Anda di halaman 1dari 8

ADAB MENUNTUT ILMU

Oleh: Husaini

A. Kompetensi Umum
Memiliki kompetensi adab yang tinggi dalam memposisikan ilmu dan
menuntutnya

B. Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, khususnya tajuk pembahasan ini
maka:

1. Mahasiswa memiliki perasaan hormat terhadap ilmu dan guru;


2. Mahasiswa memiliki semangat yang tinggi terhadap ilmu; dan
3. Mahasiswa mampu mengaplikasikan adab-adab dalam menuntut ilmu;

C. Uraian Materi
1. Latar belakang
Islam adalah agama ilmu pengetahuan, al-Qur’an yang merupakan kitab
sucinya mengajarkan pemeluknya mempergunakan akal untuk membuka wawasan
seluas-luasnya, sehingga mampu menyibak tirai-tirai yang menghalangi
pengakuannya terhadap keberadaan Allah SWT. Tuhan yang menciptakan alam
semesta dan segala isinya. Ilmu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
agama Islam, di dalam al-Qur’an sendiri terdapat 854 kata ilmu yang terulang-ulang
dengan berbagai bentuknya.1 Ilmu adalah lawan atau kebalikan dari kebodohan.2

Orang yang bodoh –khususnya dalam ilmu agama- disadari atau tidak, akan
terjatuh pada dua keadaan; pertama, seseorang itu akan berada pada posisi orang
yang meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT; kedua, dia berada pada posisi orang
yang melakukan maksiat kepada Allah SWT. Hal ini dikarenakan ketidaktahuannya

1
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2007), h. 571.
2
Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, (Kairo: Dâr al-Ma’ârif, tth), h. 3083.
terhadap perintah dan larangan Allah SWT. Maka tidak ada yang mampu
mengeluarkan mereka dari gelapnya kebodohan, melainkan hanya dengan cahaya
ilmu.3

2. Pembahasan
a. Keutamaan Menuntut Ilmu
Keutamaan menuntut ilmu tak terhitung banyaknya, apalagi kalau kita merujuk
ke dalam berbagai referensi baik referensi berupa kitab klasik maupun kontemporer.
Karena keterbatasan kesempatan, maka penulis hanya memuat 3 (tiga) keutamaan
dalam menuntut ilmu pengetahuan sebagai berikut,
1) Allah SWT memberikan pengakuan dan penghormatan kepada ahli
ilmu;
Allah SWT menegaskan bahwa yang mampu untuk menyaksikan kebesaran dan
keMahaesaan DzatNya adalah Dia sendiri, kemudian para MalaikatNya, dan yang ketiga
adalah para ahli ilmu. Berdasarkan ayat ini, Allah SWT mengakui kedudukan orang yang
memiliki ilmu pengetahuan. Sebagaimana firmanNya dalam QS. Ali Imran: 18,
-٨١- ‫يم‬ ِ ْ ‫َش ِه َد اّلل أَنَّه الَ إِلَـه إِالَّ هو والْمالَئِ َكةُ وأُولُواْ الْعِْل ِم قَآئِماً ِِبلْ ِقس ِط الَ إِلَـه إِالَّ هو الْع ِزيز‬
ُ ‫الَك‬ ُ َ َُ َ ْ َ َْ َ َ َ ُ َ ُ ُ‫ه‬
Pada ayat di atas, kita dapat melihat posisi orang yang memiliki ilmu
pengetahuan. Dalam kehidupan sekarang, semakin terbukalah tirai rahasia alam
semesta sebagai imbas kemajuan sains dan teknologi. Kemajuan sains dan teknologi
ini sebagai salah usaha yang terus dilakukan oleh para ilmuwan, ini semakin
membuktikan kemahakuasaan Tuhan sebagai Sang Pencipta.

