Anda di halaman 1dari 2

dakwatuna.

com

Agama dan Politik

Sofistika Carevy Ediwindra dalam rubrik Artikel Lepas Pada 17/02/12 | 19:30

Ilustrasi (Eduardo Olivares, Cebas Computer GmbH)

dakwatuna.com – Seringkali orang bertanya kenapa agama dibawa-bawa dalam politik atau politik
membawa-bawa agama. Dan sering timbul pertanyaan, bagaimana dapat suatu partai politik didasarkan
kepada agama, seperti halnya dengan partai politik Islam, Masyumi pada era Bung Karno.

Pertanyaan itu timbul sebab seringkali orang mengartikan yang namanya agama itu hanyalah semata-
mata satu sistem peribadatan antara makhluk dengan Tuhan Yang Maha Kuasa saja. Definisi ini mungkin
tepat bagi bermacam-macam agama. Akan tetapi tidak tepat bagi agama yang bernama Islam yang
hakikatnya lebih dari sekedar itu.

Jika kita meminjam perkataan seorang orientalis, H.A.R. Gibb, maka kita dapat simpulkan dalam sebuah
kalimat, “Islam is much more than a religious system. It is a complete civilization.” Islam itu adalah lebih
dari sistem peribadatan. Ia adalah satu kebudayaan yang paling lengkap sempurna!

Lebih dari itu!

Islam adalah satu falsafah hidup, satu levens-filosofie, satu ideologi, satu sistem perikehidupan untuk
kemenangan manusia sekarang dan nanti.

Oleh karena itu bagi kita seorang Muslim tidak dapat melepaskan diri dari politik. Dan sebagai orang
berpolitik, kita tidak dapat melepaskan diri dari ideologi kita, yakni ideologi Islam. Bagi kita, menegakkan
Islam tidak dapat dilepaskan dari menegakkan masyarakat, menegakkan Negara, menegakkan
kemerdekaan.
Islam dan penjajahan adalah paradox, satu pertentangan yang tak ada persesuaian di dalamnya. Dengan
sendirinya seorang muslim, seorang yang berideologi Islam, tak akan dapat menerima penjajahan
bagaimana pun bentuknya. Memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bagi kita, bukan
semata-mata lantaran didorong oleh aspirasi nasionalisme atau kebangsaan. Akan tetapi, hakikatnya
adalah karena kewajiban yang tidak dapat dielakkan oleh tiap-tiap muslim yang mukallaf.

Maka dapat dimengerti bahwa di dalam sejarah negeri kita, Indonesia, dalam menentang penjajahan
dan kolonialisme, kaum muslimin dari abad ke abad tampil terdepan dengan semangat perjuangan dan
pengorbanan yang menyala-nyala. Perjuangan Imam Bonjol, Diponegoro yang kesemuanya adalah
pendekar muslim Indonesia, menjadi sumber inspirasi bagi bangsa kita dan keturunan selanjutnya.

Bukan kita hendak berbangga dengan jasa-jasa mereka. Kita juga tak ingin bermegah dengan perbuatan
orang-orang yang telah mendahului kita. Tetapi revolusi yang meletus di tanah air kita pada tahun 1945
lalu cukup memberi ukuran bagi kita, dan umat Islam sekarang ini, sebuah pembuktian bahwa ruh
Islamnya tidaklah mati. Bahkan ia adalah sumber yang tak kunjung kering, pendorong yang mahahebat
dalam perjuangan menentang penjajahan apapun bentuknya. Sejarah membuktikan bahwa umat Islam
Indonesia tidaklah kalah dari umat Islam di Negara lain. Ia bahu-membahu berjuang dan berjihad dalam
pelbagai lapangan dengan tujuan yang satu, Allah.

“Katakanlah (Muhammad), inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada jalan Allah dengan yakin. Mahasuci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS.
Yusuf: 108)

Anda mungkin juga menyukai