiri
Asas-asas
pemungutan pajak
1. Asas-asas Menurut Falsafah Hukum
a. Teori Asuransi
b. Teori Kepentingan
c. Teori Gaya Pikul
d. Teori Bakti
e. Teori Gaya Beli
2. Asas Yuridis
3. Asas Ekonomis
4. Asas Finansial
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, hal.29-42
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

1. Teori Asuransi
2. Teori Kepentingan
3. Teori Bakti/ Kewajiban
Mutlak
4. Teori Gaya Beli
5. Teori Gaya Pikul
6. Teori Pancasila
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

Teori Asuransi
• Pembayaran pajak = Pembayaran premi
• Masyarakat seakan mempertanggungjawabkan
keselamatan dan keamanan jiwanya kepada
negara

TEPATKAH INI?
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

TEORI
KEPENTINGAN
▪ Negara melindungi kepentingan
jiwa & harta benda warganya
▪ Lebih memperhatikan pembagian
beban pajak yang harus dipungut
▪ Besarnya pajak = besar
kepentingan WP yang dilindungi
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

Teori Bakti/ Kewajiban Mutlak


• Negara merupakan satu kesatuan,
yang di dalamnya setiap WN
terikat (Organische Staatsleer)
• Negara memberi hidup kepada
warganya, maka dapat
membebani warganya dengan
kewajiban-kewajiban

PAJAK SEBAGAI BUKTI TANDA BAKTI


MASYARAKAT KE NEGARA
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

TEORI GAYA BELI


• Tidak mempersoalkan asal mula Negara
memungut pajak hanya melihat ke efeknya
& memandang efek yang baik sebagai
keadilan
• Pajak untuk pneyelenggaraan kepentingan
masyarakat Pajak lebih dititikberatkan pada
fungsi mengatur
• Fungsi pemungutan pajak = pompa
• Mengambil gaya beli dari masyarakat untuk
negara dan menyalurkannya kembali ke
masyarakat
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

TEORI GAYA BELI


• Tidak mempersoalkan asal mula Negara
memungut pajak hanya melihat ke efeknya
& memandang efek yang baik sebagai
keadilan
• Pajak untuk pneyelenggaraan kepentingan
masyarakat Pajak lebih dititikberatkan pada
fungsi mengatur
• Fungsi pemungutan pajak = pompa
• Mengambil gaya beli dari masyarakat untuk
negara dan menyalurkannya kembali ke
masyarakat
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

TEORI GAYA PIKUL


 Tiap orang dikenakan pajak dengan
bobot yang sama (adil) sesuai gaya pikul
dengan ukuran besarnya penghasilan &
pengeluaran seseorang
 Prof. W.J. de Langen: asas kenikmatan
 Ir. Mr. A.J.Cohen Stuart: gaya pikul =
Jembatan
Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum

TEORI PANCASILA
• sifat kekeluargaan dan gotong royong Pajak adalah salah satu bentuk
gotong royong yang tidak perlu dipersyaratkan
• Gotong royong/pajak tidak lain dari pengorbanan setiap anggota
keluarga (anggota masyarakat) untuk kepentingan keluarga
(bersama) tanpa mendapatkan imbalan
• pungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak
dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan
masyarakat tempat wajib pajak hidup.
Asas-asas
pemungutan pajak

Asas Yuridis
• Hukum Pajak harus memberi jaminan hukum yang
perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik
untuk Negara maupun untuk warganya
• Psl 23A Amandemen Keempat UUD 1945 “pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan UU
• UU Perpajakan

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, hal.29-42


Asas-asas
pemungutan pajak

Sumber Hukum Materiil:


• Filosofis
• Sosiologis
• Yuridis:
1.Syarat Keadilan
2.Syarat Yuridis/ Aspek hukum
3.Syarat Ekonomis
4.Syarat Finansial
Asas-asas
pemungutan pajak
Asas Ekonomis
• Secara Mikro: pajak mengurangi penghasilan
individu, yang tidak ada imbalannya, sehingga
mengurangi harta wajib pajak. Pajak merupakan
beban rakyat.
• Pajak digunakan sebagai alat untuk menentukan
politik perekonomian, maka politik pemungutan
pajaknya harus diusahakan tidak:
1. menghambat lancarnya produksi dan
perdagangan.
2. menghalang-halangi rakyat dalam usahanya
menuju kebahagiaan dan jangan sampai
merugikan kepentingan umum
Asas-asas
pemungutan pajak

Asas Finansial
Sesuai dengan fungsi budgetair, maka sudah tentu
bahwa biaya-biaya untuk mengenakan dan
memungut pajak harus sekecil-kecilnya,
dibandingkan dengan pendapatannya
Kepatuhan WP Dan Perlawanan
Terhadap Pemungutan Pajak
Kepatuhan WP