2) Allah SWT mengangkat derajat orang yang beriman dan memiliki ilmu
pengetahuan;
Di antara syarat seseorang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT adalah iman dan
ilmu. Hal ini misalnya dapat kita temukan keterangannya di dalam Q. S. Al-Mujadilah ayat
11 berikut,
.‫لم َد َرجت‬ِ ِ َّ ِ َّ
َ ‫يـَ ْرفَ ِع هللاُ الذيْ َن َآمنُوا منكم والذيْ َن أُوتُوا الع‬
Makna darajât pada ayat di atas menunjukkan sesuatu yang berupa ganjaran atau
pahala, menunjukkan tingkat keridhaan Allah SWT.4 Kalau kita lihat di dalam kamus tentang

3
Habib Zain ibn Ibrâhîm ibn Smîth, al-Manhaj as-Sawiy; Syarh Ushûl Tharîqah as-Sâdah Ali
bâ ‘Alawiy, Cet. Ke-1, (Yaman: Dâr al-‘Ilm wa ad-Da’wah, 2008), h. 78.
4
Ahmad Mushthafâ al-Marâghi, Tafsîr al-Marâghî, Juz. I, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 28.
pemaknaan darajât, maka kita akan mendapati al-mirqât, semisal tangga yang terdiri dari
beberapa tingkatan untuk mencapai ketinggian, dan ar-rutbah yang bisa diartikan tingkat,
derajat, atau kedudukan, sehingga apabila dikatakan seseorang memiliki derajat, maka dapat
berarti bahwa seseorang itu memiliki pangkat, kedudukan dan derajat dalam kemuliaan.5
Pada hari kiamat nanti, terdapat 3 (tiga) golongan yang kelak pada hari kiamat diberikan izin
memberikan pertolongan atau syaf’at, yaitu golongan para nabi, para ulama, dan para
syuhadâ.6
Selain itu, sifat mulia dilekatkan oleh Allah SWT kepada para ahli ilmu, sebagaimana
Nabi Adam as setelah diberi pengetahuan oleh Allah SWT, kemudian dihadapkan kepada
para malaikatNya untuk diuji tentang pengetahuannya tentang segala nama, maka setelah
Nabi Adam as berhasil menjawab ujian tersebut dengan menyebutkan nama-nama semuanya.
Maka lantas seluruh malaikat diperintahkan oleh Allah SWT untuk sujud sebagai simbol
pemberian penghormatan dan memuliakan Nabi Adam as, seorang Nabi yang sudah diberi
ilmu pengetahuan oleh Allah SWT.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa manusia tidak mencari kemuliaan, akan
tetapi kemuliaan diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang ikhlas mencari dan
menyebarkan ilmu.

3) Pahala orang yang mengajarkan ilmu akan tetap mengalir, meskipun dia
sudah meninggal dunia.
Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Abu
Hurairah ra.
:‫اْلنْ َسا ُن انْـ َقطَ َع َع َملُهُ إَِّال ِم ْن ثََالث‬ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫ "إِ َذا َم‬:‫ال‬
ِْ ‫ات‬ َ ‫اّلل‬ َّ ‫َع ْن أَِِب ُهَريْـَرةَ أ‬
َ ‫َن َر ُس‬
"ُ‫صالِح يَ ْدعُو لَه‬ ِِ ِ
َ ‫ أ َْو َولَد‬،‫ أ َْو ع ْلم يـُْنـتَـ َف ُع به‬،‫ص َدقَة َجا ِريَة‬ َ
Pada Hadis di atas dapat dipahami bahwa salah satu ibadah yang terus menerus
membuahkan pahala yang berlimpah adalah mengajarkan ilmu pengetahuan. Tentu saja
aktifitas mengajar tersebut akan dapat dilakukan apabila sebelumnya ada aktifitas belajar atau
menuntut ilmu pengetahuan. Hal ini berbeda dengan ibadah lainnya, misalnya shalat, puasa,
membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya yang dibatasi oleh waktu, akan tetapi, dengan
mengajarkan ilmu pengetahuan -terutama ilmu agama- kepada orang lain, berarti kita sudah
menanam pohon yang buah kebaikannya akan terus-menerus bisa dinikmati.
Kalau Hadis di atas direnungkan, maka nyatalah bahwa begitu besar keutamaan dan
kelebihan orang yang memiliki ilmu pengetahuan atau ulama. Selain itu, ulama yang
senantiasa berpegang kepada kebenaran adalah pewaris para nabi.

5
Ibrahim Anis, dkk., al-Mu’jâm al-Wasîth, Juz.I, Cet. Ke-2, h. 278.
6
Muhammad ‘Ali ash-Shâbûnî, Shafwah at-Tafâsîr, Jilid 3, (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah,
2008), h. 1299.
b. Adab dalam Menuntut Ilmu
Pembahasan tentang adab menuntut ilmu sangat banyak terdapat dalam
berbagai literatur. Dalam pembahasan ini, penulis hanya mencantumkan beberapa
saja dengan alasan bahwa adab menuntut ilmu yang dimasukkan adalah poin
mendasar dan penting untuk diketahui.

1) Niat yang Benar


An-Nawawi mengutip di dalam kitab Shahîhain, menjelaskan bahwa hadis
tentang niat termasuk pokok ajaran Islam. Bahwa posisi niat sangat mendasari dan
menentukan proses selanjutnya, termasuk hasil dari proses tersebut.
ِ ِ ِ ُ ‫ال إََِّّنَا ْاْلَعم‬ َ َ‫صلَّى اللَّهم َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َِّ ‫ول‬
‫ت‬ْ َ‫ال ِِبلنهيَّة َول ُك ِهل ْام ِرئ َما نـَ َوى فَ َم ْن َكان‬ َْ َ ‫اّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬َّ ‫َع ْن عُ َمَر أ‬
ِ ِ َ‫اّللِ ورسولِِه ومن َكان‬ ِِ َِّ ‫ِهجرتُه إِ ََل‬
ْ ْ َ َ ُ َ َ َّ ‫اّلل َوَر ُسوله فَ ِه ْجَرتُهُ إِ ََل‬
ُ‫ت ه ْجَرتُهُ ُلدنْـيَا يُصيبُـ َها أَ ِو ْامَرأَة يـَتَـَزَّو ُج َها فَ ِه ْجَرتُه‬ ُ َْ
7ِ ِ ِ
‫اجَر إلَْيه‬
َ ‫إ ََل َما َه‬
Hadis di atas menjelaskan tentang berbagai golongan manusia dalam
memposisikan niat. Secara garis besar niat tersebut terbagi kepada dua. Pertama
adalah niat karena Allah SWT, termasuk kepada apa-apa yang diridhaiNya. Kedua
adalah niat karena selain Allah SWT.
Menuntut ilmu adalah sebuah ibadah, karena diperintahkan oleh Allah SWT
dan RasulNya. Ibadah tidak diterima oleh Allah SWT terkecuali ikhlas dalam
melaksanakannya. Salah satu ayat yang membicarakan tentang keikhlasan adalah
Q.S. al-Bayyinah ayat 5 berikut,
ِ ِِ ِ ِ
َ ْ ‫وما أُم ُرْوا إِالَّليَـ ْعبُ ُدهللاَ ُمُْلص‬
َ‫ْي لَهُ ال هديْ َن ُحنَـ َفاء‬ َ
Ayat di atas menunjukkan bahwa kualitas niat menentukan diterima atau tidak
suatu ibadah oleh Allah SWT. Oleh karena itu, sudah seharusnya niat menuntut ilmu
adalah karena Allah SWT dan hal-hal yang diridhaiNya, seperti niat memelihara
agama, mengikuti sunnah Rasulullah, menjauhi kebodohan, dan mensyukuri
anugerah akal. Orang yang memiliki niat yang baik dan benar sebagaimana

7
Yahya ibn Syarf ad-Dîn an-Nawawiy, At-Tibyân fî Âdâb Hamalah al-Qur’ân, Cet. I, (Beirut:
Dâr an-Nafâ’is, 1984), h. 27.
disebutkan di atas, berarti memiliki tujuan dan orientasi yang jelas dan mulia. Kelak
hasilnya pun akan bermanfaat.

2) Istiqamah dalam Menuntut Ilmu


Tingkatan selanjutnya yang harus dimiliki oleh orang yang menuntut ilmu
setelah niat yang baik dan benar adalah istiqamah disertai dengan usaha bersungguh-
sungguh dalam menjalaninya. Islam mengajarkan bahwa dalam hubungan kausalitas
tidaklah bersifat pasti atau mutlak, akan tetapi terdapat izin Allah SWT di dalamnya,
misalnya hubungan antara membaca dengan kepahaman. Tugas manusia adalah
bersungguh-sungguh dalam berusaha disertai dengan tawakkal dan berdo’a kepada
Allah SWT agar berkenan menyampaikannya kepada tujuan yang diinginkannya.
Termasuk usaha yang menggambarkan kesungguhan dan keistiqamahan
seseorang dalam menuntut ilmu adalah sebagai berikut:
a) Hendaklah seseorang yang menuntut ilmu menjauhi segala sebab yang
menjauhkannya dari keberhasilan menuntut ilmu; dan
b) Hendaknya seseorang yang menuntut ilmu senantiasa menjaga kebersihan hati
dari segala kotoran atau penyakit hati.8 Hal ini disebabkan tempat terakhir ilmu
itu ada di dalam hati. Sehingga pada akhirnya ilmu tersebut bisa bermanfaat bagi
diri dan orang lain.
c) Termasuk hal yang sangat penting untuk menunjang istiqamah adalah memilih
teman seperjuangan dalam menuntut ilmu. Terdapat beberapa kriteria teman
yang dapat dijadikan pegangan, yaitu hendaklah teman yang dipilih tersebut
adalah seseorang yang memiliki kesungguhan, sholeh, mempunyai karakter yang
lurus, cepat dalam memahami ilmu pengetahuan. Selain itu, hendaklah menjauhi
teman yang memiliki karakter pemalas, pengangguran, banyak berbicara, suka
berbuat kerusakan, dan suka memfitnah.9