• Wajib Pajak → memenuhi semua kewajiban


perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya

• Kepatuhan Formil → WP memenuhi


kewajiban perpajakan secara formal sesuai
dengan ketentuan dalam UU Perpajakan

• Kepatuhan materiil → WP secara


substantive memenuhi semua ketentuan
materiil perpajakan sesuai dengan isi atau jiwa
UU Perpajakan
Perlawanan Pajak

• Pajak dipandang sebagai sesuatu


yang membebani sehingga perlu
dihindari
• Penghindaran pajak atau
perlawanan terhadap pajak
adalah hambatan-hambatan yang
terjadi dalam pemungutan pajak
sehingga mengakibatkan
berkurangnya penerimaan kas
negara
Perlawanan Pajak
Perlawanan Pasif
▪ Perlawanan yang inisiatifnya bukan
dari Wajib Pajak itu sendiri tetapi
terjadi karena keadaan yang ada di
sekitar Wajib Pajak itu
▪ Hambatan-hambatan tersebut berasal
dari struktur ekonomi, perkembangan
moral, intelektual penduduk, dan
teknik pemungutan pajak itu sendiri
Perlawanan Pajak
Perlawanan Aktif
▪ Perlawanan aktif adalah perlawanan
yang inisiatifnya berasal dari Wajib
Pajak itu sendiri.

▪ Merupakan usaha dan perbuatan yang


secara langsung ditujukan terhadap
fiskus dan bertujuan untuk
menghindari pajak atau mengurangi
kewajiban pajak yang seharusnya
dibayar
Perlawanan Pajak
Perlawanan Aktif
▪ Perlawanan aktif adalah perlawanan
yang inisiatifnya berasal dari Wajib
Pajak itu sendiri.

▪ Merupakan usaha dan perbuatan yang


secara langsung ditujukan terhadap
fiskus dan bertujuan untuk
menghindari pajak atau mengurangi
kewajiban pajak yang seharusnya
dibayar
Perlawanan Pajak

Perlawanan Aktif
1. Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance)
2. Pengelakan Pajak (Tax
Evasion)
3. Melalaikan Pajak
Perlawanan Pajak
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
▪ suatu skema transaksi yang
meminimalkan beban pajak
dengan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan dalam
ketentuan perpajakan suatu
negara

▪ WP tidak secara jelas melanggar


UU sekalipun kadang-kadang
dengan jelas menafsirkan UU
tidak sesuai dengan maksud dan
tujuan pembuat UU
Perlawanan Pajak
Pengelakan Pajak (Tax Evasion)
1. Menahan Diri → WP tidak melakukan sesuatu yang
dapat dikenai pajak. Contoh: Tidak merokok agar
terhindar dari cukai tembakau.

2. Pindah Lokasi → Memindahkan lokasi usaha atau


domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang
tarif pajaknya rendah. Contoh: Di Indonesia, diberikan
keringanan bagi investor yang ingin menanamkan
modalnya di Indonesia Timur.

3. Yuridis → memanfaatkan kekosongan atau ketidak


jelasan UU yang memberikan dasar potensial
penghindaran pajak secara yuridis. Celah undang-undang
merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara
yuridis
Perlawanan Pajak
Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

suatu skema memperkecil pajak yang


terutang dengan cara melanggar
ketentuan perpajakan secara illegal.
Contoh: Tidak melaporkan penjualan atau
memperbesar biaya dengan cara fiktif
Perlawanan Pajak

Melalaikan Pajak
menolak membayar pajak
yang telah ditetapkan dan
menolak memenuhi
formalitas-formalitas yang
harus dipenuhi oleh WP
Agar setiap orang
PENGUNDANGAN MENGETAHUI-nya

1. Lembaran Negara RI
Setiap Peraturan Perundang-
2. Berita Negara RI
undangan HARUS diundangkan
3. Lembaran Daerah
dengan menempatkannya
4. Berita Daerah
dalam →
Penjelasan Peraturan
- UU / PERPU Perundang-undangan
- PP yang dimuat dalam LN
- Peraturan
Presiden

LEMBARAN TAMBAHAN
NEGARA LEMBARAN
NEGARA

Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut peraturan perundang-undangan


yang berlaku harus diundangkan dalam BERITA NEGARA RI, sedangkan
penjelasannya dimuat di TAMBAHAN BERITA NEGARA.
PENYEBARLUASAN

Agar khalayak ramai MENGETAHUIi Peraturan Perundang-undangan tsb &


MENGERTI/MEMAHAMI isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya.
→ Media yg dipakai : Media Elektronik (TVRI/RRI) dan Media Cetak & Cara Lain.
Partisipasi
Masyarakat

Masyarakat berhak untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan
peraturan daerah.

Pelaksanaannya sesuai dengan Tatib DPR / DPRD setempat.

Anda mungkin juga menyukai