8
Ibid., h. 37.
9
Az-Zarnûjî, Ta’lîm al-Muta’allim Cet.I, (t.t.: al-Haramain, 2006), h. 15.
Melihat penomena yang ada sekarang, para penuntut ilmu cendrung mengisi
waktunya dengan hal-hal yang tidak ada keterkaitannya dengan tugasnya sebagai
penuntut ilmu. Padahal, kesungguhan dalam menuntut ilmu menggambarkan
kesyukuran seseorang terhadap anugerah akal. Padahal sangat jelas bahwa kita
diperintahkan untuk bersyukur. Misalnya terdapat dalam Q.S. Ibrahin ayat 7,

‫يدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن َك َف ْرُُْت إِ َّن َع َذ ِاِب لَ َش ِديد‬


َ ‫َوإِ ْذ ََتَذَّ َن َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َش َك ْرُُْت َْلَ ِز‬
Ayat di atas menjelaskan tenang balasan terhadap orang yang bersyukur, yaitu
kebaikan dan keberkahan yang senantiasa ditambahkan oleh Allah SWT. Sebaliknya,
balasan terhadap orang yang kufur atau ingkar adalah kepedihan penyesalan yang
barangkali adalah sebagian adzab yang ditimpakan oleh Allah SWT. Bahkan
penyesalan tidak hanya dirasakan oleh para penuntut ilmu saja, akan tetapi akan
dirasakan juga oleh orang-orang yang ada keterkaitan dengannya, misalnya orang tua
dan keluarga.

3) Adab terhadap Guru


Adab terhadap guru terbagi menjadi adab yang bersifat zahir dan adab yang
bersifat batin. Adab yang bersifat zahir misalnya duduk dengan tenang dan ta’zhim,
tidak mengeraskan suara di depan guru, tidak tertawa, tidak banyak berkata-kata jika
tidak diperlukan, tidak bermain-main misalnya dengan gerakan-gerakan tertentu,
tidak menoleh kiri dan kanan, senantiasa memperhatikan uraian atau penjelasan
guru.10 Sedangkan termasuk adab batin seorang murid terhadap guru adalah
senantiasa berbaik sangka dengan semua tingkah laku guru.11

10
Yahya ibn Syarf ad-Dîn an-Nawawiy, At-Tibyân fî Âdâb…, h. 39.
11
Termasuk di antara adab sebagian ulama terdahulu sewaktu menuntut ilmu adalah ketika
mereka ingin pergi menemui gurunya untuk menuntut ilmu, maka sebelumnya mereka bersedekah
seraya membeca doa: "‫مّن‬
‫عّن وال تذهب بركة علمه ه‬
‫عيب معلهمي ه‬
ْ ‫ " اللهم اسرت‬perbuatan ini adalah dalam rangka
meminta dijagakan oleh Allah SWT dari melihat sesuatu yang dengan penglihatan tersebut akan
menyebabkan berobahnya sikap batinnya terhadap guru yang dengan itu akan terangkatlah keberkahan
D. Rangkuman
Orang yang bodoh –khususnya dalam ilmu agama- disadari atau tidak, akan
terjatuh pada dua keadaan; pertama, seseorang itu akan berada pada posisi orang
yang meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT; kedua, dia berada pada posisi orang
yang melakukan maksiat kepada Allah SWT. Hal ini dikarenakan ketidaktahuannya
terhadap perintah dan larangan Allah SWT. Maka tidak ada yang mampu
mengeluarkan mereka dari gelapnya kebodohan, melainkan hanya dengan cahaya
ilmu.
Di antara keutamaan ilmu pengetahuan yaitu pertama Allah SWT memberikan
pengakuan dan penghormatan kepada ahli ilmu; kedua Allah SWT mengangkat
derajat orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan; dan ketiga Pahala orang
yang mengajarkan ilmu akan tetap mengalir, meskipun dia sudah meninggal dunia.
Termasuk beberapa adab seorang murid dalam menuntut ilmu adalah pertama
bahwa seorang murid menanamkan niat karena Allah SWT dan hal-hal yang
diridhaiNya seperti niat memelihara agama, mengikuti sunnah Rasulullah, menjauhi
kebodohan, dan mensyukuri anugerah akal. Kedua istiqamah dalam menuntut ilmu
dengan beberapa cara, yaitu menjauhi segala sebab yang menjauhkannya dari
keberhasilan menuntut ilmu; senantiasa menjaga kebersihan hati dari segala kotoran
atau penyakit hati; dan memilih teman yang baik dalam menuntut ilmu. Ketiga,
hendaknya murid menyempurnakan adab zahir dan batin terhadap gurunya.

E. Evaluasi
1. Sebutkan 3 keutamaan ilmu pengetahuan?
2. Mengapa orang yang memiliki ilmu pengetahuan mendapatkan derajat yang
tinggi? Jelaskan!
3. Bagaimanakan adab dalam menuntut ilmu? Jelaskan!

ilmu yang diajarkan oleh sang guru. Hal ini, karena guru juga adalah seorang manusia yang barangkali
tidak terlepas dari kekurangan. Akan tetapi, seharusnya seorang murid mengutamakan dan
menghormati gurunya. Ibid., h. 38.
F. Kunci Jawaban
1. Keutamaan ilmu pengetahuan yaitu pertama Allah SWT memberikan
pengakuan dan penghormatan kepada ahli ilmu; kedua Allah SWT mengangkat
derajat orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan; dan ketiga Pahala orang
yang mengajarkan ilmu akan tetap mengalir, meskipun dia sudah meninggal dunia.

2. Allah SWT meninggikan derajat orang yang berilmu dikarenakan hanya orang yang
berilmu lah yang mampu menempatkan segala sesuatunya sesuai dengan yang
seharusnya. Misalnya pertama terkait tentang Allah SWT, maka hanya orang yang
memiliki ilmu lah yang dapat melaksanakan kewajibannya untuk menyembah Allah
SWT dengan sebenarnya.

3. Diantara adab penuntut ilmu adalah: 1) menanamkan niat karena Allah SWT dan
hal-hal yang diridhaiNya seperti niat memelihara agama, mengikuti sunnah
Rasulullah, menjauhi kebodohan, dan mensyukuri anugerah akal; 2) istiqamah
dalam menuntut ilmu dengan beberapa cara, yaitu menjauhi segala sebab yang
menjauhkannya dari keberhasilan menuntut ilmu; senantiasa menjaga
kebersihan hati dari segala kotoran atau penyakit hati; dan memilih teman
yang baik dalam menuntut ilmu; dan 3) menyempurnakan adab zahir dan
batin terhadap gurunya.

G. Sumber Bacaan
1. Ahmad Mushthafâ al-Marâghi, Tafsîr al-Marâghî, Juz. I, Beirut: Dâr al-Fikr,
t.th.
2. Az-Zarnûjî, Ta’lîm al-Muta’allim Cet.I, t.t.: al-Haramain, 2006.
3. Habib Zain ibn Ibrâhîm ibn Smîth, al-Manhaj as-Sawiy; Syarh Ushûl
Tharîqah as-Sâdah Ali bâ ‘Alawiy, Cet. Ke-1, Yaman: Dâr al-‘Ilm wa ad-
Da’wah, 2008.
4. Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, Kairo: Dâr al-Ma’ârif, t.th.
5. Ibrahim Anis, dkk., al-Mu’jâm al-Wasîth, Juz.I, Cet. Ke-2.
6. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Tematik atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: Mizan. 2007.
7. Muhammad ‘Ali ash-Shâbûnî, Shafwah at-Tafâsîr, Jilid 3, Beirut: Maktabah
al-‘Ashriyyah, 2008.
8. Yahya ibn Syarf ad-Dîn an-Nawawiy, At-Tibyân fî Âdâb Hamalah al-
Qur’ân, Cet. I, Beirut: Dâr an-Nafâ’is, 1984.

Anda mungkin juga menyukai